Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 131823 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
Andi Lesmana
"Sebuah permukiman berisi sejumlah kumpulan elemen-elemen fisik yang membentuk fungsi tertentu yang kemudian dapat dirasakan kehadirannya dengan panca indera kita (dapat dilihat, ditinggali, diraba). Permukiman yang ditinggali oleh sebuah komunitas juga mencitrakan sebuah nilai dan menyinarkan kualitas budayanya Sebab setiap manusia memiliki penilaian ternadap apa yang dirasakannya bila ia berada di sebuah permukiman (dalam skala wilayah yang Iuas ataupun kecil), ia dapat berkata dan merasakan permukiman ini : tenang, damai, kacau, menakutkan, semrawut, mati, dan ungkapan-ungkapan lainnya.
Ternyata permukiman punya citra tersendiri, ia memiliki jiwa (ruhiyah), dan makna yang lebih dari sekedar tempat bertinggal. Nilai positif dari kehidupan manusia adalah ketika manusia mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan menjalankan hidup dan kehidupannya. Pada hakekatnya 'nilai positif' ini adalah tujuan dari sistem nilai yang dikehendaki oleh Sang Pencipta (Al-Khalik) kepada hamba-Nya (yaitu manusia). Oleh karenanya ketika manusia ingin mendapatkan "nilai positif" tersebut manusia mencoba menata tempat ia bertinggal baik sebagai individu maupun kolektif untuk mendudukan sitem nilai Ilahiah (Ketuhanan) daIam aspek pengaturan lingkungan binaanya. Masjid adalah elemen fisik, yang sangat penting dan utama dalam sebuah komunitas masyarakat Islam, kehadirannya seharusnya tidak hanya dijadikan sebagai wadah untuk melakukan ibadah ritual shalat saja. Akan tetapi bila masjid difungsikan dan memainkan peran yang optimal, masjid dapat memberi pengaruh yang kuat terhadap kehidupan komunitas di sekitarnya, karenanya denyut kehidupan masjid dapat dijadikan patokan untuk melihat "kualitas" manusia yang tinggal di sekitarnya. Sehingga kita dapat melihat bagaimana proses kaum Muslim membangun masjid akan diikuti oleh proses masjid membangun kaum Muslim."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S48345
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Galuh Anisa Putri
"Dalam membangun masjid, Islam tidak memiliki aturan mengikat mengenai bentuk masjid karena prinsip utama dalam masjid adalah fungsi (function) (Omer, 2010). Hal tersebut ditunjukan dalam arsitektur Masjid Nabawi (622 M) yang dibangun sederhana sesuai fungsi yang dibutuhkan, tapi di saat yang sama, Masjid Nabawi berperan sebagai ruang publik kota Madinah sehingga masjid sejatinya merupakan tempat beribadah sekaligus pusat komunitas. Namun, perkembangan zaman kemudian mendorong aspek fungsi tidak lagi menjadi hal utama dalam membangun masjid, seperti masjid di era Imperium Ottoman yang menekankan aspek forma. Transformasi tersebut berdampak pada peran masjid menjadi alat birokrasi pemerintah. Fenomena tersebut menunjukan relasi antara aspek fungsi dengan realisasi peran masjid di dalam komunitas muslim yang dipengaruhi oleh praktek kuasa setempat, sehingga arsitektur masjid berpotensi sebagai indikator dalam melihat praktek kuasa. Indonesia di tahun 1950-1965, di bawah pimpinan Sukarno, membangun dua masjid yang signifikan dalam sejarah perkembangan masjid Indonesia, yakni Masjid Istiqlal dan Masjid Salman, yang keduanya menggunakan langgam arsitektur modern yang menekankan aspek fungsi dalam proses perancangannya. Skripsi ini bertujuan untuk melihat bagaimana aspek fungsi dijawantahkan dalam kedua masjid tersebut dan bagaimana hubungannya dengan praktek kuasa Sukarno dan peran masjid sebagai ruang publik."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emiel Afrans Titho
"Menara adalah salah satu bagian penting pada suatu bangunan masjid. Selain menjadi tempat dikumandangkannya adzan sebagai tanda tiba waktu sholat, pada kebanyakan masjid, menara menjadi salah satu ciri bangunan ibadah muslim. Keberadaan menara pada masjid bukan suatu keharusan, karena Nabj Muhammad Saw tidak membuat menara untuk masjid yang dibangun pada masanya. Tetapi seiring berjalannya waktu, keberadaan menara semakin kuat telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari identitas sebuah masjid.
