Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 115474 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Taufik Basari
"Dari uraian latar belakang masalah tersebut akan muncul beberapa pokok permasalahan. Pertama, bagaimanakah pokok-pokok pemikiran John Locke mengenai hak-hak yang inherent pada manusia dan mengapa pemikiran Locke tersebut dikatakan sebagai prinsip-prinsip Hak-Hak Asasi Manusia ? Kedua, bagaimanakah hakikat negara menurut John Locke ? Ketiga, bagaimana hubungan negara dengan perlindungan prinsip-prinsip Hak asasi Manusia tersebut dan mengapa perlindungan mengenai hak-hak tersebut dijadikan dasar bagi filsafat politik John Locke dalam membahas mengenai kekuasaan dan hukum suatu negara ?Dari uraian pokok-pokok permasalahan yang muncul di atas maka secara singkat dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut : 1. Bagaimanakah dasar pemikiran John Locke mengenai hak-hak manusia yang kemudian menjadi dasar pemahaman bagi prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia? 2. Bagaimanakah hubungan negara dengan perlindungan prinsip-prinsip Hak-Hak Asasi Manusia dalam pemikiran John Locke ? 3. Mengapa negara mempunyai kaitan dengan perlindungan prinsip-prinsip Hak-Hak Asasi Manusia ?"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S16118
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A. Salman Maggalatung
"ABSTRAK
Masalah penegakan hukum dan keadilan serta hak asasi manusia
harus mendapat perhatian secara khusus dan serius guna memenuhi
tuntutan rasa keadilan dalam kehidupan masyarakat lebih-lebih dalan era
reformasi dewasa ini, dimana penegakan supremasi hukum merupakan salah
satu agenda yang perlu diwujudkan dan diprioritaskan. Mengingat penduduk
Indonesia mayoritas beragama Islam, maka dalam tesis ini perlu dilakukan
suatu analisis dan pengkajian secara sistimatis tentang prinsip-prinsip
penegakan hukum, keadilan dan hak asasi manusia dalam perspektif hukum
Islam dengan pokok permasalahan yang diajukan adalah: (1) Bagaimana
prinsip-prinsip penegakan hukum dan keadilan dalam perspektif hukum Islam;
(2) Bagaimana prinsip-prinsip penegakan hak asasi manusia dalam perspektif
hukum Islam; (3) Bagaimana prinsip-prinsip penegakan hukum dan keadilan
serta hak asasi manusia di Indonesia dalam perspektif hukum Islam;
(4) Faktor-faktor apa yang mempengaruhi penegakan hukum dan keadilan
serta hak asasi manusia di Indonesia, dan bagaimana mengatasinya.
Untuk menjawab permasalahn di atas, maka penulis melakukan
penelitian kepustakaan dan lapangan dengan metode pendekatan yuridis dan
historis, dengan mengutamakan data sekunder (Kepustakaan) sebagai data
utama, sedangkan data primer (Data lapangan) sebagai data penunjang yang
diperoleh melalui wawancara dengan pakar hukum Islam dan praktisi hukum
lainnya. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan hasilnya diuraikan
secara deskritif.
Adapun kesimpulan yang diperoleh adalah: (1) Prinsip-prinsip
penegakan hukum dan keadilan dalam perspektif hukum Islam merupakan
suatu landasan yang sangat fundamental dan sekaligus sebagai satu
kesatuan yang mengilhami hukum Islam, baik dalam ide maupun dalam
operasionalnya, yaitu itu aqidah yang benar merupakan patokan dan prinsip
pertama dan utama dalam upaya penegakan hukum dan keadilan dalam
Islam, kemdian diikuti dengan prinsip-prinsip lainnya. Seperti; Prisnip
amanah, persamaan dan keadilan, musyawarah dan perdamaian; (2)
Prinsip-prinsip penegakan Hak Asasi manusia dalam perspektif hukum Islam
adalah merupakan wujud dari esensi ajaran Islam, dimana tampa penegakan,
perlindungan dan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia, ke-Islaman
seseorang tidak akan mencapai kesempurnaan.
