Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 196427 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rachmanto Widjopranoto, researcher
Yogyakarta: BPPS-Depsos RI, 1971
304.632 RAC p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
F.X. Soewarto Citro Taruno
"Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) mengadakan kajian terhadap faktor-faktor sosial ekonomi dan faktor-faktor latar belakang yang mempengaruhi fertilitas, dan (2) mengadakan kajian terhadap bentuk-bentuk hubungan fertilitas dengan faktor-faktor tersebut.
Studi tentang faktor-faktor penentu fertilitas di Irian Jaya ini menggunakan data sekunder hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) tahun 1985 yang telah dikumpulkan oleh Kantor Biro Pusat Statistik. Responden penelitian ini adalah wanita yang berstatus kawin (currently married women) berusia antara 15 - 49 tahun, yang berjumlah 1560 responden.
Metode analisis data menggunakan analisis deskriptif dan analisis inferensial. Teknik analisis yang dipergunakan untuk menduga pengaruh faktor-faktor penentu fertilitas di Irian Jaya adalah Teknik Analisis Regresi Linier Berganda yang Aditif.
Hasil temuan mengenai pola pengaruh atau pola hubungan masing-masing variabel bebas terhadap fertilitas (anak lahir hidup) setelah dikontrol terhadap variabel-variabel lainnya di dalam persamaan garis regresi, adalah sebagai berikut:
Pertama, umur perkawinan pertama dan tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan cenderung mempunyai hubungan atau pengaruh negatif dengan fertilitas.
Kedua, umur wanita, pengeluaran rumah tangga sebulan sebagai proksi penghasilan.. dan banyaknya mengalami kematian bays cenderung mempunyai hubungan atau pengaruh positif dengan fertilitas.
Ketiga, jenis pekerjaan, status pekerjaan, daerah tempat tinggal, agama, dan akseptor keluarga berencana mempunyai hubungan (asosiasi) dengan fertilitas, sebagai berikut:
(1) Wanita yang bekerja di bidang profesional dan tata usaha memiliki anak lahir hidup lebih rendah dibandingkan wanita yang bekerja di bidang penjualan-jasa-produksi, dan wanita yang bekerja di bidang pertanian, serta wanita yang tidak bekerja.
(2) Wanita yang status pekerjaan sebagai pegawai/karyawan dan status pekerjaan sebagai pekerja keluarga mempunyai jumlah anak lahir hidup lebih rendah dibandingkan dengan wanita yang status pekerjaan sendiri tanpa bantuan buruh dan yang bekerja dengan bantuan buruh, serta wanita yang statusnya tidak bekerja.
(3) Wanita yang bertempat-tinggal di daerah perkotaan memiliki anak lahir hidup lebih sedikit dibandingkan dengan wanita yang bertempat tinggal di daerah pedesaan.
(4) Wanita yang menganut agama Islam atau Katholik memiliki jumlah anak lahir hidup lebih sedikit dibandingkan dengan wanita yang beragama Protestan/Kristen lainnya.
(5) Wanita yang menggunakan alat kontrasepsi memiliki anak lahir hidup lebih banyak dibandingkan dengan wanita yang tidak menggunakan alat kontrasepsi.

The purpose of this study was to investigate social economic and background variables which influence fertility, and to examine pattern of relationships between those variables and fertility.
This study was about the province of Irian Jaya and utilized the 1985 Inter Cencal Population Survey (SUPAS 1985) data collected by The Central Bureau of Statistics (Biro Pusat Statistik).
The respondents is considered in this study were currently married women only aged 15 to 49, i.e women in the reproductive ages. The total member of respondents analyzed was 1560.
The data was analyzed using descriptive and inferential analysis methods. Multiple Linear Regression was used for estimating coeficients of the fertility determinants. The empirical result of this study after controlling for other variables in the model were as follows:
1. Age at first marriage and highest education attained affected fertility negatively.
2. Wive's age, income (proxied by household monthly expenditure) and frequency of infant mortality affected fertility positively or were positively associated with fertility.
