Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 79101 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Wismaji Sadewo
"ABSTRAK
Tujuan: Memperoleh korelasi petanda stres oksidatif jaringan otak dengan darah dan
cairan likuor pada kasus perubahan peningkatan tekanan intra kranial; membuat
perangkat lunak yang dapat mengkonversi petanda stres oksidatif pada darah dan likuor
menjadi derajat tekanan intra kranial.
Tempat Penelitian: Departemen Bedah Saraf FKUI-RSCM, Departemen Biokimia dan
Biologi Molekular FKUI.
Subjek Penelitian: 25 orang yang dilakukan tindakan operasi bedah saraf.
Hasil: Responden terpilih dalam penelitian dilakukan tindakan operasi bedah saraf;
selama operasi diukur nilai tekanan intra kranial dan didapati kelompok tekanan intra
kranial normal, meningkat ringan, sedang dan tinggi. Dengan mengambil sampel jaringan
otak di sekitar lesi, cairan otak dan darah vena sentral pada responden yang sama; diukur
senyawa redoks terdiri dari enzim katalase, antioksidan SOD, reduktor NADPH dan
metabolit MDA. Hasil pengukuran senyawa redoks didapatkan konsentrasi MDA di
jaringan otJik berkorelasi bermakna dengan MDA darah (P=0,029), konsentrasi SOD
cairan otak berkorelasi dengan SOD jaringan otak (P=0,01), konsentrasi NADPH darah
berkorelasi dengan NADPH cairan otak (P=0,003) dan konsentrasi katalase darah
berkorelasi dengan katalase jaringan otak (P=0,047). Dengan uji korelasi dan anahsis
varian diperoleh hasil konsentrasi metabolit MODA darah pada kelompok peningkatan TIK
tinggi berbeda secara bermakna dengan kelompok peningkatan TIK sedang (P=0,032),
ringan (P=0,001) dan normal (P=0,001). Denukian juga dengan SOD darah pada
peningkatan TIK ringan berbeda bermakna dengan peningkatan TIK sedang (P=0,038);
dan NADPH pada kelompok TIK naik ringan berbeda bermakna dengan kelompok TIK
naik sedang (P=0,038). Dibuat permodelan berupa perangkat lunak Support Vector
Machine Sequential/S>VMscc]_ yang dapat mengklasifikasikan nilai TIK cukup dengan
mengukur konsentrasi senyawa redoks pada darah dan cairan likuor dengan nilai akurasi
81,82%.
Simpulan: Peningkatan TIK menyebabkan perubahan senyawa redoks pada sel otak,
cairan likuor dan darah yang kadamya berbeda bermakna pada setiap klasifikasi TIK.
Konsentrasi senyawa redoks pada otak berkorelasi kuat dengan darah dan cairan otak.
Permodelan dengan Support Vector Machine Sequential dapat menggantikan pengukuran
TIK cukup dengan mengukur konsentrasi senyawa redoks pada darah dan cairan likuor."
2011
D1788
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desire M. Rizkar
"Ruang lingkup dan metodologi : Gas NO2 adalah bagian dari polutan udara dan merupakan radikal bebas yang sangat mudah teroksidasi. Salah satu mekanisme pertahanan tubuh terhadap radikal bebas adalah enzim SOD. Penelitian menguji hipotesa bahwa kadar SOD akan lebih rendah pada tenaga kerja di bagian dapur dibandingkan dengan tenaga keija di bagian administrasi. Metode penelitian adalah analisis komparasi dengan studi potong lintang yang dilakukan di RS X. Kepada 20 orang tenaga kerja di bagian dapur dan 20 orang tenaga kerja di bagian administrasi dilakukan wawancara, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan kadar SOD dalam darah pada setiap peserta. Pengukuran pajanan NO2 dilakukan dengan menggunakan impinger.