Penegekan, perlindungan dan penghormatan Hak Asasi Manusia
dalam hukum Islam, telah diperaktekkan jauh sebelum ?Declaration of Human
Rigts' oleh PBB dan konvensi-konvensi Internasional lannya. Hal ini dapat
dilihat pernyataan-pernyataan dalam berbagai teks-teks keagamaan (Al-
Qur?an dan Hadis) dan juga dalam konstitusi *Piagam Madinah" yang
dideklarasikan langsung oleh Rasulullah saw; (3) Prinsip-perinsip penegakan hukum dan keadilan serta hak asasi manusia di Indonesia sebagai mana
yang termaktub dalam pembukaan Undang-Undang dasar 1945, Batang
tubuh dan penjelasannya serta berbagai peraturan perundang-undangan
lainnya sebagai penjabaran dari falsafah Pancasila pada umunya sangat
relevan dan sesuai dengan pandangan hukum Islam; dan (4) Faktor-faktor
yang mempengaruhi lemahnya penegakan hukum dan keadilan serta hak
asasi manusia di Indonesia, di antaranya: (a) Perangkat hukum atau undangundang
itu sendiri; (b) Kualitas SDM aparat penegak hukum; (c) fasilitas
penegakan hukum yang kurang memadai; (d) Budaya hukum atau kesadaran
hukum masyarakat yang masih lemah; (e) Pengaruh Globalisasi dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak seimbang dengan
pengetahuan dan keterampilan aparat penegak hukum; (f) Sistem rekrukmen
pejabat penegak hukum yang kurang tepat.
Adapun cara mengatasinya adalah (1) Dalam penyusunan suatu
undang-undang di samping memperhatikan kepentingan nasional, juga
kendaknya aspirasi masyarakat lokal jangan diabaikan. Di samping itu perlu
pula memperhatikan ide-ide dan intitusi-instusi modern yang berkembang di
negara-negara maju setelah disaring sesuai dengan aspirasi dan kepentingan
bangsa Indonesia; (2) Aparat penegak hukum harus memiliki nilai-nilai
propsesionalisme yang cukup, (3) fasilitas pendukung dalam penegakan
hukum dan keadilan serta hak asasi manusia harus ditingkatkan, (4) Dalam
upaya untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat, setiap peraturan
perundang-undangan yang akan diberlakukan harus disosialisasikan:
(5) Sistem rekrukmen aparat penegak hukum harus melalui saringan yang
ketat dengan kriteria-kriteria terentu, termasuk pengangkatan seorang
pejabat penegak hukum khususnya kehakiman dan kejaksaan harus bersih
dari campur tangan eksekutif."
2000
T36492
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Human rights are one ofglobal issue which until today draws serious attention in international relations study. The issue arises because of the continiung increase of human rights abuses in many parts of the world, which shows that the promotion and protection of human rights was still in poor condition...."
KAJ 13(3-4) 2008
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dwi Putri Cahyawati
"ABSTRAK
Penelitian ini mengupas tentang konsep negara hukum Indonesia serta perwujudan hak asasi manusia. Dengan melihat pemikiran-pemikiran negara hukum yang berkembang di negara-negara barat, baik yang menganut sistem Anglo Saxon maupun Eropa Kontinental, terlihat bahwa prinsip-prinsip negara hukum yang dianut Indonesia ternyata memiliki perbedaan yang mendasar dengan prinsip-prinsip negara hukum Anglo Saxon dan Eropa Kontinental tersebut. Suatu pemikiran tentang negara hukum yang telah dicetuskan oleh Azhary dengan didukung oleh para ahli hukum lainnya telah menunjukkan adanya perbedaan yang prinsip, dengan dilatarbelakangi oleh ideologi dan sistem kehidupan bermasyarakat yang berbeda. Objek penelitian ini adalah negara hukum Indonesia yang ditekankan pada perwujudan hak asasi manusia, sebagai orientasi dari bentuk negara hukum. Melalui metode analisa normatif dengan didukung oleh pemikiran Azhary tentang negara hukum Indonesia sebagai referensi utama dapat dikemukakan wujud hak asasi manusia dalam konteks negara hukum Indonesia. Dalam uraiannya dikemukakan mengenai kandungan Undang-Undang Dasar 1945 yang memuat unsur-unsur negara hukum Indonesia serta prinsip-prinsip hak asasi manusia. Dengan uraian ini dapat diketahui tentang perwujudan hak asasi manusia di negara hukum Indonesia."