3. Type of work, work status, recidence, religion and family planning acceptance affected or were associated with fertility:
(i) Children ever born alive was lowest for women who were profesionals or were in administrative jobs.
(ii) Female employees and unpaid family workers had less children ever born alive as compared to self employed women (with or without temporary help).
(iii) Women living in the city had less children ever born alive as compared to women living in the villages.
(iv) Islamic and Catholic women had less children ever born alive as compared to Protestant women.
(v) Current acceptors (of family planning) had more children ever born alive as compared to women who had never been acceptors.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Buraerah H. Abd Hakim
"Fertilitas ialah jumlah kelahiran hidupyang dihasilkan oleh seorang wanita selama aktifitas masa reproduksinya tetap berlangsung, dan dipengaruhi oleh beberapa faktor langsung maupun tidak langsung. Dari keempat determinan fertilitas, penggunaan kontrasepsi memberikan dampak positif, dan pengaruhnya bervariasi sehubungan dengan prevalensi "Current user". Dari data sekunder tahun 1988 menunjukkan fluktuasi pemakaian kontrasepsi di Sulawesi Selatan dan kenyataan itu secara langsung atau tidak langsung memberi konsekuensi meningkatnya tingkat fertilitas di Sulawesi Selatan terutama golongan umur 20 - 44 tahun.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder, Survey Pencapaian Program Keluarga Berencana Serta Pengaruhnya Terhadap Fertilitas di Sulawesi Selatan tahun 1988. Yang termasuk responden adalah Pasangan Usia Subur, yaitu ibu yang sejak penelitian ini dilakukan berada di dalamkeadaan status kawin dan berumur 15 -40 tahun, serta menggunakan salah satu jenis alat kontrasepsi. Dalam pengolahan dan analisa data, digunakan program SPSS, sedangkan perkiraan besarnya TFR diterapkan cara yaitu dikemukakan oleh Bongaart, yang memperhitungkan TFR langsung dari faktor-faktor yang dianggap berpengaruh. Dalam penelitian ini akan dihitung besarnya TFRuntuk empat Kabupaten serta masing-masing Kabupaten, kemudian mempelajari pola serta perubahan fertilitas sehubungan dengan perubahan dari faktor-faktor yang dianggap mempengaruhinya. Setelah itu secara khusus akan dipelajari besarnya dampak masing-masing determinan fertilitas terhadap ?Total Fecundity " ( TF ) utamanya penggunaan kontrasepsi, baik untuk empat Kabupaten maupun per Kabupaton. Dalam menentukan besarnya TFR dan faktor-faktor yang meinpengaruhinya diterapkan cara Bongaart, sedangkan pola fertilitas akan dihitung menurut umur ibu, selanjutnya perubahan fertilitas dinilai berdasarkan grafik 5 dan 6.
Dari basil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa:
1. TFR untuk empat Kabupaten adalah 3,4 kelahiran perwanita, sedangkan untuk masing-masing Kabupaten adalah Jeneponto 2,9 kelahiran perwanita; Luwu 3,2 kelahiran perwanita; Barru 2,5 kelahiran perwanita; dan Bone 5,1 kelahiran perwanita.
2. Pola fertilitas menurut umur ibu untuk empat Kabupaten berbentuk hurup U terbalik, dan pola tersebut bervariasi menurut Kabupaten.
3. Tingkat fertilitas mengalami perubahan untuk tiga tahun terakhir baik untuk empat Kabupaten maupun masing-masing Kabupaten.
4. Penggunaan kontrasepsi mempengaruhi tingkat fertilitas di Sulawesi Selatan baik untuk empat Kabupaten maupun masing-masing Kabupaten.
5. Untuk masing-masing Kabupaten pengaruh tersebut bervariasi dan cenderung ditentukan oleh prevalensi current user yang ada setempat.
