Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 50331 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siti Aisyah
"Teori Kuznet mengatakan bahwa, pembagian yang lebih timpang akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan terjadi karena adanya transfer sumber-sumber ekonomi dari sektor pertanian ke sektor moderen dan ketimpangan pendapatan dalam proses pertumbuhan terjadi karena adanya perubahan struktur yang lambat dari dualisme ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk megetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakmerataan pendapatan regional periode tahun 1993 sampai dengan tahun 1998.
Setelah melakukan studi-studi awal mengenai ketersediaan data dan kondisi wilayah Indonesia maka dilakukan beberapa modifikasi dan model. Sehingga diduga variabel - variabel berikut ini : 1) pertumbuhan penduduk 2) pertumbuhan ekonomi 3) pendapatan per kapita 4) tenaga kerja 5) tingkat pendidikan 6) tingkat kesehatan.
Berdasarkan karakteristik data dan kondisi wilayah penelitian,maka diklasifikasikan bahwa data observasi terdiri dari data deret waktu (rime series) periode tahun 1993-1998 dan data karat lintang (cross section) menurut 26 propinsi (tanpa Timor Timur) di Indonesia. Dengan demikian untuk mendapatkan model estimasi yang baik dan efisien maka digunakan model panel data (Pooling) dengan cara menghitung metode efek tetap (fixed effect).
Berdasarkan basil regresi didapatkan bahwa pertumbuhan penduduk tidak signifikan terhadap ketidakmerataan distribusi pendapatan. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh secara signifikan terhadap ketidakmerataan pendapatan dan hubungari ini adalah positif. Pendapatan perkapita berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap ketidakmerataan distribusi pendapatan. Tenaga kerja berpengaruh secara signifikan dan negatif terhadap ketidakmerataan distribusi pendapatan. Kesehatan berpengaruh secara signifikan dan negatif terhadap distribusi pendapatan. Tingkat pendidikan berpengaruh secara signifikan dan negatif terhadap distribusi pendapatan. Maka dari hasil regresi menunjukan bahwa semua variabel dalam model hasilnya cukup baik dimana hanya variabel penduduk yang tidak signifikan. Ini terjadi karena pertumbuhan jumlah penduduk di Indonesia pada periode pengamatan variasi pertumbuhannya sangat kecil. Sehingga kenaikkan jumlah pertumbuhan penduduk tidak memberikan pengaruh terhadap ketidakmerataan pendapatan.
Keragaman ketidakmerataan pendapatan antar daerah propinsi (cross section) ditunjukan dengan nilai intercep dari model persamaan fungsional hasil perhitungan fixed effect. Faktor-faktor yang menyebabkan keragaman perbedaan ketidakmerataan pendapatan yang dimiliki masing-masing propinsi antara lain: faktor demografi seperti jumlah penduduk, tingkat pendidikan, tingkat kesehatan dan lapangan pekerjaan. Faktor geografi seperti kondisi daerah dan keterjangkauan sarana dan prasarana penunjang pembangunan ekonomi daiam Perubahan struktur ekonomi, pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T20056
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deasma Hazel
"Kesetaraan gender menjadi isu yang diperjuangkan secara terus menerus. Salah satu aspek yang menjadi indikator evaluasi apakah kesetaraan gender sudah diterapkan adalah adanya fenomena kesenjangan upah antar gender. Studi ini bertujuan untuk melihat persistensi kesenjangan upah antar gender dengan menggunakan data Sakernas 2022 serta variasi kesenjangan antar gender yang terjadi di antara sektor industri, tempat tinggal, dan tipe kontrak. Pada tahun 2022, ditunjukkan bahwa gender kesenjangan upah antar gender di Indonesia meningkat dibanding dengan tahun 2010, baik pada daerah pedesaan maupun perkotaan. Selain itu, secara keseluruhan, kesenjangan upah antar gender bervariase antar sektor dengan tertinggi terdapat pada sektor perdagangan besar, eceran, reparasi dan perawatan mobil sedangkan sektor dengan kesenjangan upah terendah adalah sektor keuangan, asuransi, dan real estat. Hal yang sama terjadi pada daerah perkotaan. Namun, jika dilihat pada daerah pedesaan, sektor pengangkutan, pergudangan, informasi dan komunikasi memiliki kesenjangan upah tertinggi, sementara sektor aktivitas kesehatan manusia dan aktivitas sosial memiliki kesenjangan upah terendah.

