Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 129202 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
Enny Febriana
"Paradigma pembangunan telah menghasilkan kondisi yang tidak seimbang antara kota dan desa, dimana kota menjadi pusat pertumbuhan, sedangkan desa hanya menjadi wilayah marginal dan memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap wilayah perkotaan. Dengan tidak berkembangnya wilayah perdesaan maka persoalan kemiskinan lebih banyak ditemukan di wilayah perdesaan. Kondisi kemiskinan diperdesaan diperparah dengan meningkatnya petani kecil. Rendahnya kepemilikan lahan telah menyebabkan rendahnya pendapatan dari sektor pertanian, sehingga tidak lagi mencukupi untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya petani miskin umumnya melakukan berbagai cara, dengan memanfaatkan seluruh sumber daya dan jaringan sosial yang ada. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui usaha yang selama ini dilakukan oleh rumah tangga petani miskin di desa dalam meningkatkan pendapatan rumah tangganya, sehingga dapat dirumuskan strategi pengentasan kemiskinan yang tepat untuk dapat membantu rumah tangga petani miskin dalam meningkatkan pendapatan rumah tangganya. Sebagai penelitian kualitatif, penelitian ini menggunakan metode Participatory Rural Appraisal (PRA) dan analisa SWOT untuk mencapai tujuan penelitiannya.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah gambaran mengenai beberapa upaya yang selama ini telah dilakukan rumah tangga petani miskin di perdesaan dalam memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Upaya yang selama ini dijalankan adalah melakukan pengaturan pengeluaran dengan memanfaatkan ekonomi subsisten dan meminta bantuan pada jaringan sosial yang dimilikinya. Oleh karena itu strategi yang perlu dilakukan untuk membantu rumah tangga petani miskin meningkatkan pendapatannya adalah dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia rumah tangga petani miskin dan meningkatkan peran kelembagaan dalam mendukung aktivitas ekonomi rumah tangga petani miskin. Strategi tersebut dilakukan baik pada jangka pendek maupun jangka panjang, yang meliputi peningkatan keterampilan dibidang pertanian dan non pertanian, dan peningkatan pendidikan formal maupun informal.

The development paradigm of Indonesia is currently emerges any imbalancing growth between city as epicentrum and village as marginalized area with highdependency rate where that underdevelopment caused any poverty problems in most of villages as further consequency of land for farms inavailabilities or other subsequents. This qualitative research is aimed to explore any kind of farmer?s income enhancement efforts in those destitute villages using SWOT analysis and Participatory Rural Appraisal (PRA) methods where enable all policy makers in all level of government to formulate an poverty alleviation strategy in next step.
Conclusion of this research explains that most of poor farmers in destitute villages exploit their economical subsistence and social network to gain any financial aids. There is need to improve human resources quality and financing institution involvement to supports any poor?s economic activity as short-term or longterm poverty alleviation strategy where includes any kind of formal and informal life-skill training program, either in farming or non farming sector."
Depok: Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2010
T27584
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Saptari
"Dalam usaha untuk memperoleh pengetahuan yang sistematis dan dapat diperoaya, mengenai aspek tertentu dart slam semesta yang re_lat if bertahan lama ( seperti yang dirumuskan dalam bal. 9 di atas), setiap kegiatan ilmiah pada langkah akhirnya hams memiliki suatu kesimpulan tertentn. Berkenaan dengan itu, suatu kesimpulan hares bisaberdiri di luar kegiatan itu juga. Dengan begitu peneliti a_kan lebih omampu untuk senetral mungkin, members penilaian terhadap renaana yang dibuat sebelumnya, berikut pelaksanaannya dan tora_khir, basil yang diperoleh, Apakah dalam pelaksanaan telah terjadi penyimpangan atau tidak, terutama dart masalah dan kerangka konsep_tual ? Sejauh mans basil yang didapat menoapai apa yang dituju, yai_n gambaran mengenai suatu sistim budaya tertentu dan pengaruh a_danya pelapisan social. Sehubungan dengan itu, saga akan mengulang lagi seosra serba singkat, langkah berpikir Aibalik kerangka konaeptualnya. Kula-hula masalah yang saga pilih ins dilatar belakangi oleh beberapa pengandaian dasar. Pertama, adalah pengandaian bahwa setiap sis_tim budaya tidak berada dalaa kehampian melainkan selalu didukung oleh suatu sistim sosial yang terwujud dalam bentuk kesafuan social"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1981
S12900
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Esti Lestarini
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
S7571
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muda Saputra
"Posisi perempuan dalam keluarga dan masyarakat terhubung erat dengan aspek sejarah, budaya, sosial, ekonomi dan demografi yang juga mencerminkan tingkat pembangunan masyarakat itu sendiri. Pentingnya studi otonomi perempuan dalam pembuatan keputusan dalam rumah tangga sejalan dengan hasil International Conference of Population and Development (ICPD) Cairo 1994 bagian pemberdayaan dan peningkatan status perempuan.