Dengan melihat pada keempat determinan fertilitas yang termasuk dalam rumus Bongaart maka proporsi wanita usia subur status kawin, masa tidak subur selama masa menyusui, pengaruhnya hampir merata pada semua Kabupaten, sedangkan dua determinan lainnya yaitu keguguran dan penggunaan kontrasepsi pengaruhnya bervariasi menurut Kabupaten. Disarankan bahwa untuk menekan tingkat fertilitas di Sulawesi Selatan perlu ditingkatkan penggunaan kontrasepsi secara aktif, serta mempertahankan lamanya menyusui. Perlu dilakukan penelitian yang berskala lebih luas untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan kontrasepsi dan efektifitas penggunaannya. Bahwa metode Bongaart merupakan cara yang cukup baik dan sederhana untuk memperkirakan besarnya TFR sehubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silalahi, Purnama Cahya Sari
"Penelitian sebelumnya menemukan bahwa anak dengan banyak saudara kandung cenderung ingin membentuk keluarga besar dibandingkan mereka yang lahir dari keluarga dengan ukuran lebih kecil. Hal ini mengindikasikan adanya transmisi norma keluarga antar generasi. Studi ini bertujuan untuk melihat efek perilaku fertilitas ibu terhadap intensi fertilitas anak perempuannya. Dengan menggunakan data IFLS, studi ini menginvestigasi anak perempuan pernah menikah usia 15-49 tahun, yang memiliki informasi lengkap tentang ibu kandungnya. Model logistik dan zero-inflated poisson digunakan untuk mengestimasi efek dari kovariat. Hasilnya menunjukkan bahwa anak perempuan mengadopsi norma keluarga ibu untuk membentuk intensi fertilitas mereka.

Previous studies found that children born with many siblings prefer a large family size than those born with fewer siblings. This positive relationship shows the presence of intergenerational transmission of family norm. This study aims to examine maternal fertility effect on daughter rsquo s fertility intention. Using data from IFLS, this study investigates ever married women aged 15 49 years old in 2014 who have a complete information about their biological mother, and uses Logistic and Zero Inflated Poisson regression model to estimate the predictors. As a result, daughters adopt their mother rsquo s childbearing behavior in shaping their own fertility intention."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2017
T48809
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
N. Haidy Ahmad Pasay
Jakarta: Lembaga Demografi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, 1982
304.63 HAI f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sutyarso
"Pendahuluan
Pemerintah Republik Indonesia dalam menanggulangi tekanan penduduk telah menempatkan Program Kependudukan dan Keluarga Berencana (KB) sebagai Program Nasional. Menurut laporan BKKBN bahwa pada tahun 1988 di Indonesia terdapat 26.995.469 pasangan usia subur, pasangan yang mampu atau mudah memberikan keturunan.
Dari jumlah itu hanya 17.763.019 pasangan yang pernah menggunakan kontrasepsi dan ternyata di antara mereka sebagian besar adalah kaum wanita, sehingga para istrilah yang sebenarnya lebih aktif berperan sebagai akseptor KB sedang di pihak suami hanya 6% yang bersedia menggunakan kontrasepsi. Meskipun program KB dinilai cukup berhasil, tetapi dari kesinambungan dan kelancaran program tersebut diperlukan partisipasi aktif kaum pria.
Perkembangan kontrasepsi pria jauh tertinggal dibandingkan dengan kontrasepsi wanita. Hal ini disebabkan sulitnya mengendalikan proses spermatogenesis jika. dibandingkan dengan proses ovulasi. Baru pada akhir-akhir ini para peneliti baik dalam maupun luar negeri mulai tertarik kembali pada alat atau bahan kontrasepsi pria. Di Indonesia penelitian sistematik tentang KB pria masih belum banyak dilakukan (1). Berbagai usaha telah dan terus dilakukan oleh para ahli dalam bidang andrologi, untuk memperoleh bahan kontrasepsi pria yang benar-benar ideal. Adapun yang dimaksud dengan kontrasepsi ideal harus memenuhi persyaratan mudah digunakan, murah, dapat diterima oleh masyarakat, tidak toksik, tidak menimbulkan efek sampingan, efektif dan bersifat reversibel (2). Sampai saat ini bahan atau alat kontrasepsi pria masih sangat terbatas yaitu kondom dan vasektomi. Terdapat petunjuk bahwa cara vasektomi bersifat ireversibel. Sedangkan kelemahan utama dalam penggunaan kondom adalah efek psikis karena berkurangnya daya sensitivitas.
