Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 23739 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kennedy, Paul, editor
Jakarta : Yayasan Obor Indonesia , 1995
327 KEN pt
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Dian Rakyat, 1993
303.4 PER
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Tampubolon, Daulat Purnama
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001
378.1 TAM p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Umi Prahastuti Soebiono
"President Roosevelt telah memberikan dasar globalisasi politik dan ekonomi bagi strategi kebijakan luar negeri Amerika Serikat setelah berakhirnya Perang Dunia II.
Semenjak selesainya Perang Dunia II Amerika Serikat telah terlibat dalam percaturan dunia internasional dibidang politik dan ekonomi menghadapi Uni Soviet. Kemenangan dalam peperangan dan kemakmuran dalam negeri membawa dampak positive bagi rakyat Amerika. Rakyat Amerika percaya pada kebijakan pemerintah baik di dalam maupun diluar negeri. Para pemimpin Amerika Serikatpun menginginkan agar faham demokrasi dapat dilestarikan dan dikembangkan seluas-luasnya demi untuk kesejahteraan dan perdamaian dunia.
Agar dapat dicapai cita-cita kesejahteraan dan perdamaian dunia ditempuh berbagai jalan kebijakan oleh para pemimpin Amerika Serikat, sebagai realisasinya adalah memaklumkan "Perang Dingin" dan memberikan bantuan ekonomi kepada negara-negara yang membutuhkan terutama negara-negara dunia ketiga. Kebijakan ini dibuat untuk mengimbangi kekuatan saingan mereka negara Uni Soviet.
Pada akhir tahun 50 an untuk membendung lebih effective lagi masuknya faham komunis Uni Soviet keseluruh pelosok dunia, selain beberapa kebijakan yang telah dilakukan juga diadakan "pembinaan persahabatan" dengan lawan politiknya.
Washington dan Moskow semenjak saat ini menghadapi "Perang Dingin" dengan menjalankan "Strategi perdamaian", taktik yang dijalankan adalah taktik mata-mata, propaganda dan adu domba.
Thesis ini dibuat untuk menjelaskan manfaat dari badan Peace Corps, sebagai salah satu strategi kebijakan luar negeri J.F.Kennedy. Dibentuk untuk dipakai sebagai alat pemerintah dengan tujuan dapat menyebarkan dan melestarikan faham demokrasi maupun menuju kesejahteraan dan perdamaian dunia "Peace Corps" adalah merupakan strategi damai Amerika Serikat berbentuk "missi moral" melalui pendidikan dan ilmu pengetahuan.
Badan "Peace Corps" dipilih dari para tenaga muda Amerika agar dapat saling berbagi pengalaman kepada masyarakat negara-negara dunia ketiga untuk menuju pada kemajuan, kecerdasan dan perdamaian dunia maupun mengcounter infiltrasi dari Uni Soviet.
Kesimpulan kami adalah Kennedy telah berperan banyak dalam percaturan politik luar negeri Amerika khususnya menangani Perang Dingin dengan merangkul negara-negara dunia ketiga demi untuk tercapainya perdamaian dunia dan kesejahteraan umat manusia.

President Roosevelt has formulated American foreign policy goals for the postwar world as based on universal political and economic freedom.
It has only been since World War II that the United States has consistently been involved in shaping the world according to American ideals of politic and economic against Soviet Union. Victorious in that great struggle its homeland undamaged from the revages of war the nation was confident of its mission at home and abroad. US leaders wanted to maintain the democratic structure they had defended at tremendous cost and to share the benefits of prosperity as widely as possible.
To realize these goals, US leaders formulated several policies such economic aid to export capital and technical assistance to Europe and to underdeveloped countries and declared cold war. It aims was to preserve. the political and physical integrity from the danger of a communist takeover.
As early as the mid-1950's Washington and Moskow announced the policy of "peaceful coexistence" in which war between the United States and Soviet Union was not inevitable and both system could coexist peacefully and changed the strategy more humanistic. Washington and Moskow Used similar tactics throughout the Cold War was, including overthrowing unfriendly governments, helping repress rebellions against unfriendly states, and waging wars.
