Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161125 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Masngudin HMS
"Kebudayaan kemiskinan pada rumah tangga nelayan memberikan derajat yang seimbang antara suami dan istri. Namun kebudayaan yang telah mantap pada masyarakat membedakan derajat atau posisi suami dan istri, walaupun istri telah berusaha dengan segala kemampuan untuk kehidupan rumah tangganya. Asumsi inilah yang menjadi dasar dalam studi tentang Kehidupan Istri Nelayan Miskin di Desa Samudera Jaya, Kecamatan Taruma Jaya, Kabupaten Bekasi. Kemiskinan yang terjadi secara turun temurun, masih dirasakan oleh tiap rumah tangga yang menjadi kasus dalam studi ini. Dalam sosialisasi orang tuannya kepada anak-anaknya juga masih dijalankan seraca turun temurun. Sosialisasi dalam hal pekerjaan, masih terlihat Bapaknya mengarahkan anak laki-lakinya untuk tetap menjadi nelayan, dan lbunya mengarahkan anak perempuannya mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan bekerja sebagai buruh tani. Kesemua ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Upaya ini dilakukan dengan cara mengerahkan sumber daya tenaga kerja yang ada dalam rumah tangga melalui kegiatan sosial ekonomi. Dad pengerahan tenaga kerja anggota rumah tangga dalam menanggulangi kebutuhan ini, terlihat adanya keseimbangan derajat atau posisi suami dan istri atau laki-laki dan wanita dalam rumah tangga nelayan miskin.
Dalam kebudayaan yang telah mengakar pada masyarakat, antara lain di dalam rumah tangga ada pembagian tugas yang jelas. Pekerjaan mencari nafkah adalah pekerjaan suami, sedangkan pekerjaan istri adalah pekerjaan rumah tangga. Akibat dari pengaruh kebudayaan tersebut, maka pola hubungan antara suami dan istri, berbeda tapi sama nilainya. Dalam pandangan ini ada pemisahan peranan istri dalam pekerjaan rumah tangga dan ada peluang untuk bekerja mencari nafkah diluar rumah tangga. Melalui solidaritas sosial dalam bentuk tolong menolong, saling memberi, atau saling menanggung beban secara bersama adalah merupakan upaya di antara rumah tangga nelayan dalam meningkatkan kesejahteraan mereka, yang dikenal dengan konsep sama rata sama rasa. Keadaan ini memeperlihatkan kehidupan sosial diantara sesama rumah tangga miskin di lokasi penelitian yang berorientasi pada kebutuhan ekonomi. Di lain pihak dalam kehidupan ekonomi istri bekerja mencari nafkah di berbagai lapangan kerja sesuai dengan kemampuan yang dimiliki akibat pengaruh kemiskinannya.
Walaupun istri nelayan miskin dengan segala kemampuannya telah berusaha tanpa mengenal lelah, namun pengaruh kebudayaan yang telah mantap dalam masyarakat tetap membedakan derajat atau posisi antara suami dan istri. Dengan perbedaan ini pada dasarnya istri kurang menerimanya, yang diinginkannya adalah bukan secara kaku memegang kebudayaan tersebut, tetapi seharusnya lebih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan rumah tangganya. Dengan orientasi ini, maka akan terdapat kerjasama yang baik antara suami dan istri dalam kehidupan rumah tangga dengan pola hubungan seimbang. Pola hubungan tersebut merupakan potensi yang sangat berarti dalam pengentasan kemiskinan yang di sandangnya."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wiladi Budiharga
"Kelebihan penduduk di mana pun akan berarti ketidakcukupan bagi sebagian terbesar penduduk. Di daerah pertanian, itu berarti tidak cukup tanah, tidak cukup pekerjaan, tidak cukup pembayaran bagi pekerjaan yang sesungguhnya dilakukan dan tidak cukup pelayanan kesehatan serta pendidikan. Pendapatan, bagi kebanyakan orang akan terlalu rendah untuk memungkinkan mereka membuat pilihan yang secara nyata bisa mempengaruhi kehidupan nreka sekarang dan di masa depan. Perjuangan mereka yang suram dan tanpa henti adalah untuk memperoleh sekedar kebutuhan hidup pokok yang bisa