Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1109 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Miftahuddin
Depok: Desantara, 2004
324.2 MIF r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Miftahuddin
"Munculnya radikalisme di kalangan kaum muda merupakan fenomena yang penting untuk diamati. Di tengah kehidupan sebuah bangsa yang tengah menapaki masa transisi menuju demokrasi, munculnya radikalisme politik bisa dimaknai secara ganda: positif dan negatif. Secara positif ia bisa dipandang sebagai daya dorong yang mempercepat proses demokratisasi, tetapi secara negatif bisa dimaknai sebagai ancarnan bagi tegaknya demokrasi. Dalam tesis ini peneliti lebih melihat radikalisasi pemuda sebagai hal yang positif dalam merombak sistem sosial politik yang lama, menuju ke arah sistem baru yang lebih adil dan demokratis.
Tesis ini memfokuskan perhatian pada proses terjadinya radikalisasi politik dalam tubuh Partai Rakyat Demokratik (PRD), sebuah partai politik yang ikut dalam Pemilu 1999. Sejak awal, PRD merupakan wadah tempat anak-anak muda melakukan serangkaian tindakan radikal dalam menentang kebijakan rezim Orde Baru Soeharto.
Dalam terminologi ilmu sosial radikalisme merupakan: suatu paham atau aliran dalam gerakan sosial politik, yang ingin membangun suatu dunia atau tatanan sosial politik yang lebih baik; dengan cara menghancurkan akar kejahatan sosial; menghilangkan institusi-institusi yang dianggap menjadi penghalang bagi tegaknya demokrasi; dengan program membangun sistem politik ekonomi yang demokratis dan bervisi kerakyatan. Sifat gerakan radikal adalah revolusioner (bukan evolusioner, reformis, atau gradual), dan untuk itu gerakan ini senantiasa menantang kemapanan kekuasaan yang tidak populis.
Penelitian ini-bersifat kualitatif, dengan mencoba memahami pemikiran, sikap dan sifat dari tindakan yang diambil oleh PRD dalam merespons perkembangan sosial politik yang ada, baik pada level lokal maupun nasional. Untuk kepentingan pemahaman itu, peneliti mengumpulkan bahan-bahan (data-data) melalui tiga cara; kajian dokumentasi dan literatur, wawancara mendalam, dan observasi.
Yang menjadi pedoman awal penelitian ini adalah pembacaan terhadap sejarah perjalanan bangsa secara umum, yang dengan jelas menempatkan pemuda sebagai salah satu sosok sentral. Di dalam banyak momentum penting, seringkali kaum muda tampil ke depan, memberikan jawaban dan solusi ketika terjadi kebuntuan politik. Eksistensi kaum muda yang demikian ini, dengan jelas tergambar dalam khazanah sejarah bangsa, yang dilukiskan dengan angkatan-angkatan; Angkatan 1908, Angkatan 28, Angkatan 45, dan juga Angkatan 1966. Dan mungkin Angkatan 1998!
Pada saat yang sama Peneliti juga menyaksikan ada sekelompok kaum muda yang tidak diukir dengan tinta emas sejarah seperti itu, tetapi sesungguhnya mereka juga memiliki andil dalam merobohkan struktur politik yang korup dan menindas. Mereka berjuang di tingkat akar rumput (grassroots) dengan penderitaan fisik dan mental karena berbagai tekanan; baik dari penguasa maupun dari masyarakatnya sendiri. Tetapi sesungguhnya mereka berhasil mewujudkan cita-cita mereka, yang antara lain berupa; `Pencabutan Dwi Fungsi ABRI', `Pencabutan Paket 5 W Politik', `Penurunan Soeharto', `Referendum untuk Rakyat Maubere'. Mereka itu adalah para aktivis Partai Rakyat Demokratik.
