Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 18260 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Depok : Jurusan Sejarah FS-UI , 1996
320.12 SEM t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , 1993
959.81 IND p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Depok : Jurusan Sejarah FSUI , 1996
992 SEM (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sitanggang, Sabar
"ABSTRAK
Reformasi tahun 1998 telah melahirkan banyak harapan. Gejala awal adalah munculnya tuntutan akan liberalisasi politik. Konsekuensi liberalisasi politik itu ditandai oleh terjadinya ledakan partisipasi politik. Ledakan ini terjadi dalam bentuk yang beragam. Pada tataran elite politik ditandai dengan maraknya pendirian partai politik. Partai-partai politik dengan beragam Tatar belakang dan aliran. Salah satu di antaranya adalah Partai Bulan Bintang. Di sisi lain, Undang-Undang No. 12 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, mengatur tentang batasan minimum (electoral threshold) perolehan kursi partai politik pada pemilu 2004 untuk dapat kembali mengikuti Pemilu tahun 2009. Partai Bulan Bintang, sesuai basil pemilu 2004 ternyata tak mampu melampaui batas minimum yang dipersyaratkan oleh undang-undang. Karenanya, pimpinan partai memutuskan melakukan perubahan, membentuk partai baru.
Tesis ini akan meneliti bagaimana pendapat pimpinan partai bulan bintang tentang perubahan partai, motivasi berprestasi dalam politik dan kinerja pimpinan partai, Metode yang digunakan adalah jajak pendapat (polling) melalui kuisioner dengan responsen 71 orang yang terdiri atas pimpinan partai di tingkat nasional, propinsi dan kabupatenikota, margin of error penelitian ini sebesar 11,63% pada tingkat kepercayaan, a = 95%.
Hasil dari penelitian di atas, penulis menemukan bahwa sebanyak 81,83% pimpinan partai setuju atas keputusan perubahan Partai Bulan Bintang menjadi Partai Bintang Bulan sementara 13,64% berpendapat ragu dan sebesar 4,54% tidak setuju pada variasi sebesar 2,46% dengan simpangan baku 15,68%.
Terkait motivasi berprestasi daiam politik, sebanyak 87,64% pimpinan partai menyatakan setuju bahwa perubahan partai akan memicu dan memacu hai itu. Sementara itu 7,90% pimpinan partai ragu dan sisanya 4,47% tidak setuju dengan variasi sebesar 0.32% dan simpangan baku 5,68 %.
Dengan metode yang sama ditunjukkan pula bahwa sebanyak 87,12% responden berpendapat setuju perubahan partai akan meningkatkan kinerja pimpinan partai. Sementara itu sebanyak 9,59% responden ragu dan 3,28% tidak setuju dengan variasi 0,23% dan simpangan baku 4,75%.

ABSTRAK
1998's reform achieved plenty of hope. First symptom is the rise of political liberalisation sues. The consecuences marked by political partisipation boom in many shapes. At the elites, political liberalisation sues signed by a huge sum of new-born party. Political parties with many backgrounds and ideas. One of them is Partai Bulan Bintang. At the other side, Act no. I2 about Election for Regional Board of Representative and Senate of Parliament rules minimum votes (electoral threshold) each political party should has at the 2004 election, so they effort to re-elected by the election in 2009. Partai Bulan Bintang as its achieving votes at 2004 election isn't allowed to follow next election by the Act: And so, leaders of the party decided to make some changing, to build a new party.
This thesis is about leaders of Partai Bulan Bintang opinion for the new-build party, performance and motivation to serve at their best. It use polling as method with questions answered by 71 respondents. The respondents come from the political leaders at national, regional (provinces), and city level. This research has about 11.63 per cent margin of error and a = 95 per cent for level of significant.
The research found 81,83 per cent accept the changing name of the party as Partai Bintang Bulan, while 13.64 per cent doubts and 4.54 per cent not agree. These all has 2.46 per cent variants with standard deviation 15.68 per cent. According to their achievement motivation in politics, 87.64 per cent of respondents agree that party changing will raise their motive. Meanwhile, dubious has 7.90 per cent and the rest choose not to agree with 4.47 per cent variants and standard deviation 5.68 per cent.