Usaha untuk menemukan alat atau bahan kontrasepsi pria telah dilakukan oleh negara maju, antara lain dengan memanfaatkan bahan alami, tetapi hasilnya belum memuaskan sehingga penerapannya sebagai kontrasepsi pria masih diragukan. Oleh karena itu eksplorasi dan penelitian bahan kontrasepsi yang berasal dari tanaman masih merupakan prioritas. Selain itu bahan obat-obatan termasuk kontrasepsi yang berasal dari tanaman mempunyai keuntungan antara lain toksisitasnya rendah, mudah diperoleh, murah harganya dan kurang menimbulkan efek samping (1).
Dari hasil skrining aktivitas spermisida 1.600 ekstrak tanaman yang tumbuh di India, ternyata 30 ekstrak tanaman mempunyai efek spermisida pada tikus dan 16 ekstrak tanaman menyebabkan "immotilitas spermatozoa" manusia (3).
Buah pare yang merupakan bagian dari tanaman pare (Momordica charantia L) dilaporkan mempunyai khasiat kontrasepsi, karena mengandung momordikosida golongan glukosida triterpen atau kukurbitasin (4). Bahan ini bersifat sitotoksik dan dapat menghambat spermatogenesis anjing (5). Disamping itu terdapat indikasi bahwa ekstrak buah pare yang diberikan pada tikus secara oral, dapat menyebabkan penurunan jumlah dan kualitas spermatozoa (6).
TeIah diketahui ada 12 jenis glukosida triterpen terkandung dalam tanaman pare, masing-masing dikenal dengan nama momordikosida A sampai L. Momordikosida utama yang terdapat dalam buah pare adalah jenis K dan L .(7), dan diduga momordikosida jenis inilah yang bersifat sitotoksilc atau sitostatik (8).
Terdapat bukti bahwa glukosida triterpen bersifat anti pertumbuhan, terutama menghambat perkecambahan biji kapas, menghambat pertumbuhan sel-sel tumor dan menghambat perkembangan fetus tikus (8). Dengan demikian kukurbitasin merupakan zat anti proliferasi dan anti. diferensiasi sel yang sangat poten (4,7,8).
Mengingat. spermatozoa merupakan sel haploid yang berasal dari perkembangan dan diferensiasi sel-sel induk germinal di dalam testis, maka timbul permasalahan yang menarik yaitu apakah ekstrak buah pare yang diberikan pada mencit jantan akan menghambat spermatogenesis dan sekaligus bersifat anti-fertilitas. Jika hal itu benar, apakah efek anti-fertilitas tersebut bersifat .reversibel. Masalah ini menjadi lebih menarik untuk diselidiki karena buah pare disukai banyak orang di Indonesia sebagai lauk dan mudah diperoleh?
"
1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Samsul Mustofa
"Ruang lingkup dan cara penelitian : Motilitas spermatozoa merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan kesuburan pria Salah satu kendala yang dapat menyebabkan terjadinya kegagalan proses fertilisasi adalah rendahnya motilitas spermatozoa. Mekanisme gerakan aksonema yang menghasilkan motilitas spermatozoa, ditentukan oleh energi yang dihasilkan dari hidrolisa ATP oleh aktivitas enzim ATPase pada lengan dinein. Oleh karena itu aktivitas ATPase dinein merupakan kunci 'itama dalama penyelenggaraan motilitas spermatozoa. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian pentoksifilin terhadap kualitas spermatozoa dan aktivitas dinein ATPase pada semen normozoospermia dan astenozoospermia. Untuk ini telah dilakukan pemeriksaan terhadap 60 sampel semen dari pasangan infertil. 30 sampel semen memenuhi kriteria normozoospermia dan 30 sampel semen memenuhi kriteria astenozoospermia Setelah dilakukan pencucian dengan menggunakan larutan Hank, setiap sampel dibagi menjadi dua bagian, satu bagian diberi perlakuan dengan inkubasi salaam 60 merit dalam 1 mg/ml pentoksifiiin dan satu bagian tanpa pentoksiflin. Parameter yang diukur meliputi persentase spermatozoa meta, kecepatan gerak progresif daya tembus ke dalam getah servik sapi dan aktivitas ATPase baik pada dinein maupun pada membran spermatozoa.
