Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 113747 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ma`mun Murod Al-Bresbesy
Jakarta : RajaGrafindo Persada, 1999
297.272 MAM m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
S5906
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sumarno
"Secara umum tesis ini berusaha mendeskripsikan beberapa aspek yang terkait dengan dinamika pemikiran dan aksi-aksi politik Amien Rais: faktor-faktor yang mempengaruhinya, tema-tema yang digagasnya, fase-fase perjalanan politiknya, kontribusinya dalam pengembangan wacana demokratisasi dan tipologi pemikiran politiknya.
Penelitian tesis ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan metode pengumpulan data melalui studi pustaka dan observasi lapangan: wawancara dengan Amien Rais dan menghadiri berbagai forum di mana Amien Rais tampil sebagai pembicara utama atau forum yang membahas Amien Rais, Pendekatan penelitian ini dimaksudkan untuk melacak akar pemikiran Amien Rais dengan jalan mendeskripsikan proses sosialisasi yang dialami Amien Rais di masa lalu, nilai-nilai yang terinternalisasi dalam dirinya dan turut membentuk kepribadian dan corak berpikirnya serta obsesi Amien Rais tentang kehidupan politik yang ideal.
Dalam penelitian ini ditemukan ada empat faktor utama yang turut membentuk kepribadian politik dan corak berpikir Amien: lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan, Muhammadiyah dan spirit ajaran Islam yang dipahaminya. Keempat faktor tersebut saling mempengaruhi pemikiran, sikap dan aksi-aksi politik Amien Rais yang berani, lugas, kritis dan mengedepankan moralitas politik. Keluarganya, khususnya figur sang ibu, mengajarkan sikap tegas dan mengatakan apa adanya, pendidikan, khususnya pendidikannya di Barat, mempengaruhi sikapnya yang terbuka, transparan, demokratis dan cenderung liberal, Muhammadiyah mempengaruhi komitmennya pada nilai-nilai pembaruan, persamaan, egalitarianisme dan beramar ma'ruf nahi munkar; dan ajaran Islam yang diyakininya mengajarkan nilai-nilai tauhid yang dielaborasi menjadi tauhid sosial sebagai spirit seluruh pemikiran dan sikap politiknya.
Selain itu, penelitian ini juga mengkaji tema-tema pokok yang menjadi perhatian Amien sebagai wacana akademis yang. Seperti pandangannya tentang konsepsi negara dalam Islam yang digagasnya sejak awal 1980-an, tauhid sosial yang dipopulerkannya pada pertengahan 1990-an, diskursus demokrasi, moralitas politik dan kekuasaan politik yang direnungkannya pada akhir karier akademiknya sebagai Guru Besar Ilmu Politik UGM tahun 1998.
Tesis ini juga mengkaji bagian penting lain dari Amien Rais, yakni evolusi perjalanan politiknya dan sekaligus metamorfosis pemikiran politiknya. Bagian ini bisa disimak dalam tiga fase perjalanan politik Amien Rais: fase intelektual atau ilmuwan politik (political scientist), fase moralis-politik dan fase Amien Rais sebagai aktor politik. Selain itu dikemukakan dua pola artikulasi yang dilakukan Amien: gerakan moral-seperti tercermin dalam dua fase pertama perjalanan politiknya---dan gerakan politik yang tercermin pada fase ketiga ketika ia "berijtihad" meninggalkan gerakan moral dan melengserkan diri dari kepengurusan Muhammadiyah serta memproklamirkan diri sebagai politisi.
Metamorfosis politik Amien Rais dari tokoh umat-yang dicitrakan sektarian, radikal, anti-Barat dan fundamentalis-menjadi tokoh bangsa yang nasionalis, demokratis, pluralis dan inklusif, juga merupakan bagian penting yang berhasil dikaji dalam tesis ini.
