Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 22223 dokumen yang sesuai dengan query
cover
San Francisco: Jossey-Bass Publishers, 1994
305.231 Chi
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Annisa Purbaning Tyas
"Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hubungan dari kesehatan mental ibu terhadap kejadian stunting pada balita di Indonesia yang berkaitan dengan karakteristik ibu, anak, serta rumah tangga berdasarkan kelompok usia balita. Dalam penelitian ini menggunakan data longitudinal dari Indonesian Family Life Survey (IFLS) tahun 2007 dan tahun 2014 dengan metode Regresi Logistik Biner (logit). Kesehatan mental ibu diukur menggunakan instrumen CESD-10. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada kelompok balita usia 0-59 bulan dan 24-59 bulan, peningkatan total skor CESD-10 berhubungan dengan kejadian stunting pada balita setelah dikontrol dengan seluruh karakteristik. Sementara pada kelompok balita usia 0-23 bulan, peningkatan total skor CESD-10 tidak berhubungan dengan kejadian stunting pada balita. Tinggi ibu, durasi menyusui, usia anak, berat lahir, dan lokasi tempat tinggal berhubungan dengan kejadian stunting di semua kelompok usia. Pendidikan ibu dan kuintil pengeluaran berhubungan dengan kejadian stunting di kelompok usia 0-59 bulan dan 24-59 bulan. Sementara terdapat dua variabel yang hanya berhubungan dengan kejadian stunting di satu kelompok usia balita saja, yaitu usia ibu (kelompok balita 0-59 bulan) dan kondisi sanitasi (kelompok balita 24-59 bulan).

This study aims to study the association of maternal mental health to stunting in children under five years old in Indonesia, which is related to the characteristics of mothers, children, and households based on the age group of children under five years old. This study uses longitudinal data from the Indonesian Family Life Survey (IFLS) in 2007 and 2014 with the Logistic Regression method. Maternal mental health was measured using the CESD-10 instrument. The results showed that in the children's age group of 0-59 months and 24-59 months, an increase in the total CESD-10 score associated with stunting in children after being controlled by all the characteristics. In age 0-23 months, the increase in the total score of CESD-10 was not associated with stunting. Maternal height, duration of breastfeeding, child age, birth weight, and location of residence were associated with stunting in all age groups. Maternal education and expenditure quintiles were associated with stunting in the 0-59 months and 24-59 months age groups. Meanwhile, two variables only relate to the incidence of stunting in one age group of children under five, namely maternal age (0-59 months of children under five) and sanitary conditions (24-59 months of children under five)."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafira Chairunnisa
"Bonding merupakan ikatan emosi yang terbentuk antara seorang ibu dengan anaknya sejak pertama kali terjadinya kontak antara ibu dan anak. Bonding yang erat pada masa awal perkembangan anak, khususnya pada usia bawah tiga tahun, merupakan hal yang sangat penting bagi perkembangan emosi dan sosial anak. Salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap bonding ibu-anak adalah psikopatologi ibu. Terdapat berbagai studi yang meneliti hubungan antara psikopatologi ibu dengan bonding, tetapi studi-studi tersebut umumnya berfokus pada depresi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi korelasi antara jenis psikopatologi lainnya pula dengan bonding ibu-anak usia bawah tiga tahun. Pada penelitian cross-sectional ini, sebanyak 65 ibu yang memiliki anak berusia 0-36 bulan diminta untuk mengisi kuesioner Mother Infant Bonding Scale (MIBS) sebagai instrumen pengukuran bonding ibu-anak dan kuesioner Symptoms Checklist 90 (SCL-90) sebagai instrumen pengukuran psikopatologi pada ibu. Uji korelasi Spearman kemudian dilakukan untuk melihat korelasi antara skor total MIBS dengan skor total SCL-90 maupun skor per dimensi psikopatologi, yang mencakup gejala depresi, ansietas, obsesif kompulsif, phobic anxiety, hostilitas, ideasi paranoid, somatisasi, sensitivitas interpersonal, serta psikosis. Ditemukan korelasi positif lemah yang bermakna antara psikopatologi ibu secara keseluruhan (r=0,228), gejala depresi (r=0,236), ansietas (r=0,313), phobic anxiety (r=0,207), dan psikosis (0,221) dengan bonding ibu-anak usia bawah tiga tahun. Tidak ditemukan korelasi yang bermakna antara gejala obsesif kompulsif, hostilitas, ideasi paranoid, somatisasi, dan sensitivitas interpersonal dengan bonding (p>0,05). Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi hubungan antara psikopatologi yang memiliki korelasi tidak bermakna tersebut dengan bonding, serta penelitian untuk mengeksplorasi faktor-faktor lain yang dapat turut memengaruhi bonding ibu-anak usia bawah tiga tahun.

