Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 169216 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
"MANFAAT KITIN DAN KITOSAN BAGI KEHIDUPAN MANUSIA. Udang dan kepiting merupakan salah satu komoditi ekspor non migas yang menghasilkan limbah berbentuk cangkang dan dapat dimanfaatkan dalam pembuatan kitin dan kitosan. Kitin merupakan komponen utama dari eksoskeleton invertebrata, krustase dan insekta dimana komponen ini berfungsi sebagai komponen penyokong dan pelindung. Sedangkan kitosan merupakan polimer alamiah yang sangat melimpah keberadaannya di alam sehingga merupakan bahan perdagangan yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan dapat dimanfaatkan bagi kehidupan manusia. Kitin dan kitosan memiliki kegunaan yang sangat luas dalam kehidupan sehari-hari misalnya sebagai adsorben limbah logam berat dan zat warna, pengawet, anti jamur, kosmetik, farmasi, flokulan, anti kanker, dan anti bakteri.Tulisan ini mencoba memberikan gambaran dan informasi bahwa limbah kulit udang dapat dijadikan kitin dan kitosan yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. "
575 OSEANA 39 (1) 2014
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Deden Rosid Waltam
"ABSTRAK
Proses ekstraksi kitin di industri dilakukan secara kimiawi, proses ini dapat memberikan dampak negatif terhadap kualitas kitin, peralatan dan lingkungan. Akhir-akhir ini penelitian ekstraksi kitin secara biologis banyak dikembangkan. Ekstraksi kitin secara biologis telah banyak diteliti, baik melalui sistem fermentasi batch atau subsequent-batch. Proses demineralisasi dan deproteinasi secara kontinyu merupakan inovasi baru dalam teknologi produksi kitin secara biologis, serta dapat mengatasi kekurangan pada sistem fermentasi batch maupun proses kimiawi.
Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan kondisi optimum proses demineralisasi dan deproteinasi kulit udang vannamei (P. vannamei) secara kontinyu, menggunakan mikroba Lactobacillus acidophilus FNCC 116 dan Bacillus licheniformis F11.1. Prosedur penelitian dibagi dalam beberaba tahapan. Tahap pertama, pada 12 jam pertama dilakukan demineralisasi secara batch, dilanjutkan demineralisasi secara kontinyu selama 36 jam. Tahap kedua, pada 24 jam pertama dilakukan deproteinasi batch, dilanjutkan deproteinasi kontinyu selama 72 jam.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa kondisi terbaik untuk proses demineralisasi secara kontinyu, adalah umpan glukosa 6,5% dan waktu tinggal 16 jam. Untuk proses deproteinasi secara kontinyu adalah waktu tinggal 12 jam. Dengan proses ini dapat menghilangkan abu 92.95% dan protein 91.40%. Kandungan kitin, abu, dan protein pada produk kitin adalah 96.69%, 1.44% dan 1,76%.

ABSTRACT
Chitin extraction in industry, has been conducted by chemical process. The process has been known as a harsh treatment that badly affected to chitin quality, equipment and the environment. Since the last decade biologically chitin extraction has more attracted attention. The biologically chitin extraction was conducted by batch fermentation or subsequent-batch fermentation. Continous demineralization and deproteinization is a new inovation on biologically chitin production technology. This system promises as an alternative technology for overcoming problems of batch fermentation process and chemical process.
The objectives of the experiment was to obtain the optimal condition for continous deminineralization and deproteinization of vannamei (P. vannamei) shrimp shells. Lactobacillus acidophilus FNCC 116 and Bacillus licheniformis F11.1 was used for demineralization and deproteination process respectively. The experiment was divided into several steps. The first step was batch demineralization that was conducted for 12 hours, then was followed by continuous demineralization for 36 hours. The second step was batch deproteinization for 24 hours, and was followed by continuous deproteinization for 72 hours.
The results showed that the best condition for continuous demineralization was 6,5% glucose feed, with 16 hours retention time. For continuous deproteinization, the best condition was with 12 hours retention time. The process could remove 92.95% ash and 91.40% protein. The chitin, ash, and protein content of chitin product was 96.69%, 1.44% and 1,76% respectively."
