Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 37918 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
"Gedung-gedung perkantoran umumnya dilengkapi dengan sistim sirkulasi udara atau pendingin secara buatan untuk menciptakan kondisi lingkungan kerja yang nyaman. Namun, masih terdapat gejala-gejala sindrom gedung sakit (SGS). Salah satu gejala SGS adalah nyeri kepala SGS (NK SGS) Oleh karena itu perlu dikaji diidentifikasi faktor-faktor risiko terhadap timbulnya NK SGS. Kasus dan kontrol diidentifikasi melalui survei terhadap seluruh pekerja di kantor tersebut pada bulan Mei - Agustus 2002 di suatu perkantoran di Jakarta. Kasus adalah subjek dengan NK SGS, kontrol adalah subjek tanpa keluhan NK SGS selama satu bulan terakhir. Subjek penelitian berjumlah 240 orang, dan yang menderita NK SGS sebanyak 36 orang (15%). Bila dibandingkan dengan kecepatan gerakan udara yang normal, maka kecepatan gerakan udara yang cepat memperkecil risiko timbulnya NK SGS sebesar 57% [(rasio odds (OR) suaian = 0,43; 95% interval kepercayaan (CI): 0,19-0,95]. Bila dibandingkan dengan pekerja laki-laki, pekerja perempuan mempunyai risiko NK SGS hampir 3 kali lipat lebih besar (OR suaian = 2,96; 95% CI: 1,29-6,75). Pekerja dengan kebiasaan kadang-kadang sarapan, mempunyai risiko terkena NK SGS lebih kecil dibandingkan dengan yang biasa sarapan (OR suaian = 0,27; 95% CI: 0,10-0,96). Faktor suhu, kelembaban dan kebiasaan merokok tidak terbukti berkaitan dengan NK SGS. Pegawai perempuan mempunyai risiko NK SGS jika dibandingkan dengan laki-laki. Di samping itu, kecepatan gerakan udara yang lambat mempertinggi risiko NK SGS. Oleh karena itu perlu menambah kecepatan gerakan udara untuk mengurangi risiko timbulnya NK SGS terutama terhadap tempat kerja perempuan. (Med J Indones 2003; 12: 171-7)

Even though office buildings are usually equipped with ventilation system or air conditioning to create a comfortable working environment, yet there is still found a number of sick building syndrome (SBS) symptoms. One of the symptoms of SBS is SBS headache. Therefore, it is crucial to identify risk factors related to SBS headache. Cases were subjects who have suffered SBS headache, and controls were subjects who did not suffered headache for the last one month. Cases and controls were selected through a survey on all of employees in the said office during the period of May to August 2002. Total respondents were 240 employees including 36 people suffered SBS headache (15%). Compared to the normal air movement, faster air movement decreased the risk of SBS headache by 57% [adjusted odds ratio (OR) = 0.43; 95% confidence intervals (CI): 0.19-0.95]. Female employees, compared to the males ones, had a higher risk of getting SBS headache by almost three times (adjusted OR = 2.96; 95% CI: 1.29-6.75). Employees who had breakfast irregularly, had a lower risk to SBS headache than those who have breakfast regularly (adjusted OR=0.31; 95% CI: 0.09-0.84). Temperature, humidity and smoking habits were not noted correlated to SBS headache. Female workers had greater risk of suffering SBS headache. In addition slower air movement increased the risk of SBS headache. Therefore, it is recommended to improve the progress of air in order to reduce the risk of SBS headache, especially for female workplace. (Med J Indones 2003; 12: 171-7)"
Medical Journal of Indonesia, 12 (3) Juli September 2003: 171-177, 2003
MJIN-12-3-JulSep2003-171
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Margaretha Winarti
"Latar belakang. Gedung-gedung perkantoran bertingkat umumnya dilengkapi dengan sistim sirkulasi udara/pendingin secara buatan (air conditioning/AC) untuk menciptakan kondisi lingkungan kerja yang nyaman. Penurunan kualitas udara di dalam gedung, akan menimbulkan gejala-gejala Sindrom Gedung Sakit (SGS). Nyeri kepala SGS (NK SGS) adalah salah satu dari gejala-gejala SGS. Oleh karena itu perlu dikaji mengapa masih terdapat faktor-faktor risiko terhadap timbulnya NK SGS.
