Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15592 dokumen yang sesuai dengan query
cover
london: Roultedge, 2000
305.3 DEC
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Foucault, Michel
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia/FIB Universitas Indonesia, 2008
306.7 FOU i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Mahoney, E.R.
New York: McGraw-Hill, 1983
306.7 MAH h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Berliyantin Puspaningrum
"ABSTRACT
Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi bentuk modifikasi komodifikasi seksualitas yang terjadi di media sosial Twitter melalui praktik sexting oleh smut role player. Dalam konteks ini, penelitian memosisikan internet sebagai sebuah ruang yang gagal menjadi sarana resistensi bagi khususnya bagi perempuan untuk melawan ideologi media arus utama yang mengobjektivikasi dan mengukuhkan gagasan perempuan sebagai objek seks yang subordinat. Dengan menggunakan kerangka komodifikasi, penelitian ini berusaha melihat bahwa praktik pertukaran pesan seksual yang dilakukan oleh smut role player berakar pada relasi kuasa yang menyembunyikan gagasan bahwa laki-laki merupakan pihak yang memiliki kuasa sementara perempuan merupakan pihak submisif. Penelitian ini menggunakan paradigma kritis untuk mengeksplorasi bahwa representasi seksual yang dibangun oleh perempuan melalui pembangunan identitas palsu bukan merupakan sebuah pemberdayaan melainkan sebuah bentuk pemenuhan ekspetasi dari sistem patriarki yang sudah lama berkembang. Dalam memeroleh data, penelitian ini kemudian menggunakan metode observasi partisipatoris, wawancara mendalam, dan analisis teks menggunakan netlytic.org.

ABSTRACT
This research attempts to explore another modification on sexuality commodification through Twitter by the practice of sexting done by smut role players. In this context, this research argues that the internet has failed its function as a space of resistance especially for women in challenging the mainstream media ideology which objectify and preserve the notion of women as subordinated sex objects. Through the framework of commodification, this research to examine that the practice of exchanging sexual messages by smut role players roots on the power relations which mystifies the idea that men are the ones in charge of power while women submit themselves. This research uses critical paradigm to explore further that the sexual representation of women through the construction of pseudonym identity is not empowering, but rather as an act of fulfilling the patriarchal expectation which has long been established. In attempt to collect the data, this research uses participatory observation method, in depth interview, and text analysis using netlytic.org. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Boston : Little, Brown , 1999
306.7 TEX
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
New Jersey: Prentice-Hall, 1981
305.3 MEN
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Nurmalisa
"Penelitian ini berjutuan untuk menggali keberdayaan perempuan pekerja VCS dalam berelasi dengan klien dan pihak lainnya. Terdapat banyak studi yang membahas bahwa prostitusi online menyediakan ruang yang lebih aman dimana pekerja seks dianggap lebih mampu meminimalisir resiko (Jones, 2016; NSWP, 2016; Cunningham, 2019). Namun studi-studi sebelumnya lebih berfokus pada manfaat internet terhadap profesi pekerja seks ataupun alasan pekerja seks memanfaatkan media sosial. Terdapat hal menarik lain yang dapat diteliti lebih lanjut, yaitu mengenai upaya yang dilakukan oleh pekerja seks dengan memanfaatkan ruang virtual yang tersedia untuk menciptakan posisi yang berdaya selama berelasi dengan pihak lain seperti klien dan mucikari. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus terhadap 4 perempuan pekerja VCS yang mempromosikan dirinya melalui media sosial Twitter. Studi ini menggunakan konsep power, otonomi tubuh, dan teori pertukaran sosial sebagai pisau analisis. Temuan studi melalui wawancara mendalam secara virtual kepada ke-4 informan menyimpulkan pekerja VCS mampu untuk memiliki kontrol pada profesinya, kontrol atas tubuhnya, hingga kemampuan menciptakan posisi tawar yang baik. Hal ini menciptakan keberdayaan yang ditunjukan pada beberapa hal, seperti 1) Kemampuan untuk menolak dan menerima klien melalui penseleksian dan penyortiran klien yang mengacu pada kriteria klien serta kesepakatan kerja dengan klien; 2) Kemampuan dalam merespon dan menciptakan strategi untuk terhindar dari resiko capping, doxing, penipuan, online sexual harassement, hingga keberadaan faker; 3) Kemampuan pekerja VCS untuk dapat benegosiasi dengan klien selama proses transaksi seksual. Kemampuan pekerja VCS untuk dapat memproduksi kekuasaan dan menciptakan relasi kerja yang sejajar dengan klien disebabkan karena adanya pengetahuan terkait kondisi kerja, kesadaran kritis, keterampilan digital yang dimiliki, serta kemampuan untuk menciptakan sumberdaya alternatif yang dibutuhkan lainnya, yaitu uang, dengan menjaga dan memperluas pasarnya. Ruang digital juga seakan menjadi tembok pembatas antara pekerja VCS dan klien sehingga memudahkan pekerja VCS untuk menciptakan dan mengunakan kekuasaanya.

