Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 22276 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ria Andayani S.
Bandung: Balai kajian Sejarah dan Nilai Tradisional,Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata RI, 2004
307 RIA k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Banjarmasin: Departemen Sosial Kalimanta Selatan bekerja sama dengan Universitas Lambung Mangkurat, 1995
306.6 KEH
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Masyarakat multikultur adalah masyarakat yang terdiri atas berbagai macam perbedaan seperti suku bangsa, kebudayaan, agama, RAS dan lain sebagainya yang tinggal dalam sebuah permukiman tertentu. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang multikultur dengan kemajemukan masyarakat serta mengakui adanya perbedaan dalam upaya mewujudkan persamaan dan kebersamaan dari masing-masing suku yang ada."
2014
902 JPSNT 21:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Usaha galian C pada dasarnya memberikan kontribusi positif terhadap masyarakat di sekitar proyek galian tersebut. Kegiatan ini membuka lapangan kerja bagi mereka sehingga dapat menambah penghasilan untuk meningkatkan ekonomi keluarganya. Berbagai jenis pekerjaan tersedia seperti mengumpulkan batu, pasir, koral, ngosek (meratakan pasir dengan truk), dan sebagainya yang dapat dilakukan oleh laki-laki ataupun para wanita. Hasilnya dapat dirasakan secara langsug, karena pada saat itu juga jasa dari kerjanya dapat diterima. Di sisi lain, kegiatan galian C di desa Peringsari dan desa Sebudi membawa dampak yang sangat luas terhadap kehidupan masyarakat setempat. Positifnya sangat dirasakan dalam bentuk peningkatan ekonomi keluarga, negatifnya hancurnya lingkungan hidup di lokasi galian dan rusaknya jalan yang dilalui truk-truk pengangkut material mengakibatkan rawan kecelakaan bagi pengguna kendaraan kecil seperti mobil dan sepeda motor. Terjadinya ekspansi atau perluasan penggalian ke lahan-lahan yang masih produktif dan hilangnya nuansa pedesaan yang identik dengan ketenangan berubah menjadi kebisingan akibat lalu-lalangnya truk-truk besar pengangkut material."
JNANA 19:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Saragih, Tumpal P.
"Otonomi Masyarakat desa sebagai jalan tengah bagi kebuntuan perdebatan antara otonomi asli dimaknai sebagai otonomi adat dan otonomi yang diberikan. Otonomi masyarakat desa berarti masyarakat yang memiliki kewenangan untuk mengatur desa bukan pemerintahan desa.
Setelah lebih dari 3 tahun pelaksanaan UU No 22 tahun 1999, otonomi masyarakat desa belum terwujud. Hal ini berkaitan erat dengan dua faktor utama yaitu 1) faktor internal meliputi kandungan kapital manusia, fisik, ekonomi dan sosial yang tersedia dalam sistem serta 2) faktor eksternal yaitu pengaturan birokrat diaras desa.
Sebagai panduan penentuan arah studi peneliti merumuskan 3 hipotesis kerja pertama, intervensi birokrat diaras desa sangat tinggi. Kedua, kapital yang dimiliki Pemerintahan Desa lebih tinggi dibandingkan kapital Civil Society dan Pelaku Ekonomi dan Ketiga distribusi Kapital ke dalam governance desa bersifat elitis.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan mengambil desa Hegarmanah dan Cikeruh, Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang sebagai lokasi dimana kasus dipelajari. Tujuan penelitian yaitu mengidentifikasi jenis, bentuk dan pola pengaturan desa oleh birokrasi diaras desa dan mempelajari jenis, bentuk dan ketersediaan kapital governance desa (village governance). Hasil penelitian digunakan untuk merumuskan strategi pemberdayaan elemen governance desa guna mewujudkan otonomi masyarakat desa. Strategi yang dimaksud adalah alternatif cara agar ketiga governance desa mampu melakukan swa organisasi dan pengaturan desa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa otonomi masyarakat desa belum terwujud disebabkan perubahan-perubahan yang terjadi diaras desa setelah kebijakan otonomi daerah dilaksanakan belum memberikan peluang bagi governance desa untuk mengatur dirinya sendiri. Hal ini ditunjukkan oleh 1) masih kuatnya pengaturan desa oleh birokrat diaras desa baik berupa Peraturan Daerah yang tidak partisipatif maupun melalui Surat Keputusan Bupati yang sangat rinci sehingga penyeragaman desa tidak lagi secara nasional melainkan di lingkup kabupaten 2) Civil society yang ada ditingkat kabupaten mayoritas Tipe I Horizontal dimana kegiatannya terutama dibidang pendidikan sehingga kontrol terhadap pemerintahan daerah (Bupati dan DPRD) tidak ada. Civil society tipe II vertikal kondisinya masih tahap konsolidasi karena baru dibangun tahun 2002.