This thesis will explain how benefit the Peace Corps as one of Kennedy's foreign policy strategy. It is designed to maintain the democratic structure, to promote world peace and friendship and to promote understanding between the American people and other peoples. The Peace Corps recruit the best of American's young minds to wage the struggle for America superiority through education and technical expertise. The Peace Corps represented the benevolent side of Kennedy's commitment to activism, counter intergency embodied its more insidious dimensions.
My concluding thought is Kennedy were quite different with other American leader would play a central role in carrying forward the Cold War, and winning the " hearts and minds" of developing countries, work together with Third World to save the world.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T7214
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Driss, Rachid
Tunisia: Kedutaan Besar RI, 2004
303.482 DRI m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Chairil Patria
"Hubungan yang strategis antara Turki dan Amerika Serikat telah terjalin sejak Perang Dunia II. Akan tetapi pada waktu tertentu, kebijakan Turki mengalami perubahan atau pasang surut di dalam merespons kebijakan Amerika Serikat. Seperti misalnya dalam Perang Teluk I tahun 1991, Turki sangat mendukung kebijakan Amerika Serikat dalam serangan ke Irak, akan tetapi pada Perang Teluk tahun 2003, Turki tidak mendukung bahkan menentang kebijakan Amerika Serikat untuk menyerang Irak. Meskipun dijanjikan hal yang sama seperti dalam Perang Teluk 1 yaitu paket bantuan ekonomi yang besar dari Amerika Serikat ke Turki, sikap Turki pada Perang Teluk tahun 2003 sangat berbeda dengan sikap Turki pada tahun 1991. Tesis ini disusun untuk meneliti permasalahan bagaimana kebijakan Turki merespons Perang Teluk yang terjadi baik pada tahun 1991 maupun 2003 dimana terdapat perbedaan yang besar di antara kedua peristiwa tersebut baik dilihat dan segi penyebab maupun cara serangan yang dilakukan terhadap Irak.
Metode yang digunakan dalam penulisan ini disusun dari segi pengumpulan data dan analisanya. Dari segi pengumpulan data, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan, sedangkan dari segi analisa data, metode yang digunakan adalah analisa eksplanatif. Sedangkan konsep yang dipakai dalam penelitian ini adalah kebijakan luar negeri yang menggunakan teori K.J. Holsti sebagai rujukan ulama seperti yang ditulis dalam bukunya Inlernalional Polities : A Framework for Analysis. Lebih lanjut menurut K.J. Holsti, dari sebuah kebijakan luar negeri, terdapat dua faktor yang mempengaruhi yaitu faktor eksternal/sistemik dan faktor internal/domestik. Selain teori Holsti, penulis juga memaparkan teori-teori lain mengenai kebijakan luar negeri sebagai pendukung.
Penulis menemukan banyak hal penting dalam melakukan studi ini dimana kebijakan Turki terhadap serangan Amerika Serikat ke Irak tahun 2003 adalah sebuah dilema. Hal ini disebabkan faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri Turki berubah. Serangan yang dilakukan Amerika Serikat ke Irak antara tanggal 20 Maret sampai dengan 1 Mei 2003 itu dinilai seharusnya mendapat dukungan Turki sebagai salah satu sekutu dekatnya di kawasan tersebut namun di lain pihak, karena adanya penolakan dari negara-negara Uni Eropa seperti Jarman dan Perancis terhadap rencana serangan tersebut, menjadi mempengaruhi pemikiran elite Turki terutama jika dikaitkan dengan pengalaman buruk Turki dengan Amerika Serikat pasca Perang Teluk tahun 1991. Selain itu, keinginan kuat Turki untuk menjadi anggota Uni Eropa menambah kebingungan Turki dalam mengambil sikap ke arah mana kebijakan luar negeri Turki : pro Amerika Serikat atau pro Eropa ? Berdasarkan hasil analisa penulis, sikap ketidakikutsertaan Turki dengan menolak wilayahnya dijadikan basis pangkalan militer Amerika Serikat untuk menyerang Irak pada tahun 2003 merupakan sebuah pengecualian dari hubungan persekutuan yang strategis antara Amerika Serikat dan Turki selama ini. Dan beberapa faktor yang ada, faktor internal/domestiklah yang merupakan faktor dominan yang mempengaruhi kebijakan Turki terhadap serangan Amerika Serikat ke Irak khususnya karena kondisi perekonomian Turki yang dilanda krisis parah sejak tahun 2001.