Gender equality has become an ongoing campaign years after years. One aspect that serves as an indicator of whether gender equality has been implemented is the phenomenon of the gender wage gap. This research aims to examine the persistence of the gender wage gap phenomena, using the data from Sakernas 2022. Additionally, this study also displays the variations of gender wage gap between sectors, areas, and employment types. The result indicates that Indonesia showed a wider gender wage gap in 2022, compared to 2010, in both rural and urban areas. Overall, the highest gender wage gap was found in the wholesale, retail trade, and motor vehicle repair and maintenance sectors, while the sector with the lowest wage gap was the finance, insurance, and real estate sectors. The same pattern was observed in urban areas. However, in rural areas, the transportation, warehousing, information, and communication sector had the highest wage gap, while the human health and social work activities sectors had the lowest wage gap."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eny Nurwihati
"Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji relevansi pelaksanaan sistem penggajian yang ada di Sekretariat Jenderal Departemen Hukum dan HAM yang ada, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2003 dan memformulasikan sistem penggajian yang adil berdasarkan beban kerja yang harus ditanggung oleh pegawai. Masalah penggajian adalah sesuatu yang perlu untuk dikaji karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Untuk itu usaha pencapaian sistem penggajian yang sesuai harus tetap dilakukan melalui kajian-kajian sebagai bahan masukan bagi penyempurnaan sistem penggajian yang ada.
Jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 223 responden, terdiri dari semua pejabat eselon II, IlI, IV dan staf. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara stratified proportional random sampling yaitu mengambil sampel secara berstrata, porposif dan acak. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis yang bersifat kuantitatif dan kualitatif.
Analisis data penelitian dilakukan dengan melihat kondisi penggajian yang ada dan membandingkan dengan perhitungan gaji berdasarkan metode point system. Diperoleh hasil bahwa kondisi penggajian yang berlaku adalah sudah cukup baik terlihat bahwa sebagian besar gaji berada pada posisi in paid. Ini ditunjukkan dari kajian penggajian tanpa penggolongan dengan jumlah in paid mencapai 53%.
Sedangkan pada penggajian dengan penggolongan, kondisi in paid yang dicapai sebesar 83%. Jadi bila dikaitkan dengan perumusan masalah, bagaimanakan sistem penggajian Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang sesuai dengan beban kerja, temyata sistem penggajian yang berlaku saat ini sudah sesuai dengan beban kerja yang harus ditanggung PNS. Hal itu ditunjukkan pula dalam persamaan garis gaji yang ada.
Namun yang masih periu dilakukan dalam manajemen adalah adanya penetapan standar kinerja PNS melalui pembuatan job description sesuai dengan analisis kebutuhan. Sehingga memudahkan dalam penghitungan bobot kerja sebagai patokan dalam penghitungan gaji yang sesuai. Sedangkan untuk mencapai tingkat kelayakan, sangat sulit. Mengingat penilaian tentang kelayakan bersifat relatif. Masing-masing orang mempunyai sudut pandang yang berbeda dalam menilai suatu tingkat kelayakan. Akan tetapi mengingat rasio antara gaji yang diterima saat ini dengan harga kebutuhan, dapat dilihat bahwa standar gaji PNS saat ini memang sudah tidak layak lagi. Untuk itu sudah seharusnya mulai diadakan pembaruan dalam sistem penggajian PNS. Altematif yang dipakai dalam menaikkan gaji yaitu melalui penambahan jumlah tunjangan atau menggunakan pendekatan beban kerja.
Untuk Iebih melengkapi referensi dalam penyempumaan sistem penggajian yang akan datang, sebaiknya diakukan pula pengkajian yang Iebih komprehensif terhadap total kompensasi dan benefit pada seluruh eselon. Pada tahapan yang Iebih strategis, hasil ini dapat digunakan untuk mengkaji efektivitas sistem kompensasi yang diberikan dikaitkan dengan produktivitas pegawai. Dengan demikian pendapat orang bahwa penggajian PNS adalah menganut sistem PGPS dapat direduksi dan diubah menjadi PGPB.

This research is done to study the relevance of remuneration system implementation in Secretariat General Department of Law and Human Rights, according to Government Regulation Number 11 Year 2003 and formulate the acceptable remuneration system based on work load which burdened by each employee. The remuneration is a necessary field to study because it relates to collective interest. Therefore, an effort to achieve suitable remuneration system has to be done through studies as input to develop the present remuneration system.
In this research, sample taken are 223 people from all position echelon 11, III, IV and staffs. The sample is taken by stratified proportional random sampling that takes samples stratified, proportionally and randomly. The research method used is analytical descriptive with has quantitative and qualitative characteristics.