Metode. Desain penelitian adalah studi kasus kontrol yang dilakukan di perkantoran PT "D" di Jakarta. Kasus adalah subjek dengan NK SGS, dan kontrol adalah subjek tanpa keluhan NK SGS. Kasus dan kontrol diidentifikasi melalui survei terhadap saluruh pekerja PT "D" pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2002.
Hasil. Subjek penelitian berjumlah 240 orang, dan yang menderita NK SGS sebanyak 36 orang (prevalensi NK SGS sebesar 15%). Faktor-faktor risiko yang mempengaruhi timbulnya NK SGS adalah kecepatan gerakan udara, gender, dan kebiasaan kadang-kadang sarapan. Bila dibandingkan dengan kecepatan gerakan udara yang normal, maka kecepatan gerakan udara yang cepat memperkecil risiko timbulnya NK SGS sebesar 0,43 kali (OR suaian = 0,43; 95% CI: 0,19-0,95). Bila dibandingkan dengan pekerja laki-laki, pekerja perempuan mempunyai risiko NK SGS hampir 3 kali lipat lebih besar (OR suaian = 2,96; 95% CI: 1,29-6,75). Pekerja dengan kebiasaan kadang-kadang sarapan, mempunyai risiko terkena NK SGS lebih kecil dibandingkan dengan yang biasa sarapan (OR suaian = 0,27; 95%C1: 0,10-0,96). Faktor suhu, kelembaban dan kebiasaan merokok, tidak terbukti berkaitan dengan NK SGS.
Kesimpulan. Kecepatan gerakan udara yang lambat dan gender perempuan memperbesar risiko NK SGS. Oleh karena itu perlu menambah kecepatan gerakan udara untuk mengurangi risiko timbulnya NK SGS, mengganti/memperbaiki sistim ventilasi/AC-sentral, memasang inhaust/exhaust fan, dan atau kipas angin langit-langit, terutama terhadap tempat kerja perempuan.

Influence of Air Movement, Gender, and Breakfast Habit toward the Risk of Sick Building Syndrome Headache among PT "D" Employees in JakartaBackground. High-rise office buildings are usually equipped with ventilation system/air conditioning to create a comfortable working environment, yet there is still incidence of Sick Building Syndrome (SBS) headache. The decrease of air quality inside the building will cause the symptoms of SBS. One of the SBS symptoms is SBS headache. Therefore, it is needed to identify risk factors of the SBS headache.
Method. The research design was a case control study at PT "D" office building in Jakarta. The case was subject who had symptom of SBS headache, and control was subject without SBS headache symptom. Case and control were identified through a survey toward all of PT "D" employees during May to August 2002.
Results. Subjects of this survey were 240 employees, and 36 of them have suffered from SBS headache (prevalence of SBS headache is 15%). The risk factors that affected the occurrence of SBS headache were air movement, gender, and breakfast habit. More fast air movement compared to the normal one decreased the risk of SBS headache for about 0.43 times (adjusted OR = 0.43; 95% CI: 0.19-0.95). Female employees compared to the males, have higher risk of getting SBS headache for almost 3 times (adjusted OR = 2.96; 95% CI: 1.29-6.75). Those employees who had breakfast irregularly, had a lower risk to SBS headache compared to those who had breakfast regularly (adjusted OR=0.31; 95%Cl: 0.09-0.84). The other factors such as temperature, humidity and smoking habit, are not proven to have correlation to SBS headache.
