Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 53668 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Luh Ketut Suryani
Jakarta : Gramedia, 2004
158.1 LUH a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hill, Napoleon
Semarang: Dahara Prize, 2004
158.1 HIL p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Cox, Gill
Jakarta: Arcan, 1996
158.1 COX k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Aida Argaputri
"ABSTRAK
Self-confidence adalah keyakinan terhadap diri Sena kemampuan yang
dimiliki (Websters Dictionary, 1996). Gejala tidak percaya diri pada anak erat
kaitannya dengan persepsi anak terhadap konsep dirinya (Surya, 2007). Orangtua
yang mcmpersepsikan anaknya sebagai ?segalanya buruk?dapat menciptakan
konsep diri yang menekankan pada anak bahwa anak kurang diterima, buruk, dan
tindakannya tidak disetujui oleh orangtuanya (Frankel-Bnmswilk, dalam Burns,
1993).
Cognilfve-Behavior Therapy (CBT) adalah sebuah istiiah yang digunakan
untuk menjelaskan bentuk innervensi yang bersifat psikoterapeutik dan bertujuan
untuk mengurangi distress psikologis dan perilaku maladaptifdengan cara
mengganti proses kognitif (Kaplan et al., dalam Stallard, 2002). Program CBT
pada dasamya didasari oleh pemyataan bahwa keyakinan negatifmengenai hidup
dan seseorang adalah hasil dari se%taIk negatif yang berujung pada perasaan
negatif mengenai diri sendiri, sebf-esteem rendah, dan kepada perilaku yang
bersifat menghambat individu mencapai hasil yang diinginkan (Bumett, 1996).
Intervensi cognizive behavioral dinilai paling sukses mcningkatkan harga diri dan
konsep diri. Program diasosiasikan dengan peningkatan positive seMta1k dan CBT
dihubungkan dengan pengurangan negative se%talk (Bumett, Craven, dan Marsh,
1999).
Program CBT dalam tugas akhir ini bertujuan untuk meningkatkan
kepercayaan diri sorang anak berusia 9 tahun dengan tingkat kecerdasan rata-rata.
Ia merasa kurang percaya diri menjawab pertanyaan guru atau orangtua saat
belajar. Ia takut menjawab dengan salah. Sctelah intervcnsi, anak mampu
menyadari kcsalahan berpikimya, menjadi lebih percaya diri di sekolah. Di sisi
lain, sikap ayah yang marah saat anak melakukan kesalahan membuat anak sulit
menunjukkau perubahan positif di mmah. Anakjuga sangat memperhatikan
cvaluasi dari teman scbayanya.

ABSTRACT
Self-confidence is faith about oneself and one?s own ability (Webster?s
Dictionary, 1996). Lack of confidence of symptom in a child is tight with the
child?s perception of his/her self-concept (Surya, 2007). Parents, who perceive
their child as ?all bad", create a self-concept that emphasize the child that he/she
is less accepted, bad, and does not have any approval of his action from the parent
(Frenkel-Brunswilk, in Bums, 1993).
Cognitive-Behavior Therapy (CBT) is an intervention that aims to
psychological distress and maladaptive behavior by altering cognitive processes
(Kaplan et al., in Stallard, 2002). CBT program is based on the notion that
negative beliefs about life and oneself is the result of negative self-talk which
leads to negative feelings about oneself; low self-esteem, and self-defeating
behavior (Bumett, 1996). Cognitive behavioral based interventions were the most
successful enhancers of self-esteem and self-concepts. 'I'he program was
associated with an increase in positive self-talk and CBT was linked to a decrease
in negative self-talk (Bumett, Craven, and Marsh, 1999).
CBT?s program on this final assignment was aimed to improve the self-
conlidence ofa nine year old girl with an average intelligence. She feels little of
confidence in answering the teacher?s or pa1°ent's questions. She was afraid that
she might give a wrong answer. As the result ofthe intervention, the child now is
aware of her faulty think and become more confident in school. On the other side,
her father-'s attitude that always become angry whenever she gives a wrong
answer make her more difficult to show some improvement at home setting. The
child also pays much of attention on her peer?s evaluation.
"
2007
T34197
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Boere, C. George
Yogkarta: Prismasophie, 2005
921 BOE p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Manurung, Rosida Tiurma
"Conversationalist and oppenent in a certain context have to create the teamwork so that both parties can reach the same intention. The effort is accomplished using :Maksim" (Cooperative Principle). This research will be analyzed and explained the positive "Maksim". The writer interests to do this research bacause the expanding of the positive maksim in acting to say, communications in acting to say will become fluently, pleasent , and even can bring kindliness. a study of the positive "maksim" covers the "maksim" of wisdom, cheapness , acceptance, ordinary, proper, and symphaty. This explanation becomes important because the writer has noticed that the behavior of conversationalist society tends to be apathetical, uncared, undiignified, disrespect, and less have emphaty to others. The positive "maksim" in psychological approach is studied because the appearance of positive or negatif maksim depends on the psychologically expected that the negatif behavior of conversationalist. It has become our duty to realize the importance of creating the positive atmosphere in all matter, including the Language behavior."