2009
T26657
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ofa Suzanti Betha
"Kitin merupakan salah satu polimer alam yang banyak tersedia dialam sesudah selulosa. Kitin dan turunannya telah banyak digunakan diberbagai bidang diantaranya pertanian, tekstil, khususnya farmasi dan kesehatan. Limbah kulit udang yang merupakan sumber bahan baku pengolahan kitin menghasilkan kualitas kitin yang lebih baik apabila diolah dengan cara biologi dibandingkan cara kimia. Pengolahan kitin secara biologi menggunakan asam laktat untuk demineralisasi dan enzim protease hasil fermentasi bakteri untuk proses deproteinasi. Telah dilakukan penelitian terhadap kemampuan sel amobil Lactobacillus acidophilus FNCC116 dalam proses demineralisasi limbah kulit udang dalam ekstraksi kitin dengan tujuan untuk efisiensi proses fermentasi. Proses amobilisasi bakteri ini dilakukan dengan menggunakan metoda penjerapan sel di dalam matrik natrium alginat 2% yang selanjutnya direaksikan dengan CaCl2 0,2M. Proses demineralisasi limbah kulit udang menggunakan sel amobil Lactobacillus acidophilus FNCC116 30% dan medium yang terdiri dari 6% glukosa, 1,5% yeast, 0,003% MnSO4, 0,003% FeSO4.7H2O, 0,02% MgSO4.7H2O mampu menghasilkan asam laktat sampai 2,24% dan mampu menurunkan kadar abu dalam kulit udang sampai dengan 1,18%. Hasil penelitian ini menunjukkan, sel amobil Lactobacillus acidophilus FNCC116 mampu menurunkan kadar abu dan kadar protein kulit udang dalam tahapan pengolahan kitin secara biologi.

Chitin, a homopolimer, is the most abundant renewable natural resources after cellulose. Chitin and its derivatives hold many applications in agriculture, textile, pharmacy and medic. Chitin that extracted from waste shrimp shells by biological fermentation has better quality than chemical procees. Demineralization of chitin by biological procees use lactic acid as product of fermentation. Deproteinization of chitin use proteolytic activity of enzyme that produce by bacteria in fermentation. Lactobacillus acidophilus FNCC116 has been immobilized by entrapment methods and 2% sodium alginate in 0,2 M CaCl2 as the matric . The ability of immobilized Lactobacillus acidophilus FNCC116 cell in fermentation was tested. The fermentation that was carried out in medium which consist of 6% glukosa, 1,5 % yeast extract, 0,003% MnSO4 0,003% FeSO4.7H2O, 0,02% MgSO4.7H2O and has been producted 2,24% lactic acid. Demineralization of waste shrimp shell with 30% immobilized Lactobacillus acidophilus FNCC116 cell has successfully decreased ash content tol 1,18% and produced lactic acid maximum 2.24%. Immobilization of Lactobacillus acidophilus FNCC116 cell promised an efficient method in bioproceesing of chitin recovery."
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2009
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fakhry Ibrahim
"Tidak semua air yang tersedia memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan sehingga perlu dilakukan pengolahan terlebih dahulu. Salah satu metode pengolahan yang umum diterapkan adalah dengan proses koagulasi yang membutuhkan penambahan zat koagulan. Salah satu pilihan koagulan adalah kitosan, yang merupakan hasil ekstraksi dari limbah kulit udang. Kitosan memiliki kelebihan antara lain tidak memiliki efek samping dan mudah untuk mendapatkannya dalam jumlah banyak. Kitosan mempunyai gugus amino bebas sebagai polikationik, pengkelat dan pembentuk dispersi dalam larutan asam asetat. Karena sifat-sifat itu, kitosan bisa berinteraksi dengan partikel-partikel koloid yang terdapat di dalam air limbah melalui proses jembatan antar partikel flok (koagulasi).