Hasil dan Simpulan : Hasil pengukuran pajanan NO2 di dapur sebesar 0,000097 ppm, di bagian administrasi 0,0000062 ppm, masih jauh di bawah ambang batas TLV-TWA = 3 ppm (ACGIH). ata-rata kadar SOD pada kelompok tenaga kerja bagian dapur = 848,8 U/gr Hb dan kelompok tenaga kerja bagian administrasi = 851,1 U/gr Hb. Tidak didapatkan perbedaan bermakna kadar SOD pada kedua kelompok (pl,956). Faktor-faktor yang dianggap berpengaruh pada kadar SOD seperti usia, indeks masa tubuh, kebiasaan makan dan mengkonsumsi buah-buahan, suplemen vitamin, kebiasaan merokok, olahraga, stress, pajanan NO2 di lingkungan tempat tinggal, penggunaan kompor gas, pajanan alat transportasi dan pajanan sinar matahari tidak memberikan perbedaan yang bermakna pada kadar SOD (p>0,05). Dan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kadar SOD pada tenaga kerja yang terpajan NO2 dalam ruangan di bagian dapur dan administrasi tidak berbeda. Faktor-faktor yang dianggap berpengaruh pada kadar SOD tidak memberikan perbedaan bermakna.

Scope and methodology: Nitrogen dioxide (NO2) is one component of air pollutants that is highly oxidizing free radical gas. Superoxide dismutase enzyme is one of the defense mechanism of the body. The objective of the study was to test a hypothesis that SOD level in the kitchen division's workers were lower than workers in the administration. This study was conducted using a comparative analysis with cross sectional design in the X hospital. Twenty workers in kitchen division were selected as the same as in administration office. They were interviewed, physically examined and taken their blood sample for SOD level. Exposure level of NO2 was measured using air impinger.
Result and conclusion : The exposure level of NO2 in the kitchen was 0,000097 ppm while in administration office was 0,0000062 ppm, both are far lower than ACGIH TLV-TWA point (3 ppm). The workers in the kitchen division has an average 848,8 U/gr HB for level SOD and the workers in the administration office has an average of 851,1 U/gr 1- b. There was no significant difference between two group (p=0,956). Determinant factors to SOD level such as age, body mass index, vitamin supplement, smoking habit, sport, stress, domestic NO2 exposure, gas stove usage, transportation and sun exposure were proved not to have significant effects (p>O, OS) We conclude in this study that there was no difference of SOD level among workers in the kitchen and the administration divisions. The studied determinant factors have no effect on SOD level.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T16213
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syarifah Dewi
"Tujuan: Menganalisis ekspresi gen manganese superoxide dismutase (MnSOD) pada jaringan jantung, otak dan darah tikus yang diinduksi hipoksia sistemik.
Desain: penelitian eksperimental in vivo dengan menggunakan hewan coba.
Metode: Sampe! penelitizm ini adalah 25 ekor tikus jantan strain Sprague Dawley (Rarms novergicus L), yang dibagi menjadi 5 kelompok: kelompok I tikus tanpa perlakuan hipoksia sebagai kontrol, kelompok II, III, IV dan V adalah kelompok tikus dengan perlakuan hipoksia 10% O2 selama 1, 7, 14 dan 21 hari. Setelah perlakuan tikus dimaiikan, kemudian darah, otak dan jantung tikus diambil untuk diperiksa tingkat ekspresi mRNA dengan menggunakan real time RT PCR dengan pewamaan SYBR green, serta diukur aktivitas spesifik MnSOD dengan menggunakan kit RanSOD® dengan ditambahkan NaCN untuk menghambat aktivitas CuZn SOD.
Hasil: Pada hipoksia awa] (1 hari) ekspresi relatif mRNA MnSOD dan aktivitas spesifik MnSOD menunjukkan penurunan di darah dan jantung, sedangkan pada otak tidak te1jadi penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa dalam keadaan hipoksia sistemik perlindungan antioksidan pada otak terjadi lebih awal dibandingkan jantung dan darah. Pada hipoksia awal di jantung dan darah, mulai terjadi peningkatan ROS sehingga aktivitas spesink MnSOD menurun, namun belum dapat menstimulasi peningkatan eksprsi mRNA-nya_ Pada hipoksia I-I4 hari baik ekspresi mRNA maupun aktivitas spesiiik MnSOD pada ketiga jaringan tersebut mengalami peningkatan sejalan dengan lamanya hipoksia. Pada hipoksia lanjut (21 hari) terjadi korelasi negatif antara ekspresi relatif mRNA dngan aktivitas spesiiik MnSOD di jantung dan darah. Hal ini mnmgkin disebabkan karena produksi ROS yang sangat masif, sehingga ekspresi MRNA terus ditingkatkan namun stres oksidatif belum dapat diatasi, sedangkan pada otak fenomena tersebut tidak terjadi. Hal ini diduga karena peningkatan ROS pada hipoksia lanjut masih dapat diatasi dengan aktivitas enzim MnSOD yang tersedia tanpa harus meningkatkan ekspresi mRNA-nya. Hasil ini menunjukkan bahwa otak cenderung lebih dilindungi dalam keadaan hipoksia sistemik dibandingkan janrung dan darah. Hasil analisis uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa perubahan ekspresi relatif MRNA dan aktivitas spesifik MnSOD pada induksi hipoksia sistemik pada darah sejalan dengan perubahannya pada jantung dan otak.