Conclusion. Slower air movement and female gender have proven increased the risk of SBS headache. Therefore it is recommended to increase the air movement to reduce the risk of SBS headache incidence, fixing the ventilation system centralized air-conditioning such as installing inhaust/exhaust fan and or ceiling in particular for women workplace.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T9757
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rama Putra Effendi
"Physical symptoms had led to the suggestion that a disease called Sick Building Syndrome (SBS) occured to the office
of “X” Company in the city of Jakarta. This research that used a random sampling technique examined the physical air
quality of the “X” Company, such as indoor temperature and humidity aspects, the SBS cases of 90 workers. Research
results on the Company “X” office workers showed that, (1) 47.8% workers had cases of SBS; and, (2) a value of 0.714
was acquired from the result of bivariate analysis using Chi square statistics program with p value of 0.325 and RP of
95 percent. This signifies that there were no relations between indoor temperature and humidity with the SBS cases of
the Company “X” workers in Jakarta City. Possibilities of other factors were found to trigger the SBS symptoms such
as chemical and microbiological factors (from work tools and facilities), and psychosocial factor (from the workers
themselves).
Kualitas Fisik Udara dengan Kejadian Sick Building Syndrome pada Karyawan Kantor Perusahaan “X” di Kota
Jakarta. Adanya gejala-gejala sakit fisik, sehingga ada dugaan terjadi sakit yang disebut Sick Building Syndrome (SBS)
pada para karyawan kantor Perusahaan “X” di Kota Jakarta. Penelitian ini membahas kualitas fisik udara pada kantor
Perusahaan “X”, yaitu aspek suhu udara dan kelembaban udara ruangan dengan kejadian SBS pada 90 karyawan kantor,
dengan menggunakan teknik random sampling. Hasil studi terhadap karyawan kantor Perusahaan “X” menunjukkan,
(1) sebanyak 47,8% karyawan mengalami kejadian SBS, (2) berdasarkan hasil analisis bivariat menggunakan program
statistik chi square, nilai p value 0,325, dan RP 95 persen, didapat 0,714. Artinya, tidak adanya hubungan antara suhu
udara dan kelembaban udara ruangan dengan kejadian SBS pada karyawan kantor Perusahaan “X” di Kota Jakarta.
Terdapat beberapa kemungkinan faktor lain yang memicu terjadinya gejala-gejala SBS tersebut, seperti faktor kimia dan
mikrobiologi (dari berbagai peralatan dan fasilitas kerja), dan faktor psikososial (dari pekerja sendiri)."
Universitas Ahmad Dahlan. Faculty of Public Health ; Universitas Ahmad Dahlan. Center for Occupational Safety and Health Studies (PS-K3), 2014
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rama Putra Effendi
"Kualitas Fisik Udara dengan Kejadian Sick Building Syndrome pada Karyawan Kantor Perusahaan ?X? di Kota Jakarta. Adanya gejala-gejala sakit fisik, sehingga ada dugaan terjadi sakit yang disebut Sick Building Syndrome (SBS) pada para karyawan kantor Perusahaan "X" di Kota Jakarta. Penelitian ini membahas kualitas fisik udara pada kantor Perusahaan "X", yaitu aspek suhu udara dan kelembaban udara ruangan dengan kejadian SBS pada 90 karyawan kantor, dengan menggunakan teknik random sampling. Hasil studi terhadap karyawan kantor Perusahaan ?X? menunjukkan, (1) sebanyak 47,8% karyawan mengalami kejadian SBS, (2) berdasarkan hasil analisis bivariat menggunakan program statistik chi square, nilai p value 0,325, dan RP 95 persen, didapat 0,714. Artinya, tidak adanya hubungan antara suhu udara dan kelembaban udara ruangan dengan kejadian SBS pada karyawan kantor Perusahaan "X" di Kota Jakarta. Terdapat beberapa kemungkinan faktor lain yang memicu terjadinya gejala-gejala SBS tersebut, seperti faktor kimia dan mikrobiologi (dari berbagai peralatan dan fasilitas kerja), dan faktor psikososial (dari pekerja sendiri).