Hasil dan kesimpulan : Persentae sperma motil, meningkat pada normozoospermia dari 48,83 % (Nk) menjadi .55,5 % (Np), pada astenozoospermia dari 29,5 % (Ak) menjadi 39,33 % (Ap). Kecepatan gerak progresif meningkat pada normozoospermia, dan 40,3 μ/detik (Nk) menjadi 44,8 μ/detik (Nk); pada astenozoospermia dari 28,3 μ /detik (Ak) menjadi 36,5 μ /detik (Ap). Kemampuan menembus getah serviks sapi ada kecenderungan peningkatan tetapi tidak selalu berbeda bermakna Aktivitas ATPase dinein menunjukkan peningkatan dari 0,709 U/mL (Nk) menjadi 0,849 U/mL (Np); pada astenozoospennia meningkat dari 0,439 U/mL (Ak) menjadi 0,635 U/mL (Ap). Aktivitas ATPase pada membran menunjukkan penurunan pada perlakuan dibandingkan dengan kontrol dengan perbedaan sangat bermakna (P<0,01). Pemberian pentosifilin terbukti meningkatkan kualitas dan aktivitas ATPase spermatozoa."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanullang, Esther Veronica
"ABSTRAK
Studi ini bertujuan untuk mengklarifikasi pengaruh perubahan ketimpangan pendidikan terhadap perbedaan kecepatan penurunan fertilitas yang terjadi antarprovinsi di Indonesia dengan menggunakan metode efek tetap. Perubahan sosial ekonomi seperti peningkatan capaian pendidikan, perubahan pada pendapatan per kapita, penurunan kematian bayi, dan perubahan penggunaan kontrasepsi dijadikan sebagai variabel kontrol. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa, dengan mengasumsikan variabel lainnya tetap, provinsi yang berhasil mengurangi ketimpangan pendidikan perempuan cenderung untuk mengalami transisi fertilitas yang lebih cepat. Penemuan ini mengimplikasikan bahwa pemerataan pendidikan merupakan salah satu faktor penting untuk mengatasi masalah kependudukan di Indonesia saat ini.

ABSTRAK
This study empirically investigates the relationship between changes in educational inequality and the pace of fertility decline across provinces in Indonesia using fixed effect method. Other socio-economic changes such as increasing educational attainment, changes in per capita income, declining infant mortality, and changes in contraceptive use were used as control variables. Results reveal that, all other things being equal, provinces which are able to reduce educational inequality of women tend to have a faster fertility transition. This finding implies that education equality is one of the main factor to overcome population problem in Indonesia."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, William Aaron Marudut
"

Penurunan fertilitas adalah suatu fenomena demografis yang terjadi secara global, termasuk di Indonesia. Fenomena ini dapat berdampak positif atau negatif terhadap suatu negara, tergantung pada tingkat fertilitas negara tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan penurunan tingkat fertilitas pada tingkat kabupaten/kota di Indonesia dan mengidentifikasi faktor-faktor yang secara umum memengaruhi penurunan tersebut. Regresi logistik biner pada 497 kabupaten/kota di Indonesia dengan menganalisis selisih nilai variabel-variabel pada 2010 dan 2020 digunakan untuk menganalisis determinan-determinan penurunan tingkat fertilitas tersebut. Hasil regresi menunjukkan bahwa selisih tingkat prevalensi keluarga berencana pada 2010 dan 2020 sebagai faktor langsung terhadap fertilitas memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap probabilitas penurunan fertilitas. Temuan ini sesuai dengan teori Bongaarts (1978) yang menunjukkan peranan variabel kontrasepsi terhadap tingkat fertilitas.