The term bonding refers to the emotional tie between a mother and her infant which forms since their earliest contact. Bonding during the childs early years, especiallyup until the age of three, is crucial for the childs emotional and socia development. Maternal psychopathology is one of the most important factors affecting mother-child bonding. Studies in this area have primarily focused on the association between depression and mother-child bonding, with limited studies investigating other types of psychopathology. This cross-sectional research aims to identify the correlation between various types of psychopathology and bonding among mothers and children under three years old. As many as 65 mothers of children aged 0-36 months were asked to complete two questionnaires: the Mother-Infant Bonding Scale (MIBS) as a measure of mother-child bonding and the Symptoms Checklist 90 (SCL-90) as a measure of maternal psychopathology. Spearmans correlation test was then performed to investigate the correlation between the total scores of each questionnaire, as well as the correlatio between MIBS total score and the SCL-90 subscores for each type of psychopathology. This includes depression, anxiety, obsessive-compulsiveness, phobic anxiety, hostility, paranoid ideation, somatization, interpersonal sensitivity, and psychoticism. Weak but significant positive correlation between maternal psychopathology in general and mother-child bonding was observed (r=0.228). Similar correlation was also observed between bonding and maternal depression (r=0,236), anxiety (r=0.313), phobic anxiety (r=0.207), and psychoticism (r=0,221). No significant correlation was found between bonding and maternal obsessive-compulsiveness, hostility, paranoid ideation, somatization, as well as interpersonal sensitivity (p>0.05). Further research investigating the association of these five psychopathologies with mother-child bonding is needed. Factors other than materna psychopathology that might have affected mother-child bonding also needs to be explored.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Normawati Wahid
"ABSTRAK
Budaya yang dianut oleh orang tua dan masyarakat dapat mempengaruhi asupan nutrisi pada anak terkhusus pada periode 1000 HPK. Penelitian kualitatif etnografi deskriptif ini bertujuan untuk mengeksplorasi budaya pemberian makan pada anak suku Bugis usia 0-23 bulan. Observasi dan FGD dilakukan pada 22 informan pengasuh utama,wawancara mendalam pada tokoh adat, kader dan bidan desa. Analisis data dengan analisis tematik pendekatan etnhonursing, menghasilkan tujuh tema yaitu larangan membawa bayi keluar rumah sebelum tradisi turun tanah, memberikan kopi pada bayi yang baru lahir, memberikan makan manis, memilih pisang sebagai makanan pertama, memilih orang yang dianggap baik untuk memberikan suapan pertama, menunda pemberian makanan sumber hewani sebelum usia diatas satu tahun, dan memberi peong dan telur saat anak mulai berjalan. Aspek budaya merupakan salah satu aspek yang memiliki pengaruh besar dalam pemberian makan pada anak. Oleh karena itu, dalam membuat perencanaan tindakan pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan terkhusus perawat anak harus mempertimbangkan aspek budaya. Namun tetap memperhatikan kesesuaian praktik budaya tersebut dengan teori keperawatan.