Physical symptoms had led to the suggestion that a disease called Sick Building Syndrome (SBS) occured to the office of "X" Company in the city of Jakarta. This research that used a random sampling technique examined the physical air quality of the ?X? Company, such as indoor temperature and humidity aspects, the SBS cases of 90 workers. Research results on the Company "X" office workers showed that, (1) 47.8% workers had cases of SBS; and, (2) a value of 0.714 was acquired from the result of bivariate analysis using Chi square statistics program with p value of 0.325 and RP of 95 percent. This signifies that there were no relations between indoor temperature and humidity with the SBS cases of the Company "X" workers in Jakarta City. Possibilities of other factors were found to trigger the SBS symptoms such as chemical and microbiological factors (from work tools and facilities), and psychosocial factor (from the workers themselves)."
Universitas Ahmad Dahlan. Faculty of Public Health, 2014
J-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nadeak, Christie Patricia Demak
"Sick Building Syndrome (SBS) merupakan gejala-gejala kesehatan yang sering dialami oleh penghuni yang tinggal di dalam gedung dalam waktu tertentu yang disebabkan oleh berbagai faktor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kualitas udara dalam ruang dengan kejadian SBS di Graha Sucofindo Jakarta. Desain studi yang digunakan pada penelitian ini adalah cross-sectional dengan variabel independen sebagai berikut, koloni bakteri, suhu, kelembaban relatif, usia, jenis kelamin, masa kerja, dan riwayat alergi. Hasil uji statistik menunjukkan hubungan yang signifikan antara koloni bakteri, usia, jenis kelamin, masa kerja, dan riwayat alergi dengan kejadian SBS. Dari hasil analisis multivariat, ditemukan bahwa variabel riwayat alergi menjadi variabel dominan yang memengaruhi terjadinya SBS. Dari hasil uji interaksi ditemukan adanya interaksi antara kedua variabel yaitu jumlah koloni bakteri dan jenis kelamin dalam menyebabkan kejadian SBS. Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa riwayat alergi dapat meningkatkan risiko terjadinya SBS di tempat kerja dan interaksi antara jumlah koloni bakteri dengan jenis kelamin dapat menyebabkan kejadian SBS di tempat kerja. Disarankan untuk mengontrol kualitas udara dalam ruang, menciptakan ruangan yang sehat bagi pekerja, dan menempatkan pekerja dengan riwayat alergi pada ruangan dengan kualitas udara yang baik.

Sick Building Syndrome (SBS) has been defined as a term used to describe common symptoms which, for no obvious reason, are associated with particular buildings. This study aims to determine the relationship between indoor air quality with SBS occurrence in Graha Sucofindo Jakarta. The cross-sectional study was used in this research with the following independent variables, colonies of bacteria, temperature, relative humidity, age, gender, year of services, and history of allergies. From the data analysis showed a significant relationship between bacterial colonies, age, gender, year of services, and history of allergies to the occurrence of SBS. Multivariate analysis found that history of allergies becomes dominant variables that affect the occurrence of SBS. Furthermore, it is found that there is interaction between bacterial colonies and gender in making the incidence of SBS. It can be concluded that history of allergies may increase the risk of SBS and the interaction between bacterial colonies and gender can causing the incidence of SBS. It is advisable to control the indoor air quality, create a healthy space for workers and avoid allergic workers to work in bad indoor air quality."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S64644
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Pusparani Wijayanti
"Sick Building Syndrome (SBS) adalah situasi di mana penghuni sebuah gedung mengalami efek kesehatan dan kenyamanan akut yang terkait dengan waktu yang dihabiskan di dalam gedung. Kejadian sick building syndrome disebabkan oleh keempat faktor utama, antara lain faktor fisik, faktor kimia, faktor biologi, dan faktor psikososial. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan faktor fisik meliputi suhu, kelembaban, pencahayaan serta karakteristik individu meliputi kondisi psikososial, jenis kelamin, usia, aktivitas merokok, riwayat alergi, dan waktu radiasi monitor dengan kejadian sick building syndrome di PT X tahun 2024. Desain studi yang digunakan adalah cross sectional dengan pengambilan data menggunakan total sampling. Pengambilan data dilakukan melalui penyebaran angket online dan pengukuran parameter fisik. Hasil penelitian univariat menunjukkan 27 (29%) orang mengalami kejadian SBS dengan gejala SBS yang paling banyak dirasakan adalah gejala umum berupa pusing, kelelahan, dan sakit kepala sebanyak 11 (11,8%) orang. Hasil uji bivariat menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara kondisi psikososial dengan kejadia SBS di PT X. Adapun dihasilkan hubungan yang tidak signifikan antara suhu (p 0,660, OR=1,739); kelembaban relatif (p 0,103, OR=3,486); pencahayaan (p 0,503, OR=2,232); jenis kelamin (p 0,560, OR=1,455); usia (p 0,505, OR=0,638); waktu radiasi monitor (p 1, OR= 1,263); riwayat alergi (p 0,248, OR=2); aktivas merokok (p 1, OR=1,094) dengan kejadian SBS. Hasil analisis multivariat menunjukkan variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap SBS adalah kondisi psikososial.