This study aims to explore the empowerment of women VCS workers in relating to clients and other parties. There are many studies that discuss that online prostitution provides a safer space where sex workers are considered to be better able to minimize risk (Jones, 2016; NSWP, 2016; Cunningham, 2019). However, previous studies have focused more on the benefits of the internet for the sex worker profession or the reasons sex workers use social media. There is another interesting thing that can be investigated further, namely the efforts made by sex workers by utilizing the available virtual space to create a position of power while dealing with clients. This study uses a qualitative approach with a case study method on 4 female VCS workers who promote themselves through social media Twitter. This study will use the concept of power, body autonomy, and social exchange theory as an analytical knife. The study findings through virtual in-depth interviews with the 4 informants concluded that VCS workers are able to have control over their profession, control over their bodies, to the ability to create a good bargaining position. This can be shown in several things that are done by VCS workers, such as 1) The ability to reject and accept clients through the selection and sorting of clients based on client criteria and work agreements with clients; 2) Ability to respond and create strategies to avoid the risk of capping, doxing, fraud, online sexual harassment, and the presence of fakers; 3) The ability of VCS workers to be able to negotiate with clients during the sexual transaction process. The ability of VCS workers to be able to produce power and create equal working relationships with clients is due to their knowledge of working conditions, critical awareness, digital skills, and the ability to create alternative resources needed, namely money, by maintaining and expanding the market. The digital space also seems to be a dividing wall between VCS workers and clients, making it easier for VCS workers to create and use their power."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khalif Anant Pangastono
"Tulisan ini menganalisis bagaimana series Netflix “Sex Education” sebagai salah satu bentuk media komunikasi massa menyampaikan edukasi seks ke khalayak. Konsep yang dianalisis dalam tulisan ini adalah implikasi dari lima kategori topik comprehensive sexuality education (CSE) yang diusung oleh UNFPA. Selain itu, tulisan ini juga mencari akar penyebab masalah terkait pendidikan seks yang serial ini coba atasi. Penelitian ini menggunakan metode analisis isi dengan melakukan observasi terhadap adegan dalam series sekaligus menganalisis keterkaitannya dengan konsep. Hasil analisis menunjukkan bahwa seluruh kategori topik dalam CSE terkandung dalam series Sex Education, membuat series ini dapat menjadi sarana edukasi seks informal yang baik untuk khalayak terutama remaja. Adapun saran untuk penelitian selanjutnya yaitu dapat menggunakan teori resepsi audiens terkait pemaknaan konten seputar seks dan seksualitas dalam series Sex Education dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif.

This paper analyzes how the Netflix series “Sex Education” as a form of mass communication media deliver sex education to the audiences. The concept analyzed in this paper is the implication of the five categories of comprehensive sexuality education (CSE) topics promoted by UNFPA. In addition, this paper also looks for the root causes of problems related to sex education that this series tries to overcome. This study uses content analysis method by observing the scenes in the series as well as analyzing its relationship with the concept. The results of the analysis show that all topic categories in CSE are contained in the Sex Education series, making this series a good means of informal sex education for audiences, especially teenagers. The suggestion for further research is to use audience reception theory related to the meaning of content about sex and sexuality in the Sex Education series with quantitative and qualitative approaches."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
Mk-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
F.X. Rudy Gunawan, 1965-
Yogyakarta: Galang Press, 2000
306.7 RUD m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sembiring Pandia, Weny Savitri
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2707
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>