menyambung hidup rumah tangganya dari hari ke hari. Jarang sekali mereka mempunyai persediaan untuk hari esok, bahkan seringkali persediaan untuk hari ini pun tidak cukup (Singarimbun dan Penny 1976: 25).Bagaimanakah keadaan penduduk Indonesia dewasa ini? Sering kita dengar bahwa pemencaran penduduk Indonesia ini sangat tidak merata. Angka kepadatan penduduk urfuk seluruh Indonesia pada tahun 1971 adalah 58 tiap kilometer persegi. tendengar angka itu orang akan mudah terkecoh dan mengira bahwa Indonesia tidak mempunyai masalah penduduk. Angka itu menyesatkan karena menga-"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1980
S12914
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yustriana Pardewi
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang Kedudukan dan Peranan Istri Nelayan Dalam Rumah Tangga Di Dusun Pelelangan, Ekonomi Jawa Desa Blanakan, Barat. Sehubungan kehidupan keluarga nelayan khususnya kehidupan istri sehari-hari sebagai pencari nafkah tambahan. Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang, dengan hal tersebut dilihat bagaimana nelayan dalam rumah tangga maupun di luar rumah tangga Banyak faktor yang mempengaruhi penyebab istri nelayan harus turut bekerja, antara lain karena penghasilan suami tidak menentu. Kadang bisa banyak dan kadang kurang. karena adanya musim yang mempengaruhi jenis perahu dan-alat menangkap ikan yang yang Penyebab tersebut perolehan ikan, masih sederhana. Jika penghasilan suami hari itu hanya cukup untuk memenuhi beberapa kebutuhan keluarga maka penghasilan yang diperoleh istri bisa digunakan untuk memunuhi kebutuhan yang lain, seperti untuk membayar hutang yang tidak mungkin ditutup hanya dengan penghasilan suami."
1990
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Retno Andriati
"ABSTRAK
Satu kelompok masyarakat yang menarik untuk dikaji adalah kelompok nelayan, karena mereka umumnya menghadapi kesulitan khusus yang menjadi kendala dalam kehidupannya. Kendala ini berasal dari lingkungan alam dan lingkungan sosial. Akibatnya mereka mengalami ketidakpastian dalam perekonomian rumah tangganya.
Ketergantungan nelayan pada lingkungan alam besar sekali. Hal ini menunjukkan keeratan hubungah antara lingkungan alam dengan nelayan. Jika lingkungan alam terganggu, maka nelayan tidak dapat melaut/mencari ikan. Akibatnya tidak ada pemasukan pendapatan bagi rumah tangganya dan kelangsungan kehidupan nelayan terganggu. Kenyataan ini mendorong nelayan menyesuaikan mekanisme kerja, baik yang menyangkut hubungannya dengan orang lain maupun dengan anggota rumah tangganya. Seluruh anggota rumah tangga harus bekerja dan berusaha, terutama isteri nelayan. Tujuannya agar kebutuhan ekonomi rumah tangga dapat terpenuhi. Dalam hal ini peran isteri nelayan cukup menonjol. Mereka berperan ganda, yaitu di samping sebagai isteri nelayan dan ibu rumah tangga yang mengerjakan tugas-tugas domestik/reproduksi, mereka juga mencari nafkah/produksi.
Mengingat kesulitan kehidupan kaum nelayan umumnya, yang karenanya menghendaki keterlibatan wanita dalam ekonomi rumah tangga, serta belum adanya penelitian mengenai peranan wanita dalam ekonomi rumah tangga nelayan pantai, maka melalui tesis ini penulis bertujuan mempelajari hal tersebut. Ada dua permasalahan yang penulis ingin memperoleh jawaban, yaitu: pertama: bagaimana peranan wanita dalam ekonomi rumah tangga nelayan pantai? , kedua: apakah dampak dari peranan wanita dalam ekonomi rumah tangga nelayan pantai tersebut terhadap kedudukannya sebagai isteri-ibu rumah tangga?
Tipe penelitian ini deskriptif, yang didukung data-data kuantitatif dan kualitatif. Metode pengumpulan data primer yang digunakan adalah survai yang dikombinasikan dengan metode penelitian kualitatif. Dari dua metode ini penulis berharap data kuantitatif dan data kualitatif dapat saling melengkapi.