Research data analysis is done by observing the remuneration condition is compare with mid point 20%. The result is that the present remuneration condition is sufficient; it is seen from the study that more employees have already been in paid category. This is showed by the remuneration study without classification where the in paid gets 53%, meanwhile to remuneration with classification the in paid condition gets 83 %. As a result, if related to problem formulation, how Government Employee Remuneration System equal to work load, the result is the present remuneration system has already suitable with the work load burdened by Government Employee. This is also shown in salary line analog exist.
However, one thing should be done in management is to establish the performance standard of Government Employees through the creation of job description go with demand analysis. So it can make easier to count work load as benchmark in payment which go well with work load to be burdened. To achieve sufficient level is very difficult regarding the evaluation of sufficiency is relative where each person has different view. On the contrary, consider the ration between present salary and the price of basic needs. It can be seen that the present government employee salary is not sufficient anymore. Therefore, it should start modernization in Government Employee Remuneration System. As stated recently that the alternative used in salary increase is through additional extra income or using approach and burdened proportional used approach and burdened positional weight.
To complete reference in improving the next remuneration system, it should also implement more comprehensive study on total of compensation study and benefit to all echelons. In more strategic stages, this result can be used to study the effectiveness of given compensation system related to employee productivity. Consequently, the opinion that government employee salary uses PGPS system can be reduced and change with PGPB.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22005
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iskandar
"ABSTRAK
Tesis ini membahas beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan tenagakerja pada industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia. Penelitian dengan menggunakan analisis data panel terhadap enam daerah provinsi di Jawa dan Bali dari tahun 1985-2009. Hasil studi memperlihatkan bahwa kebijakan upah minimum berpengaruh lebih besar terhadap permintaan tenagakerja pada industri tekstil dibanding industri pakaian jadi. Faktor lainnya yang mempengaruhi permintaan tenagakerja industri TPT adalah produktivitas, output industri dan pengeluaran industri untuk modal (kapital).

ABSTRACT
This thesis explores some factor whict influence labour demand on textile and textile product industry (TPT) in Indonesia. The research using econometric analysis of data panel on 6 region in Java and Bali period 1985-2009. The results of study showed that minimum wages policy has bigger influence on labour demand in textile industry compared to labour demand in garment industry. Other factors that influence labour demand of TPT industry in observation areas are productivity, output and industry capital expenditure."
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T32949
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muh Nurhadi
"ABSTRAK
Terdapat kemungkinan bias pada studi sebelumnya tentang dampak upah minimum pada penyerapan tenaga kerja di sektor formal dan informal karena belum mengakomodir efek spasial dari dependensi pasar tenaga kerja antar wilayah. Penelitian ini bertujuan untuk melihat dampak kenaikan upah minimum terhadap penyerapan tenaga kerja sektor formal dan informal tanpa efek spasial kemudian dibandingkan dengan jika ada efek spasial. Tanpa efek spasial model yang digunakan adalah model panel dan dengan efek spasial model yang digunakan adalah model panel Spatial Auto Regressive SAR . Variabel dependen yang digunakan adalah penyerapan tenaga kerja sektor formal relatif terhadap sektor informal, sedangkan variabel independen adalah upah minimum riil dalam bentuk logaritma natural. Selain itu juga digunakan variabel kontrol yaitu: PDRB riil, pendidikan, angkatan kerja, urban rate, share pertanian, gender dan spasial lag. Hasil penelitian menunjukkan pada kedua model kenaikan upah minimum signifikan berdampak menurunkan penyerapan tenaga kerja sektor formal relatif terhadap sektor informal. Nilai koofisien dampak kenaikan upah minimum yang dihasilkan oleh model spasial lebih besar daripada model non spasial padahal dari hasil kriteria model menunjukkan model spasial lebih baik, sehingga dapat disimpulkan terdapat under estimate pada studi sebelumnya yang tidak memperhitungkan dependensi spasial pasar tenaga kerja.

ABSTRACT
There is a possibility of bias in the previous study on the impact of minimum wages on the absorption of labor in the formal and informal sectors because it has not yet accommodated the spatial effects of inter regional labor market dependencies. This study aims to examine the impact of minimum wage increases on the absorption of formal and informal sector labor without spatial effects when compared with if there are spatial effects. Without spatial effect, the model used is the panel model and with spatial effect model used is Spatial Auto Regressive SAR model panel. The dependent variable used is the formal sector employment absorption relative to the informal sector, whereas the independent variable is the real minimum wage in the form of the natural logarithm. In addition, control variables are used real GDP, education, labor force, urban rate, agricultural share, gender and spatial lag. The results showed that both models of minimum wage increase significantly reduced the absorption of formal sector workforce relative to the informal sector. The coefficient value of the impact of the minimum wage increase produced by the spatial model is greater than the non spatial model whereas from the model criteria results show better spatial model, so it can be concluded there is underestimated in the previous study which does not take into account the spatial dependencies of the labor market."