ABSTRACT
Parents rsquo beliefs and cultures may affect nutritional intake in children especially during first 1000 days of life. A qualitative research using descriptive ethnography which aimed to explore parents rsquo feeding practice on children aged 0 23 months was conducted in Bugis culture. Observations and FGDs were conducted on 22 primary caregiver as informant, as well as in depth interviews with a traditional leader, cadres and a village midwife. Data analysis using ethno nursing thematic analysis was applied and resulted in seven themes the prohibition of bringing the baby out of the house before turun tanah, giving coffee to the newborn, feeding the banana as the first food, choosing the person who is considered good to give the first bribe, postpone animal feeding before the age of one year, and give peong and eggs as the child begins to walk. Cultural aspect is one aspect that has a great influence in feeding on children. Therefore, in communicating and making health care action plans, a special health care provider should take into account cultural aspects however still consider the perspective of health. "
2018
T50894
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanda Ranti Rachmi
"Interaksi orang tua adalah salah satu prediktor perkembangan Theory of Mind (ToM), yaitu sebuah kemampuan sosial kognitif yang penting bagi kehidupan sosial anak. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran interaksi ayah, khususnya Mental State Language (MSL), terhadap perkembangan ToM pada anak usia 5 – 7 tahun. MSL diukur dengan inventori Mental State Language Ayah yang diadaptasi dari Maternal Mental State Input Inventory milik Peterson dan Slaughter (2003), dan ToM anak diukur dengan ToM Scale milik Wellman dan Liu (2004), Peterson et al., (2012), serta Perner dan Wimmer (1985). 120 pasangan ayah dan anak dari SES menengah ke atas menjadi bagian dari penelitian ini. Kontras dengan penelitian sebelumnya, studi ini menemukan bahwa MSL Ayah tidak berperan terhadap perkembangan ToM anak usia 5-7 tahun. Studi ini juga menemukan urutan perkembangan ToM yang berbeda, berupa Diverse Desire, Hidden Emotion, Sarcasm, Diverse Belief, Knowledge Access, False Belief, dan 2nd Order ToM.

Parental Interaction is one of the strong predictors of Children’s Theory of Mind Development, a social cognitive skill that affects children’s social life. This study invastigates whether father’s Mental State Language (MSL) has a role toward children’s ToM in age 5 to 7 years old. Father’s MSL measured by MSL Inventory which is adapted from Maternal Mental State Input Inventory (MMSI) (Peterson & Slaughter, 2003), and children’s ToM measured by ToM Scale (Wellman & Liu, 2004; Peterson et al., 2012; Perner & Wimmer 1985). 120 pairs of father and child from middle to high SES participated in this study. Contrast with the preliminary studies, this study suggests that fathers MSL have no role toward ToM in children 5 to 7 years old. This study also found that the childrens ToM developmental order differs from other studies, in the following order: Diverse Desire, Hidden Emotion, Sarcasm, Diverse Belief, Knowledge Access, False Belief, and 2nd Order ToM."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putrie Kusuma Wardhani
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara peer attachment dan mental health pada anak jalanan usia remaja. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur peer attachment yaitu bagian peer attachment dari Inventory of Parent and Peer Attachmnet Revised (IPPA-R) yang dikembangkan oleh Armsden dan Greenberg (2009), sedangkan mental health diukur dengan Mental Health Continuum Short Form (MHC-SF) yang dikembangkan oleh Keyes (2002). Penelitian ini melibatkan 60 anak jalanan dengan rentang usia 12 hingga 18 tahun yang ditemui peneliti di Jakarta, Depok, dan Bogor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara peer attachment dan mental health pada anak jalanan usia remaja (r = +0,423, n = 60, p < 0,01, one tailed). Dengan demikian, semakin tinggi peer attachment yang dimiliki anak jalanan usia remaja, semakin tinggi pula mental health yang dimilikinya.