Studi ini ingin mengidentifikasi variabel apa saja yang mempengaruhi adanya serta tinggi rendahnya otonomi perempuan dalam keputusan rumah tangga. Keputusan rumah tangga yang dianalisa meliputi keputusan: pengeluaran sehari-hari, keputusan untuk anak, pengeluaran untuk barang tahan lama, tabungan, sumbangan, serta keputusan apakah suami/istri yang memakai kontrasepsi. Analisa deskripsi tabulasi silang dan inferensia Model Log Linier dilakukan berdasarkan data Survai Aspek Kehidupan Rumah Tangga (Sakerti) 1997.
Hasil analisa menunjukkan keputusan rumah tangga mengenai `siapa diantara suami/istri yang memakai kontrasepsi merupakan keputusan kedua setelah `keputusan mengenai pengeluaran sehari-hari'. Kedua keputusan tersebut mendahului `keputusan rumah tangga secara berturut keputusan tentang: anak, pengeluaran untuk barang tahan lama, pengeluaran untuk tabungan, dan pengeluaran untuk sumbangan'. Dalam tesis ini, definisi perempuan yang mempunyai otonomi dalam keputusan rumah tangga adalah perempuan yang membuat keputusan rumah tangga sendirian tanpa ada satupun pihak lain yang terlibat dalam membuat keputusan rumah tangga. Dengan definisi otonomi tersebut, 91 persen rumah tangga (sebagai persentase tertinggi) menyatakan bahwa pengeluaran sehari-hari diputuskan oleh istri, disusul dengan keputusan tentang anak, pengeluaran tabungan, tentang siapa diantara suami/istri yang memakai kontrasepsi, dan 66 persen rumah tangga (sebagai persentase terendah) menyatakan bahwa pengeluaran untuk barang tahan lama diputuskan oleh istri. Kesemua hal tersebut berarti bahwa perempuan mempunyai otonomi dalam pembuatan keputusan rumah tangga.
Keberadaan ibu mertua (dari istri) sebagai anggota rumah tangga umumnya merugikan otonomi istri dalam keputusan rumah tangga. Dalam beberapa segi otonomi yang ditelaah, istri bekerja membuat otonomi perempuan dalam keputusan rumah tangga lebih tinggi; kecuali untuk pengeluaran sehari-hari dan keputusan tentang siapa diantara suami/istri yang memakai kontrasepsi yang keduanya tidak terpengaruh; serta otonomi perempuan dalam hal mengurusi anak yang malah lebih rendah. Jika istri bekerja, otonomi perempuan dalam keputusan rumah tangga yang lebih tinggi berkaitan dengan adanya tambahan uang yang masuk ke rumah tangga dari upah istri.
Umur kawin istri dan otonomi istri dalam keputusan rumah tangga mempunyai korelasi negatif. Hal ini berkaitan dengan perempuan yang berumur tinggi yang menjadi faktor penting (selain pendidikan) dalam pengambilan keputusan yang matang dan bijak dalam bentuk memberi kesempatan pada pasangannnya atau orang lain untuk membuat keputusan bersama. Keputusan yang dibuat bersama antara istri dan pihak lain menurut definisi tesis ini diklasifikasikan sebagai istri yang tidak punya otonomi.
