Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 219790 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Aldi Tiandi
"Kota merupakan pusat permukiman bagi manusia. Seiring berjalannya waktu kota akan semakin berkembang, salah satunya dicirikan dengan jumlah penduduk yang semakin meningkat. Meningkatnya pertumbuhan penduduk di suatu kota akan berdampak terhadap kebutuhan akan ruang salah satunya untuk permukiman. Terkonsentrasinya kegiatan ekonomi seperti pusat perdagangan dan jasa mengakibatkan munculnya konsentrasi permukiman penduduk yang juga terpusat di dekat lokasi tersebut. Cilegon merupakan salah satu kota yang mengalami peningkatan penduduk yang cukup tinggi yang berdampak terhadap meluasnya permukiman penduduk. Perkembangan permukiman di Kota Cilegon didapat melalui hasil wawancara sedangkan untuk mengetahui pola permukiman penduduk menggunakan analisis overlay peta. Kota Cilegon mengalami pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat dari tahun 1997 sampai tahun 2009, terjadi pergeseran pertumbuhan penduduk yang awalnya terjadi di dekat kawasan industri kemudian bergeser ke pusat kota Cilegon. Pola permukiman di Kota Cilegon terdiri dari pola linier di dekat kawasan industri dan mengelompok di dekat pusat kota Cilegon.

City is the center of human settlement. Over time the city will develop, which characterized by the increasing of population. Increasing of population growth in the city gives an effect on space requirements for settlement. The concentration of economic activities, such as trade and service centers will effect on the settlement?s concentration in these location. Cilegon is one of the cities that experienced the highest increasing of population which is effected on the widespread settlement areas. The development of settlements in Cilegon City can be known through interview the citizen, while to determine the settlement pattern uses an overlay analysis of map. In 1997-2009, the increasing population growth in Cilegon was getting higher, there was a shift in population growth which occurs closed to industrial area into the downtown of Cilegon City. The settlement patterns in Cilegon which shown a linear pattern found closed to industrial area and clustered pattern closed to the downtown of Cilegon City."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S615
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Hana
"Walkability didefinisikan sebagai sejauh mana karakteristik lingkungan binaan dan penggunaan lahan mampu mendukung dan mendorong kegiatan berjalan kaki dengan menyediakan kenyamanan dan keamanan pejalan kaki, menghubungkan penduduk dengan berbagai tujuan dalam waktu dan usaha yang layak. Area Stasiun Bogor dan Terminal Baranangsiang adalah dua kawasan prioritas pengembangan di Kota Bogor yang memiliki karakteristik lingkungan lereng yang datar dan bergelombang. Masalah penelitian adalah tingginya ketergantungan pada kendaraan pribadi bermotor pada area tersebut. Tujuan penelitian adalah menganalisis kondisi jalur pejalan kaki (lingkungan binaan) di Kota Bogor, menganalisis perilaku perjalanan masyarakat Kota Bogor, menganalisis hubungan lingkungan binaan dan perilaku perjalanan masyarakat Kota Bogor, menyusun desain spasial lingkungan binaan untuk mewujudkan ramah pejalan kaki dan kota yang berkelanjutan. Metode yang digunakan adalah metode gabungan berupa analisis deskriptif, analisis statistik, analisis spasial, dan metode PEQI (Pedestrian Environment Quality Index) untuk menilai kualitas trotoar. Hasil penelitian menunjukkan kualitas trotoar di wilayah penelitian terdiri dari empat subsegmen kualitas tinggi, sebelas subsegmen kualitas rata-rata, lima subsegmen kualitas minimal, dan satu subsegmen kualitas buruk. Tujuan berjalan kaki masyarakat Kota Bogor didominasi oleh tujuan rekreasional. Terdapat hubungan antara variabel kualitas fisik lingkungan binaan dan perilaku perjalanan masyarakat. Untuk dapat mewujudkan kota yang ramah pejalan kaki dan berkelanjutan, perlu memperhatikan kondisi fisik lingkungan dengan memperhatikan aksesibilitas, kenyamanan, kemanan, dan keselamatan dari jalur dan fasilitas pejalan kaki. Kesimpulan penting untuk mempertimbangkan aspek aksesibilitas, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan pejalan kaki untuk mewujudkan kota yang ramah pejalan kaki dan berkelanjutan.