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Jar Test, di mana kemudian didapatkan hasil berupa efektivitas dari koagulan. Hasil Jar Test tersebut kemudian dibandingkan, yaitu antara efektivitas dua variasi kitosan yang diperoleh dari kulit udang vannamei (Lithophenaeus vannamei) dengan derajat deasitelasi berbeda, serta efektivitas koagulan kimia lain berdasarkan besarnya pengurangan parameter kualitas air. Persentase pengurangan parameter yang didapatkan untuk koagulan kitosan dengan derajat deasetilasi 80% mencapai 99%, untuk koagulan kitosan dengan derajat deasetilasi 90% hanya mencapai kisaran 50%-60%, sementara koagulan kimia tawas dapat mencapai 90%. Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa penggunaan kitosan sebagai koagulan dengan derajat deasetilasi 80% lebih efektif jika dibandingkan dengan kitosan dengan derajat deasetilasi 90% dan koagulan kimia tawas.

Not all the water available to meet the quality standard set of processing that needs to be done first. One common method of treatment which is applied to the coagulation process requires addition of coagulants. One option is chitosan coagulant, which is extracted from shrimp shell waste. Chitosan has advantages such as no side effects and easy to obtain in large quantities. Chitosan has free amino groups as poly cationic, chelating agent and forming dispersions in acetic acid solution. Because of these traits, chitosan can interact with colloidal particles contained in the waste water through a process of inter-particle bridges flock (coagulation).
The method used in this study is the method of Jar Test, which then obtained the results of the effectiveness of the coagulant. Jar Test results are then compared, namely between the two variations of the effectiveness of chitosan derived from shrimp shells vannamei (Lithophenaeus vannamei) with different degrees of deacetylation, as well as the effectiveness of other chemical coagulants based on the amount of reduction in water quality parameters. The percentage reduction in coagulant parameters obtained for the degree of deacetylation of chitosan by 80% to 99%, for coagulant chitosan with deacetylation degree of 90% to only 50% -60% range, while the chemical coagulant alum can reach 90%. From these results, it can be concluded that the use of chitosan as a coagulant to the degree of deacetylation 80% more effective than chitosan with deacetylation degree of 90% and chemical coagulant alum.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S44057
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maggadani, Baitha Palanggatan
"N-asetilglukosamin merupakan monosakarida derivat glukosa yang
memiliki banyak fungsi dan terdapat secara luas dalam sistem tubuh manusia. Nasetilglukosamin dimanfaatkan secara luas baik dibidang kesehatan maupun
kosmetik. Produksi N-asetilglukosamin secara enzimatis menggunakan kitinase
yang salah satunya dapat diisolasi dari bakteri relatif lebih ramah lingkungan dan
menghasilkan rendemen yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan
kondisi optimal produksi N-asetilglukosamin secara hidrolisis enzimatik
menggunakan kitinase yang diisolasi dari bakteri. Seleksi dilakukan terhadap
sembilan kultur koleksi BPPT untuk mendapatkan isolat potensial yang dapat
menghasilkan kitinase dengan aktivitas terbaik dan dapat menghidrolisis kitin
menjadi N-asetilglukosamin dengan rendemen tertinggi. Diantara isolat tersebut,
BPPT CC 2 menunjukkan aktivitas kitinase terbaik serta dapat menghidrolisis
substrat koloidal kitin dan menghasilkan N-asetilglukosamin dengan rendemen tertinggi. Produksi N-asetilglukosamin menggunakan kitinase BPPT CC 2
dioptimasi pH, suhu, konsentrasi substrat dan enzim serta lamanya inkubasi.
Rendemen N-setilglukosamin tertinggi sebanyak 99,41% didapatkan dari
hidrolisis 3% substrat koloidal kitin dengan 0,2 U enzim pada kondisi pH 6,0 dan
suhu 500C selama 5 hari. Hasil ini mengindikasikan bahwa kitinase dari BPPT CC
2 dapat digunakan untuk biokonversi kitin menjadi N-asetilglukosamin dengan
rendemen yang tinggi untuk kepentingan industri.