Nelayan Kejawan lor,dapat dibedakan ke dalam 3 (tiga) kelompok berdasar karakteristik yang berbeda, yaitu kelompok nelayan pemilik perahu, buruh nelayan dan pengepul ikan. Mayoritas nelayan adalah nelayan pemilik perahu. Mereka mampu membeli perahu, karena bentuk perahu sederhana dan harganya relatif murah. Berdasar hal ini maka jumlah pemilik perahu lebih banyak dibanding jumlah buruh nelayan pantai. Nelayan ini berlayar sendiri per perahu atau nelayan pemilik perahu hanya membutuhkan seorang buruh nelayan, karena itu struktur organisasinya sederhana. Nelayan ini pulang ke rumah setiap selesai melaut. Mereka dapat melaut hampir sepanjang tahun, baik pada musim Angin Timur maupun musim Angin Barat karena mereka tinggal di pinggiran kota Surabaya yang musimnya tidak beraturan. Mereka tidak melaut terutama karena gangguan alam, sedang sebab lain karena perahu atau mesin mereka rusak, tidak punya uang untuk membeli umpan dan gangguan kesehatan nelayan. Mereka mengalami ketidakpastian pendapatan karena mereka menghadapi masalah ketidakpastian keadaan alam. Untuk itu mereka menyesuaikan diri dan memilih serta menentukan beberapa strategi yang dapat mengatasi masalah tersebut agar mereka tetap dapat bertahan hidup. Perilaku adaptasi ini disebut strategi adaptif.
Salah satu strategi adaptif ini adalah pembagian kerja antara suami dan isteri, yaitu suami melaut dan isteri nelayan mengolah dan menjual ikan. Isteri nelayan berpendapat bahwa menjual ikan adalah kewajibannya sebagai isteri mengingat suami lelah sesudah melaut. Mereka bekerja sama, saling melengkapi dan saling tergantung (hubungannya bersifat komplementer). Di samping itu isteri juga mengerjakan tugas domestik, seperti membersihkan rumab, mengasuh anak, memasak dan mencuci pakaian anggota rumah tangga.
Berdasar pembagian kerja ini ternyata, peranan isteri nelayan di Kejawan Lor relatif besar berdasar banyaknya jenis kegiatan yang dilakukan, dominasi dalam memegang dan mengatur keuangan serta kontribusi tenaga, uang dan ketrampilan dalam mengolah dan menjual ikan. Mereka mengolah ikan perolehan suami, yaitu mulai menimbang, mencuci, memotong, menusuk ikan dengan tusuk sate sampai memanggangnya. Isteri nelayan pantai umumnya mengerjakan pekerjaan ini sendiri, kadang-kadang saja anak perempuan nelayan membantunya. Isteri nelayan mengatur ikan-ikan tersebut di atas nyiru dan menjualnya ke pasar, ke kompleks perumahan Angkatan Laut atau ke Pantai Kenjeran Lama (terutama hari Minggu) keesokan harinya. Isteri nelayan berbelanja untuk hari itu berdasar hasil penjualan ikan tersebut. Artinya, pengeluaran tergantung pendapatan yang diperoleh bukan tergantung pada komposisi atau jumlah anggota keluarga. Mereka umumnya tidak mempunyai pekerjaan sampingan di luar sektor kenelayanan. Mereka berperan ganda. Isteri nelayan pantai ini menggunakan waktu kerjanya hampir sepanjang hari. Mereka istirahat hanya pada waktu tidur malam saja. Hal ini berbeda dengan suaminya, waktu nelayan lebih banyak di darat dari pada di laut. Pada waktu nelayan berada di darat mereka umumnya hanya memperbaiki perahu atau menata panning jala, mereka lebih banyak beristirah atau bersantai, dengan alasan mereka lelah. Padahal mereka mungkin juga malas bekerja produktif yang lain. Mereka kurang membantu pekerjaan-pekerjaan repoduksi sementara isteri nelayan sering juga masih membantu membersihkan dan menata panning serta memasang umpan.
