Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 124069 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Breitman, Patti
Jakarta: Erlangga, 2001
113.8 BRE h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Theresia Maria Ninawati
"Tesis ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas program training komunikasi asertif untuk meningkatkan keterampilan kerjasama pada Pre Operational First Officer di PT. X. Tipe penelitian ini adalah action research dengan partisipan sebanyak 7 orang. Alat ukur perilaku asertif adalah adaptasi dari Rathus Assertiveness Schedule (Rathus,1973) dengan nilai koefisien alpha (α) sebesar 0,744. Sedangkan untuk mengukur keterampilan kerjasama, digunakan adaptasi dari Teamwork Skill Questionnaire (O?Neil 1996) dengan nilai koefisien alpha (α) sebesar 0,750.
Hasil uji korelasi Spearman-Rho menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara perilaku asertif dengan keterampilan kerjasama dengan korelasi sebesar 0,773 dan signifikansi 0,042 (p>0,05). Dengan demikian semakin tinggi perilaku asertif, maka semakin tinggi keterampilan kerjasama. Sementara hasil uji Wilcoxon Signed-Rank Test menunjukkan perbedaan skor sebelum dan sesudah intervensi pada perilaku asertif dengan nilai signifikansi 0,027 (p>0,05) dan pada skor keterampilan kerjasama dengan nilai signifikansi 0,042 (p>0,05).
Hasil tersebut menunjukkan bahwa training komunikasi asertif dapat meningkatkan perilaku asertif dan keterampilan kerjasama pada responden. Dengan demikian perusahaan dapat menerapkan training komunikasi asertif untuk meningkatkan keterampilan kerjasama pada pre operational first officer.

The purpose of this thesis is to see the effectiveness of assertive communication training program to improve teamwork skills of pre operational first officer at X company. This research used action research method with 7 participants. The research that was used Rathus Assertiveness Schedule (Rathus, 1973) with alpha coefficient (α = 0,744), and Teamwork Skill Questionnaire (O?Neil 1996) with alpha coefficient (α = 0,750) to measure teamwork skill.
The result showed a significant relationship between assertive behavior and teamwork skill with a correlation value of 0.773 and significance of 0.042 (p <0.05). It showed that with increasing assertive behavior so teamwork skill will be increase too. In addition, there were significant differences score before and after intervention program of assertive behavior (p=0.027<0.05) and (p=0.042<0.05) of teamwork skill.
The analysis results showed that assertive communication training can enhance assertive behavior and teamwork skill of participant. Assertive Communication Training can be used by company to improve teamwork skill of pre operational first officer.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
T31849
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Zimmerman, Constance
"Techniques for managing others while maintaining mutual respect. Asserting Yourself at Work provides business professionals with the communication tools and psychological foundation they need to perform more assertively on the job. Designed for front-line managers, supervisors, team leaders, team members, employees, and life-long learners, this course promotes the use of direct, inclusive communication as a powerful tool for achieving targeted goals and building lasting relationships. Asserting Yourself at Work teaches students the skills they need to behave and communicate more assertively?and therefore more effectively?in the workplace. Students learn to address their needs and interests at work, and, at the same time, consider the needs and interests of others. Beginning with the foundation of self-awareness, the course builds these skills step by step. Students learn about and practice assertive verbal and nonverbal communication techniques, learn how to set proper boundaries in workplace relationships, and analyze how assertiveness plays out in other cultures. The interactive format includes self-assessment tools, worksheets, sidebars, exercises, and quizzes that prompt students all along the way. Course Objective: Understand techniques for managing others while maintaining mutual respect and recognize and avoid self-defeating behaviors. Selected Learning Objectives ? Set boundaries ? Manage others without being aggressive or manipulative ? Respond to other people's needs without giving up your own ? Say "no" to unfair demands ? Resolve conflicts and deal with aggressiveness in others ? Enhance your self-image?and your on-the-job authority. This is an ebook version of the AMA Self-Study course. If you want to take the course for credit you need to either purchase a hard copy of the course through amaselfstudy."
New York: [American Management Association;, ], 2010
e20436721
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Kemp, Jana
"If you're afraid that saying "no" will cause a backlash with friends, family, or colleagues, you'll be pleasantly surprised to learn that "no" can be a productive answer, and can put you in control of any situation - without turning you into a meanie. No! turns the word into a tool for personal power, and gives you new ways to help discussions and decisions move forward. This enlightening guide reveals how "no" can help you protect your time, money, family, and more. And it demonstrates that "no" is a legitimate word that doesn't always need to be negotiated to "yes"."