ABSTRACT
This research was conducted to investigate the relationship between peer attachment and mental health of adolescent street children. The instrument that was used to measure peer attachment was peer attachment part of Inventory of Parent and Peer Attachment Revised (IPPA-R) developed by Armsden and Greenberg (2009), while mental health was measured by Mental Health Continuum Short Form (MHC-SF) developed by Keyes (2002). This study involved 60 street children with age of 12 until 18 years old in Jakarta, Depok, and Bogor area. The result showed that peer attachment and mental health has a significant positive correlation (r = +0,423, n = 60, p < 0,01, one tailed). Therefore, the higher peer attachment a street children has, the higher his mental health.
"
2015
S60777
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
McCandless, Boyd R
New York: Holt Reinhard and Winston, 1967
612.65 MCC c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sadono Setyoko
"Prevalensi stunting balita di Indonesia tahun 2013 sebesar 37,2% mengalami peningkatan dari tahun 2010 sebesar 35,6% sehingga masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Faktor kondisi rumah dan sanitasi yang tidak layak dan penyakit infeksi berpotensi menjadi determinan stunting. Tujuan penelitian untuk mengetahui kondisi rumah, sanitasi dan penyakit infeksi terhadap risiko stunting balita 6-59 bulan di Indonesia berdasarkan data IFLS5 yang dilakukan pada tahun 2014-2015. IFLS5 menggunakan desain survey tetapi dalam penelitian ini menggunakan desain case control untuk kepentingan analisis dengan catatan bahwa aspek temporal dari varibel-variabel independen tidak selalu mencerminkan waktu kritis keterpajanan. Jenis dinding, kebersihan rumah, sumber air minum, pengolahan air minum, sumber air bersih, tempat buang air besar, sarana pembuangan air limbah, pembuangan sampah berhubungan dengan risiko stunting. Pengolahan air minum merupakan faktor dominan risiko stunting (OR=1,6). Pada kondisi rumah terdapat hubungan antara jenis dinding dan kebersihan rumah, pada sanitasi terdapat hubungan antara sumber air minum, pengolahan air minum, sumber air bersih, sarana buang air besar, sarana pembuangan air limbah, dan sarana pembuangan sampah dengan risiko stunting. Untuk menurunkan faktor risiko stunting balita 6-59 bulan di Indonesia dengan cara pengolahan air minum melalui pemanasan sampai mendidih 3-4 menit disamping intervensi gizi sensitif dan gizi spesifik lainnya.

The prevalence of stunting for children under five in Indonesia in 2013 was 37.2%, increasing from 2010 at 35.6% making it a public health problem. Factors of house conditions and sanitation unimproved and infectious diseases have the potential to become stunting determinants. The aim of the study was to find out the house conditions, sanitation and infectious diseases at the risk of stunting for children 6-59 months in Indonesia based on the IFLS5 data conducted in 2014-2015. IFLS5 uses survey design but in this study uses a case control design for analytical purposes, noting that the temporal aspects of the independent variables do not necessarily reflect the critical time of exposure. Types of walls, domestic hygiene, sources of drinking water, treatment of drinking water, sources of clean water, defecation facilites, waste disposal facilities, garbage disposal is associated with the risk of stunting. Drinking water treatment is the dominant factor in the risk of stunting (OR = 1.6). In the condition of the house there is a relationship between the type of wall and domestic hygiene, in sanitation there is a relationship between the source of drinking water, treatment of drinking water, sources of clean water, defecation facilities, waste disposal facilities, and garbage disposal with the risk of stunting. To reduce stunting risk factors for children aged 6-59 months in Indonesia by treatment of drinking water through heating to boiling 3-4 minutes in addition to other sensitive nutrition and specific nutrition interventions."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T52996
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lalu Moh. Anshori