Kecuali untuk otonomi perempuan pengeluaran barang tahan lama dan sumbangan, umumnya otonomi perempuan lebih tinggi jika pendidikan istri lebih tinggi. Putusan rumah tangga untuk pengeluaran barang tahan lama dan sumbangan diduga banyak dilakukan secara bersama antara istri yang lebih berpendidikan bersama suami yang dikategorikan sebagai tidak ada otonomi perempuan dalam keputusan rumah tangga tersebut diduga mempengaruhi hubungan yang negatif antara otonomi perempuan dengan pendidikan yang lebih tinggi. Di sisi lain, umumnya pendidikan istri yang pendidikan dan sedang belum mampu membuat lebih tinggi otonomi perempuan dalam keputusan rumah tangga. Pendidikan istri yang lebih tinggi dari pendidikan sedang yaitu pendidikan tinggi, lama sekolah lebih dari 12 tahun baru mampu membuat lebih tinggi otonomi perempuan dalam keputusan rumah tangga.
Umumnya, kecuali untuk otonomi perempuan dalam menentukan siapa diantara suami/istri yang memakai kontrasepsi, otonomi istri lebih tinggi jika penghasilan istri lebih tinggi daripada penghasilan suami. Namun data sampel tidak mendukung kebenaran kesimpulan ini.
Beberapa rekomendasi yang mempertinggi otonomi perempuan dalam keputusan rumah tangga antara lain: kebijakan perawatan orang tua lanjut usia dengan konsep quasi resident jika konsep panti tidak dapat dijalankan, wajib belajar perlu ditingkatkan sampai umur 12 tahun yang juga secara tak langsung mendewasakan umur perkawinan perempuan. Jika wajib belajar umur 12 tahun belum bisa dilaksanakan, memasukkan materi kesetaraan gender dalam rumah tangga dalam pendidikan dapat menjadi bagian advokasi otonomi perempuan dalam pengambilan keputusan lewat jalur sekolah."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11110
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atika Rachmawati
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai hubungan penguasaan atas modal sosial dengan tingkat kesejahteraan petani di Desa Trisnomaju, Lampung. Konteks petani yang diteliti adalah petani usaha rumah tangga, dengan produksi utama padi dan jagung. Dimana petani di Desa Trisnomaju memiliki sistem kedokan sebagai salah satu potensi penguatan bidang pertanian, serta budaya muakhi yang membentuk nilai masyarakat dan aktivitas sosial maupun ekonomi mereka. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa dimensi modal sosial seperti jaringan, norma, dan sanksi terbilang tinggi dalam penguasaannnya, namun memiliki pengaruh rendah terhadap kesejahteraan petani yang diukur menggunakan indikator Struktur Pendapatan Rumah Tangga, Struktur Pengeluaran untuk Pangan, dan Nilai Tukar Petani. Hasil penelitian pada petani usaha rumah tangga di Desa Trisnomaju tidak adanya hubungan antara Modal Sosial dengan Tingkat Kesejahteraan. Kondisi yang terjadi, bahwa yang menjadi beban pengeluaran petani berasal dari biaya sosial, melalui aktifitas masyarakat seperti pesta pernikahan, khitanan, upcara keagamaan, peringatan hari raya, atau pun kegiatan menghadiri undangan. Tuntutan untuk biaya sosial ini cenderung sama, bagi petani dengan penghasilan tinggi maupun redah.

ABSTRACT
This research discusses about relationship of social capital with welfare of farmers in Trisnomaju Village, Lampung. The context of the farmers studied is the farmers of the household business, with the main production of rice and maize. Farmers in Trisnomaju Village have a kedokan system as one of the potential strengthening of agriculture, as well as muakhi culture that shape the value of society and their social and economic activities. The research method used is quantitative approach with descriptive research type. The results of this study show that the dimensions of social capital such as network, norm, and sanction are high in their mastery, but have low effect on farmer 39 s welfare measured using Household Structure Structure indicator, Structure of Food Expenditure, and Farmer 39 s Exchange Rate. There is no correlation between social capital with the welfare of farmers of household business in Trisnomaju village. Conditions that occur, expenditure burden of farmers comes from social costs, through community activities such as wedding celebrations, circumcisions, religious ceremonies, holiday anniversaries, or attendance. The demand for this social cost tends to be the same, for farmers with high or low income."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1998
306 POL
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sembiring, Sri Alem Br.