Kesimpulan: Setiap jaringan mempunyai pola ekspresi gen MnSOD dan aktivitas MnSOD yang berbeda-beda pada kondisi hipoksia. Terdapat perbedaan regulasi ekspresi gen MnSOD antara hipoksia sistemik awal dan lanjut. Pengukuran ekspresi MnSOD (mRNA dan aktivitas spesifik) pada darah dapat sekaligus menggambarkan ekspresi tersebut pada jantung dan otak.

Background: The aim of this study is to determine the gene expression of manganese supenoxide dismutase (MnSOD) in rat?s heart, brain and blood induced by systemic hypoxia.
Design: This study is an in vivo experimental study.
Method: This study was conducted on 25 male Sprague Dawley rats (Rattus no1°e:~_gicn.s~ L) which were divided into 5 groups and subjected to systemic hypoxia by placing them in hypoxic chamber supplied by 10% O3 for O, l, 7. I4, 2.1 days. respectively. Rats were sacrified after treatment, and the blood. heart and brain were used for measurement of relative mRNA level ofMnSOD with real time RT PCR and measurement of spesitic activity of MnSOD enzyme using RanSOD® kit.
Result: Determination of gene expression of MnSOD (relative mRNA expression and specific activity) in rat blood and heart cells under early hypoxic induction (1 day) resulted in the lower levels compared to the level in control group. After l day of hypoxic induction the gene expression level was then increased and again decreased under very late hypoxic condition (21 days) compared to the control. This suggests that the blood and heart cells at early hypoxia have not enough time to provide more MnSOD enzyme through gene expression to eliminate the sudden accumulation of ROS. In contrast to the results in heart and blood cells. the gene expression of MnSOD in brain cells were demonstrated to be increased since early systemic hypoxia (day I) up to day l4_ and tends to decrease under late hypoxic condition (day 21) although the level still slightly higher compared to the level in control group. Under late hypoxic condition (21 days). the capacity of1VlnSOD to eliminate the accumulated ROS has been saturated as found in brain cells, or even reduced to the lower level than in normal condition as found in blood and heart cells. This study could demonstrate that brain cells have different pattern of gene expression of MnSOD compared to blood and heart cells during several time points of hypoxic induction, particularly at early stage. It should also be considered that the levels of gene expression of MnSOD in each tissue were distinct although measured under the same condition. Analysis of Pearson correlation test shows that pattern of gene expression ot`MnSOD in blood cells is appropriate with the pattern in heart and brain cells under hypoxic condition.
Conclusion: Every tissue has the different pattern of gene expression of MnSOD (relative mRNA expression and specific activity) under hypoxic condition There is different regulation of MnSOD gene expression at early and late hypoxia Analysis gene expression of MnSOD in blood cells could represent the analysis of gene expression of MnSOD in heart and brain cells under hypoxia condition.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T32890
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Indah Lestari Suwardi
"Latar Belakang Stres oksidatif mendorong penuaan ginjal, yang mengakibatkan penurunan fungsi. Penuaan ginjal ditandai dengan peningkatan stres oksidatif, yang dapat diukur melalui aktivitas enzim SOD. Spirulina, kaya akan antioksidan, dapat mengurangi stres oksidatif. Studi ini meneliti efek Spirulina pada aktivitas superoksida dismutase di ginjal tikus untuk mengevaluasi potensinya dalam mengurangi penuaan ginjal. Metode Penelitian ini menggunakan desain eksperimen analitik dengan 30 tikus Wistar, yang dikategorikan menjadi kelompok kontrol dan Spirulina pada tiga kelompok usia (12, 18, dan 24 minggu). Kelompok Spirulina menerima Spirulina dengan dosis 250 mg/kg berat badan per hari secara oral melalui tabung lambung selama 29 hari. Ginjal tikus diekstraksi dan dihomogenisasi untuk menentukan aktivitas SOD. Hasil dianalisis menggunakan uji ANOVA satu arah. Hasil Dalam uji ANOVA satu arah, perbedaan signifikan ditemukan dalam aktivitas spesifik SOD antara kelompok Spirulina dan kontrol pada tiga kelompok usia yang berbeda (12, 18, 24 minggu) (p<0,05). Post-hoc Tukey menunjukkan bahwa aktivitas spesifik SOD pada kelompok Spirulina 24 minggu secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol dengan perbedaan rata-rata sebesar 0,09, (p<0.05). Kesimpulan Spirulina secara signifikan memengaruhi aktivitas SOD, karena perbedaan diamati antara kelompok Spirulina dan kontrol di semua kategori usia. Selain itu, manfaat Spirulina berbeda di antara kelompok usia, karena variasi dalam aktivitas spesifik SOD di antara kelompok-kelompok ini signifikan. Oleh karena itu, Spirulina dapat digunakan untuk menghambat perkembangan penuaan pada ginjal.