"Stunting merupakan gangguan pertumbuhan linier yang ditunjukan dengan Panjang Badan atau Tinggi Badan menurut Usianya kurang dari -2 Standar Deviasi (pendek) dan kurang dari -3 Standar Deviasi (sangat pendek). Dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh masalah stunting dalam jangka pendek adalah terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh. Sedangkan dampak jangka panjang adalah menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah sakit, dan risiko tinggi untuk munculnya penyakit diabetes, kegemukan, penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke, dan disabilitas pada usia tua, serta kualitas kerja yang berakibat pada rendahnya produktivitas ekonomi. Konsumsi makan adalah faktor langsung penyebab kejadian stunting. Kekurangan konsumsi energi dan protein akan menyebabkan tubuh kekurangan zat gizi, sehingga untuk mengatasi kekurangan tersebut, tubuh akan menggunakan simpanan energi dan protein. Apabila keadaan ini berlangsung dalam waktu lama, maka simpanan energi dan protein habis, sehingga terjadi kerusakan jaringan yang menyebabkan seorang anak mengalami stunting. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui asupan energi merupakan faktor yang dominan berpengaruh terhadap kejadian stunting pada anak usia 3-5 tahun di Desa Mangkung Kabupaten Lombok Tengah. Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional. Analisis multivariat menggunakan analisis regresi logistik. Hasil analisis bivariat memperlihatkan variabel asupan energi memiliki p-value sebesar 0,000 (p-value < 0,05) dengan nilai POR sebesar 9,9 (95% CI : 6,39-15,23). Variabel asupan protein memiliki p-value sebesar 0,000 (p-value < 0,05) dengan nilai POR sebesar 9,1 (95% CI : 5,96-13,89). Asupan energi dan asupan protein memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian stunting pada anak usia 3-5 tahun di Desa Mangkung. Hasil tahap akhir analisis multivariat menunjukan variabel asupan energi miliki nilai POR sebesar 7,4 (95% CI : 5,75 – 9,32). Asupan energi merupakan variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap kejadian stunting pada Anak di Desa Mangkung setelah dikontrol variabel asupan protein, berat badan lahir Anak, riwayat penyakit infeksi, dan pendapatan keluarga.

Stunting is a linear growth disorder which is indicated by Body Length or Height according to the Age less than -2 Deviation Standard (short) and less than -3 Standard Deviation (very short). The adverse effects that can be caused by stunting problems in the short term are disruption of brain development, intelligence, impaired physical growth, and metabolic disorders in the body. While the long-term impact is a decrease in cognitive abilities and learning achievement, decreased immunity so easily hurt, and high risk for the emergence of diabetes, obesity, heart and blood vessel disease, cancer, stroke and disability in old age, and the quality of work that results on low economic productivity. Food consumption is a direct factor in the incidence of stunting. Lack of consumption of energy and protein will cause the body to lack nutrients, so to overcome these deficiencies, the body will use energy and protein deposits. If this condition lasts for a long time, then energy and protein deposits run out, resulting in tissue damage that causes a child to experience stunting. The purpose of this study was to determine the energy intake is the dominant factor influencing the incidence of stunting in children aged 3-5 years in Mangkung Village, Central Lombok Regency. This study used a cross-sectional study design. Multivariate analysis using logistic regression analysis. The results of bivariate analysis showed that the variable energy intake had a p-value of 0,000 (p-value < 0,05) with a POR value of 9,9 (95% CI: 6,39 – 15,23). The protein intake variable has a p-value of 0,000 (p-value < 0.05) with a POR value of 9,1 (95% CI: 5,96 – 13,89). Energy intake and protein intake have a significant relationship with the incidence of stunting in children aged 3-5 years in Mangkung Village. The results of the final stage of multivariate analysis showed that the variable energy intake had a POR value of 7,4 (95% CI: 5,75-9,32). Energy intake is the most dominant variable affecting the incidence of stunting in children under five in Mangkung Village after controlling for variable protein intake, underweight birth weight, infectious disease history, and family income."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T54203
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>