Walkability is a concept denoting the capacity of the built environment and land use attributes to facilitate and promote pedestrian activities through the provision of comfort and safety, as well as efficient connections between residents and diverse destinations. This study focuses on the areas of Stasiun Bogor and Terminal Baranangsiang in Bogor City, which have distinctive features of both flat and undulating slopes. The problem investigated herein pertains to the considerable reliance on private motor vehicles within these areas. The primary research objectives encompass an analysis of the pedestrian pathway conditions in Bogor City, an examination of the travel behavior of its residents, an exploration of the interrelation between the built environment and travel behavior of the residents, and the formulation of spatial designs aimed at promoting walkable and sustainable city. To achieve these objectives, a comprehensive approach was adopted, incorporating various methodological tools such as descriptive analysis, statistical analysis, spatial analysis, and the application of Pedestrian Environment Quality Index (PEQI) to evaluate pedestrian pathway quality. The research findings reveal that the study area's pedestrian pathways can be categorized into four segments with high-quality attributes, eleven segments with average quality, five segments with minimal quality, and one segment characterized by poor quality. The analysis of the walking purposes of Bogor City residents indicates a predominant focus on recreational activities. Additionally, a strongcorrelation exists between the physical quality variables of the built environment and the travel behavior associated with pedestrian mobility. Consequently, promoting a walkable and sustainable city necessitates a comprehensive consideration of the physical attributes of the environment, encompassing elements of accessibility, comfort, safety, and security of pedestrian pathways and facilities. In conclusion, the integration of various elements, including accessibility, comfort, safety, and security of pedestrians, is essential in achieving a walkable and sustainable city."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ilhami
Surabaya: Usaha Nasional, 1990
307.76 ILH s (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Estu Widi Astari
"Munculnya konsep kota cerdas sebagai model kota terkini dapat menjadi suatu alternatif solusi untuk mengatasi permasalahan yang disebabkan karena peningkatan jumlah pertumbuhan penduduk. Dalam rangka mencapai keberhasilan kota cerdas, diperlukan pengukuran progres kematangan secara objektif sehingga keberhasilan kota cerdas tidak hanya sebatas pernyataan sepihak oleh pemerintah. Pengukuran kematangan juga berguna untuk menentukan prioritas pengembangan serta mengidentifikasi hambatan yang ada. Kabupaten Bogor sebagai wilayah kabupaten dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia telah menerapkan konsep kota cerdas sejak tahun 2018, namun hingga kini masyarakat belum merasakan dampak yang signifikan berdasarkan data yang dihasilkan dari wawancara pra-penelitian. Berkaitan dengan hal tersebut, penelitian ini melakukan pengukuran progres kematangan kota cerdas dengan menggunakan enabler dalam konsep Garuda Smart City Model sebagai aspek prioritas yang perlu dipertimbangkan oleh Pemerintah Kabupaten Bogor sebelum akhirnya memberikan perhatian penuh terhadap elemen kota cerdas secara keseluruhan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik pengumpulan data mix method melalui survei secara daring, wawancara, dan pengumpulan dokumen. Teknik pengambilan sampel survei menggunakan teknik nonprobabilita purposive sampling, begitupun dengan teknik pemilihan narasumber untuk wawancara. Jumlah responden dalam penelitian ini berjumlah 170 orang yang berasal dari enam kecamatan lokus penelitian. Data survei tersebut kemudian diolah dengan menggunakan IBM SPSS versi 25 dan Google Spreadsheet sehingga diperoleh analisis statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa level kematangan kota cerdas di Kabupaten Bogor dengan menggunakan enabler Garuda Smart City Model terdapat pada level integrative dengan nilai sebesar 60,19 poin. Namun, meskipun Kabupaten Bogor telah menempati level integrative, skor yang hanya berbeda 0,19 poin dari batas terbawah level tersebut (mendekati level scattered) membuat Smart City Kabupaten Bogor masih memiliki beberapa gambaran kondisi yang belum sepenuhnya terintegrasi dengan baik. Adapun, enabler SDM memiliki skor 64,82 poin, lalu enabler teknologi memiliki skor 60,33 poin, dan enabler tata kelola memiliki skor 55,42 poin.