Introduction Oxidative stress promotes renal aging, resulting in functional deterioration. The aging of kidneys is characterized by increased oxidative stress, which can be assessed by SOD enzyme activity. Spirulina, abundant in antioxidants, may mitigate oxidative stress. This study examines the effect of Spirulina on superoxide dismutase activity in the kidneys of rats to evaluate its potential in mitigating kidney aging. Method This research employed an analytical experimental design with 30 Wistar rats, categorised into control and Spirulina groups over three age cohorts (12, 18, and 24 weeks). The Spirulina group received 250 mg/kg body weight per day of Spirulina orally via a gastric tube for 29 days. Rat kidneys were extracted and homogenised to determine the SOD specific activity. The outcomes were evaluated using a one-way ANOVA. Results In the one-way ANOVA, significant differences were found in SOD specific activity between Spirulina and control groups across three different groups (12-, 18-, 24-weeks) (p<0.05). Post-hoc Tukey indicated that the SOD specific activity in the 24-weeks spirulina group is significantly lower than the control one with the highest mean difference of 0.09, (p<0.05). Conclusion Spirulina significantly affects SOD activity, as differences were observed between the Spirulina and control groups across all age categories. The benefits of Spirulina are different across age groups, as the variation in the SOD specific activity among these groups is significant. Therefore, Spirulina may be used to mitigate the advancement of kidney aging."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novan Satya Pamungkas
"Latar Belakang: Kejadian preeklamsia dilaporkan berkisar 5-15% dari seluruh
kehamilan dan terkait erat dengan morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal.
Preeklamsia merupakan penyakit dengan berbagai teori (disease of theory) yang
menggambarkan ketidakpastian patofisiologi dan penyebabnya. Salah satu teori
patogenesis preeklamsia adalah peningkatan stres oksidatif. Stres oksidatif
merupakan ketidakseimbangan jumlah oksidan dan antioksidan dalam tubuh.
Peningkatan radikal bebas pada preeklamsia diduga menyebabkan penurunan
antioksidan endogen seperti superoksida dismutase (SOD) karena banyak antioksidan
tersebut yang terpakai untuk menanggulangi radikal bebas. Mengingat pentingnya
peranan SOD pada patogenesis preeklamsia, maka pemberian suplementasi SOD
diduga dapat memberi manfaat pada preeklamsia maupun kehamilan normal.
Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kadar SOD
pada kehamilan normal dan preeklamsia. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan
untuk mengetahui kenaikan kadar SOD pasca pemberian suplementasi SOD pada
kehamilan normal dan preeklamsia.
Metode Penelitian: Penelitian uji klinis ini dilakukan di RSCM, RSAB Harapan
Kita, RSIA Bunda, dan RSIA Brawijaya pada bulan September hingga Desember
2019. Subjek penelitian berasal dari Ibu hamil normotensi dan Ibu hamil preeklamsia
yang akan dilakukan tindakan operasi sesar berencana dalam waktu 2 minggu. Pada
subjek di kelompok uji, akan diberikan suplementasi Glisodin 2 x 250 U selama 14
hari. Dilakukan pengukuran kadar SOD serum pra- dan pasca- suplementasi Glisodin,
SOD plasenta, dan kadar Cu, Mn dan Zn serum. Data selanjutnya diolah dengan
menggunakan uji statistik dengan paket SPSS versi 15. Analisis data berupa analisis
univariat, bivariat dan multivariat.