Abstract
N-acetylglucosamine is a monosaccharide derivative of glucose that
serve a number of functions and are widely distributed throughout the human
body system. N-acetylglucosamine posses benefit as a nutritional supplement for
therapeutic usage and also in cosmetics. Enzymatic hydrolysis using chitinase
isolated from bacterial, as one of the enzyme source, produce high yield N- acetylglucosamine and environmental friendly. This research is aimed to achieve
optimum condition for N-acetylglucosamine production by enzymatic hydrolysis
using bacterial isolated chitinase. Nine isolates from BPPT culture collection was
selected to get the most potential isolate, which produced chitinase with best
activity and able to hydrolyze colloidal chitin resulting high yield of N-
acetylglucosamine. Among those isolates, isolate BPPT CC 2 showed the best
chitinase activity and able to hydrolyze colloidal chitin substrate resulting high
yield of N-acetylglucosamine. Production of N-acetylglucosamine with BPPT CC
2 chitinase was optimized by adjusting its pH, temperature, substrate and enzyme concentration, and also time of hydrolysis. The yield of 99,41% as maximum
production of N-acetylglucosamine was obtained by hydrolysis of 3% substrate
colloidal chitin with 0,2 U chitinase after 5 days of incubation on pH 6,0 and temperature of 500C. This result suggest that crude chitinase produced by BPPT
CC 2 could be useful for bioconversion of chitin into high yield N-
acetylglucosamine for industrial application."
Universitas Indonesia, 2012
T31002
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinarti Paramita
"Indonesia sebagai negara maritim memiliki sumber bahan baku kitin yang melimpah, yaitu kulit udang. Kulit udang pada percobaan ini mengandung 41,995% mineral, 45,36% protein dan sisanya adalah kitin. Kitin, ?-(1-4)-2-asetamida-2-dioksi-D-glukosa, diisolasi dari kulit udang dengan melalui dua tahap proses, yaitu demineralisasi dan deproteinasi. Kitin yang didapat kemudian diubah menjadi kitosan melalui proses deasetilasi. Kitosan, disebut juga ?-1,4-2-amino-2-dioksi-D-glukosa, mengandung gugus amida dan hidroksil yang menyebabkan kitosan memiliki reaktifitas yang tinggi dan bersifat polielektrolit kation. Oleh sebab itu, kitosan dapat digunakan sebagai adsorben logam berat. Pada penelitian ini, proses demineralisasi menggunakan HCl 1 N dengan perbandingan solid:liquid sebesar 1:20 pada temperatur 90_C selama 60 menit. Proses deproteinasi menggunakan NaOH 3,5 N dengan perbandingan solid:liquid sebesar 1:10 pada temperatur 90_C selama 60 menit. Proses deasetilasi menggunakan NaOH pekat 80% (b/v) dengan perbandingan solid:liquid sebesar 1:10 pada temperatur 130_C selama 30 menit. Kitosan yang dihasilkan, selanjutnya akan digunakan sebagai adsorben logam Cu (II), memiliki nilai derajat deasetilasi sebesar 46,77%. Uji adsorpsi logam Cu (II) oleh kitosan dilakukan dengan empat variasi, yaitu pH, perbandingan solid:liquid, waktu kontak dan konsentrasi awal Cu (II). Kondisi optimum adsorpsi logam Cu (II) didapat pH 5 dengan perbandingan solid-liquid sebesar 1:100 selama 60 menit pada konsentrasi awal Cu (II) sebanyak 100 ppm dengan persentase adsorpsi maksimum sebesar 70,84%.