Dengan menggunakan kerangka strukturasi Giddens-yang menunjukkan adanya sifat dualitas dalam struktur (duality ofstructur)--penelitian ini menunjukkan bahwa meski Orde Baru dengan seluruh perangkat dan sumber daya yang mereka miliki (rules and resources) telah mencoba mendominasi seluruh aktor yang ada di bawahnya, tetap saja ada ruang dan cara yang cukup bagi aktor untuk melakukan 'perlawanan' terhadap struktur. Bahkan dalam banyak hal, aktor justru memanfaatkan kebijakan yang diterapkan oleh struktur sebagai `alat' untuk melawan. Gerakan kaum muda yang semula hanya bersifat protes sosial, karena ditumpas secara represif akhimya malah merubah gerakan menjadi bersifat ideologis dan radikal.
Tampak ada korelasi yang signifikan antara tingkat represifitas penguasa dengan tingkat resistensi yang diberikan. Mengikuti teori pegas, semakin kuat penekanan semakin kuat pula tingkat perlawanan.
Tesis ini berkesimpulan, pertama, konsep teoritik strukturasi Giddens relevan untuk menjelaskan tentang proses terjadinya radikalisme kaum muda (meski tesis ini hanya mengeksplorasi satu aspek dari tiga aspek utama yang disebut Giddens, yaitu aspek struktur `Dominasi'). Kedua, konsep radikalisme Popper berlaku dalam radikalisme PRD dengan catatan radikalisme PRD tidak persis se-ekstrim konstruksi Popper yang menyarankan adanya `pembunuhan, pengusiran dan pendeportasian'.
Ketiga, tentang kemunculan radikalisme, penelitian ini dalam beberapa hal mengukuhkan teori Jocano, tetapi ada perbedaan mendasar, jika Jocano menunjukkan radikalisme muncul sebagai respons terhadap modernisasi, PRD tidak pernah menentang atau menolak modernisasi. Radikalisme PRD hanya menentang dan melawan setiap aspek kehduoan yang mengancam tegaknya demokrasi dan HAM."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T10985
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
H. Budisantoso Suryosumarto
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001
320.12 Sur k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Voltaire, Frangois Marie, 1694-1778
Cambridge, UK: Cambridge University Press , 1994
320.01 VOL p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Dahl, Robert A., 1915-2014
Jakarta: Bumi Aksara, 1994
320 Dah a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jakarta Koalisi untuk kebebasan Informasi 2001,
343.099 MEL
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sirait, Hendrik Dikson
Jakarta: Aliansi Jurnalis Independen, 1999
070.4 SIR m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dedi Irawan
"Kekuatan politik yang mapan harus siap melakukan adaptasi dengan tuntutan-tuntutan perubahan politik yang terjadi di lingkungannya. Jika kekuatan politik itu tidak melakukan respon dan beradaptasi dengan perubahan politik, maka perubahan politik akan melemahkan kekuatan politik tersebut. Karenanya, jika kekuatan politik ingin tetap hadir dalam panggung politik maka ia harus terus berdaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi. Konflik politik di Golkar, pasca kejatuhan politik Soeharto, menunjukkan adanya keinginan dari organisasi ini untuk berubah. Namun, perubahan itu tidak berjalan mulus karena adanya tantangan dari kelompok yang tidak menyukai perubahan.
Konflik politik saat Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Juli 1998 dan saat Sidang Umum MPR tahun 1999 menunjukkan keterpengaruhan Golkar akan tuntutan gerakan reformasi yang berada di lingkungan poiitiknya. Tesis ini ingin menjelaskan pengaruh gerakan reformasi terhadap Golkar yang terlihat dalam konflik politik di organisasi yang pernah berjaya di era Orde Baru masa lalu.
Metode penelitian tesis ini adalah deskriptif analitis yaitu menggambarkan hubungan antar fenomena yang terjadi sehingga dapat menjelaskan pokok permasalahan yang ada. Teknik menjaring data dengan cara mewawancarai lima orang tokoh aktivis di lingkungan Golkar yang terlibat dalam konflik-konflik yang terjadi. Selain itu, data juga dihasilkan melalui informasi media massa, dokumen-dokumen yang relevan dan dari buku-buku.
Penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh gerakan reformasi terhadap konflik di Golkar. Tekanan gerakan reformasi menjadi salah satu tekanan yang menyebabkan Harmoko mengeluarkan pernyataan agar Soeharto mengundurkan diri dari kursi kepresidenan. Digunakannya isu-isu yang sesuai dengan semangat reformasi menjadi bukti lain dari pengaruh gerakan reformasi tersebut.
Konflik politik di Golkar menunjukkan bahwa organisasi ini sangat rentan dengan perubahan. Konflik itu terjadi karena ada sebagian pihak yang tidak siap menerima perubahan-perubahan. Konflik politik adalah ekses yang harus ditempuh oleh Golkar manakala ia ingin melakukan perubahan. Dengan demikian dapat digambarkan bahwa konflik politik di Golkar merupakan salah satu hasil dari tuntutan terjadinya perubahan politik. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T3055
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saiful Mahdi
"Muslimin Indonesia (MI) adalah organisasi massa yang sudah mengalami penggabungan dan perubahan bentuk, dari fungsi partai politik independen hingga menjadi salah satu unsur dalam Partai Persatuan Pembangunan. Perubahan bentuk ini dilakukan karena adanya kebijakan politik dari Jenderal Soeharto pada tahun 1971 yang menginginkan agar diadakan pengelompokkan partai politik berdasarkan persamaan ideologi dan platform partai. Tujuan politik dari Orde Baru mengadakan pengelompokkan terutama terhadap kelompok politik Islam adalah untuk memudahkan pengawasan dan mudah memecah dari dalam. Dalam kondisi yang pro dan kontra terhadap ide fusi tersebut Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Partai Nahdhatul Ulama, Partai Syarikat Islam Indonesia dan Partai Tarbiyah Islamiyah sepakat mendeklarasikan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di tahun 1973.
Sejak tahun 1973-1994, kepemimpinan di PPP dikuasai oleh elite-elite politik dari unsur Muslimin Indonesia.Di bawah pimpinan HMS Mintaredja kondisi partai dalam keadaan yang kompak walaupun terjadi konflik internal partai tetapi berkat adanya kedudukan beberapa ulama kharismatik seperti KH Bisri Syansuri berhasil diredam. Bagi seluruh anggota legislatif, Mintaredja memberikan kebebasan mengeluarkan pendapatnya tanpa khawatir akan dipecat dari keanggotaan DPR maupun partai. Kejatuhan Mintaredja di PPP karena ia telah tidak disukai lagi oleh Jenderal Soeharto terutama sejak keberaniannya menuntut kepada Soeharto agar PPP diberikan kursi kementrian di kabinet.
Mulai tahun 1978, pimpinan di PPP diambil alih oleh Djaelani Naro secara kontroversial tanpa melalui suatu forum Muktamar partai. Selama dipimpin oleh Djaelani Naro, keadaan PPP mulai diterpa oleh konflik internal yang luar biasa konflik tersebut tidak hanya melibatkan antara elite politik MI versus NU, tetapi juga antara elite politik ME versus MI. Djaelani Naro memiliki- kebijakan keras terhadap para anggota legislatif yang menyimpang dari kebijakan Orde Baru. Sosok Naro lebih terkesan sebagai perpanjangan-tangan kebijakan rezim Orde Baru di PPP. Keberanian Djaelani Naro untuk mencalonkan dirinya sebagai salah seorang wakil presiden RI di tahun 1988 pada saat sidang umum MPR, telah mengakibatkan kemarahan Soeharto terhadapnya.
Periode kepemimpinan Ismail Hasan Meutareum (1989-1994), mulai membenahi konflik internal partai melalui kebijakan rekonsiliasi terhadap tokoh-tokoh PPP baik dari unsur NU, MI,SI, dan Pena. Ismail Hasan melakukan kebijakan untuk mengurangi fanatisme berlebihan diantara empat unsur tersebut melalui bentuk pengajian bersama dan pendidikan-pendidikan kader bersama.Yang diinginkan olehnya adalah fanatisme terhadap PPP saja."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
T4274
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>