2018
T49908
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noor Wahyu Sugeng Riyadi
"Upah minimum terhadap pengangguran adalah topik klasik dalam bidang ekonomi pembangunan. Namun, belum ada kesimpulan yang seragam mengenai dampak upah minimum terhadap pengangguran. Sementara pengangguran dan informalitas menjadi masalah serius yang dihadapi oleh negara-negara berkembang. Indonesia sebagai salah satu negara-negara berkembang telah melaksanakan desentralisasi penetapan upah minimum. Kebijakan ini telah menyebabkan variasi antar Provinsi baik yang berbeda pulau ataupun di dalam satu pulau. Tujuan paper ini untuk menemukan hubungan antara upah minimum pengangguran menggabungkan dengan setengah pengangguran dan informalitas menggunakan panel data set dari 33 provinsi di Indonesia sejak 2006 sampai 2012.
Berdasarkan tetap statik dan efek random, upah minimum menunjukkan hubungan yang negatif dengan pengangguran, pengangguran dan informalitas. Kenaikan upah minimum akan berdampak terhadap penurunan pengangguran, pengangguran dan informalitas. Hasil ini dianggap hasil yang mengejutkan karena banyak literatur sebelumnya menyebutkan hubungan yang positif. Hubungan negatif juga berarti monopsony yang memainkan peran penting di pasar tenaga kerja Indonesia. Monopsony di Indonesia bukan suatu hal yang mengejutkan karena karakteristik geografis dan konsentrasi pasar yang ada. Selain itu, hasil dari 2SLS estimasi menggunakan komponen biaya hidup layak sebagai variabel instrumental memberikan hasil tidak berbeda dibandingkan model efek statik.

Minimum wage impact on unemployment is classical topic in area of economic development. However, there has been no uniform conclusion on how minimum wage gives impact to unemployment. Meanwhile underemployment and informality become serious problem faced by developing countries. Indonesia as one of the developing countries has decentralized the minimum wage setting. This policy has led to variation of provincial minimum wage across provinces between islands, but also variations within island. While there has been several studies which examine the minimum wage impact on Indonesian labor market, there is still no study on unemployment combine with underemployment and informality that taken into account of endogeneity problem from minimum wage. In order to fill this gap on the existing literature, this paper utilizes panel data set from 33 Indonesian provinces since 2006 to 2012. Fixed effect and random effect panel data set are being employed to find the relationship between minimum wage and this paper’s outcomes. Furthermore, two stages least square model is used to tackle the endogeneity between minimum wage and outcomes that this paper examines.
Based on fixed effect and random effect model, minimum wage show negative relationships with unemployment, underemployment and informality. Increases in minimum wage will work towards reduced unemployment, underemployment and informality. This result is considered a surprising result due to many previous literatures provide positive relationships. The negative relationship also means that monopsony played a significant role in the Indonesian labor market. Monopsony in Indonesia is not a surprising fact due to geographical characteristics and market concentrations are existed. Furthermore, two stages least square estimation using decent living costs as instrumental variable provide no different result as compare to static effect models.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T42770
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fariz Pramaputra
"ABSTRAK
Skripsi ini bertujuan untuk memahami pengaturan tentang upah selama proses
pemutusan hubungan kerja atau dikenal dengan istilah Upah Proses dan
implementasinya dalam praktek berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Selain itu dibahas juga mengenai Putusan Mahkamah Konstitusi No.
37/PUU-IX/2011 yang bertujuan untuk memberikan interpretasi terhadap frase
“belum ditetapkan” dalam Pasal 155 ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan sehingga implementasi upah proses menjadi seragam di
dalam praktek. Skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis-normatif
dengan meneliti bahan pustaka serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penulis juga melakukan serangkaian wawancara untuk digunakan sebagai data
pendukung. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa implementasi upah
proses oleh Pengadilan Hubungan Industrial maupun Mahkamah Agung dalam
putusannya telah berbeda dari peraturan perundang-undangan yang berlaku,
bahkan setelah dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 37/PUUIX/
2011, karena rasa keadilan para hakim; salah satu contoh adalah Putusan
Mahkamah Agung No. 300 K/Pdt.Sus-PHI/2014 jo. Putusan Pengadilan
Hubungan Industrial Jakarta Pusat No. 53/PHI.G/2013/PN.JKT.PST.