Indonesia as an maritime country has a lot of source of chitin. Prawn shell is one of the potential source of chitin. Prawn shell consist of 41.995% mineral, 45.36% protein and the rest is chitin. Chitin, ?-(1-4)-2-acetamido-2-deoxy-D-glucosamine, isolated from Prawn shell by demineralization and depretination. Isolated chitin must be converted become chitosan by deacetylation. Chitosan, ?-(1-4)-2-amino-2-deoxy-Dglucosamine, has amide and hydroxyl groups, that makes chitosan is very reactive and polyelectrolit. Because of that, chitosan can be used as an adsorbent of heavy metal. In this research, demineralization using 1 N HCl for 30 minutes at 90_C with ratio solid:liquid 1:20. Deproteinization using 3.5 N NaOH for 60 minutes at 90_C with ratio solid:liquid 1:10. Deacetylation using 80% (w/v) NaOH for 30 minutes at 130_C with ratio solid:liquid 1:10. Chitosan isolated, used as an adsorbent of metal Cu (II), has 46.77% degree of deacetylation. Adsorption Cu (II) by chitosan has four variations, which are pH, ratio solid:liquid, time contack and initial concentration of Cu (II). Optimum condition of adsorption is the highest precentage of adsorption at pH 5, ratio solid-liquid 1:100 for 60 minutes and initial concentration of Cu (II) 100 ppm. The highest precentage of adsorption is 70.84%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, [2007;2007, 2007]
S49769
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ofa Suzanti Betha
"Kitin merupakan salah satu polimer alam yang banyak tersedia dialam sesudah selulosa. Kitin dan turunannya telah banyak digunakan diberbagai bidang diantaranya pertanian, tekstil, khususnya farmasi dan kesehatan. Limbah kulit udang yang merupakan sumber bahan baku pengolahan kitin menghasilkan kualitas kitin yang lebih baik apabila diolah dengan cara biologi dibandingkan cara kimia. Pengolahan kitin secara biologi menggunakan asam laktat untuk demineralisasi dan enzim protease hasil fermentasi bakteri untuk proses deproteinasi.
Telah dilakukan penelitian terhadap kemampuan sel amobil Lactobacillus acidophilus FNCC116 dan Bacillus licheniformis F11.4 dalam proses demineralisasi dan deproteinasi limbah kulit udang dalam ekstraksi kitin dengan tujuan untuk efisiensi proses fermentasi. Proses amobilisasi kedua jenis bakteri ini dilakukan dengan menggunakan metoda penjerapan sel di dalam matrik natrium alginat 2% yang selanjutnya direaksikan dengan CaCl2 0,2M. Proses demineralisasi limbah kulit udang menggunakan sel amobil Lactobacillus acidophilus FNCC116 30% dan medium yang terdiri dari 6% glukosa, 1,5% yeast, 0,003% MnSO4, 0,003% FeSO4.7H2O, 0,02% MgSO4.7H2O mampu menghasilkan asam laktat sampai 2,24% dan mampu menurunkan kadar abu dalam kulit udang sampai dengan 1,18%.
Sel amobil Bacillus licheniformis F11.4 pada fermentasi menggunakan medium yang terdiri dari 0,5% yeast, 0,5% NaCl 0,05% MgSO4.7H2O 0,1% CaCl2.2H2O mampu menghasilkan enzim protease dengan aktivitas tertinggi sebesar 25,18 U/ml. Proses deproteinasi limbah kulit udang menggunakan sel amobil Bacillus licheniformis F11.4 30% mampu menurunkan kadar protein dalam kulit udang sampai 2,73% dengan aktivitas protease tertinggi 50,61 U/ml. Hasil penelitian ini menunjukkan, sel amobil Lactobacillus acidophilus FNCC116 dan Bacillus licheniformis F11.4 mampu menurunkan kadar abu dan kadar protein kulit udang dalam tahapan pengolahan kitin secara biologi.

Chitin, a homopolimer, is the most abundant renewable natural resources after cellulose. Chitin and its derivatives hold many applications in agriculture, textile, pharmacy and medic. Chitin that extracted from waste shrimp shells by biological fermentation has better quality than chemical procees. Demineralization of chitin by biological procees use lactic acid as product of fermentation. Deproteinization of chitin use proteolytic activity of enzyme that produce by bacteria in fermentation.