Pada awal kemunculannya di masa Bani Ummayyah, menara masjid mengambil bentuk dari menara-menara gereja. Kemudian seiring berkembangnya Kekhalifahan Islam, berbagal bentuk menara muncul pada masjid-masjid yang dibangun di wilayah kekuasaan Islam dengan pengembangan serta penyesuaian terhadap arsitektur lokal.
Menara merupakan unsur bangunan masjid yang bersifat permanen, tidak banyak berubah secara fisik, sehingga dapat menjadi representasi karakteristik arsitektur pada wilayah dan masa tertentu. Sejalan dengan perkembangan desain masjid kontemporer, menara menjadi bagian yang dapat tebih dieksplorasi sehingga lahiriah bentuk-bentuk menara masjid baru yang tidak lagi menyerupai kebanyakan bentuk menara masjid di TimurTengah.
Beragam bentuk yang muncul dari menara-menara masjid di dunia menunjukkan tidak adanya ketentuan khusus mengenai bentuk menara masjid. Begitu pula dengan jumlah maupun peletakan menara tersebut dalam site plan. Sentuk, jumlah dan peletakan menara pada masjid seakan tergantung pada kehendak sang arsitek serta kemampuan finansial yang ada untuk membangun masjid tersebut.
Arti keberadaan sebuah menara pada bangunan masjid semakin terasa ketika masjid-masjid yang pada awalnya tidak memiliki menara, kemudian dibangunkan sebuah atau beberapa menara dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Sebagian menara masjid saat ini bahkan sejak awai pembangunannya tidak memiliki fungsi sebagai tempat dikumandangkannya adzan.
Bentuk menara yang menjulang tinggi dapat memberikan kesan monumental dan agung bagi orang yang melihatnya. Pada negara-negara Islam atau iingkungan yang berpenduduk muslim, menara kerap kali menjadi suatu simbol yang dibanggakan komunitas muslim. Hal-hal semacam ini ikut menjadi pertimbangan tetap dipertahankannya keberadaan menara pada sebuah masjid."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S48466
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jaja Najarudin Latif
"Penelitian mengenai objek ini telah dimulai sejak pertengahan tahun 1991; baik pewnelitian literature maupun wawancara. Berbagai perpustakaan dan Arsip Nasional yang ada di kota Jakarta telah nemberikan sumbangan yang begitu besar berupa sumber primer, skunder dan sumber pendukung lainnya. Sumber primer tertulis dan sumber lisan mengenai organisasi sebagian besar diperoleh dari seorang tokoh PUI yang tinggal di kota Majalengka. Berdasarkan basil rekonstruksi menunjukan bahwa selama satu dasa warsa pertama, PUI mengelola 2 jenis lembaga pendidikan formal; yaitu Madrasah/Sekolah (dari tingkat Taman kanak-kanak hingga Sekolah Henengah Atas; baik sekolah umum maupun -kejuruan), dan Pesantren. Selama dasa warsa ini, sekolah-sekolah PUI mengalami perkembangan yang pesat hingga mencapai puncaknya pada awal tahun 60-an. Adapun keterlibatannya dalam politik praktis pada dasa warsa ini, lebih didasarkan kepada keterikatannya sebagai anggota istimewa Partai Hasyuni sehingga sifatnya hanya melaksanakan instruksi-instruksi dari pusat, terutana dalam kerangka Pemilu 1955. Kegiatan politik praktis PUI akhirnya harus berakhir setelah beberapa tokoh teras Partai Hasyuni terlibat PRRI. Dua jenis bidang garapan ini, (pendidikan dan politik) tak dapat dikatakan sebagai program organisasi yang berdiri sendiri, akan tetapi merupakan kelanjutan dua organisasi cikal bakalnya, yakni Perikatan Ummat Islam dan Persatuan Unmat Islam Indonesia pada masa sebelumnya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1993
S12243
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adelisa Pratiwi
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S5126
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Al Fatih
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chairil A. Soleh
Jakarta: Kanet Indonesia, 2016
297.65 CHA d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>