New York: American Management Association, 2005
e20441753
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Isdar Andre Marwan
"
ABSTRAK
Kebahagiaan adalah sesuatu yang didambakan manusia sejak zaman
dahulu kala. Banyak cabang ilmu yang mempelajari kebahagiaan, salah satunya
adalah psikologi. Para ahli psikologi lalu menggunakan konstruk kesejahteraan
subyektif (subjective well-being), karena istilah kebahagiaan memiliki makna
yang rancu.
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, diketahui bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara perilaku asertif, pengaruh perbedaan budaya,
penghasilan, dukungan sosial, tujuan pribadi, aktivitas, kepribadian, kognisi, dan
kejadian-kejadian yang dialami seorang dalam hidup dengan kesejahteraan
subyektif (Diener, 1996; Alberti & Emmons, 1995; Zika & Chamberlain, 1987).
Pengaruh perbedaan budaya yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
idiosentrisme, karena obyek penelitian ini adalah individu. Perilaku asertif
membuat seseorang mampu mengekspresikan diri sekaligus menghormati hak-hak
orang lain. Hal ini meningkatkan kualitas hubungan dengan orang lain,
meningkatkan self-esteem, mengurangi kecemasan dan mengurangi tingkat
depresi. Idiosentrisme berhubungan dengan kesejahteraan subyektif karena orang
yang idiosentris punya kebebasan untuk menetapkan tujuan dan tingkah lakunya
sendiri. Idiosentrisme juga berhubungan dengan self-esteem yang berkaitan erat
dengan kesejahteraan subyektif.
Penelitian-penelitian mengenai hubungan antara perilaku asertif dan
kesejahteraan subyektif masih sangat jarang dilakukan, demikian pula dengan
idiosentrisme. Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara
perilaku asertif dan idiosentrisme dengan kesejahteraan subyektif. Apalagi
penelitian-penelitian yang selama ini dilakukan lebih banyak dilakukan dalam
budaya yang individualis, masih sangat jarang dilakukan di Indonesia yang
memiliki budaya yang kolektif dan kekhasan tersendiri.
Budaya Indonesia terlalu luas untuk dibicarakan, maka peneliti memilih
budaya Jawa dan budaya Batak sebagai kelompok budaya yang menjadi obyek
penelitian ini. Kedua kelompok budaya ini djpilih karena hasil penelitian Najelaa
(1996) menunjukkan budaya Batak dipersepsikan sebagai budaya yang paling
asertif sedangkan budaya Jawa sebagai budaya yang paling tidak asertif.

Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara
perilaku asertif dan idiosentrisme dengan kesejahteraan subyektif pada orang
Jawa dan orang Batak. Penelitian ini bertujuan pula untuk melihat sumbangan
perilaku asertif dan idiosentrisme terhadap kesejahteraan subyektif orang Jawa
dan orang Barak.
Berkaitan denga tujuan di atas, maka penelitian ini melibatkan 277
mahasiswa dari perguruan tinggi dan swasta yang ada di Jabotabek. Kepada
mereka diberikan beberapa alat ukur, yang masing-masing mengukur : kepuasan
hidup, afek menyenangkan dan afek tidak menyenangkan, perilaku asertif dan
idiosentrisme. Hubungan antara perilaku asertif dan idiosentrisme secara
bersama-sama terhadap kesejahteraan subyektif orang Jawa dan orang Batak
diukur dengan mengontrol variabel-variabel yang mungkin berpengaruh dengan
kontrol statistik. Sumbangan masing-masing faktor tersebut terhadap
kesejahteraan subyektif diperoleh dengan menggunakan analisis regresi majemuk.
Penelitian ini membuktikan adanya hubungan antara perilaku asertif dan
idiosentrisme secara bersama-sama terhadap kesejahteraan subyektif baik pada
orang Jawa maupun orang Batak. Perilaku asertif memiliki sumbangan positif
yang bermakna tarhadap kesejahteraan subyektif baik pada orang Jawa maupun
orang Batak. Variabel idiosentrisme memiliki sumbangan negatif yang bermakna
terhadap kesejahteraan subyektif orang Batak, sedangkan pada orang Jawa,
sumbangan variabel ini tidak bermakna. Variabel pengeluaran setiap bulan
memberikan sumbangan positif yang bermakna terhadap kesejahteraan subyektif
orang Batak. Temuan ini sejalan dengan sumbangan negatif yang bermakna dari
variabel jumlah saudara terhadap kesejahteraan subyektif orang Batak.