"Kegiatan praktik tanam campuran yang dilakukan petani di Gurusinga memperlihatkan adanya pilihan jenis tanaman yang berbeda-beda di antara petani. Perbedaan pilihan itu terjadi dari satu waktu tanam ke beberapa waktu tanam berikutnya. Beberapa petani ini cenderung melakukan percampuran tanaman dalam bentuk pola tanam yang berbeda, yaitu campur-campur, tumpang tindih, tua-muda, sada-sada dan ragi-agi. Mengapa petani cenderung memilih jenis tanaman yang berbeda dari satu waktu tanam ke waktu tanam berikutnya?
Kajian ini berusaha membahas pilihan petani yang berbeda-beda atas jenis tanaman tersebut dengan menjelaskan bagaimana petani mengambil suatu keputusan untuk memilih jenis tanaman dan faktor-faktor apa yang mendasari pilihan petani tersebut. Penelitian di lapangan selama berkisar enam bulan (Juli - Desember 1999) dapat dimanfaatkan untuk mengamati dua periode waktu tanam dan panen dari satu jenis tanaman petani. Penulis menyadari bahwa dua waktu tanam yang diamati adalah merupakan periode singkat dari suatu periode panjang dalam pengalaman petani dengan beragam peristiwa khusus yang mereka alami. Namun, dari dua periode singkat ini, petani juga harus mengambil keputusan untuk memilih beberapa jenis tanaman yang harus ditanam untuk menggantikan beberapa tanaman lain yang telah siap panen.
Dengan menggunakan analisis pengambilan keputusan, kajian ini sampai pada suatu pemahaman bahwa pilihan jenis tanaman yang berbeda-beda di antara beberapa petani dalam dua waktu tanam itu terkait erat dengan harapan-harapan mereka atas pilihan tersebut. Harapan-harapan tertentu akan memberikan prioritas-prioritas pada beberapa pertimbangan tertentu. Dengan harapan yang berbeda atau sama atau juga prioritas pada pertimbangan yang berbeda atau pada pertimbangan yang sama, beberapa pilihan jenis tanaman petani dapat menjadi berbeda [dan beberapa pilihan mereka juga dapat menjadi sama]. Prioritas pada beberapa pertimbangan tertentu tersebut akan diputuskan petani dengan proses evaluasi yang cenderung sama, yaitu setelah mereka mengevaluasi pengalaman dan perkembangan kondisi baru yang berhubungan dengan faktor-faktor produksi, harga, distribusi, keputusan petani lain, hubungan dengan orang lain, dan penilaian mereka atas tinggi rendahnya tingkat ketidakpastian yang mereka hadapi. Hasil evaluasi tersebut adalah keputusan 'judi' dan keputusan hati-hati.
Keputusan 'judi' yang diambil sangat singkat sebelum penanaman akan dipilih petani dengan harapan untuk mendapatkan keuntungan yang besar dalam waktu singkat dan cenderung mengabaikan resiko kerugian 'putus modal'. Pola tanam yang cenderung dikembangkan adalah sada-sada (rotasi) atau ragi-agi (bertingkat). Keputusan hati-hati dan yang selalu mengalamai penyesuaian secara terus-menerus dengan perkembangan kondisi baru akan dipilih petani dengan harapan untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek dan jangka panjang petani dan memperhitungkan resiko dan pertimbangan lainnya dengan lebih cermat. Pola tanam yang cenderung dikembangkan adalah campur-campur, tumpang tindih dan tua muda.