The emergence of Smart City concept as the latest city model can be an alternative solution to overcome problems caused by an increase in population growth. For the success of smart cities, it is necessary to measure the progress of maturity, so the smart cities are not only self-aggrandization by the government. Maturity measurement is also needed to determine development priorities and identify existing obstacles. Bogor Regency as the district with the largest population in Indonesia, has implemented the concept of a Smart City since 2018, but until now, the community has not felt significant impacts (based on data pre-study interview). This study aims to measure the progress of smart city maturity by using enablers in the Garuda Smart City Model concept as prioritized aspects that local government needs to consider before giving full attention to the overall elements of a smart city. This study uses a quantitative approach with a mixed methods data collection technique through online surveys, interviews, and document collection. The survey sampling technique uses non-probability purposive sampling, as well as the selection technique of interviewees. The number of respondents in this study was 170 citizens from six sub-districts. The survey data were processed by using IBM SPSS version 25 and Google Spreadsheet to obtain the descriptive statistical analysis. The results of this study indicate that the level of smart city maturity in Bogor Regency using enablers of the Garuda Smart City Model is at an integrative level with a score of 60,19 points. However, even though Bogor Regency has reached the integrative level, a score that only differs by 0.19 points from the lower limit makes Smart City in Bogor Regency have several conditions that are still not fully integrated. Smart people enabler has a score of 64,82 points, smart technology enabler with 60.33 points, and smart governance enabler with 55,42 points."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rayhan Sultan Deyis
"Pemerintah DKI Jakarta adalah pelopor penerapan konsep smart city di Indonesia sejak tahun 2014. Smart city secara sederhana merujuk pada penggunaan teknologi digital oleh pemerintah kota untuk meningkatkan pelayanan bagi warganya. Salah satu yang diinisiasi Pemerintah DKI Jakarta adalah aplikasi smartphone bernama Jakarta Kini (JAKI). Melalui aplikasi ini Pemerintah DKI berharap warga menerima, memanfaatkan, berpartisipasi, dan turut berkontribusi dalam pembangunan kota. Agar mampu memanfaatkan teknologi untuk terlibat dalam lingkungan smart city, diasumsikan oleh berbagai kajian perkotaan tentang pentingnya “smart citizen”, alias masyarakat yang terliterasi digital. Penelitian ini mengeksplorasi pengaruh penerapan aplikasi JAKI terhadap partisipasi warga DKI Jakarta. Teori urban teknopolitik dan tangga partisipasi digunakan untuk menganalisis pengaruh di antara keduanya. Teori urban teknopolitik mengungkapkan bahwa adanya pengaruh penggunaan teknologi dalam tata kelola pemerintahan kota terhadap peningkatan partisipasi warga. Sementara, konsep tangga partisipasi menjelaskan indikator dan klasifikasi tiap tahap peningkatan partisipasi warga. Data dikumpulkan menggunakan metode kualitatif melalui studi literatur dan wawancara. Dari penelitian tersebut didapati hasil bahwa JAKI sebagai suatu inovasi teknologi dalam smart city berpengaruh terhadap tingkat partisipasi warga walaupun masih tahap partisipasi rendah. Warga yang memiliki aplikasi JAKI memiliki kesempatan untuk menggunakan fitur di JAKI dan mencapai tangga partisipasi informing & consultation. Hanya saja, capaian tangga partisipasi warga ini akan sangat dipengaruhi oleh latar belakang warga.