Hasil Penelitian: Didapatkan 91 subjek penelitian yang terdiri dari 42 Ibu hamil
normotensi dan 49 Ibu hamil dengan preeklamsia. Dari 25 subjek penelitian yang
diberikan suplementasi Glisodin, 15 orang berasal dari kelompok Ibu hamil
normotensi dan 10 orang berasal dari kelompok Ibu hamil preeklamsia. Kadar Zn pada kelompok preeklamsia didapatkan lebih rendah bermakna dibandingkan pada
kelompok normotensi (45 (25,00-110,00) ug/dL vs 52,00 (36,00-88,00) ug/dL, p
0,025). Tidak didapatkan perbedaan bermakna kadar SOD pra- dan pasca
suplementasi pada kelompok normotensi dan preeklamsia. Tidak terdapat
peningkatan bermakna kadar SOD pasca suplementasi , baik pada kelompok
normotensi maupun preeklamsia (+1,08 ± 2,45, p 0,069 dan +0,12 ± 2,04, p 0,721).
Satu-satunya perbedaan bermakna yang ditemukan adalah kadar SOD plasenta
dimana didapatkan kadar SOD plasenta lebih rendah pada kelompok preklamsia
dibandingkan normotensi (26,04 (10,49-91,16) U/mL vs 37,62 (13,58-105,40) U/mL,
p<0,001).
Kesimpulan: Kadar SOD plasenta pada kehamilan hipertensi atau preeklamsia lebih
rendah dibandingkan dengan normotensi. Tidak ada peningkatan bermakna kadar
SOD pasca-suplementasi dengan Glisodin pada kehamilan normotensi dan hipertensi
atau preeklamsia.

Background: Preeclampsia incidence varies between 5-15% from all pregnancy and
related to maternal and perinatal morbidity and mortality. Preeclampsia is a disease of
theory which describe uncertainty in its pathogenesis and pathophysiology. One of
the preeclampsia pathogenesis theory is the increasing oxidative stress level.
Oxidative stress is a condition caused by imbalance between oxidant and anti-oxidant
inside the body. Increased free radicals level in preeclampsia causing further
decreased in endogenous antioxidant level such as superoxide dismutase (SOD)
because antioxidant were used to neutralize free radicals. Given the important role of
SOD in the pathogenesis of preeclampsia, supplementation of SOD is thought to be
beneficial, both in the normal pregnancy and preeclampsia.
Objective: The aim of this study is to determine differences in SOD levels in normal
pregnancy and preeclampsia. This study is also aims to determine the increase in
SOD levels after SOD supplementation in normal pregnancy and preeclampsia.
Methods: This clinical trial study was conducted at RSCM, RSAB Harapan Kita,
RSIA Bunda, and RSIA Brawijaya in September to December 2019. The research
subjects came from normotensive pregnant women and preeclampsia pregnant
women who will undergo planned cesarean operations within 2 weeks. Subjects in
the test group will be given Glisodin 2 x 250 U supplementation for 14 days. Serum
SOD pre-and post-supplementation with Glisodin, placental SOD, and serum Cu, Mn
and Zn levels were measured. Data were then processed using statistical tests with
SPSS package version 15. Data analysis was in the form of univariate, bivariate and
multivariate analyzes.
Results: There were 91 research subjects consisting of 42 normotensive pregnant
women and 49 pregnant women with preeclampsia. Of the 25 study subjects who
were given Glisodin supplementation, 15 were from the group of normotensive
pregnant women and 10 were from the group of preeclampsia. The level of Zn in the
preeclampsia group was significantly lower than in the normotensive group (45
(25.00-110.00) ug/dL vs 52.00 (36.00-88.00) ug/dL, p 0.025). There were no
significant differences in pre- and post-supplementation SOD levels in the normotensive and preeclampsia groups. There was no significant increase in SOD
levels after supplementation, both in the normotensive and preeclampsia groups
(+1.08 ± 2.45, p 0.069 and + 0.12 ± 2.04, p 0.721). The only significant difference
found was placental SOD levels in which placenta SOD levels were lower in the
preeclampsia group than normotensive (26.04 (10.49-91.16) U / mL vs 37.62 (13.58-
105.40 ) U / mL, p <0.001).