Dengan pertimbangan tertentu., beberapa petani akan memilih melakukan dua jenis keputusan ini secara bersamaan dalam waktu tanam yang sama atau pada waktu tanam berikutnya. Perkembangan kondisi baru yang serba tidak pasti cenderung membuat petani melakukan evaluasi dalam setiap waktu tanam untuk memilih jenis tanaman yang akan ditanam. Percampuran tanaman yang 'biasa' mereka lakukan juga `ditampilkan' atas dasar evaluasi pengalaman dan perkembangan kondisi baru. Hasil penelitan ini juga menunjukkan bahwa jenis keputusan apa pun yang dipilih petani, maka pertimbangan hubungan sosial, pinjam-meminjam, dan informasi baru cenderung menentukan keputusan akhir mereka, apakah akan mengganti jenis tanaman pilihan atau hanya mengurangi banyaknya jumlah yang akan ditanam dari beberapa pilihan tanaman tersebut. Hubungan-hubungan tersebut dapat merupakan hubungan dengan keluarga inti, keluarga luas, petani lain di luar lingkungan kerabat, dan dengan orang lain. Pertimbangan-pertimbangan petani ini menunjukkan bahwa keputusan-keputusan petani tidak terlepas dari lingkungan sosial dan budaya mereka."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T7163
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sakinah Ralea Lestari
"Pantai Depok dan Baron merupakan salah satu obyek wisata di Desa Parangtritis dan tempat perintisan perikanan di pesisir selatan Yogyakarta. Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di pesisir Pantai Depok menjadi TPI dengan produksi ikan tertinggi di Bantul pada tahun 2013-2017 dan memberikan kontribusi nilai ekonomi sumber daya perikanan tertinggi di Pesisir Selatan Bantul begitupun dengan perikanan tangkap di Pantai Baron. Tetapi nelayan tidak lepas dari kemiskinan. Pendapatan mereka lebih tinggi hanya pada musim-musim tertentu. Minimnya kepastian penghasilan setiap hari dalam rumah tangga seorang
nelayan, membuat perempuan beradaptasi sebagai salah satu pilar penunjang kebutuhan hidup rumah tangga. Tidak hanya di rumah tangga, perempuan pesisir juga menjadi tonggak pembangunan desa pesisir, perempuan dengan usia rata-rata 20-40 tahun terlibat dalam usaha perikanan di pesisir Pantai Depok. Wanita yang bekerja dan memiliki posisi ekonomi juga faktor penentu dalam menghadapi laki-laki, baik dalam bidang kegiatan di keluarga maupun masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis rumah tangga nelayan berdasarkan sebaran dan karakteristiknya. Serta mendeskripsikan hubungan
pengambilan keputusan rumah tangga berdasarkan setiap karakteristik rumah tangga istri nelayan. Metode yang digunakan adalah analisis spasial perbedaan kedua tempat.
Hasilnya adalah terdapat 3 karakteristik rumah tangga yang berbeda berdasarkan aset alat perikanan tangkap, yaitu rumah tangga nelayan juragan, pemilik kapal, dan buruh. Nelayan dan istri dari masing-masing rumah tangga nelayan memiliki pekerjaan, pendapatan, dan jam kerja yang beragam. Secara garis besar, rendah tingginya pendapatan istri nelayan tidak terlalu berpengaruh terhadap pengambilan keputusan di dalam rumah tangga, melainkan pendapatan sang nelayan itu sendiri.

Depok and Baron beaches are one of the tourist attractions in Parangtritis Village and a fishery pioneer site on the south coast of Yogyakarta. The Fish Auction Place (TPI) on the coast of Depok Beach became the TPI with the highest fish production in Bantul in 2013-2017 and contributed the highest economic value of fisheries resources on the South Coast of Bantul as well as capture fisheries on Baron Beach. But fishermen are not free from poverty. Their income is higher only in certain seasons. The lack of certainty of income every day in the household of a fisherman has made women adapt as one of the pillars to support the needs of household life. Not only in households, coastal women are also the pillars of coastal village development, women with an average age of 20-40 years are involved in fisheries business on the coast of Depok Beach. Women who work and have an economic position are also determining factors in dealing with men, both in the field of activities in the family and society. This study aims to analyze fisherman households based on their distribution and characteristics. As well as describing the relationship between household decision making based on each characteristic of the fishermen's wife's
household. The method used is a spatial analysis of the differences between the two places. The result is that there are 3 different household characteristics based on fishing gear assets, namely the household of skipper fishermen, boat owners, and workers. Fishermen and the wife of each fishing household have different jobs, incomes and working hours. Broadly speaking, the low and high income of fishermen's wives does not really affect decision making in the household, but rather the income of the fishermen themselves.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>