Sick Building Syndrome (SBS) is a situation in which occupants of a building experience acute health and comfort effects related to time spent in the building. The occurrence of sick building syndrome is caused by four main factors, including physical factors, chemical factors, biological factors, and psychosocial factors. This study was conducted to determine the relationship between physical factors including temperature, humidity, lighting and individual characteristics including psychosocial conditions, gender, age, smoking activity, history of allergies, and monitor radiation time with the occurrence of sick building syndrome in PT X in 2024. The study design used was a research design with a quantitative approach with used total sampling. Data collection was carried out through the distribution of online questionnaires and measurement of physical parameters. The results of the univariate study showed that 27 (29%) people experienced SBS with the most common SBS symptoms being general symptoms such as dizziness, fatigue, and headaches as many as 11 (11.8%) people. The results of the bivariate test showed a significant relationship between psychosocial conditions and the incidence of SBS at PT X. While the insignificant relationship between temperature was produced (p 0.660, OR = 1.739); relative humidity (p 0.103, OR = 3.486); lighting (p 0.503, OR = 2.232); gender (p 0.560, OR = 1.455); age (p 0.505, OR = 0.638); monitor radiation time (p 1, OR = 1.263); Allergy history (p 0.248, OR = 2); smoking activity (p 1, OR = 1.094) with the incidence of SBS. The results of the multivariate analysis showed that the most dominant variables influencing SBS were psychosocial conditions."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desti Maharani
"ABSTRAK
Prevalensi kejadian sick building syndrome di dunia menurut EPA mencapai 30% dan di Indonesia penelitian-penelitian sebelumnya melaporkan lebih dari 50% pekerja mengalami SBS. Namun SBS bersifat idiopathic, penyebabnya masih belum dapat teridentifikasi dengan jelas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi gambaran kejadian serta hubungan faktor individu dan indoor air quality dengan SBS pada pekerja di Indonesia. Penelitian menggunakan systematic review yang berdasarkan pada metode PRISMA dengan pendekatan sintesis naratif terhadap 28 studi berupa jurnal dan skripsi yang dipublikasi pada tahun 2011-2020. Pada kajian sistematis menunjukan bahwa prevalensi SBS pada pekerja di Indonesia yang dilaporkan dalam studi sebesar 19% hingga 89,4% dengan 27 studi melaporkan prevalensi SBS >20%. Gejala SBS yang dialami oleh pekerja dalam studi berkisar antara 3-17 gejala. Gejala dengan proporsi tertinggi yang paling banyak dilaporkan dalam studi adalah gejala umum yakni sebanyak 11(39,28%) studi. Faktor individu yang paling banyak diteliti adalah faktor usia, sedangkan pada faktor indoor air quality adalah suhu. Faktor risiko SBS berdasarkan faktor individu yang menunjukan hasil signifikan adalah usia dan masa kerja sedangkan berdasarkan faktor IAQ adalah CO2 dan VOCs. Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukannya kontrol yang berkala terhadap kualitas udara di dalam ruangan terutama konsentrasi CO2 dan VOC.

