Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 142672 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Naffi Sanggenafa
[Jayapura] : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Jambi, 1994
306 NAF p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Dharmojo
Jakarta : Pusat Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 2005
499.28 DHA s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Flassy, Don A.L.
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994
499.211 DON f
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Gultom, Maran
"Batubara sebagai bahan baku energi yang banyak dibutuhkan, maka perlu diupayakan penemuan cadangan baru seperti di daerah Somiangga dan sekitar Kabupaten Waropen Papua. Tujuan penelitian untuk mengetahui sumber daya endapan batubara di daerah penelitian dan prospek pengembangannya di masa yang akan datang..."
Sekolah Tinggi Energi dan Mineral, {s.a.}
553 JESDM 7:1 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
DM. Harinto
Jayapura: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994
306 HAR p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ediningsih S.
"Sejak masa lampau sampai sekarang rumah mempunyai arti yang sangat penting dalam kehidupan umat manusia, karena rumah merupakan kebutuhan dasar di samping makan dan pakaian, atau yang disebut dengan istilah kebutuhan sandang, pangan dan papan.
Bagi kebanyakan keluarga rumah bukan hanya sebagai tempat tinggal, tetapi mempunyai nilai yang lebih tinggi lagi, yakni/sebagai investasi, untuk dijual kembali atau disewakan (Feather 1982 : 131 - 139 ).
Menurut Llyod Warner ( 1949 ), pada suatu kelompok sosial, rumah juga menjadi tolok ukur bagi tinggi rendahnya status seseorang ( De F1eur, dkk., 1971 ; 218 ).
Pada masyarakat Jawa misalnya, rumah sebagai lambang martabat dan mantapnya kedudukan seseorang tercermin dalam ungkapan curigo (senjata), turunggo (kuda, dalam arti kendaraan ) wismo ( rumah ), wanito ( istri ), kukilo (burung sebagai alat rekreasi). Kelima hal tersebut merupakan jangkauan hidup seorang kepala rumah tangga dalam mempersiapkan masa depan keluarganya. ( Ronald, 1986 ; 167 ).
Selain itu, bagi orang Jawa, rumah merupakan harta warisan yang paling utama di antara harta warisan lain seperti tanah pertanian, pohon buah-buahan, binatang peliharaan, perhiasan benda pusaka dan tanah jabatan beserta jabatan yang dapat diwariskan (Koentjaraningrat, 1984 ; 162 )
Itu semua karena rumah mempunyai nilai yang lebih mantap dan bersifat universal. Mantap, karena rumah di samping tanah adalah kebutuhan pokok yang harus diupayakan sedapat-dapatnya.
Dalam pada itu, pada saat ini di kota-kota besar kebutuhan akan fasilitas perumahan semakin meningkat, sebagai akibat laju pertumbuhan penduduk yang cenderung meningkat. Laju pertumbuhan penduduk yang cenderung meningkat bukan hanya disebabkan oleh pertambahan internal, melainkan lebih disebabkan oleh pertumbuhan eksternal, khususnya urbanisasi. Berkaitan dengan mobilitas penduduk ke kota, Djoko Marsudi dalam papernya "Masalah fisik dalam pemugaran / perbaikan perumahan"(1980), menyatakan bahwa meskipun penduduk yang tinggal di daerah perkotaan di Indonesia masih relatif lebih kecil dibandingkan dengan kota besar di negara lain, dengan pertambahan penduduk kota antara tahun 1961-1971 mencapai 44% dibanding pertambahan penduduk secara keseluruhan 22%. Untuk kota Semarang ± 2,2,5% pertahun, sedang kota Surabaya sama dengan kota Jakarta sebesar 4,5 7. pertahun (Frick, 1986:23)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1992
T1612
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Boelaars, J.H.M.C.
The Hague: Martinus Nijhoff, 1981
306.099 51 BOE h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Irmawati Marwoto Johan
Depok: Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Basyral Hamidy, 1940-
Jakarta: Sanggar Willem Iskandar, 1987
959.8 HAR o
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Farida Jaeka
"Tesis ini membahas tentang pemaknaan masyarakat Sasak terhadap Gajah Mada melalui dua petilasannya di Lombok. Tujuannya adalah untuk melihat produksi dan konsumsi makna masyarakat Sasak terhadap dua petilasan Gajah Mada sebagai sebuah strategi untuk mengkonstruksi identitas Orang Sasak terutama kaitannya dengan Pariwisata Halal di Nusa Tenggara Barat. Penelitian kualitatif ini menggunakan metode etnografi dengan pendekatan Cultural Studies. Dengan menggunakan konsep makam sebagai lanskap kultural, dapat dilihat pemaknaan masyarakat Sasak terhadap Gajah Mada melalui ingatan kultural mereka yang hingga saat ini masih menjadikan dua petilasan Gajah Mada sebagai objek pariwisata. Hasil yang diperoleh ialah terdapat pemaknaan yang berbeda terhadap Gajah Mada di Selaparang dan Sembalun. Di Selaparang, terdapat Islamisasi terhadap Gajah Mada. Sementara di Sembalun, pemaknaan lebih mengarah ke sinkretisme Hindu-Islam karena terdapat berbagai lapisan masyarakat yang memaknai petilasan Gajah Mada tersebut, mulai dari masyarakat Hindu, Islam Wetu Telu, hingga Islam Waktu Lima. Selain itu, di Sembalun terdapat kontestasi narasi yang dihadirkan oleh Tetua Adat dan pemerintah tentang ingatan mereka terhadap Gajah Mada yang tampak pada dua papan nama penyebutan objek pariwisata itu. Bagaimanapun, dua petilasan Gajah Mada di Lombok dapat menjadi salah satu strategi konstruksi identitas Orang Sasak terutama berkaitan dengan Pariwisata Halal di Nusa Tenggara Barat.

This thesis discusses the meaning-making of the Sasak community towards two burial sites of Gajah Mada in Lombok. By conducting ethnographic methods with a Cultural Studies approach, this qualitive research aims to see the meaning-making of the Sasak community towards two burial sites of Gajah Mada in Lombok as a strategy to construct the identity of the Sasak people, particularly in accordance with Halal Tourism in West Nusa Tenggara. The concept of cemetery as a cultural landscape was used in this study to see the meaning-making of the Sasak people towards two burial sites of Gajah Mada through their cultural memories. The findings show that there are the different meanings toward two burial sites of Gajah Mada both in Selaparang and Sembalun. In Selaparang, there is Islamization towards Gajah Mada. While in Sembalun, there is more syncretism (Hindu-Islamic) meaning, because there are Hindu society, Wetu Telu community, and Islam Waktu Lima community were interpreted the meaning towards Gajah Mada. Besides that, there is a narrative contest presented by the Customary Council Village of Sembalun and the local government regarding memories of Gajah Mada which can be seen from the two nameplates mentioning the tourism objects in Sembalun. However, the two burial sites of Gajah Mada in Lombok can be one of the strategies for constructing the identity of the Sasak people, particularly related to Halal Tourism in West Nusa Tenggara."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
T52807
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>