With the same methods the research found that 87.12 per cent of respondents agree that the changes of the party will improve performance of the party leaders, 9.59 per cent doubts, 3.28 unaccepted with variant 0.23 per cent and standard deviation 4.75 per cent.
"
2007
T 17580
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Franciscus Van Ylst
"Perkembangan Ilmu Pemerintahan di Indonesia sejak jaman kemerdekaan hingga saat sekarang ini mengalami proses anomaly yang ditandai oleh pemikiran tentang Ilmu Pemerintahan oleh para Sarjana dari berbagai bidang kompetensi, seperti: hukum, sosiologi, administrasi, dan bahkan ilmu teknik. Semua berkontribusi dan memberi karakter terhadap llmu Pemerintahan yang berakibat timbulnya polemik dan kontroversi.
Disertasi ini merupakan suatu upaya penelitian dari penulis untuk memahami Ilmu Pemerintahan Secara epistemologs, dengan menggunakan metodologi hermeneutika yaitu untuk memahami (verstehen) dan menjelaskan (erldciren) tentang paradigma, metodologi, ruang lingkup dan batas-batas pengetahuan tentang ilmu itu sendiri.
Thesis Sratement, penulis dalam disertasi ini adalah: Ilmu Pemerintahan bukanlah ilmu epistemologi positivistik, dan bukan juga ilmu dengan epistemologi pragmatis instrumental, melainkan ilmu dengan epistemologi kritis yang berkarakter interdisipliner dan multidisipliner. Bertolak dari Thesis Statement tersebut, penulis menjelaskan tahapan perkembangan epistemologi berdasarkan teori-teori dari: Moritz Schlick, dkk., Karl R. Popper, dkk., Thomas Kuhn dan Habermas, sebagai kerangka pemikiran.
Pengaruh positivisme logis dalam Ilmu Pemerintahan terlihat dengan sangat nyata pada proses kegiatau ilmu pengetahuan, seperti: paradigma, prinsip, metodologi dan analisa yang digunakan untuk melakukan problem solving. Tinjauan kritis tentang karakteristik dan identitas keilmuan yang dilakukan oleh penulis dengan melihat secara kronologis perkembangan epistemologi dari abad pertengahan sampai sekarang ini, dimulai dari: epistemologi positivistik, epistemologi pragmatis dan epistemologi kritis.
Schlick, dkk. melalui Lingkaran Wina mengemukakan konsep demarkasi ilmu pengetahuan. Artinya, garis batas antara wilayah ilmu pengetahuan dan bukan wilayah ilmu pengetahuan. Lingkaran Wina, membagi antara pernyataan yang bermakna (meaningful dan pernyataan yang tidak bermakna (meaningless) dengan menggunakan metode verifikasi. Suatu pernyataan yang dapat diveriikasi dan terbukti kebenarannya, maka pernyataan tersebut adalah ilmiah dan sekaligus menunjukkan kebenaran korespoudensi. Untuk ha]-hal yang tidak bermakna, seperti: Tuhan, jiwa, abadi, dan norma dengan menggunakan metode verifikasi menghasilkan kebenaran yang tidak dapat dibuktikan, karenanya dimasukan ke dalam wilayah bukan ilmu pengetahuan.
Popper, dalam bukunya The Logic of Scientdic Discovery lebih menitikberatkan kepada cara kerja ilmu-ilmu pengetahuan alam dan kemudian dikembangkan lebih jauh mengenai ilmu pengetahuan yang objektif dalam bukunya Objective Knowledge atau dikenal dengan konsep ?tiga dunia?. Pemikiran Popper mengenai demarkasi ilmu pengetahuan, adalah: suatu pernyataan dapat diuji, apakah ada dalam wilayah ilmu pengetahuan atau bukan? Tidak melalui metode verifikasi melainkan menggunakan metode falsifikasi. Artinya, suatu teori yang dapat disangkal dengan pengalaman.