ABSTRACT
This undergraduate thesis aims to understand the provision on wages during the
termination of employment process or known by the term Process Wages and its
implementation in practice according to the prevailing laws and regulations. In
addition, there is also a discussion regarding the Constitutional Court Decision
No. 37/PUU-IX/2011 that aims to give interpretation on the phrase “there is no
decision” in Article 155 paragraph (2) of Law No. 13 Year 2003 on Manpower so
that the implementation of process wages becomes uniform in practice. This
undergraduate thesis used juridical-normative research method by examining
literature materials as well as the prevailing laws and regulations. The author also
conducted a series of interviews to be used as supporting data. The result of this
research concluded that the implementation of the process wages by the Industrial
Relations Court and the Supreme Court in its decision is different from the
prevailing laws and regulations, even after the enactment of the Constitutional
Court Decision No. 37/PUU-IX/2011, due to the sense of justice of the judges;
one example is the Supreme Court Decision No. 300 K/Pdt.Sus-PHI/2014 jo. the
Central Jakarta Industrial Relations Court No. 53/PHI.G/2013/PN.JKT.PST."
2014
S60483
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
BEMP 5 (2-3) 2002
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Soraya Arifianti
"Banyak literatur tentang pengaruh upah minimum terhadap penggunaan tenaga kerja yang menghasilkan kesimpulan yang berbeda, sebagian menyatakan pengaruh negatif dan sebagian lainnya menyatakan pengaruh yang positif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh upah minimum provinsi terhadap penggunaan tenaga kerja berpendidikan rendah di sektor industri non migas. Estimasi dilakukan dengan menggunakan data panel di wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, dan Bali dalam rentang waktu 2000-2009. Variabel dependen dalam persamaan ini adalah porsi penggunaan tenaga kerja berpendidikan rendah terhadap total tenaga kerja yang bekerja. Variabel independen adalah upah minimum provinsi rill, nilai tambah rill sektor industri pengolahan non migas, investasi rill, dan populasi angkatan kerja. Sampel dibatasi pada kelompok pekerja yang menerima upah yang berpendidikan rendah di sektor industri non migas. Kelompok ini dipilih karena merupakan salah satu kelompok yang rentan terhadap kenaikan upah minimum. Hasil studi ini menunjukkan kebijakan upah minimum berpengaruh negatif dan signifikan secara statistik, Kenaikan upah minimum sebesar 1 persen menyebabkan porsi penggunaan tenaga kerja berpendidikan rendah di sektor industri non migas berkurang sebesar 2,94 persen.

Many literature saying about the effects of minimum wages are various and different each other in telling their conclusion. Some of literatures say that minimum wages policy have negative effects for the labor, while others say it have positive effects for the labor. This research aims to estimate the effects of the minimum wages policy for less educated labor beyond oil & gas industy sector. Estimation is generated by utilizing panel data originated from six provinces; DKI Jakarta, West Java, Banten, Central Java, Yogyakarta, East Java, and Bali within 2000-2009. The dependent variable used in this equation is the share of the less-educated labor to the total workforce while the independent variables used are the real province minimum wage (UMP), real value added manufacturing sector, real investment, and the workforce population. The sample is limited to the group of less educated labor only beyond oil & gas sector. This group was chosen because they are vulnerable to minimum wage increases. The results of this research shows that the minimum wages policy has negative effects and significant statistically, one percent increasing of the minimum wages will reduce 2.94 percent the share of the less-educated Labor within industry."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T32733
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asrian Darma Saputra
"Studi ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi upah pembantu rumah tangga di Indonesia dengan menggunakan data Sakernas tahun 2013. Hasil regresi OLS menunjukkan bahwa faktor umur, jenis kelamin laki-laki, berstatus kawin, tinggal di daerah perkotaan, berpendikan SMP dan SMA ke atas berturut-turut merupakan faktor yang berpengaruh menaikkan upah pekerja rumah tangga, sedangkan variabel pendidikan untuk SD ke bawah dan pelatihan kerja tidak memiliki pengaruh signifikan secara statistik.

This study aims to determine the factors that affect wages of domestic workers in Indonesia using data Sakernas 2013. OLS regression results indicate that age, male gender, marital status, living in urban areas, highly educated middle and high school is an influential factor to raise the wages of domestic workers, while education variable to SD down and vocational training has no statistically significant effect."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2017
T47445
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>