Sebagai penutup, setelah serangan ke Irak terjadi dan rezim Saddam Hussein jatuh pada bulan Mei 2003, sikap Turki menjadi inkonsisten karena kemudian Turki membantu Amerika Serikat mengerahkan pasukannya ke Irak pada bulan Oktober 2003 dengan tujuan untuk stabilisasi di Irak. Kenyataan bahwa meskipun Amerika Serikat banyak dikecam oleh rakyat Turki atas langkah-langkah yang dilakukannya terhadap Irak, Turki tetap masih bergantung kepada Amerika Serikat dengan alasan Amerika Serikat adalah sekutu dekatnya dan sebagai negara super power di dunia baik di bidang ekonomi maupun di bidang militer. Kembalinya dilihan Turki kepada Arnerika Serikat -setelah penolakan Parlemen Turki kepada rencana serangan Amerika Serikat tidak lain adalah karena ketergantungan Turki yang besar secara ekonomi dan keamanan kepada Amerika Serikat. Pengiriman pasukan Turki ke Irak tersebut kembali dilakukan setelah adanya Perjanjian Keuangan antara Turki dan Amerika Serikat tanggal 22 September 2003 dimana Amerika Serikat menyediakan pinjaman uang kepada Turki sebesar 8,5 milyar dollar AS untuk membantu reformasi ekonomi di Turki. Di lain pihak, terdapat keinginan Turki yang kuat untuk menjadi anggota Uni Eropa seperti yang ditegaskan dalam tujuan utama kebijakan Turki. Hal ini juga dimaksudkan Turki untuk segera menuntaskan krisis ekonominya sehingga timbul kesan Turki ingin meraih kedua tujuan tersebut padahal sikap Eropa dan Amerika Serikat pada saat serangan Amerika Serikat ke Irak pada tahun 2003 sangat bertolak belakang dimana Eropa menentang penanganan masalah Irak secara sepihak oleh Amerika Serikat."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14100
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Cahaya Sumirat
"Penulisan ini ditujukan untuk mengkaji mengenai upaya negosiasi yang dilakukan Indonesia dalam menghadapi Uni Eropa (UE) yang mengajukan prakarsa chairperson's statement mengenai situasi HAM Timor Timur (Timtim) dalam Sidang Komisi HAM (KHAM) PBB ke-58 tahun 2002 yang berlangsung di Jenewa. Prakarsa tersebut telah diajukan oleh UE sejak tahun-tahun sebelumnya karena pada dasarnya UE selalu bersikap kritis terhadap penanganan isu-isu yang terkait dengan HAM oleh Pemerintah Indonesia (Pemri) terutama isu pelanggaran HAM di Timtim.
Kerangka pemikiran yang diajukan adalah mengenai digunakannya taktik counter proposal dan timing untuk mendudukkan posisi kedua pihak agar berada pada posisi yang sama sebelum memasuki substansi negosiasi. Hal ini dilakukan setelah pihak pertama (UE) telah mengajukan proposal dan berupaya menekan pihak kedua (Indonesia) agar segera memberikan tanggapan dan berupaya mendorong untuk memasuki proses negosiasi. Dalam konteks ini, proses negosiasi tidak langsung antara kedua pihak lebih memakan waktu lama dibandingkan dengan negosiasi formalnya. Penelitian tesis ini adalah penelitian kualitatif, dengan jenis penelitian deskriptif sedangkan teknik pengumpulan data adalah studi pustaka dan wawancara.