Fertility decline is a demographic phenomenon that is happening globally, including in Indonesia. This phenomenon might have positive or negative impacts towards a country, depending on the country’s fertility rate. This study aims to look at the differences in fertility decline on district level in Indonesia and to identify factors that affect such decline. Binary logistic regressions on 497 districts and cities in Indonesia by analyzing the change scores of the variables in 2010 and 2020 are used to analyze the determinants of the fertility decline. The results show that the difference in contraceptive prevalence rate in 2010 and 2020 as a direct determinants of fertility has a postive and significant effect towards the probability of a decline in fertility. This finding confirms the theory of Bongaarts (1978) that shows the role of contraception in reducing fertility rates.

"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teddy Kaleb Edward Wanane
"Karya tulisan ini membicarakan keseimbangan dari pertambahan penduduk yang dinamis antara kekuatan-kekuatan yang menambah jumlah penduduk dan kekuatan-kekuatan yang berupaya mengurangi jumlah penduduk. Kekuatan-kekuatan yang menambah jumlah penduduk lebih banyak dipengaruhi oleh jumlah anak (bayi) yang lahir hidup atau pertambahan tingkat fertilitas dan kekuatan-kekuatan yang berupaya mengurangi jumlah penduduk melalui upaya penurunan tingkat fertilitas (kelahiran bayi yang nyata) oleh pemerintah lewat pelayanan program keluarga berencana (KB) dan pelayanan kesehatan.
Dalam konteks upaya pengurangan jumlah penduduk itu dilaporkan tingkat fertilitas sudah turun, tetapi dalam kenyataan penduduk bertambah terus secara alami karena tingkat kelahiran yang masih tinggi. Hal ini mengartikan upaya penurunan fertilitas yang dilakukan itu lebih banyak gagal ketimbang berhasil.
Kajian-kajian dan kebijaksanaan pembangunan keluarga berencana untuk penurunan tingkat fertilitas, umumnya lebih banyak didominasi oleh model-model sosiologi dan ekonomi. Masing-masing model itu di satu sisi berjalan sendiri-sendiri, bahkan terdapat perbedaan yang mendasar dalam model-model tersebut. Di lain sisi juga terdapat upaya penggabungan dari model-model tersebut sehingga terwujud sebagai pendekatan antarbidang. Seperti, misalnya, yang ditunjukan Terence Hull (1976), atau Singarimbun, dkk (1976) yang memfokuskan unit analisis-nya pada preferensi yang memperhitungkan variabel sosial dan ekonomi sebagaimana diduga akan mempengaruhi proses pembuatan keputusan keluarga (individu) sebagai sebuah model pendekatan untuk kajian fertilitas. Dalam model-model pendekatan itu, penekanan sasaran analisisnya terletak pada selera keluarga sebagai individu dalam hal pengambilan keputusan, disamping memperhitungkan variabel harga (price) dan pendapatan (income).
Kebudayaan asal dan sistem kekerabatan sebagai variabel babas yang mengikat keluarga itu tidak diperhitungkan secara sungguh-sungguh, dan atau kalau juga diperhitungkan, hanya diperlakukan sebagai kembangan saja dari model-model kebudayaan yang berlaku dalam masyarakat Barat [Eropa-Amerika].
Karya tulisan ini bertujuan untuk mau memperlihatkan penting inkorporasi analisis kebudayaan (asal), sistem kekerabatan, dan peranan laki-laki dalam fertilitas patut diperhitungkan secara sungguh-sungguh (utuh) dalam model-model teoritikal fertilitas yang selama ini dilakukan. Perhitungannya, harus dimasukkan sebagai bagian yang integral dari model kajian-kajian dan kebijaksanaan pembangunan keluarga berencana untuk penurunan tingkat fertilitas.