Conclusions: Placental SOD levels in pregnancy with hypertension or preeclampsia
are lower than normotensive. There was no significant increase in post-Glisodin
supplementation SOD levels in normotensive and hypertensive or preeclampsia
pregnancy."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tyas Putri Utami
"Latar belakang: Hipertensi dan aterosklerosis berkaitan dengan disfungsi endotel yang ditandai oleh pengurangan produksi nitric oxide (NO) dan penurunan NO bioavailability. Disfungsi endotel dapat terjadi sejak usia anak-anak dan inaktivitas fisik menjadi faktor risiko penyakit kardiovaskular. Namun belum banyak penelitian mengenai perbedaan pengaruh latihan fisik aerobik pada juvenil dibandingkan dengan dewasa terhadap fungsi vaskular. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh usia latihan fisik terhadap kadar NO, MDA dan aktivitas spesifik enzim SOD pada aorta abdominal dengan lama latihan yang sama.
Metode: Subjek penelitian adalah tikus usia juvenil dan dewasa muda yang dibagi dalam kelompok latihan dan kontrol. Latihan aerobik selama 8 minggu menggunakan treadmill dengan kecepatan disesuaikan dengan usia tikus selama 20 menit intermitten, 5x seminggu. Analisis kadar NO, MDA dan aktivitas SOD aorta abdominal menggunakan uji t-test independen (data berdistribusi normal dan homogen) atau uji U-Mann Whitney (data tidak normal).
Hasil: Kadar NO dan aktivitas spesisfik SOD lebih tinggi pada kelompok latihan dibandingkan kontrol, baik pada kelompok juvenil maupun dewasa muda. Namun hanya pada kelompok dewasa muda yang perbedaannya bermakna. Tidak terdapat perbedaan bermakna kadar MDA antara kelompok latihan dan kontrol pada kedua usia. Kadar MDA pada kelompok juvenil meningkat dan menurun pada kelompok dewasa muda akibat latihan aerobik selama 8 minggu.
Kesimpulan: Latihan aerobik dapat meningkatkan produksi NO dan NO bioavailability pada kelompok juvenil maupun dewasa muda. Peningkatan NO bioavailability terjadi melalui aktivitas spesifik enzim SOD. Diduga tingginya kadar MDA pada kelompok latihan dan kontrol juvenil terkait dengan usia dan stres fisik. Belum diketahui apakah peningkatan kadar MDA pada kelompok juvenil masih dalam kisaran normal atau tidak. Oleh karena itu, masih terdapat beberapa pertanyaan terkait manfaat latihan pada juvenil.

Background: Hypertension and atherosclerosis are related to endothelial dysfunction, that characterized with decrease of NO production and bioavailability. Physical inactivity has contribute to endothelial dysfunction that can occur since childhood. However, until now, there were only few studies about the difference effect of aerobic training to vascular function in juvenile and young-adult rats. Therefore, this study aimed to know the effect of age related- exercise training to level of NO, MDA and specific SOD activity in abdominal aorta.
Methode: Subjects were juvenile and young adult male wistar rats divided into 2 group: control and aerobic training. Aerobic training performed in 8 weeks with animal treadmill with age-dependent speed for 20 minutes intermittent exercise, 5x per week. Analysis of NO, MDA level, and SOD activity of abdominal aorta used t-test independent (normal distribution and homogen) or U-Mann Whitney (not normal distribution).
Results: NO level and SOD specific activity in training group were higher than control group, in both juvenile and young adult group. But, only in young adult group that had significant result. There was no significant different of MDA level in training group compared to control group in both juvenile and young-adult group, but MDA level increased in juvenile group and decreased in young-adult group because of aerobic training for 8 weeks.
Conclussion: Aerobic training can increase NO production and bioavaibility both in juvenile and young adult group. Increase of NO bioavailability was considered to the increase of SOD specific activity. We considered that the increase of MDA level in training and control juvenile group were related to age and physical stress. We didn?t know yet the increased level of MDA in juvenile group was still in normal range level or not. Therefore is still any question if training in juvenile rat was benefit or not.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T58646
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Susanti
"Latar Belakang: Kelelahan merupakan  hal yang biasa dialami pekerja. Kelelahan apabila tidak diatasi akan menyebabkan penurunan performa dan berdampak pada keselamatan pasien. Superoxide Dismutase (SOD) adalah salah satu biomarker kelelahan yang merupakan antioksidan endogen sebagai reaksi alami tubuh terhadap peningkatan Reactive Oxygen Species (ROS) yang timbul karena aktifitas fisik. Penelitin terkait upaya mengatasi kelelahan terkait enzim antioksidan SOD masih terbatas. Pemberian Oksigen Hiperbarik (OHB)  diharapkan mampu meningkatkan produksi SOD dan menurunkan kelelahan. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh OHB pada aktivitas SOD dengan tabel klinis tunggal.