Thomas S. Kuhn, dalam bukunya the Structure of Scientific Revolutions menolak pandangan Popper yang dianggapnya tidak sesui dengan fakta. Menurut Kuhn tidak pernah terjadi upaya empiris melalui proses falsiflkasi suatu teori, melainkan terjadi melalui satu perubahan yang sangat mendasar atau Inelalui suatu revolusi ilmiah. Paradigma ilmiah adalah sebuah model untuk pengembangan ilmu pengetahuan normal dan dirasakan memuaskan dalam menjelaskan fenomena yang terjadi. Paradigma Kuhn, memiliki kepentingan pragmalis dan bersifat instrumental, dalam pengertian memberi tuntunan model untuk mengembangkan ilmu pengetahuannya.
Jurgen Habermas, berpendapat kebenaran pernyataan dengan mencari kesesuaian dengan realitas the correspondence theory of truth) dan kebenaran yang diperoleh dengan melihat hubungan (correspondence), keteguhan (coherence) dan konsistensi antara pemyataan yang satu dengan pemyataan yang lain, semuanya amat ditentukan oleh paradigma berpikir tunggal subjek rasio. Inilah yang oleh Habermas, dalam bukunya The Theory of Communicative Action, dikatakan ada kekuasaan lain yang disembunyikan, dan kekuasaan itu adalah bentuk dari paradigma ganda sebagai pemahaman timbal balik melalui kebenaran intersubjektivitas.
Habermas mengatakan untuk mencapai masyarakat komunikatif yaitu masyarakat yang komunikasinya terbuka dan berkedudukan sejajar, dapat mempertahankan dan memiliki sebuah ruang bebas dari diktatur dan pemaksaan, anggota-anggota masyarakatnya toleran serta menghormati martabat semua anggotanya sebagai manusia bersama-sama mewujudkan kemampuan berkomunikasi dengan sejajar disertai bebas dari tekanan-tekanan.
Habermas, berpandangan bahwa tindakan komunikasi (communicative action) adalah jalan yang diterima sebagai sarana untuk menciptakan masyarakat yang komunikatif. Paradigma timbal balik atau masyarakat komunikasi, dapat terwujud jika semua agen yaitu: ilmu pengetahuan, pemerintah, ilmuwan, dan tokoh-tokoh masyarakat seoara sadar menjadi peserta dalam melakukan tindakan komunikasi untuk tidak mengejar kepentingan-kepentingan individual (seperti dalam masyarakat kapitalis) tetapi berupaya untuk mencapai keberhasilan dalam menyeimbangkan semua kepentingan untuk mencapai tujuan bersama."
Depok: Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008
D901
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Supriadi
"Di era reformasi dituntut adanya perubahan baik dalam bidang politik, sosial maupun ekonomi. Untuk memenuhi tuntutan perubahan tersebut, maka potensi pemuda sebaiknya dihimpun dalam satu wadah.
Komite Nasional Pemuda Indonesia sebagai Organisasi Kepemudaan lintas etnis, agama, golongan maupun partai politik harus menunjukkan eksistensinya secara menyeluruh, terpadu dan terencana, namun hingga saat ini eksistensi tersebut belum menunjukkan hasil yang maksimal.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penulis akan mengadakan penelitian tentang :
1. Sejauh mana hubungan KNPI dengan Pemerintah Propinsi DKI Jakarta ?
2. Sejauh mana potensi KNPI mampu menjadi perekat integrasi bangsa khususnya di Wilayah propinsi DKI Jakarta ?
3. Bagaimana peran KNPI dalam meningkatkan Ketahanan Wilayah Propinsi DKI Jakarta?
Penelitian akan difokuskan kepada persepsi atau tanggapan pimpinan organisasi kepemudaan, tokoh pemuda dan pejabat pemerintah daerah DKI Jakarta terhadap peran KNPI dan upaya membangun integrasi bangsa.Untuk mengetahui peran KNPI dan upaya membangun integrasi bangsa dilakukan dengan menggunakan Metode Likert.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dan kuantitatif dan melibatkan sample sebanyak 30 responden yang diambil dari seluruh wilayah propinsi DKI Jakarta yang melibatkan pimpinan organisasi kepemudaan, tokoh pemuda dan pejabat Pemerintah Propinsi DKI Jakarta.