Isteri nelayan bertanggung jawab penuh terhadap kehidupan ekonomi rumah tangganya. Jika pendapatan mereka tidak cukup, suami tidak melaut pada musim Angin Timur dan musim Angin Barat, maka mereka berhutang dulu ke pemilik warung karena pemilik warung memperbolehkan mereka hutang asal mereka membayar hutang tersebut atau melakukan usaha lain seperti membeli ikan dari keluarga/tetangganya, menjual barang yang dapat dijual atau menjual emas. Mereka juga mengikuti arisan, sebagai tabungan untuk memperbaiki rumah, memperbaiki/membeli perahu, membina hubungan baik dan kerjasama antara sesama isteri nelayan pemilik perahu atau antara isteri pemilik perahu dan isteri buruh nelayan untuk saling menjualkan ikan jika di antara mereka berhalangan berjualan ikan, menjadi buruh dengan membersihkan dan memotong ikan perolehan tetangganya atau membersihkan dan menata panting.
Relatif besarnya peranan isteri dalam perekonomian rumah tangganya ini berdampak terhadap kedudukannya yang relatif kuat sebagai isteri-ibu rumah tangga dalam distribusi dan alokasi kekuasaan di antara nelayan dan isterinya. Hal ini terlihat dari dominasi isteri nelayan dalam pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan ekonomi mereka. Mereka mengambil keputusan sendiri tanpa pertimbangan suami. Isteri nelayan berkuasa dan berfungsi sebagai kepala rumah tangga, baik pada musim Angin Timur maupun musim Angin Barat. Mereka bertanggung jawab terhadap kelangsungan kehidupan rumah tangganya atau agar rumah tangganya tetap survive, karena itu curahan waktu kerja isteri nelayan pantai lebih besar dibanding suami."
1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Yulius Suroso
"Tujuan penelitian ini ialah mempelajari kegiatan masyarakat nelayan Marunda Besar di laut dan di darat dalam mempertahankan kelangsungan hidup diri dan keluarganya, dan kaitannya dengan ketahanan nasional. Kegiatan masyarakat nelayan Marunda Besar banyak dipengaruhi oleh kearifan lingkungan teknologi yang diterapkan nelayan dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya. Rusaknya sistem lingkungan pantai Marunda mengakibatkan populasi ikan di dekat pantai Marunda semakin berkurang dan ikan menjauh dari pantai. Hal ini menuntut upaya yang lebih keras untuk memperoleh hasil tangkapan ikan.
Adanya pembangunan kota Jakarta dan Proyek Perkayuan Marunda menambah rusaknya lingkungan pantai. Di samping itu akibat pembebasan tanah yang dibangun Proyek Perkayuan Marunda, banyak fasilitas yang hilang, seperti gedung sekolah SLTP, sumur bor, pasar dan sarana transpoitasi. Hal ini merupakan kerugian bagi masyarakat Marunda, karena air minum harus beli. Juga anak-anak tidak dapat bersekolah lagi karena sekolah SLTP makin jauh di Cilincing. Di Marunda kini tinggal ada satu gedung sekolah SD yang ada di dekat Mesjid Alam, dan kondisinya sudah tidak memenuhi syarat lagi. Akibatnya tidak banyak anak-anak yang sekolah lanjutan, tidak mampu membiayai. Dengan bekal pendidikan rendah dan ketrampilan yang didapat dari orangtuanya, maka pekerjaan sebagai nelayan tetap menjadi andalan utama.
Dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan itu masyarakat nelayan Marunda Besar menghadapi berbagai kendala internal (budaya) maupun kendala eksternal (lingkungan hidup) tempat mereka bermukim. Akibatnya kehidupan mereka semakin terpuruk, kalau tidak terperangkap dalam kemiskinan structural.
Mereka harus bekerja lebih keras, menggunakan waktu untuk mencari nafkah dengan penghasilan yang tidak menentu dan semakin menyusut. Akibatnya waktu yang digunakan untuk bermasyarakat, membina keluarga dan mendidik anak-anak semakin berkurang dalam jumlah maupun intensitasnya.