Metode : Penelitian ini menggunakan desain true experimental dengan double-blind control trial.  Sebanyak 30 orang perawat dengan kelelahan yang dibagi kelompok Normobarik Normosik (NN) sebagai kontrol dan Hiperbarik Hiperoksik (HH) sebagai  perlakuan dengan randomisasi blok, Aktivitas SOD diukur sebelum dan 1 jam sesudah perlakuan menggunakan metode kolorimetri.
Hasil : Tidak terdapat perubahan aktivitas SOD pada kelompok intervensi (p=0,649) dibandingkan kelompok kontrol yang cenderung menurun (p=0,087) Tidak terdapat perbedaan bermakna (p>0,05) setelah perlakuan pada aktivitas SOD antara 2 kelompok.
Kesimpulan : Pemberian oksigen hiperbarik tidak memberikan perubahan bermakna pada aktivitas SOD, namun dapat mempertahankan nilai SOD dibandingkan dengan kontrol yang menurun. Hal ini dimungkinkan karena sebagian besar subjek hanya memiliki tingkat kelelahan ringan (80%).

Background: Fatigue is a common experience for workers. Fatigue, if not addressed, will cause a decrease in performance and impact on patient safety. Superoxide Dismutase (SOD) is one of the biomarkers of fatigue which is an endogenous antioxidant as the body's natural reaction to increased Reactive Oxygen Species (ROS) arising from physical activity. There is limited research on overcoming fatigue related to the antioxidant enzyme SOD. Hyperbaric Oxygen Treatment (OHB) is expected to increase SOD production and reduce fatigue. This study is intended to determine the effect of OHB on SOD activity with a single clinical table. Methods: This study used a true experimental design with a double-blind control trial. A total of 30 nurses with fatigue were divided into Normobaric Normoxia (NN) groups as control and Hyperbaric Hyperoxia (HH) as treatment with block randomization, SOD activity was measured before and 1 hour after treatment using the colorimetric method. Results: There was no change in SOD activity in the intervention group (p=0.649) compared to the control group which tended to decrease (p=0.087) There was no significant difference (p>0.05) after treatment on SOD activity between the 2 groups. Conclusion: Hyperbaric oxygen administration does not provide significant changes in SOD activity, but can maintain SOD values compared to controls which decrease. This is possible because most subjects only had mild fatigue levels (80%)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Julie Dewi Barliana
"Tujuan: Mengetahui hubungan polimorfisme genetik MnSOD Ala-9Val dengan retinoblastoma pada pasien-pasien di Indonesia, serta menilai hubungan polimorfisme gen MnSOD ini dengan aktivitas enzim SOD.
Disain: Penelitian kasus-kontrol
Metode: Polimorfisme gen MnSOD Ala-9Va1 dideteksi pada 35 pasien retinoblastoma yang berasal dari Divisi Pediatri Departemen Mata RS Cipto Mangunkusumo Jakarta dan 81 kontrol anak sehat dengan menggunakan metode polymerase chain reaction (PCR) dan restriction fragment length polymorphism (RFLP) menggunakan enzim restriksi NgoMIV. Aktivitas SOD dinilai dengan menggunakan prinsip perubahan dl-epinefrin menjadi adenokrom yang dapat dibaca dengan spektrofotometer.
Hasil: Pada penelitian ini hanya ditemukan genotip Val/Val dan Ala/Val. Frekuensi polimorfisme gen MnSOD genotip Ala/Val meningkat pada kelompok kasus dibandingkan kontrol meskipun tidak bermakna (OR 2,643 95% CI=0,850-8,217). Frekuensi ale! juga meningkat pada kelompok pasien dibandingkan kontrol (OR=2,46, 95% CI=0,829-7,302). Aktivitas SOD lebih tinggi pada kelompok kasus daripada kontrol (p=0,433). Namun tidak ditemukan perbedaan aktivitas SOD antara kelompok genotip Val/Val dan Ala/Val.