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa persepsi terhadap peran KNPI dan upaya membangun integrasi bangsa yang dilakukan oleh KNPI telah memberikan kontribusi yang cukup signifikan., maka berdasarkan hasil penelitian. peran KNPI telah tercapai.bagi generasi muda dan mahasiswa pada masa akan datang.

In the reformation era is considered necessary the changes in many aspects such as social politic including economy, in order to accomplish those necessities the youth potential should be together in one entity.
Indonesian National Youth Council (KNPI) as an organization of trans - ethnics, religion, group and political party must be totally promote its existence, integrated and well plan, anyhow, the existence of youth organization not yet reached in optimal result.
Based on the reasons, the research conducts a research about:
1. How far the relationship between KNPI and the government of DKI Jakarta Province?
2. How far the potency of KNPI able to be tied of integration of the nation, particularly in DKI Jakarta Province?
3. How is the role of KNPI in enhanced local depended of DKI Jakarta Province ?
The research will from focus on the perception or opinion of youth organization leaders, youth prominence figure and official of the government of DKI Jakarta Province related to the role of KNPI in the effort of Nation integration building.
To find out of the relationship between the role of KNPI and the effort of Nation integration building, in conducting of research used method of Likert.
The method of the research uses qualitative and quantitative methods, which takes sample of 30 respondence which include youth organization leaders, youth prominence figure and official government of DKI Jakarta province.
Based on the research it can be concluded that perception of the role of KNPI and the effort in nation integration building which conducted by KNPI gives significantly contribution achievement.
The researcher findings can be considered as in input to the academic, youth generation and student in the next era."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20514
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Rachman
"Studi ini meneliti citra khalayak terhadap Golkar. Secara spesifik, studi ¡ni diarahkan pada upaya menjawab 3 (tiga) pertanyaan pokok sebagai berikut: (1) Bagaimana persepsi khalayak terhadap Golkar pada saat ini? Apakah citra mereka tentang Golkar masih terkait dengan posisi Goikar di masa lalu (Orde Baru)? (2) Apakah citra khalayak tersebut (positif atau negatif) mempunyai hubungan/asosiasi yang signifikan dengan faktor sosic demografiS (khususnya umur, pendidikan dan tempat tinggal) ? (3) Sagaimafla persepsi khalayak terhadap Partai-Partai Politik Iainnya khususnya yang termasuk dalam 5 (lima) besar pemenang Pemilu (PDI Perjuangan, PPP, PKB dan PAN)? Apakah citra negatif hanya berlaku bagi Golkar atau juga melekat pada keempat partai politik Iainnya?
Penelitian dilakukan terhadap warga masyarakat berusia 17 tahun ke atas, khususnya yang berdomisili di Jakarta Timur, Depok, Bogor dan Purwakarta. Jumlah sampel seluruhnya 340 responden. Penarikan sampe dJakukan secara acak melalui teknik ?multi stage random sampling?.
Hasil studi menunjukkan bahwa secara umum, mayoritas responden dalam penelitian ini mempunyai pandangan yang ?negatif? terhadap visi, misi dan identitas dan 5 (lima) partai besar pemenang pemilu yaitu PDI Perjuangan, Golkar, PPP, PKB dan PAN. Pandangan negatif tersebut terungkap dan jawaban mereka yang umumnya menilai bahwa kelima partai tersebut sebagai : (1) lebih mementingkan tokoh dalam kampanye pemilu ketimbang program, (2) hanya peduJi pada rakyat kecil saat menjelang pemjlu (3) hanya mengobral janjijanji politik dalam kampanye, (4) (5) Lebih mementingkan diri dan golongannya politik uang, dan besar kadernya tidak Iayak untuk duduk darjpada rakyat, (6) sebagnya hanya mengejar kedudukan sebagai anggota legislatif, dan (7) elit politik negatif tersebut terutama lebih menonjol pada golkar dibandingkan dengan keempat partai politik lainnya.

This study is concerned with the audiences image towards Golkar. The study specifically addressed 3 (three) basic questions: (1) How do audiences presently perceive Golkar? Are their perceptions associated with Golkar's position during the New Order (Orde Baru) era ? (2) Are there significant relationships between their perception and their socio-demographic characteristics i.e age, education and social-environment? (3) How do they perceive the other 4 (four) big political parties (PDI Perjuangan, ppp, PKB and PAN) ? Are their perception of these four political parties different with their perception of Golkar?