Kenyataan ini menyebabkan kerentanan dalam pergaulan sosial masyarakat nelayan, ketahanan keluarga dan komunitas dalam gangguan keamanan. Mereka dengan mudah dipengaruhi oleh pihak luar yang memberikan ataupun menjanjikan berbagai kemudahan ataupun uang tanpa banyak pertimbangan. Akibatnya menjadi lahan subur bagi pencetus masalah sosial yang dapat mengancam ketahanan nasional."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T14624
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sumarsono
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1995
305.482 Sum p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Miky O. S. Natun
"Semakin banyaknya arus manusia yang mengalir ke kota-kota, di negara sedang berkembang, tidak diimbangi dengan penyediaan tanah dan rumah yang diperlukan guna menampung kaum pendatang bare di perkotaan. Hal ini telah menimbulkan berbagai masalah, salah satu yang paling memusingkan yaitu semakin merajelalanya kampung-kampung miskin dan kawasan kumuh kota.
Salah satu ciri dari kehidupan perkotaan yaitu ditemuinya komuniti nelayan perkotaan, yang pola pekerjaan dan hunian dengan memanfaatkan pantaillaut sebagai bagian dan kehidupannya. Salah satu yakni di Oesapa Kota Kupang. Dalam kehidupan nelayan diperlukan kegiatan produksi, distribusi, dan pola konsumsi guna memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangganya.
Faktor-faktor pemenuhan kebutuhan hidup nelayan sebagai jawaban dalam kehidupan rumah tangga, berupa; kebutuhan dasar (makan/minum dan pakaian), hiburan dan rekreasi, pekerjaan, kesehatan, pendidikan, pengorganisasian, pendominasian, hubungan antar sukubangsa, perumahan dan lingkungan sekitar.
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa segala kemiskinan, keterbelakangan dan kekumuhan yang terjadi di masyarakat nelayan, karena ketidakmampuan sumber daya yang dimiliki, dan manajemen keluarga nelayan dalam pengelolaan uang dari hasil penangkapan ikan. Dampak yang timbul dalam pemenuhan kebutuhan hidup yaitu mereka masih mengalami kehidupan yang serba kekurangan. Dalam menyikapi akan hal tersebut dipakai pola menyesuaikan diri dengan kondisi ekonomi. Dan untuk mempertahankan hidup maka langkah yang ditempuh yaitu dengan mengandalkan utang pada tetangga, juragan, palele, sesama nelayan, dan lainnya. Hal ini yang secara umum dipakai dalam kehidupan nelayan. Pengatasan kemiskinan bagi nelayan bukan hanya pada diri nelayan sendiri tetapi bagaimana peran pemerintah dan lembaga-lembaga swadaya lainnya dalam melihat hal tersebut.
Bagian dari penjelasan diatas menjadi bukti-bukti yang kuat dalam penelitian masalah kehidupan rumah tangga nelayan. Sehingga dalam menyikapi masalah kemiskinan, keterbelakangan dan kekumuhan, dalam suatu komuniti nelayan perkotaan, perlu melihat dari kondisi sosial ekonomi. Langkah tersebut menjadi jelas terintegrasi dalam pranata-pranata sosial, dan yang ada dalam kehidupan mereka.

The more increasing flow of people moving to some cities in the developing country is not counterbalanced by the provision of lands and houses required for accommodating the new immigrants moving to the cities. This condition has raised various problems, one of the most complicating is the increasing number of poor villages and illegal and slum cottages in the urban area.
One of living characteristics is the existence of urban fishermen whose working and inhabiting modes use either beach or sea as a part of their living. Taken for example is the urban fishermen community at Oesapa in the City of Kupang. Fishermen's economic activities include production, distribution and consumption systems to meet their basic requirements.
Some factors relating to the fulfillment of Iife necessities are the fulfillment of basic necessities (food/beverage and clothes), entertainment and recreation, employment, health, education, organization, domination, relationship among ethnic groups, housing and environment.
Result of research reveal that poverty, tardiness and dirtiness facing the community fishermen result from their poor human resources, and finance management. A dominant impact in view of fulfilling their basic requirements is that they still lead a poor life. Some impacts faced in the fulfillment of the life necessities is inadequacy, leading the life by obtaining the loan from middleman, palele, among fishermen, and the other associations. It is this that commonly goes on the fishermen's living. Poverty eradication server not only a concern within the fishermen but also an importan role which government and non-government organization should play.
Items of the description above serve powerful evidence in a researh into the fishermen household living. That responding poverty, tardiness and dirtinees within an urban fishermen community, one should consider their social and economic conditions. This measure is clearly incorparated in their social structure and lives.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T20257
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>