Kesimpulan: Sejauh ini frekuensi polimorfisme gen MnSOD Ala-9 Val genotip Ala/Val meningkat pada pasien retinoblastoma, namun genotip ini belum dapat dikatakan sebagai faktor resiko retinoblastoma. Selain itu tidak ditemukan hubungan bermakna antara polimorfisme gen MnSOD Ala-9 Val dengan retinoblastoma dan aktivitas SOD.

Objectives: In the present study, we investigated the genetic association between a functional polymorphism Ala-9Va1 in the human manganese SOD (MnSOD) gene and retinoblastoma; and the association between this polymorphism and SOD activity.
Methods: This case-control study was examined in 35 retinoblastoma cases and 81 controls. The Ala-9Val polymorphism was detected by PCR and RFLP using NgoMV restriction enzyme. SOD activities was evaluated by the changes of dlepinefrin to adenochrom which measured by spectrofotometry.
Results: No significant differences in the allelic or genotipic distribution between retinoblastoma and controls were observed. Retinoblastoma risk was slightly elevated in Ala/Val genotype (OR: 2,643, 95%CI: 0,85-8,217) as compared with Va JVal genotype. We did not find AlalAla genotype in both groups. There was significant difference in SOD activity between cases and controls (p=0,033). The SOD activity was higher in retinoblastoma than controls.
Conclusions: The MnSOD gene polymorphism Ala-9Val was not found to be associated with retinoblastoma in this case-control study. It seemed that the Ala-9Val polymorphism was not a risk factor for retinoblastoma. There was also no association between MnSOD gene Ala-9VaI polymorphism and SOD activities. Studies with a larger sample size are needed to confirm the findings.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachma Novita Indrarini
"ABSTRAK
Latihan fisik merupakan hal yang penting untuk kesehatan namun dapat pula meningkatkan stres oksidatif yang menyebabkan peningkatan Reactive Oxygen Species ROS . Superoksida dismutase SOD adalah antioksidan endogen yang terdapat dalam tubuh, merupakan enzim yang mengkatalisis dismutasi ion superoksida radikal O2- menjadi hidrogen peroksida H2O2 dan molekul oksogen O2 sebagai perlawanan terhadap stres oksidatif.Akupunktur merupakan salah satu modalitas terapi yang diharapkan dapat mengurangi stress oksidatif yang terjadi akibat latihan fisik. Penelitian ini dilakukan pada tiga puluh pria tidak terlatih yang dibagi secara acak menjadi dua kelompok, kelompok akupunktur manual n = 15 yang dilakukan penusukan pada titik akupunktur ST36 dan SP6 bilateral, dan kelompok plasebo n = 15 yang dilakukan penusukan jarum pada plester tanpa menembus kulit. Terapi akupunktur dilakukan satu kali selama 30 menit segera setelah subyek selesai melakukan latihan fisik akut.. Penilaian kadar SOD darah dinilai sebelum latihan fisik dan satu jam setelah melakukan latihan fisik. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat perbedaan bermakna secara statistik selisih kadar SOD antara sebelum dan sesudah latihan fisik antara kelompok akupunktur manual dan kelompok plasebo p = 0,001.

ABSTRACT
Physical exercise is important for health but can also increase oxidative stress that induce Reactive Oxygen Species ROS . Superoxide dismutase SOD is endogenous antioxidants found in the body, an enzyme that catalyzes the dismutation of radical superoxide ions O2 into hydrogen peroxide H2O2 and oxygen molecules O2 against oxidative stress Acupuncture is one of the therapeutic modalities that is expected to reduce oxidative stress that occurs due to physical exercise. The study was conducted on thirty untrained men who were randomly divided into two groups, the manual acupuncture group n 15 performed acupuncture therapy at bilateral ST36 and SP6 acupuncture points, and the placebo group n 15 performed the needle stitching on the plaster without penetrating the skin. Acupuncture therapy is performed once for 30 minutes immediately after the subjects have finished acute physical exercise. Assessment of the blood SOD level was assessed before physical exercise and one hour after physical exercise. The results of this study showed a statistically significant difference in the difference between the level of SOD before and after physical exercise between the manual acupuncture group and placebo group p 0.001. "
2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>