Pada akhir penelitian diperoleh kesimpulan bahwa politik negosiasi yang dilakukan Pemri pada akhirnya berhasil mengubah posisi UE untuk mengurangi jumlah paragraf dalam draft awal chairperson's statement yang semula lima paragraf rujukan mengenai Indonesia menjadi dua. Dari dua paragraf ini pun pada dasarnya tidak terdapat hal-hal yang dapat dianggap sebagai tekanan keras terhadap Pemri. Rumusan akhir dalam chairperson's statement bersifat lunak kepada Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T7046
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meidy Amanda
"ABSTRAK
Studi ini menganalisis tindakan Amerika Serikat yang tidak menunjukkan komitmen yang kuat dalam aliansinya dengan Jepang. Studi ini menggunakan teori dilema aliansi yang dapat mempengaruhi perilaku negara sehingga mempengaruhi komitmen negara dalam aliansi tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode penelusuran causal-process tracing (CPT) dengan pengambilan data melalui studi kepustakaan. Analisis tersebut memberikan hasil bahwa komitmen Amerika Serikat yang samar dipengaruhi oleh dilema aliansi yang dialami Amerika Serikat. Lima faktor penentu dilema aliansi oleh Snyder secara garis besar dibagi menjadi dua kategori yaitu ketergantungan langsung dan tidak langsung. Ketergantungan langsung adalah tingkat ketergantungan yang meliputi empat hal. Pertama, ketergantungan militer Amerika Serikat yang rendah terhadap Jepang; kedua kemampuan Jepang dalam memberikan bantuan; ketiga tingkat ketegangan dan konflik dengan musuh; dan keempat alternatif yang dimiliki Amerika Serikat untuk beraliansi kembali. Sedangkan ketergantungan tidak langsung yaitu, kepentingan strategis Amerika Serikat, tingkat kejelasan dalam perjanjian, perbedaan kepentingan aliansi dalam konflik, dan perilaku aliansi (behavioral record) Jepang. Analisis tersebut menunjukan Amerika Serikat memiliki ketergantungan langsung dan tidak langsung yang rendah. Akibatnya, Amerika Serikat lebih takut terjebak (entrapped) dalam aliansinya dengan Jepang. Untuk menghindari hal tersebut Amerika Serikat memberikan komitmen yang lemah (defect) dengan cara mendorong peningkatan kapabilitas militer Jepang.

ABSTRACT
This study analyzes the actions of the United States which show a vague commitment in its alliance with Japan. Using alliance dilemma theory which can influence the behavior of the state, particularly the commitment of the state in the alliance. This research is a qualitative study using a causal-process tracing (CPT) method by collecting data through literature studies.. The analysis shows that the United States' commitment is vaguely influenced by the dilemma of alliance experienced by the United States. The five determinants of the alliance dilemma by Snyder are broadly divided into two categories: direct and indirect dependence. Direct dependence is the level of dependency which includes four things. First, the US military's low dependence on Japan; second Japanese ability to provide assistance; third level of tension and conflict with the enemy; and fourth, an alternative owned by the United States to realignment. Indirect dependence are; the strategic interests of the alliance, the degree of explicitness in the alliance agreement, the degree to which the allies' interests that are in conflic, and behavior record of alliances. The analysis shows that the United States has a low direct and indirect dependence to Japan. As a result, the United States is more afraid of being trapped in its alliance. To avoid this, the United States has a strategy of defect by encouraging an increase in Japanese military capabilities."
2019
T54148
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Apriyono
"Reunifikasi Jerman yang menandai berakhirnya era Perang Dingin yang memisahkan Eropa ke dalam blok Barat dengan blok Timur, memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan dalam struktur dunia internasional terutama di kawasan Eropa. Tidak lama kemudian diikuti dengan pecahnya Uni Soviet dan berimbas dengan jatuhnya rezim Komunis di negara - negara Eropa Tengah dan Timur, maka sistem sosialis komunis yang selama ini dianut mulai ditinggalkan oleh negara - negara di kawasan itu. Negara - negara yang secara geografis terletak di Eropa Tengah dan Timur mulai beralih menuju sistem demokrasi Barat dan ekonomi pasar. Akibatnya proses transformasi di kawasan tersebut mulai gencar dilakukan dengan intensif. Di Polandia, proses transformasi dengan cepat dan disertai adanya perubahan mendasar sistem ekonomi Polandia, yang mana sistem ekonomi terpusat diganti sistem ekonomi pasar. Adanya perubahan radikal itu mempunyai pengaruh terhadap perekonomian Polandia yang secara perlahan namun pasti tumbuh dan berkembang.