Bagian lain yang cukup menarik adalah tipologi pemikiran politik Amien Rais. Setelah mengkaji berbagai tipe pemetaan politik yang dilakukan oleh beberapa ahli, dalam dan luar negeri, penelitian ini mencoba untuk menawarkan format pemetaan pemikiran politik Amien Rais. Amien adalah wakil generasi baru Islam politik yang modernis-Islamis tetapi inklusif-pluralis dan substansialis."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T7189
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umaruddin Masdar
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999
321.8 UMA m (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Bahar, 1964-
Yogyakarta: Pena Cendikia, 1998
923 AHM b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Kompas, 2010
320.011 PER
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Olivia Dwi Lestari
"Pada pemerintahan Orde Baru di Indonesia, komunikator politik yang sangat berpengaruh adalah dari pihak pemerintahan. Karena pada saat itu pemerintah cenderung menekan' pihak yang menyuarakan hal-hal negatif tentang pemerintahan. Namun, ada juga segelintir orang yang secara vokal mengungkapkan opininya menentang pemerintah. Ketika angin reformasi mulai bertiup di Indonesia, mulai bermunculan komunikator-komunikator politik yang berani mengeluarkan pendapatnya dan mengkritik pemerintahan serta mengharapkan Soeharto selaku Presiden saat itu untuk mengundurkan diri. Pada era peralihan itulah komunikatorkomunikator politik selaku opinion leader mulai unjuk diri. Salah satu komunikator politik yang berpengaruh dalam proses peralihan dari Orde Barn menuju Orde Reformasi adalah Amien Rais. Pada masa 'perjuangan' rakyat dalam menuinbangkan Orde Barn, opini-opininya menjadi sangat diperhitungkan. Ia beropini tentang kekuasaan rezim Orde Baru, yaitu rezim Soeharto. Bahkan sejak tahun 1994, sendirian ia sudah berani menggagas tentang suksesi. Amien kemudian dianugerahi sebagai Man of the Year tahun 1997 oleh majalah Ummat dan diberi gelar Bapak Reformasi oleh mahasiswa 1PB. Tetapi sejalan dengan perkembangan situasi politik di Indonesia dan perubahan peran Amien Rais sebagai komunikator politik, mulai timbul kritik-kritik terhadap Amien. Dimana awalnya ia disebut `cendekiawan moralis', yang seringkali memberi masukan dan kritikan kepada pemerintah, kemudian mulai terjun ke dalam politik praktis dengan menjadi Ketua PAN, sampai akhirnya Amien menjadi Ketua MPR. Banyak kritikan dari berbagai kalangan, terutama mahasiswa, yang mengatakan bahwa Amien tidak konsisten dalam pernyataan politiknya. Terutama menyangkut masalah pengusutan kasus KKN Soeharto. Penelitian ini bertujuan untuk mencari makna dibalik tanda-tanda dalam pesan politik Amien Rais, khususnya mengenai Soeharto dan pengusutan kasus KKN Soeharto. Dengan demikian dapat terlihat apakah sejalan dengan perubahan peran Amien sebagai komunikator politik dan situasi politik di Indonesia, maka penggunaan tanda-tanda dalam pesan politik Amien juga mengalami pergeseran. Dengan mencari makna dari tanda-tanda dalam pesan politik Amien dan dikaitkan dengan konteks, maka akan dapat dilihat apa yang menjadi motif Amien dalam menggunakan tanda-tanda tersebut. Dalam mencari makna dari pesan politik Amien Rais tersebut, peneliti menggunakan metode analisis isi semiotika. Peneliti mencari pernyataan-pernyataan Amien mengenai kasus Soeharto yang dimuat di media cetak (surat kabar). Kemudian pernyataan tersebut diamati dan dicari `retak teks'-nya, yaitu tanda atau bagian dari teks yang patut dipertanyakan lebih lanjut. Dari hasil analisis terhadap pesan