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sujatmiko
"Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah dalam praktek perlindungan hak asasi manusia bagi korban malpraktek kedokteran telah memenuhi rasa keadilan dan untuk mengetahui faktor-faktor penghambat dalam perlindungan hak asasi manusia bagi korban malpraktek kedokteran. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukan praktek perlindungan hak asasi manusia bagi korban malpraktek kedokteran belum mencerminkan rasa keadilan. Hal ini terlihat pads penyelesaian kasus-kasus malpraktek kedokteran yang ditangani oleh Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan yang menempuh jalur pidana sebagian besar tidak sampai ke pengadilan dan yang menempuh jalur perdata sebagian besar putusan hakim adalah tidak dapat diterima dan ditolak. Temuan ini menunjukkan bahwa korban-korban malpraktek kedokteran belum mendapatkan perlindungan dari negara. Putusan hakim Dalam 2 kasus yang diangkat dalam tesis ini belum mencerminkan rasa keadilan bagi korban. Faktor-faktor penghambat dalam pemenuhan hak asasi bagi korban malpraktek kedokteran adalah faktor hukumnya, aparat penegak hukum dan fasilititas, masyarakat serta budaya hukum. Penelitian ini menyarankan negara melalui aparat penegak hukumnya khususnya polisi dan hakim harus lebih memperhatikan keadilan korbanikeluarga korban dalam penyelesaian kasus-kasus dugaan malpraktek kedokteran. Pemerintah hams mensosialisasikan kepada masyarakat tentang upaya hukum yang dapat ditempuh korbanikeluarga korban malpraktek kedokteran untuk memperoleh keadilan dan peran lembaga swadaya masyarakat seperti Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan hams lebih ditingkatkan untuk memfasilitasi korban-korban malpraktek kedokteran. Perlunya dibuat Undang-Undang Perlindungan Pasien yang mengatur malpraktek kedokteran, aparat penegak hukum harus diberikan pendidikan dan pelatihan ilmu kedokteran dan pemerintah harus membuat sebuah lembaga dokter pembanding yang anggota-anggotanya dari dokter-dokter independen.

The purpose of this research is to find weather the implementation of human rights protection for the victim of medical malpractice has fulfilled the concept of justice and to find out the obstacles at the process. The method use is qualitative approach which consist of case study and deep interview. The results of the research show that the human rights protection for the victim of justice. This condition can be seen from the cases handled by The Agency for Health Law. Most of the cases brought to criminal procedure never been processed to the court and cases brought to private procedure were can not be accepted a nd r ejected. These fact shown that the state has not protected the victim of medical malpractice. The research analyzes two cases settled through the court. The analyze show that judges decisions have not fulfilled the concept of justice for the victims. The obstacles at the human rights fulfillment for the victim of medical malpractice are the regulation, law enforcement official and the facilities, society also the culture. The research makes suggestions for the human rights protection for the victim of the medical malpractice. Law makes especially police and judge in medical malpractice have to give more attention to victim for justice. Government have to make a socialization to society about the step of law can be follow by victim/family of medical malpractice to get justice, besides of non governmental organization on such as The Agency for Health Law have to increasing to facilitate the victim of medical malpractice to get justice, making the law on the protection of patients which regulates the medical malpractice; developing the human resources of the law enforcement official through formal education and training ; and establishing and comparison doctor institution which consists of independent doctors.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20827
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Meilia Witri Budi Utami
"Indonesia sebagai negara yang mempunyai cita negara hukum harus memberikan perlindungan hak asasi manusia bagi warga negaranya dan bila terjadi pelanggaran atas hak asasi manusia tersebut, harus disediakan lembaga yang mampu memberikan keadilan dalam bentuk peradilan yang bebas dan tidak memihak. Perlindungan terhadap hak asasi manusia tersebut dimasyarakatkan secara luas dalam rangka mempromosikan penghormatan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia sebagai ciri yang penting dalam suatu negara hukum. Setiap manusia sejak kelahirannya menyandang hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang bersifat bebas dan asasi. Terbentuknya negara serta penyelenggaraan kekuasaan suatu negara tidak boleh mengurangi arti atau makna kebebasan dan hak-hak asasi kemanusiaan itu. Oleh karena itu, adanya perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia merupakan pilar yang sangat penting dalam setiap negara hukum. Jika dalam suatu negara, hak asasi manusia terabaikan atau dilanggar dengan sengaja dan penderitaan yang ditimbulkannya tidak dapat diatasi secara adil, maka