Jerman merupakan negara besar di Eropa serta menjadi salah satu pendiri Uni Eropa dan berbatasan langsung dengan Polandia di wilayah Eropa bagian Tengah memandang perlu untuk memberikan bantuan di segala bidang termasuk ekonomi kepada Polandia agar dapat berhasil dalam rangka melaksanakan proses transformasinya. Bantuan Jerman diperlukan dan berguna tidak hanya pada proses transformasi saja melainkan untuk membantu Polandia dalam memenuhi kriteria - kriteria yang ditetapkan oleh Dewan Eropa untuk menjadi anggota Uni Eropa. Jerman sangat berkepentingan akan keberhasilan Polandia dalam usaha - usaha itu dikarenakan hubungannya dengan Polandia mempunyai keterkaitan erat dengan sejarah masa lalunya.
Kebijakan luar negeri yang digariskan oleh Jerman sangat mendukung diberikannya bantuan terhadap Polandia baik moril maupun materil untuk mendukung segala upaya Polandia agar dapat menjadi anggota penuh Uni Eropa."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22338
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitinjak, David Liberty
"Pada 3 September 2016, melalui executive agreement, Obama secara resmi meratifikasi Paris Agreement di tingkat domestik AS. Dalam beragam dokumen, retorika, dan analisis lembaga penelitian, hingga pejabat publik AS, keanggotaan Paris Agreement didasarkan pada tiga kepentingan; (1) tingginya kontribusi emisi global AS; (2) utilisasi mekanisme institusi bagi pertumbuhan ekonomi; dan (3) proaktivitas hegemon dalam menyediakan barang publik internasional sebagai stimulus stabilitas tatanan. Namun demikian, pada Juni 2017, Donald Trump memutuskan untuk menarik AS dari Paris Agreement, memutarbalikkan pendekatan aktif-pasif AS dalam isu diplomasi kebijakan iklim internasional. Maka dari itu, skripsi ini hadir untuk mempertanyakan mengapa AS (Trump) menarik diri dari Paris Agreement. Dengan menggunakan metode penelusuran proses kausal, penulis membangun kerangka analisis perubahan kebijakan luar negeri. Adapun alasan keputusan penarikan diri, yakni; perubahan posisi relatif internasional (distribusi kekuatan, dan stabilitas tatanan) AS yang mendorong pembaharuan pendekatan/strategi besar kebijakan luar negeri AS secara menyeluruh; kritik, dan advokasi sektor bisnis yang terdampak oleh regulasi lingkungan komplementer keanggotaan AS dalam Paris Agreement; minimnya tingkat institusionalisasi Paris Agreement di AS (minim check and balance bagi executive agreement); dan solusi figur perumus kebijakan anti-globalis terhadap perubahan (Trump), untuk mengurangi komitmen internasional AS.

On September 3, 2016, through an executive agreement, Obama officially ratified the Paris Agreement at the domestic level in the United States. Across diverse documents, rhetoric, and analyses from research institutions to U.S. public officials, the membership in the Paris Agreement was predicated upon three interests: (1) the high contribution of U.S. global emissions; (2) the utilization of institutional mechanisms for economic growth; and (3) the proactive role of the hegemon in providing international public goods as a stimulus for the stability of the order. Nevertheless, in June 2017, Donald Trump decided to withdraw the United States from the Paris Agreement, thereby reversing the active-passive approach of the U.S. in international climate policy diplomacy. Consequently, this thesis aims to inquire into why the U.S. (under Trump) withdrew from the Paris Agreement. Employing a method of causal process tracing, the author constructs an analytical framework for foreign policy change. The reasons for the withdrawal decision include changes in the relative international position (distribution of power and stability of the order) of the U.S., prompting a comprehensive renewal of the overall approach/strategy to U.S. foreign policy; critiques and advocacy from business sectors affected by complementary environmental regulations in the Paris Agreement; the limited institutionalization of the Paris Agreement in the U.S. (lacking checks and balances for executive agreements); and the anti-globalist policy maker's response to change (Trump), aiming to reduce U.S. international commitments."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>