DKI Jakarta government has been a pioneer in implementing the smart city concept in Indonesia since 2014. Smart city, simply refers to the use of digital technology by the city government to improve services for its citizens. One of the initiatives initiated by the DKI Jakarta Government is a smartphone application called Jakarta Kini (JAKI). Through this application, DKI Government hopes that citizens will accept, use, participate, and contribute to city development. In order to be able to utilize technology and involved in the smart city environment, various urban studies have assumed the importance of "smart citizens", a.k.a digitally literate people. This study explores the impact of implementing the JAKI application on the participation of DKI Jakarta citizens. Urban technopolitics theory and participation ladder are used to analyze the influence between them. Urban technopolitics theory reveals that there is an effect of using technology in urban governance to increase citizen participation. Meanwhile, the concept of the ladder of participation explains the indicators and classification of each stage of increasing citizen participation. Data were collected using qualitative methods through literature studies and interviews. From this research it was found that JAKI as a technological innovation in smart city has an effect on the level of citizen participation even though it is still at a low level of participation. Citizens who have JAKI application have the opportunity to use features in JAKI and reach the informing & consultation levels on participation ladder. But, this citizen participation ladder levels are also influenced by the background of the citizens."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Puling Remigius Kornelius
"Tesis ini berangkat dari pengamatan bahwa telah terjadi pengabaian terhadap pelaksanaan kebijakan pemindahan ibukota Ngada yang telah dibuat oleh pemerintah daerah tingkat II Ngada, melalui keputusan DPRD II Ngada Nomor 4 Tahun 1973. Kebijakan ini sendiri lahir melalui suatu proses pertarungan panjang diantara tiga etnik yang membentuk masyarakat Ngada (etnik Riling, Nagekeo dan Ngadha), yang berlangsung sejak bedirinya kabupaten Ngada Tahun 1958. Dilihat dari proses sejarah pemerintahan Daerah Ngada, penentuan letak ibukota kabupaten Ngada sejak berdirinya, masih merupakan problem sosial politik yang pelik dan rumit, mengingat masing-masing etnik mempunyai keinginan dan motivasi yang berbeda mengenai letak ibukota Ngada.
Kebijakan ini lahir diawali dengan himbauan gubernur Eltari (aim.) kepada pemda tingkat II Ngada di bawah kepemimpinan bupati Yan Botha, untuk memindahkan ibukota Ngada dari kota Bajawa ke kota Mbay. Kota Bajawa dianggap tidak ideal untuk suatu ibukota kabupaten baik untuk saat ini maupun masadepan. Sekaligus sebagai solusi untuk menengahi konflik premordial antara ketiga etnik yang membentuk masyarakat Ngada, dan telah berlangsung begitu lama dalam menentukan letak ibukota Ngada. Sayangnya sejak kebijakan ini dibuat hingga pada tahun 1994, tidak pernah ada lagi upaya lanjutan untuk mengimplementasikan kebijakan ini, atau terabaikan begitu saja balk oleh bupati Yan Botha yang paling bertanggungjawab terhadap pembuatan kebijakan dimaksud saat itu maupun para pimpinan daerah berikutnya.
Berkaitan dengan itu maka permasalahan yang diangkat dalam tesis ini adalah menyangkut faktor-faktor apakah yang menyebabkan tidak dilaksanakannya kebijakan pemindahan ibukota Ngada yang telah dibuat DPRD II Ngada tahun 1973. Apakah pengaruh faktor ekonomi semata sehingga tidak dilaksanakannya kebijakan dimaksud atau ada faktor lainnya yang sifatnya politis dan psikologis. Kemudian mempertanyakan pula peran berbagai institusi masyarakat dalam proses perumusan keputusan pemindahan ibukota Ngada dan penolakan etnik Ngadha terhadap keputusan dimaksud. Siapa saja yang berperan besar dibalik proses pengangkatan kebijakan tersebut, power politics apa yang terjadi waktu itu.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan wawancara mendalam kepada para pelaku sejarah yang terlibat dalam pertarungan proses perumusan kebijakan dimaksud yang berlangsung sejak tahun 1958, yaitu 15 nara sumber dan beberapa informan lain yang dipilih dengan metode snow ball. Selain itu juga dilakukan studi kepustakaan dan dokumen-dokumen pendukung yang berhubungan dengan kebijakan ini.
Hasil penelitian disajikan dengan cara rnenggambarkan temuan-temuan yang sating berkaitan, dan diuraikan dengan menggunakan kerangka teori yang ada. Kerangka teori yang dipakai dalam analisi ini menyangkut tiga hat pokok yaitu teori konflik dan pluralisme kultural, teori kebijakan publik dan sedikit mengenai kondisi perekonomian daerah. Perbedaan latar belakang budaya dan kepentingan antara etnik, merupakan akar dan konflik dalam hal menentukan kebijakan apapun di Ngada. Konflik antar etnik ini kemudian mewujud ke dalam politik dan birokrasi pemerintahan daerah, yang ditandai dengan lahirnya berbagai faksi politik yang berbasiskan kekuatan etnik.