Siatem kekerabatan yang mengikat dan mengatur keluarga itu sebagai suatu model pengetahuan saling berhubungan kait-mengkait dan mempengaruhi model-model pengetahuan lainnya yang terdapat dalam kebudayaannya. Seperti, model-model pengetahuan normatif dan ideal yang ditekankan dalam kebudayaan (asal) dan diterapkan melalui kekerabatan sebagai pedoman (petunjuk) tentang apakah peranan laki-laki, dan atau perempuan dalam fertilitas.
Di dalam kasus keluarga orang Meybrat di daerah Kepala Burung-Irian Jaya yang dideskripsikan ditemukan ditemukan sejumlah premis-premis budaya yang memperlihatkan betapa besarnya peranan laki-laki dalam fertilitas sebagaimana dipengaruhi oleh kebudayaan dan sistem kekerabatan yang mewarnainya. Premis-premis budaya itu,antara lain:
pertama, kebudayaan asal orang Meybrat amat menekankan pentingnya berkembang-biak, memperbanyak keturunan, dan meningkatkan kualitas keturunan untuk meningkatkan martabat nenek moyang. Penekanan itu dioperasionalkan melalui sistem kekerabatan yang menekankan keharusan memperoleh keturunan melalui berbagai petunjuk yang ada dalam kebudayaannya. Petunjuk-petunjuk itu mencakup persetubuhan, perkawinan dan pembayaran harta maskawin, peranan laki-laki dan peranan perempuan, pria atau wanita yang cocok dijadikan pasangan hidup untuk kebahagiaan secara biologis, sosial dan kebudayaan;
kedua, kehamilan dan kelahiran anak (hasil reproduksi) yang nyata dari seorang wanita (isteri) yang disebut fertilitas dalam pengertian demografi itu, dalam konteks kebudayaan orang Meybrat ditanggapi sebagai "regenerasi kosmos" yang terjadi dengan memadukan "tenaga pria (semen atau kejantanan laki-laki)" dan "kesuburan wanita" . Mereka mengatakan bahwa hubungan seksuil (persetubuhan) wanita dengan seorang pria memang merupakan prasyarat yang diperlukan bagi kehamilan dan kelahiran anak, tetapi animasi dari potensi si calon ku-mes(anak bayi) yang dibentuk oleh sintesa dari tenaga pria (semen) dan kesuburan wanita (cairan) merupakan suatu yang jauh lebih luas bersifat "spirituil", dan bukan bersifat "fisik yang nyata". Bandingkan upacara-upacara lingkaran hidup (life cycle), seperti upacara neche-mamas (kematian) yang dilakukan, serentak bersamaan dengan itu juga diselenggarakan serangkaian upacara-upacara kontak perkawinan, peminangan gadis, pembayaran harta maskawin, pemberian kain timur dari laki-laki yang serentak pula dibalas dengan pemberian makanan dari wanita, serta upacara pemberian ru-re yang akan segera dibalas pula dengan upacara transaksi tukar-menukar ka i n t imur antara pihak laki-laki dan pihak perempuan. Perwujudan upacara-upacara kematian yang berlawanan dengan upacara upacara-upacara perkawinan itu merupakan upaya-upaya di dalam rangka orang harus masuk ke dunia bawah guna memperoleh kehidupan atau kelahiran baru (anak, ekonomi, dsb). Di dalam upaya memasuki dunia-bawah (persetubuhan), serentak masuk bersamaan ke dalam kontak perpaduan semen (sperma) dan cairan (kesuburan) itu roh leluhur kepada kehidupan baru atau kelahiran kembali. Dunia-bawah yang ditanggapi sebagai sumber asal kehidupan manusia itu dipandang sama dengan dunia kewanitaan (kesuburan) yang disebut dengan konsep ko (vagina = wanita = ibu-asal) sumber segala kehidupan (anak, ekonomi, sosial, politik, keagamaan).