The study was carried out in East Jakarta, Depok, Bogor and Purwakarta. The subjects were community members, 17 years of age and above. The total sample was 340, and selected randomly through multi stage random sampling technique.
The findings revealed that, overall majority of the respondents held a negative view towards the vision, mission and identity of the 5 (five) big political parties (PDI Perjuangan, Golkar, PPP, PKB arid PAN). This was reflected from the data in wtiich, those political parties were viewed as: (1) concerned more with their leaders than the platforms, (2) paid attention to common people only during the campaign, (3) full of promises during the camnpaign, (4) oriented more to their own group interests, (5) involved in money politics, (6) majority of their cadres were not eligible to become parliament members, and (7) their elites only fought for the strategic positions in executive. Nevertheless, their negative perception towards Golkar was stronger compared to the other 4 (four) political parties. When asked about identity, position, vision and mission of the party, only few respondents who viewed Golkar as : (1) open to all people from various groups and layers, (2) independent from the current government, and (3) having clear vision and mission. On the other hand, majority of the respondents perceived the other four political parties as possessing clear Vision and mission. It should be noted, that their positive view was particularly strong for PDI Perjuangan. Golkar according to the majority of respondents? perception was associated with the following characteristics : (1) inseparable part of the New Order (ORBA) regome, (2) was big because of Suharto?s dominant role, (3) full of corruption, collution and nepotism practices, (4) involved in money politics, (5) not democratic, (6) ignored the common people?s aspirations and interest, and (7) was not categorized as a modern political party.
The study also found significant relationships between the respondents? image and their socio-demographic characteritics i.e. age, education and social environment. It can be summarized that, the respondents who held negative image towards Golkar were else who lived in urban areas, younger in their age, and possessed higher educational background.
Based on the study findings, it is necessary for Golkar to change their identity as well as their vision and mission. This can be done, among other things, by way of evaluating the current ?positioning ? and ?orientation? strategy (repositioning and reorientation strategy). In this regard, Golkar should carry out internal consolidation, self-evaluation, and nation-wide socialization programs, in order to convince all people that the current Golkar is completely different from Golkar during the New Order era.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T6118
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitepu, Rajin
"Penelitian tentang ?Peranan Partai Politik Terhadap Integrasi Nasional yang mengambil studi kasus Partai Amanat Nasional? ini dilakukan dengan tujuan untuk mendeskripsikan peranan parpol dalam mengintegrasikan aspirasi masyarakat didalam menjaga kohesifitas bangsa Indonesia; Mengkaji peranan PAN dalam meningkatkan aspek integrasi nasional.
Penelitian memakai metode kualitatif dengan menggunakan pendekatan permasalahan secara asosiatif kepada Partai Amanat Nasional dimana sumber data berasal dari sumber primer yang berjumlah 15 orang yakni Para pendiri PAN dan tokohtokoh senior PAN,Pengurus DPP PAN, dan sumber sekunder. Penelitian dilakukan dengan menggunakan indikator ideologi, pola rekrutmen, pola pengorganisasian, sebaran dukungan, kebijakan dari partai - terutama yang terkait dengan integrasi nasional.
Adapun teori atau pendapat para ahli yang digunakan untuk melakukan penelitian berkisar seputar teori peranan, partai politik, integrasi nasional, dan ketahanan nasional, sehingga diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Pertama, Partai Amanat Nasional melaksanakan peran integrasi nasional melalui fungsinya sebagai sarana komunikasi, sosialisasi, rekrutmen politik, dan pengatur konflik serta tetap menjadi sarana artikulasi dan mengaggregasi kepentingan. Namun peranan parpol terhadap integrasi nasional mengalami penurunan kualitas karena perluasan partisipasi masyarakat tidak berbanding lurus dengan kemampuan sumberdaya parpol, termasuk lembaga-lembaga negara lainnya; Kedua, PAN memiliki peran penting bagi terwujudnya integrasi nasional. Partai Amanat Nasional sebagai partai terbuka dapat menunjang penguatan aspek integrasi nasional Indonesia sebagai bangsa majemuk. Ketiga, Euforia politik selama reformasi menjadikan negara pada posisi tidak stabil akibat ledakan partisipasi rakyat yang tidak mampu dikelola oleh institusi politik yang ada. Hal demikian disadari oleh partai - partai politik , karena itu ia melalui kadernya di badan legislatif mulai membuat regulasi jumlah partai melalui pemilu agar bisa menciptakan iklim yang lebih kondusif bagi ketahanan nasional bersendikan demokrasi. Artinya, parpol sadar akan pentingnya sistem multi partai terbatas (proporsional) dalam rangka konsolidasi demokrasi sehingga tercipta kohesi sosial dengan melibatkan partisipasi masyarakat.