Hasil penelitian memperlihatkan pula, bahwa kebijakan yang diambil, yang dianggap begitu prestisius untuk masyarakat Ngada, dalam prosesnya justru terbukti hanya merupakan alat politik semata untuk mempertahankan posisi politik masingmasing, dan bukan niat sesungguhnya. Akibatnya political will untuk maksud ini tidak ada. Kondisi ini kemudian diperparah oleh masih adanya penolakan etnik Ngada terhadap kebijakan pemindahan ibukota Ngada. Faktor yang sangat dominan dari penolakan etnik Ngada terhadap kebijakan ini, adalah menyangkut permasalahan yang sifatnya politis dan psikologis, yang mana masih beranggapan bahwa lahirnya kebijakan ini sebagai suatu bentuk kekalahan politik etnik Ngadha dan etnik lainnya (Riung clan. Nagekeo), dalam pertarungan politik untuk menentukan letak ibukota Ngada, dan tanpa melihat lebih jauh lagi pertimbangan-pertimbangan yang rasional dibalik lahirnya kebijakan dimaksud. Hal ini dipengaruhi budaya kekuasaan yang melihat simbol kota propinsi kabupaten dan lainnya sebagai simbol kekuasaan.
Sedangkan faktor ekonomi (ketiadaan dana untuk pembangunan kota), walaupun itu ada namun bukan merupakan faktor yang dominan dalam melihat mengapa kebijakan ini tidak dilaksanakan, mengingat pada saat kebijakan ini diluncurkan secara nasional ekonomi Indonesia sedang mengalami kenaikan yang tajam sejalan dengan era boom minyak. Segala dana-dana yang diperuntukan untuk pembangunan kota Bajawa seyogyanya di alokasikan ke kota baru di Mbay. Tidak adanya political will pimpinan daerah dibawah Yan Botha, berikut para penggatinya kemudian untuk melaksanakan kebijakan yang telah dibuat merupakan suatu fakta yang tidak dapat dibanta, dan bukan karena persoalan ekonomi semata sebagairnan anggapan masyarakat selama ini.
Langkah untuk segera mengimplementasikan kebijakan ini yang dimulai sejak tahun 1994 oleh gubernur Musa Kabe, merupakan suatu langkah maju dengan pertimbangan-pertimbangan rasional terutama berhubungan dengan gagasan penataan wilayah pengembangan dan pertumbuhan baru di NTT. Dalam kerangka ini kota Mbay diharapkan menjadi Aktor Otonom yang mempunyai kepentingannya sendiri dalam arti dapat bersaing dengan kota-kota lain dalam memperebutkan sumber-sumber ekonomi, sosial dan politik, dan berusaha untuk memperoleh posisi dominan dalam setiap hierarkhi pemilikan dan penguasaan sumberdaya. Oleh karena itu para pemimpin daerah berikutnya siapapun orangnya dan juga komponen masyarakat Ngada sudah seharusnya menerima realitas ini, dan harus terus mengembangkannya, dan tidak lagi terjebak pada kepentingan-kepentingan primordial semata, seperti yang telah berlangsung lama."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Avid Wicaksono
"Skripsi ini membahas faktor dominan yang melatarbelakangi pembentukan struktur kota dan sekaligus menjadi ciri pembeda setiap wilayah dalam klasifikasi struktur kota di Metropolitan Jabodetabek. Metode yang digunakan adalah dengan menggunakan metode statistic analisis diskriminan dan analisis keruangan.. Menurut perhitungan nilai indeks koefisien dari metode analisis diskriminan tersebut, pola dinamika di setiap wilayah kota dipengaruhi oleh factor yang berbeda. Faktor kependudukan dna perdagangan primer memberikan nilai indeks yang tinggi di pusat kota. Factor tenaga medis tanpa gelar memiliki nilai indeks tinggi di wilayah perdesaan. Tidak ada factor dominan yang memberikan pengaruh kuat di wilayah transisi. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa nilai indeks faktor dominan dari setiap wilayah pertumbuhan sangat berbeda dan tidak memiliki keterkaitan.

This thesis discussed dominant factors that underlying city structure formed and differentiate characteristics at each region within the Jabodetabek Metropolitan. Methode that been used are discrimant statistic analysis and spatial analysis as well. Base on the discriminant statistic analysis result, there are three factors that influence the dynamism at each region (the urban center region, suburb region, and rural region), which are demography, non degree medical person, and primary trade center. Demography and primary trade center are dominant factors at the urban region, while non degree medical person is dominant at rural region. There are no dominant factor at suburb region. The conclusion of this research is dominant factors at every region are different and do not have intercorrelation."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S1739
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>