Bandung: ITB (Institut Teknologi Bandung), 2010
495 JUSOS 9:19 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sarlito Wirawan Sarwono
Jakarta: Bulan Bintang, 1991
150 SAR b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Tuti Indrawati
"Penulisan ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang lebih mendalam mengenai langkah-langkah dalam melakukan evaluasi program pelatihan. Pentingnya melakukan evaluasi pelatihan erat kaitannya dengan komitmen manajemen untuk membiayai pelaksanaan program pelatihan bagi karyawannya, PT Z, sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa, sangat membutuhkan kualitas sumberdayanya dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan. Kinerja organisasi yang cenderung menurun membutuhkan adanya pemecahan masalah. Pilihan untuk mengatasi keadaan tersebut, adalah dengan melakukan pelatihan. Namun dalam pelaksanaannya dibutuhkan adanya informasi mengenai evaluasi terhadap efektivitas program pelatihan 'basic supervisory' bagi para asisten supervisor. Oieh karena itu tulisan ini akan membahas : evaluasi program pelatihan dengan menggunakan evaluasi 4 ienjang dari Kirkpatrick.
Evaluasi pelatihan yang dilakukan menggunakan 4 level (jenjang) evaluasi pelatihan dari Kirkpatrick. Mengingat Sulitnya untuk melakukan evaluasi level 4 di perusahaan Z, maka untuk melengkapi data akan dilakukan perhitungan 'Return On Investment on Training' program pelatihan tersebut. Melalui perhitungan ROI ini, tergambar dengan jelas nilai rupiah keuntungan perusahaan sebagai dampak dilaksanakannya program pelatihan 'basic supervisory' bagi para asisten superviror di perusahaan Z. Hasil ini juga dapat digunakan untuk meyakinkan manajemen dalam menyelenggarakan program pelatihan. Kekhawatiran yang selarna ini berlangsung sebagai akibat tidak adanya informasi yang jelas mengenai manfaat dan efektivitas penyelenggaraan program pelatihan sudah dapat diatasi.
Dengan melakukan evaluasi 4 level program pelatihan dari Kirckpatrick terhadap pelaksanaan program pelatihan, diperoleh gambaran bahwa :
1. Pelatihan telah terselenggara dengan menarik dan berhasil menciptakan iklim yang kondusif untuk tercapainya proses pembelajaran
2.Pemandu berhasil membuat para peserta termotivasi untuk memahami dan mendalami materi yang disampaikan.
3. Telah terjadi peningkatan pengetahuan dan pemahaman peserta terhadap materi yang dibahas.
4. Secara umum telah teljadi perubahan perilaku.
5. Secara spesifik terdapat perilaku yang belum menunjukkan perubahan, yaitu:
- Personal Communication
- Work Quality
6. Perusahan perilaku perlu didukung dengan kemauan individu dan ditunjang dengan iklim kerja yang kondusif
7. Pelatihan telah memberikan manfaat baik bagi individu maupun bagi organisasi.
Untuk terlaksananya evaluasi program pelatihan, dibutuhkan profesinalisme penyelenggara pelatihan dau komitmen dari perusahaan."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Shelva Citra
"Literatur menunjukkan bahwa parentification dapat bersifat konstruktif dan destruktif, yang ditentukan dengan pemberian bimbingan dan dukungan dari keluarga. Pada remaja dengan Status Ekonomi Sosial rendah, kurang mendapatkan bimbingan dan dukungan, sehingga akan menimbulkan parentification yang bersifat destruktif. Hal ini akan mempengaruhi kesehatan mental remaja, salah satunya akan menimbulkan psychological distress.
Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara parentification dengan psychological distress pada remaja dengan Status Ekonomi Sosial (SES) rendah. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang melibatkan sebanyak 183 remaja usia 11-22 tahun dan bersekolah di Yayasan Sekolah Masjid Terminal (Master), Depok. Parentification diukur dengan menggunakan alat ukur yang dikembangkan oleh Hooper (2009), yaitu Parentification Inventory (PI). Untuk psychological distress diukur dengan menggunakan alat ukur yang dikembangkan oleh Weinberger (1995), yaitu Weinberger Adjustmen Inventory (WAI).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara parentification dan psychological distress (r = 0,338, n = 183, p > 0,05). Hasil lain menunjukkan, terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara instrumental parentification dan psychological distress (r = 0,199, n = 183, p < 0,05). Sementara itu, emotional parentification dan perceived benefit of parentification tidak terdapat berhubungan dengan psychological distress.

The literature suggests that parentification can be constructive and destructive, which is determined by the provision of guidance and support from family. In adolescents with low social economic status, lack of guidance and support, so it will cause destructive parentification. This will affect the mental health of adolescene, one of them will lead to psychological distress.
This study was conducted to examine the relationship between the psychological distress parentification in adolescents with low social economic status. This research is a quantitative study involving as many as 183 teenagers aged 11-22 years and attended the School of Masjid Terminal (Master), Depok. Parentification was measured using Parentification Inventory (PI) which was constructed by Hooper (2009). Psychological distress was measured using Weinberger Adjustmen Inventory (WAI) which was constructed by Weinberger (1975).
The results showed that there was no significant correlation between psychological distress and parentification (r = 0338, n = 183, p > 0,05). Other results show, there is a positive and significant relationship between psychological distress and instrumental parentification (r = 0,199, n = 183, p < 0,05). Meanwhile, parentification emotional and perceived benefits of parentification are not associated with psychological distress.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S54441
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>