Lactobacillus acidophilus FNCC116 and Bacillus licheniformis F11.4 has been immobilized by entrapment methods and 2% sodium alginate in 0,2 M CaCl2 as the matric. The ability of immobilized Lactobacillus acidophilus FNCC116 cell in fermentation was tested. The fermentation that was carried out in medium which consist of 6% glukosa, 1,5% yeast extract, 0,003% MnSO4 0,003% FeSO4.7H2O, 0,02% MgSO4.7H2O and has been producted 2,24% lactic acid. Demineralization of waste shrimp shell with 30% immobilized Lactobacillus acidophilus FNCC116 cell has successfully decreased ash content tol 1,18% and produced lactic acid maximum 2.24%.
Immobilized Bacillus licheniformis F11.4 cell in fermentation produced protease enzyme with maximum activity 25.18 U/ml. Deproteinization of waste shrimp shell with 30% immobilized Bacillus licheniformis F11.4 cell can decreased protein content to 2,73% and reached highest protease activity 50,61 U/ml. Immobilization of Lactobacillus acidophilus FNCC116 cell and Bacillus licheniformis F11.4 cell promised an efficient method in bioproceesing of chitin recovery.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
T26781
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sipangkar, Intan Afridawaty
"Salah satu sumber energi alternatif ramah lingkungan yang berpotensi dalam mengatasi krisis energi yang terjadi di dunia adalah biodiesel. Umumnya produksi biodisel mempergunakan proses teknik kimia konvensional yang memiliki kelemahan dalam penggunaan energi dan pembentukan produk samping yang tidak dikehendaki. Oleh karena itu, dikembangkan proses enzimatis melalui rute non-alkohol. Pada penelitian ini, biodiesel akan disintesis melalui interesterifikasi antara substrat minyak jelanta dan metil asetat dengan perbandingan 1:12 pada sistem batch dengan kondisi suhu 37oC, shaker 150 rpm dan pada sistem kontinyu menggunakan reaktor packed bed berukuran ID 11 mm dan panjang 150 mm. Interesterifikasi ini dikatalis dengan enzim Candida rugosa lipase. Karena alasan teknis dan ekonomi, lipase diimobilisasi melalui metode entrapment pada support kitin, kitosan dan zeolit. Variasi yang akan dilakukan adalah variasi rasio massa kitin dan kitosan sebagai support terhadap lipase, waktu imobilisasi kitin dan kitosan, konsentrasi sodium tripolyphosphate (TPP) dalam proses gelasi support kitin dan support kitosan dan variasi perbandingan enzim dan support pada imobilisasi dengan support zeolit. Enzim loading terbesar dihasilkan melalui entrapment dengan support kitosan. Enzim loading yang dihasilkan adalah 97,24%. Yield biodiesel terbesar yang dihasilkan pada reaktor batch berasal dari sintesis biodiesel dengan support zeolit sebesar 99,79%. Dan pada reaktor kontinyu, stabilitas lipase terbaik dihasilkan dari lipase terimobilisasi dalam support kitosan

One of the alternative energy sources that are environmentally friendly potentially to overcome energy crisis in the world is biodiesel. Generally, biodiesel production process use conventional chemical techniques, which has disadvantages related to energy use and formation of unwanted byproducts. Therefore, the enzymatic process non-alcohol route developed. In this research, biodiesel will be synthesized by interesterification process between waste cooking oil as substrate and methyl acetate with ratio 1:12 in batch system with the conditions of 37° C, shaker at 150 rpm and continuous system using a packed bed reactor sized 11 mm ID and 150 mm long. This reaction is catalyzed by Candida rugosa lipase enzyme. Because of technical and economic reasons, lipase will be immobilized by entrapment methods on chitin, chitosan and zeolite as supports. The variations in this research are mass ratio of chitin and chitosan as supports for lipase, immobilization time on chitin and chitosan, tripolyphosphate (TPP) concentration in gelation process of chitin and chtitosan, and variation of comparison between enzyme and support in immobilization on zeolite. The largest enzyme loading produced by entrapment in the chitosan support. The resulting enzyme loading was 97.24%. And the largest yield of biodiesel produced in batch reactors from the synthesis of biodiesel by zeolite, which is 99.79%. And from the continuous system, the best stability produced from immobilized on chitosan."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2912
S43793
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Immobilization of humic acid on chitin has been conducted and applied for the adsorption of Ag(1). ...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>