politik Amien Rais, ternyata peneliti menemukan pergeseran penggunaan tanda-tanda dalam pesan politiknya. Sehingga terdapat penggambaran yang tidak konsisten mengenai Soeharto dan kasus KKNnya. Perubahan tersebut setelah dinterpretasi ternyata berkaitan dengan perubahan peran Amien sebagai komunikator politik dan situasi politik Indonesia pada saat itu. Dan perubahan itu juga berkaitan dengan motif Amien dalam menggunakan tandatanda dalam pesan politiknya. Terlihat bahwa Amien menggunakan tanda-tanda dalam pesan politiknya dengan tujuan dan kepentingan tertentu, sesuai dengan posisinya sebagai komunikator politik dan situasi politik di Indonesia saat itu. Pada saat Amien masih merupakan aktivis pemuka pendapat, ia menggunakan pesan politiknya untuk menunjukkan identitas dirinya, yaitu sebagai seorang reformis. Ketika ia menjadi Ketua PAN dan menjadi salah satu calon kuat Presiden RI 2000-2004, selain sebagai identitas diri, ia juga mulai menggunakan pesan politiknya untuk mendapatkan dukungan, baik dari masyarakat, tokoh politik dan masyarakat internasional. Setelah ia menjadi Ketua MPR, Amien menggunakan pesan politiknya untuk `menjaga' kedudukannya. Jika dilihat dari segi Ilmu Komunikasi Politik, Amien Rais adalah seorang komunikator politik yang baik, karena ia mengggunakan tanda-tanda dalam pesan politik sesuai dengan konteks politik saat itu dan untuk kepentingan tertentu. Dengan demikian, komunikator politik dalam menyampaikan pesan politiknya tidak bisa terlepas dari lingkungan politik dimana ia berada. Disini terlihat bahwa Amien menggunakan tanda-tanda dalam pesan politiknya untuk tujuan dan kepentingan tertentu. Untuk itu kita sebagai komunikan politik hams bisa melihat makna dari pesan politik yang disampaikan oleh para komunikator politik, terutama mereka yang menjadi opinion leader. Dalam melihat makna dari pesan politik itu kita juga melihat konteksnya sehingga kita dapat memahami makna keseluruhannya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S4270
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A. Mustofa Bisri, 1944-
Bandung: Incres; Remaja Rosdakarya, 2000
920.71 MUS b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Anton Tabah
Klaten: Sahabat , 2000
959.8 ANT p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Idris Thaha
"NURCHOLISH Madjid dan M. Amien Rais adalah dua tokoh Muslim yang mewarnai dunia pemikiran Islam di tanah air kita. Warna-warni pemikiran mereka tentu saja tidak mungkin dilepas dari latar belakang kehidupannya, baik keluarga, pendidikan, maupun organisasi. Menjelang Pemilu 2004, baik Nurcholish maupun Amien mencoba untuk membuktikan pemikiran-pemikiran di dalam dunia nyata dengan siap-siap maju menjadi Calon presiden RI. Nurcholish tidak memiliki partai politik sebagai kendaraan politiknya menuju istana negara, sedangkan Amien melangkah dengan partai politik yang didirikannya, Partai Amamat Nasional.
Salah satu pemikiran yang hendak mereka wujudkan di tengali-tengah masyarakat Indonesia adalah berkaitan dengan Islam dan demokrasi. Nurcholish dan Amien menyayangkan gagalnya ujicoba praktik demokrasi: Demokrasi "Liberal" Parlementer dan Demokrasi Terpimpin (Orde Lama), dan Demokrasi Pancasila (Orde Baru). JaIan buntu praktik demokrasi di Indonesia ini mendorong Nurcholish dan Amien menawarkan pemikiran-pemikiran politiknya tentang demokrasi. Mereka mengemukakan sepuluh hal penting untuk mewujudkan transisi Indonesia menuju demokrasi. Kesepuluh elemen demokrasi yang mereka maksudkan tidak bisa dilepas dari bimbingan wahyu Ilahi, sehingga tidak salah jalan.