negara yang bersangkutan tidak dapat disebut sebagai negara hukum dalam arti yang sesungguhnya. Terdapat beberapa alasan perlindungan saksi dan korban antara lain: keterangan yang diberikannya akan memungkinkan dirinya mendapat ancaman, teror, intimidasi dari pihak yang dirugikan, memberikan keterangan membuang waktu dan biaya, aparat penegak hukum tidak jarang memperlakukan saksi seperti seorang tersangka/terdakwa dan bagi saksi (apalagi yang awam hukum) memberikan keterangan bukanlah suatu hal yang mudah. Pada pelanggaran HAM yang berat dapat dikatakan telah ada peraturan yang memberikan perlindungan terhadap saksi dan korban. Adapun perlindungan terhadap saksi dan korban secara umum baik di dalam kasus pelanggaran HAM berat ataupun di luar kasus pelangggaran HAM berat, belum ada peraturan yang mengaturnya. Padahal, perlindungan saksi dan korban mutlak diperlukan bukan hanya pada kasus tertentu (dalam hal ini kasus pelanggaran HAM berat) melainkan pada semua kasus. Selain itu terdapat pula aturan mengenai perlindungan saksi dan korban yang tersebar di antaranya pada kasus tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang, dan sebagainya. Perlindungan saksi dan korban yang diatur tersebar dan berupa peraturan pemerintah masih kurang memadai, dan seharusnya diatur dalam undang-undang tersendiri. Kemudian Ketetapan MPR Nomor VIII/MPR/2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemeberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, mengamanatkan perlu adanya sebuah undang-undang yang mengatur tentang perlindungan saksi dan korban. Berdasarkan amanat TAP MPR tersebut, Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kemudian mengajukan sebuah Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perlindungan Saksi dan Korban pada tanggal 27 Juni 2002. RUU Perlindungan Saksi dan Korban ditetapkan sebagai salah satu dari 55 RUU prioritas yang akan dibahas oleh DPR dan Pemerintah dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Hingga saat ini, RUU tentang Perlindungan Saksi dan Korban masih dalam tingkat pembahasan di DPR. Selanjutnya, sebagai perbandingan dapat kita lihat pelaksanaan perlindungan saksi dan korban di Amerika Serikat, Inggris dan Jerman. Hak-hak saksi dan korban yang seharusnya ada antara lain hak atas kemanan fisik dan mental, hak atas pendampingan, hak atas penerjemah, hak atas informasi, hak atas perlindungan bagi saksi yang renatan, hak atas kompensasi, restitusi dan rehabilitasi. Selain itu terdapat pula perlindungan saksi dan korban yang berupa relokasi. Hak-hak saksi dan korban yang seharusnya dilindungi oleh negara sebagai pelaksanaan hak asai manusia di dalam wadah negara hukum, membawa keharusan untuk menyediakan legislasi, lembaga yang berwenang dan juga pembiayaan serta sumber pembiayaan yang diperlukan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16636
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rinto Tri Hasworo
"Skripsi ini akan membahas mengenai perlindungan korban dan saksi dalam pelanggaran berat hak asasi manusia. Alasan penulis mengambil tema tentang perlindungan korban dan saksi adalah karena penulis melihat pentingnya peran korban dan saksi dalam mengungkap sebuah tindak pidana, terutama dalam perkara pelanggaran berat hak asasi manusia. Peran perlindungan korban dan saksi juga sangat penting untuk mendukung proses peradilan (pembuktian) yang fair dan obyektif. Karena tanpa perlindungan kepada korban dan saksi dari ancaman, teror, intimidasi, kekerasan, maka akan mempengaruhi proses peradilan yang fair dan obyektif.
Begitu pentingnya peran saksi dalam mengungkap sebuah kejahatan dan sebagai komponen pendukung terciptanya peradilan yang obyetif, tidak diimbangi dengan pranata yang memadai untuk melindungi korban dan saksi dari ancaman, teror, intimidasi dan kekerasan. Perlindungan kepada korban dan saksi hanya diatur oleh peraturan perundang-undangan dalam bentuk Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002.
Dalam proses Peradilan Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia Ad Hoc Tanjung Priok 12 September 1984, para korban terbagi dalam dua kelompok: satu kelompok mendukung penyelesaian kasus Tanjung Priok melalui mekanisme islah dan kelomok yang lain mendorong kasus Tanjung Priok diselesaikan melalui mekanisme Peradilan Hak Asasi Manusia. Kualitas kesaksian korban dari kelompok islah relatif 'mengamankan' posisi para terdakwa. Sedangkan kualitas kesaksian korban non islah sebaliknya, memberatkan posisi para terdakwa yang semuanya adalah anggota TNI atau mantan perwira TNI. Sementara kualitas kesaksian korban yang tidak masuk dalam kelompok islah sebaliknya.
Selain membahas mengenai perlindungan saksi dan korban, skripsi ini juga mengulas proses penyelesaian kasus pelanggaran berat hak asasi manusia Tanjung Priok, baik melalui pengadilan para korban Tanjung Priok, islah dan Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc. Selain itu, juga akan dipaparkan mengenai pengaruh islah terhadap kualitas kesaksian saksi korban di pengadilan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S21963
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>