ABSTRACT
The prevalence of sick building syndrome in the world according to the EPA reaches 30% and in Indonesia previous studies reported more than 50% of workers experiencing SBS. However, SBS is idiopathic, the cause is not clearly identified. The purpose of this study is to identify and evaluate the description of incidents and the relationship between individual factors and indoor air quality with SBS among workers in Indonesia. The study used a systematic review based on the PRISMA method with a narrative synthesis approach to 28 studies consisting journals and thesis published in 2011-2020. The systematic review shows that the prevalence of SBS among workers in Indonesia reported in the study is 19% to 89.4% with 27 studies reporting the prevalence of SBS> 20%. SBS symptoms experienced by workers in the study ranged from 3-17 symptoms. The highest proportion symptoms reported in the study were general symptoms in 11 (39.28%) studies. The most researched individual factor is age, while indoor air quality is temperature. The risk factors for SBS based on individual factors that show significant results are age and years of service, while based on IAQ factors are CO2 and VOCs. Based on this research, it is necessary to periodically control indoor air quality, especially the concentrations of CO2 and VOCs."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Rahman Aisyah
"Sick building syndrome (SBS) merupakan salah satu keluhan kesehatan akibat buruknya kualitas udara dalam ruang kerja. Sebanyak 20% pegawai negeri di Jakarta mengalami SBS. Kandungan bakteri udara menjadi salah satu penyebabnya karena mengeluarkan endotoksin dan menyebabkan alergi. Tujuan utama penelitian ini adalah mengetahui hubungan kejadian SBS dengan kandungan bakteri udara dalam ruang kerja. Penelitian ini menggunakan studi cross-sectional. Pengambilan sampel udara menggunakan metode volumetric air sampling, yaitu metode penghisapan bioaerosol. Keluhan gejala SBS diukur melalui kuesioner pada 228 pegawai negeri, lalu dihubungkan dengan jumlah koloni bakteri udara pada 40 titik ruang dari 5 gedung instansi pemerintahan di wilayah Jakarta. Hasil studi menunjukkan sebanyak 46,5% dari seluruh responden mengalami SBS. SBS juga ditemukan berhubungan dengan jenis kelamin (p= 0,00, OR= 0,22) dan riwayat migrain (p= 0,00, OR= 3,45). Hubungan signifikan SBS dengan jumlah koloni bakteri udara dalam ruang kerja ditemukan di gedung 2 (p < 0,05, OR 0,69). Studi ini menunjukkan jumlah koloni <700 koloni per m3 udara akan melindungi pegawai dari keluhan SBS. Menjaga kebersihan ruangan dan manajemen pengelolaan ventilasi, serta perlindungan kesehatan individu perlu dilakukan untuk mengurangi keluhan SBS pada pegawai negeri. riwayat migrain (0,00).

Sick building syndrome is one of health complaints due poor indoor air quality in office room. There was 20% of civil servant in Jakarta experienced sick building syndrome due their office room. Airborne bacteria is the causes of SBS because release endotoxins and cause allergies. This research used cross-sectional study. Volumetric air sampling measured airborne bacteria at 40 rooms from 5 buildings of government offices in Jakarta. Sick building syndrome from 228 respondents measured through questionnaire. The result of study, sick building syndrome happened to 46.5% from all respondents. Sick building syndrome and airborne bacteria do not have relationship, measure for whole respondens statistically. Also, SBS linked with sex (p= 0,00, OR= 0,22) and migraine (p= 0,00, OR= 3,45), statictically. However, this study found the relationship of sick building syndrome and airborne bacteria at building 2 (p <0.05, OR 0.69). The bacteria colonies under 700 per m3 will protect civil servants from sick building syndrome. Manage the ventilation and office room hygiene, also protect the personal health needs to be done to reduce sick building syndrome complaints within civil servants."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
S60557
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>