Elemen demokrasi yang sejalan dengan beberapa agama Islam itu, antara lain terdiri partisipasi politik rakyat, kebebasan, penegakan hukum, pemerataaan keadilan sosial, peningkatan mutu pendidikan, dan pembentukan masyarakat madam, sebenamya telah tertuang jelas dan tegas di dalam rumusan Pancasila. Menurut Nurcholish dan Amien, sila-sila di dalam Pancasila sendiri sebetulnya sudah memberikan rumusan yang baik tentang sebagian konsep demokrasi. Karena itu, bila bangsa Indonesia, khususnya umat Islam taat pada agamanya, maka dipastikan mereka telah menjalankan nilai-nilai Pancasila, dan mereka sesungguhnya telah menjalankan demokrasi.
Menurut Nurcholish dan Amien, sila pertama Pancasila, "Ketuhanan yang Mahaesa" mengandung makna tawhid. Untuk itu, ia menjadi sila utama yang menyinari dan menjadi dasar etis sila-sila lainnya. Bagi mereka, sila pertama adalah sila vertikal (habl min Allah): beriman kepada Allah. Sedangkan sila-sila selanjutnya adalah sila-sila horizontal (habl min al-nas): beramal saleh kepada sesama.
Karena itu, tidak heran kalau Nurcholish dan Amien sangat menekankan pemikiranpemikirannya, khususnya dalam politik, pada konsep tauhid. Tauhid merupakan fondasi asasi dalam mewujudkan demokrasi di Indonesia. Demokrasi tanpa tauhid tidak akan memiliki makna berarti bagi kehidupan masyarakat. Inilah yang kita rebut dengan demokrasi yang dilandaskan pada tauhid. Yaitu, demokrasi religius atau demokrasi teistik-yang sebenamya dikehendaki M. Natsir-kita tahun, kedua tokoh ini pemah dijuluki "Natsir Muda". Untuk itu, saya berkesimpulan, bahwa Nurcholish dan Amien merupakan wakil tokoh Muslim Indonesia yang dapat dikatakan sebagai pemilar demokrat religius (substantif dan formalis) Wallahu a'lam lii alshawub.

Nurcholish Madjid and M. Amien Rais are two influential Muslim figures for Islamic thoughts in Indonesia Their thoughts, of course, are significantly related to their family, educational, and organizational background. During the general election 2004, Nurcholish and Amien tried to actualized their role and function in real politic. They were nominated for presidential candidate. Nurcholish went through non-political party, while Amien went through the National Mandate Party (PAN).
In most of their ideas and thoughts, Nurcholish and Amien attempted to introduce the concept of Islam and democracy. This is due to the failure of democratic practices: Parliamentary "Liberal" Democracy and Guided Democracy (Old Era) and Pancasila Democracy (New Era). In introducing their political thoughts and democracy, Nuscholish and Amien proposed ten important points in order to change the existing democratic system in Indonesia. The ten points are based and rooted on Islamic concept of democracy. They include people political participation, freedom, law enforcement, social justice, improving the quality of education and creating civil society.
Both Nurcholish and Amien agreed that these elements, in fact, have been included in Pancasila. According to them, Pancasila reflects certain aspects of democracy. Therefore, if Indonesian people, especially Muslim population, are really committed to Islamic teachings, actually they have implemented the concept of Pancasila, meaning that they have implemented the concept of democracy.
According to Nurcholish and Amien, the first element of Pancasila, i.e. "Belief in One God", implies the concept of tawhid. This element is the basic foundation of the other elements. In their opinions, the first element is considered as vertical aspect (habl min Allah): belief in Allah, while the other elements are considered as horizontal aspect (habl min al-nas): doing good deeds for humanity.
NurchoIish and Amien emphasize their political thoughts on the concept of tawhid. Tawhid is the basic foundation for implementing the concept of democracy in Indonesia. This is so-called tawhid-based democracy. That is religious democracy or theistic democracy as proposed by M. Natsir. In conclusion, Nurcholish and Amien represent Indonesian Muslim figures who introduce religious democratic concept. Wallahu a'lam bi al-shawib.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14368
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>