Kuatnya pengaturan birokrat Kabupaten ini sesungguhnya dimulai dari pedoman pengaturan desa yang diterbitkan pemerintah, baik dalam bentuk Keputusan Menteri, Peraturan Pemerintah maupun Keputusan Presiden. Perubahan-perubahan yang terjadi diaras desa ada juga yang mendorong terwujudnya otonomi masyarakat desa yaitu 1) ditetapkannya peraturan daerah tentang perimbangan keuangan kabupaten dan desa, 2) pelimpahan kewenangan sebagian dari kewenangan Bupati pada Camat sehingga Camat bukan atasan Kepala desa, 3) terbukanya peluang desa untuk membangun kemandirian keuangannya melalui kelembagaan baru yang disebut Badan Usaha Milik Desa. Perubahan di desa juga terjadi misalnya 1) kelembagaan masyarakat di desa semakin berkurang , 2) munculnya kelembagaan baru seperti BPD dan LPM 3) pergeseran hubungan desa dengan birokrat diaras desa 4) meningkatnya pengaturan desa oleh pemerintahan desa.
Kandungan kapital governance desa sangat beragam baik jenis maupun jumlahnya. Kandungan kapital ini sangat menentukan pola interaksi diantaranya. Kandungan kapital manusia pemerintah desa lebih rendah dibanding kapital manusia BPD. Namun kandungan kapital lainnya seperti fisik, ekonomi dan sosial lebih kuat pemerintah desa. Hanya saja posisi BPD secara normatif menempatkan BPD sebagai pengawas pemerintah desa sehingga hubungan diantara keduanya bukan sejajar. BPD sedikit lebih tinggi diatas Pemerintah desa.
Kandungan kapital pelaku ekonomi organisasi standar lebih rendah dibandingkan kapital pelaku ekonomi organisasi sukarela. Sikap kemandirian pelaku ekonomi sukarela lebih tinggi disbanding pelaku ekonomi standar. Hai ini disebabkan dalam pelaku ekonomi sukarela telah terbangun sistim akumulasi kapital internal dan sistem distribusi kapital eksternal yang merata bagi komponen pendukungnya khususnya untuk Koperasi Persatuan Wanita Jatinangor (KPWJ). Sementara itu, pelaku ekonomi organisasi standar sangat tergantung pada pemerintah dan mekanisme swa organisasinya belum berjalan.
Kapital Civil society organisasi standar sangat tergantung pada pemerintah. Organisasi ini memperoleh kucuran dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBdes) sementara kapital organisasi sukarela bersifat lebih mandiri dibandingkan organisasi standar. Meskipun kurang mendapat perhatian pemerintah, civil society jenis ini tetap melaksanakan kegiatannya namun tersendat-sendat akibat belum optimalnya akumulasi kapital internalnya terutama kapital ekonomi.