Jadi orang Meybrat melihat kejadian itu dalam suatu bantuk berpikir dialektika, yang mengacu kepada ajaran Hegel, yang mengatakan bahwa "segala sesuatu yang terdapat di alam semesta itu terjadi dari hasil pertentangan dua hal (unsur) dan menimbulkan hal-hal (unsure-unsur) yang lain. Metaforiknya, manusia sebagai superorganik dari budaya yang dipengaruhi dan yang mempengaruhi keseluruhan jaringan kehidupan. Maksudnya, sebagian dari unsur-unsur budaya berasal dari hasil hubungan antarmanusia dengan lingkungan, dan sebagian lainnya berasal dari proses adaptasi budaya terhadap lingkungan;
ketiga, hubungan kekerabatan yang terwujud di dalam sistem kekerabatan orang Meybrat, yang disebut tafoch ditanggapi sebagai "api" atau "jantung" dari struktur sosialnya. Orang-orang yang menarik diri dari kahidupan kekerabatan yang penting itu, dipandang sebagai penghianat dan tidak bermoral terhadap kesetiaan kerabat. Sikap pengunduran diri seseorang dari hubungan kekerabatan itu merupakan kejahatan besar. Orang-orang (keluarga) bersikap demikian biasanya diharapkan harus segera dibarengi dengan kematian daripada hidup lama di dunia". Kekerabatan diketahui sangat penting sebagai perangkat adaptasi, guna memperoleh sumber-sumber ekonomi, sosial dan politik, kesehatan dan pendidikan di dalam masyarakat umum. Prinsip orientasi keluarga conjugal yang betul-betul mandiri seperti pada masyarakat Barat tidak terdapat di dalam masyarakat sosial orang Meybrat
keempat, sistem kekerabatan sebagai pembawa amanah dari kebudayaan asal menekankan keharusan untuk meneruskan keturunan, dan keharusan itu harus dimainkan oleh seorang laki-laki dalam struktur kekerabatan orang Meybrat yang berdasarkan prinsip patrilineal. Orientasi nilai orang laki-laki dalam kebudayaan asal orang Meybrat dipandang sebagai "makluk tertinggi (Yefoon) dan "tokoh sakti"(taqu) yang memberi benang penghubung (yang hidup) antara janin dan tembuni. Tanpa animasi itu si calon bayi yang dibentuk oleh sintesa dari semen (sperma) dan cairan (kesuburan) tidak akan terjadi sesuatu hubungan antara janin dan tembuni. Lak i - laki merupakan kepanjangan tangan keluarga yang dipengaruhi oleh sistem kekerabatan yang membawa amanah kebudayaan asal untuk memainkan peranan sebagai pejantan yang sangat dibutuhkan oleh seorang wanita untuk mengembangkan kesuburannya menjadi kongkrit dan mendapat status di masyarakat luar. Meskipun wanita merupakan tokoh yang dominan dalam kebudayaan dan kekerabatan orang Meybrat, tetapi dia tetap dapat mengakui bahwa dia sangat membutuhkan seorang seorang laki-laki sebagai animator (pemain lawan) guna mengubah kekuatan-asal (potensi)nya yang abstrak itu menjadi kesuburan yang kongkrit, yaitu hamil dan melahirkan anak-anak bagi kelangsungan keturunan.
kelima, peranan pendidikan modern belum mampu merubah nilai- nilai budaya yang menjadi orientasi keluarga orang Meybrat, khususnya peranan laki-laki dalam fertilitas bagi kelangsungan keturunan. Hal ini terungkap dalam sikap terhadap program KB dan peranan laki-laki di bab VI. Dalam konteks ini, peranan laki-laki dalam pendekatan kajian penurunan fertilitas sangat besar ketimbang wanita yang dijadikan sebagai obyek kajian fertilitas dalam kebijaksanaan program keluarga berencana (KB)."
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>