Terkait dengan temuan penelitian ini, peneliti merekomendasikan agar peranan partai politik terhadap integrasi nasional bisa lebih maksimal, maka setiap parpol perlu segera berbenah diri dengan meningkatkan sumber daya yang dimiliki sehingga dapat mengelola partisipasi masyarakat dan mampu melembagakan konflik atau kepentingan yang saling bersaing. Oleh sebab itu, partai politik juga perlu mengetahui lingkup serta intensitas perbedaan agama dan etnis, kesenjangan antara kelompok tradisional dan kelompok modern, kesenjangan antara perkotaan dan pedesaan, termasuk ideologi - ideologi yang saling bersaing. Karena semua itu harus diagregasi dan diartikulasikan oleh partai politik yang eksis dalam pentas politik nasional. Apalagi jumlah partai politik selama transisi demokrasi sangat tergantung pada fragmentasi yang terjadi ditengahtengah masyarakat. Dengan begitu, partai politik melalui lembaga legislatif dan eksekutif harus memastikan bahwa ia melaksanakan perannya dalam memperkuat integrasi nasional dimana secara gradual mengurangi etnosentrisme yang mengancam integrasi nasional melalui Undang-undang tentang partai politik dan pemilihan umum.

The research about " The Role Of Political Party To National Integration taking case study of PAN a conducted with the objective as a mean to describe the role of political party in integrating society aspiration in taking care of Indonesian nation cohesively; Studying the role of PAN in improving the national integration aspects.
The research used a qualitative method using an associative approach to the problem in the National Mandate Party where the source data comes from primary sources amounted to 15 people the PAN 's founders and senior figures PAN , PAN DPP Board , and secondary sources . The study was conducted using the indicator ideology , recruitment patterns , patterns of organization , distribution support, the policy of the party - especially those related to national integration The theory or opinion of experts who used to do the research revolves around the theory of the role of political parties , national integration , and national defense , thus obtained the following conclusions : First , the National Mandate Party in the role of national integration through its function as a means of communication , socialization , recruitment political and regulatory conflict and remains a means of articulation and aggregate interests . However, the role of political parties towards national integration deteriorated due to the expansion of public participation is not directly proportional to the ability of the resources of political parties , including the institutions of other countries; Secondly , PAN has an important role for the realization of national integration . PAN as the party is open to support the strengthening of national integration aspect of Indonesia as a pluralistic nation. Third , the political euphoria over reforms to make the country unstable position due to the explosion of popular participation is not capable of being managed by the existing political institutions . It thus realized by the party - political parties , because it was he by its cadres in the legislature began to regulate the number of the party through the election in order to create a climate more conducive to national security bersendikan democracy . That is, the parties are aware of the importance of multi-party system is limited ( proportional ) in order to consolidate democracy in order to create social cohesion with community participation .