Pemerintah desa sebagai saluran bertemunya kepentingan negara (kabupaten) dengan masyarakat sehingga pemerintah desa merupakan saluran bagi perolehan kapital diluar sistem elemen governance desa. Namun distribusi kapital melalui saluran ini khususnya kapital ekonomi seperti dana perimbangan kabupaten dan desa dan proyek masuk desa masih sangat elitis. Kapital eksternal terutama digunakan oleh pemerintah desa, BPD dan organisasi standar yang dekat dengan pemerintahan desa seperti Kelompok Tani (KIN), Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga (PKK) dan Karang Taruna (KT). Otonomi masyarakat desa yang digagas dalam thesis ini mencakup otonomi masyarakat desa dalam hal memilih pemimpinnya, kemampuan pemerintahan desa dalam melaksanakan fungsinya, otonomi masyarakat desa dibidang pembangunan dan otonomi masyarakat desa dibidang keuangan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10906
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diden Rostika
"Tesis ini merupakan hasil penelitian mengenai pemberdayaan masyarakat miskin, melalui Program Pengembangan -Kecamatan, di Kabupaten Sumedang, Kecamatan Tanjungsari tahun 1999-2002.
Dilatarbelakangi oleh ketidakberhasilannya program ini dalam meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat miskin, maka peneliti mencoba melakukan penelusuran terhadap proses sosialisasi ditahap perencanaan kegiatan, proses pelaksanaan kegiatan dan pemeliharaan program.
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, dengan jenis penelitian deskriptif analitik untuk menghasilkan informasi-informasi tentang proses pelaksanan program, yang diperoleh melalui informan. Pemilihan informan didahului dengan membuat theoretical sampling dan dilanjutkan dengan penarikan sample secara "snowball sampling" yang meliputi petugas, dan penerima program. Untuk mendapatkan informasi dari informan tersebut peneliti menggunakan teknik "in-depth inleruiew ", observasi dan studi dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pemberdayaan masyarakat miskin di Desa Margaluyu kurang berhasil memberdayakan masyarakat miskin. Penyelenggaraan program tidak mampu meningkatkan pendapatan ekonomi bagi masyarakat miskin, bantuan yang diberikan program terutama untuk UEP dan KSP belum cukup memberikan peluang bagi peningkatan pendapatan, penyediaan lapangan kerja, dan juga belum bisa membangun kelompok masyarakat dalam bentuk UEP atau KSP yang kuat, juga malah membuat keharmonisan sebagian masyarakat dengan aparat desa menjadi terganggu karena kecurigaan-kecurigaan masalah dana proyek.
Kegagalan ini berawal dari sosialisasi program yang kurang memasyarakat. yang berakibat pada persepsi yang berbeda, dan motivasi partisipasi yang berlainan, disini motif ekonomi sangat dominan dalam mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam program ini. Didukung oleh pendampingan yang tidak berkesinambungan, kompetensi sebagai cotmnunity worker tidak memadai dan pendamping masyarakat yang bekerja lebih berorientasi pada tugas sesuai petunjuk teknis dan petunjuk operasional bukan pada proses sehingga kurang bermanfaat bagi anggota kelompok dan anggota masyarakat pada umumnya. Juga pendekatan yang dilakukan pada proses pemberdayaan untuk mencapai.hasil yang maksimal perlu disesuaikan dengan komunitas yang ada, dalam satu komunitas ada saatnya `didekati' dengan pendekatan yang directive tetapi ada saatnya menggunakan pendekatan yang non-directive.
Pola perguliran yang dikembangkan tidak menyebarluas menjangkau sasaran yang lebih jauh, tapi membentuk kelompok-kelompok kecil yang lebih eksklusif karena hanya orang-orang tertentu dan orang-orang yang sama yang bisa menikmati pelayanan program melalui UEP.
Berbagai upaya perubahan dan perbaikan perlu dilakukan, program pemberdayaan harus dilakukan secara komprehensif dalam seluruh aspek kehidupan dengan memprioritaskan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan dengan pendekatan directive atau non-directive. Membangun perekonomian desa dengan potensi yang ada dengan memperluas jaringan kerja, membangun lembaga perekonomian seperti misalnya koperasi, guna menghimpun petani tembakau dan kelompok UEP lainnya kedalam satu wadah yang dapat mempermudah dan daya tawar menjadi transparan, menguatkan kelompok UEP agar mampu bersaing dan menumbuhkan produktifitas yang pada akhirnya dapat mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10942
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
S7698
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>