Related to these findings , the researchers recommended that the role of political parties towards national integration could be maximal , then any political party should immediately improve itself by increasing its resources so that it can manage public participation and able to institutionalize conflict or competing interests. Therefore , political parties also need to know the scope and intensity of religious and ethnic differences , the gap between the traditional and the modern groups , the gap between urban and rural , including ideologies - ideologies competing . Because it must be aggregated and articulated by the political parties that exist in the national political stage Moreover, the number of political parties during a democratic transition depends on the fragmentation occurring in the midst of society . By doing so , the political parties through the legislature and the executive should ensure that it carry out its role in strengthening national integration which gradually reduces ethnocentrism threatening national integration through legislation on political parties and elections.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zika Zakiya
"Penelitian ini memfokuskan diri dalam peran Mahmoud Ahmadinejad tentang kebijakan nuklir Iran. Dia memiliki pandangan kalau Iran memiliki hak yang sama dengan negara lain pemilik teknologi nuklir. Ahmadinejad percaya bahwa tak negara di dunia ini yang bisa mencegah perkembangan nuklir Iran karena mereka bergerak dalam kerangka hukum yang sama yaitu ratifikasi NPT. Metode yang digunakan dalam peneltian ini adalah kualitatif dengan pengumpulan data yang berasal lewat pembelajaran literatur. Analisa yang digunakan adalah deksriptif dengan menggambarkan bagaimana Ahmadinejad menjalankan perannya sebagai pemimpin untuk menjalankan kebijakan nuklir Iran.
Ada beberapa hal yang membuat Ahmadinejad bisa menggalang dukungan dari masyarakatnya. Hal-hal inilah yang membuat rakyat Iran mendukung kebijakannya tentang nuklir. Dukungan juga datang dari pemimpin spiritual tertinggi di Iran Imam Khameini. Mayoritas rakyat Iran percaya kalau Ahmadinejad bisa membawa mereka kembali kepada kejayaan bangsanya seperti di tahun 1979. Saat itu, Imam Khomeini menjabat sebagai pemimpin tertinggi negara itu. Fakta tersebut membuat bangsa lain, terutama AS, sulit untuk menjatuhkan kredebilitas Iran dalam hal pembangunan proyek nuklir.
Menurut Ahmadinejad, Iran memiliki hak yang sama dengan negara lain untuk mempunyai teknologi nuklir. Terlebih lagi tak ada bukti kuat kalau Iran telah mengembangkan senjata pemusnah massal seperti yang selama ini dituduhkan oleh AS. Argumen ini bisa terbukti lewat pemaparan beberapa buku dan peneliti yang terlibat langsung dalam pembangunan nuklir Iran. Penelitian ini bertujuan menunjukkan kalau Ahmadinejad berhasil melakukan perannya sebagai seorang pemimpin. Hal ini akhirnya berujung pada dukungan masyarakat Iran pada kebijakan yang diambilnya. Dalam pemahaman Ahmadinejad, Iran bergerak dalam kerangka hukum yang sama dengan negara-negara lain. Beberapa hal pendulung inilah yang akhirnya membedakan peranan Ahmadinejad dari para pemimpin Iran sebelumnya.

This research focuses on Mahmoud Ahmadinejad`s role in Iran's nuclear policies. He views that Iran has the same rights as other nuclear-weapon states. He believes that none of countries around the world could prevent Iran to develop nuclear technology because they had already ratified the NPT agreement. The methodology applied in this research is that of qualitative methods while the data is acquired through literary studies. The research applies descriptive analysis, which illustrates the role of Ahmadinejad in issued Iran's nuclear policies.
There are various factors that have helped Ahmadinejad gain his leadership. He is fully supported by the Iranian people as well as Iranian Supreme Leader Imam Khameini. Most Iranians rely on a faith that Ahmadinejad can bring Iran into glory as it was in 1979 when Khomeini ruled the nation. The above facts aroused difficulties for other nations, especially the United States, for preventing Iran from expanding the nuclear projects.
According to Ahmadinejad, Iran has the same rights as other countries to establish nuclear technology. Moreover, there are no strong evidences that Iran has developed nuclear to produce weapons of mass destruction as had been accused by the United States. This argument has its ground on evidences taken from books and information provided by several researchers involved in the investigation of Iran's nuclear. This research aims at showing that Ahmadinejad underscores a thought that Iran has the same rights as other countries which ratified the treaty of the non-proliferation of nuclear weapons (NPT). In Ahmadinejad's opinion, Iran is on the equal frame of laws. As a result, strong argument as to why the nation should stop the nuclear program is not available. Ahmadinejad's distinguished figure compared to former Iranian leaders has propped his role in the Iran's nuclear policies."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>