Hasil tambahan dari penelitian ini menunjukkan bahwa orang Batak lebih
asertif dibandingkan orang Jawa. Hasil lain adalah budaya Jawa lebih cenderung
mengarah ke arah kolektivisme vertikal dibanding budaya Batak. Didapati pula
hasil yang menunjukkan bahwa perilaku asertif dihambat oleh budaya yang
mengarah pada kolektivisme vertikal dan cenderung muncul dalam budaya yang
individualisme horizontal.
Penelitian Ianjutan kiranya dapat dilakukan dengan menggunakan alat
ukur yang lebih baik untuk masing-masing variabel penelitian ini. Topiknya dapat
diperluas dengan hal-hal Iain seperti dukungan sosial dan self-esteem, yang
diharapkan dapat lebih menjelaskan perbedaan budaya individualis dan budaya
kolektif. Sampelnya pun dapat diperluas, bukan hanya usia dewasa muda dan
bukan hanya mahasiswa yang tinggal di Jakarta. Dengan demikian dapat
diperoleh masukan yang berguna untuk meningkatkan kesejahteraan subyektif
masyarakat Indonesia.
"
1997
S2553
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Perilaku asertif adalah suatu kemampuan mempertahankan hak-hak pribadi tanpa
merugikan orang lain, menghargai diri sendiri dan orang lain, mengekspresikan perasaan positif
dan negatif serta percaya diri. Remaja termasuk orang yang sulit untuk berperilaku asertif
terutama dengan teman sebaya. Sulitnya berperilaku asertif pada remaja membuat remaja sangat
mudah terpengaruh oleh ajakan, rayuan dan paksaan teman sebaya (dikutip dari Kompas.com &
e-psikologi.com). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana sikap dan tingkat
pengetahuan sikap siswa SMU tentang perilaku asertif. Desain yang digunakan dalam penelitian
ini adalah deskriptif sederhana terhadap 91 responden siswa SMU 27 Kelurahan Johar Baru ,
Jakarta Pusat pada tanggal 22 Desember 2003. Instrumen penplitian berupa kuisioner. Setelah
data terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan statistik sederhana. Hasilnya bahwa
tingkat pengetahuan siswa SMU 27 tentang perilaku asertif mayoritas berada pada tingkat
sedang yaitu 74 siswa (81,32 %) dan pengetahuan tinggi 17 siswa (11,76 %). Tidak ada siswa
yang memiliki tingkat pengetahuan rendah. Sedangkan siswa SMU memiliki sikap tidak asertif
yaitu 77 siswa (84,62 %) dan perilaku asertif 14 siswa (80,142 %). Tidak ada siswa SMU yang
memiliki sikap agresif. Rekomendasi hasil penelitian ini adalah penelitian yang sama dengan
memperluas populasi dan responden , agar dapat digeneralisasi. Penelitian Ianjutan tentang
asertif pada remaja , seperti faktor - faktor ekstemal yang mempengaruhi tumbuhnya perilaku
asertif , korelasi pola komunikasi di keluarga dengan perilaku asertif , korelasi posisi remaja di
keluarga dengan perilaku asertif"
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2003
TA5138
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nuniek Setyo Wardani
"Peningkatan masalah dalam rumah tangga dengan kurangnya pemecahan masalah yang baik memicu terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, baik pada usia pernikahan muda maupun tua. Tujuan penelitian ini melihat pengaruh assertive training therapy (ATT) terhadap kemampuan asertif dan persepsi istri terhadap risiko kekerasan dalam rumah tangga suami. Desain penelitian Quasi Experimental Pre-Post Test With Control Group, dengan sampel 60 orang istri dengan resiko kekerasan dalam rumah tangga. Hasil menunjukkan ATT berpengaruh meningkatkan kemampuan asertif istri sebesar 86,9% dan persepsi istri terhadap risiko kekerasan menurun 71,3%. Istri yang diberi ATT mempunyai kemampuan asertif meningkat secara bermakna dan persepsi istri terhadap risiko kekerasan dalam rumah tangga suami lebih rendah dibandingkan yang tidak diberikan ATT. Assertive Training Therapy direkomendasikan untuk istri dengan resiko kekerasan dalam rumah tangga.

Increase in domestic problems with a lack of good problem solving trigger domestic violence, both young and old age marriage. Purpose of the study was to discover the effect of assertive training therapy (ATT) to assertive ability and wives perception to husband with risk of domestic violence. The study’s design was Quasi Experimental Pre-Post TestWith Control Group, with 60 wives with the risk of domestic violence. Result showed that the ATT effect increases the ability of assertive wife of 86,9% and the wife’s perception of the risk of domestic violence by husbands were decreased 71.3%. ATT has a wife who is given a Assertive skills increased significantly and the wife’s perception of the risk of domestic violence is lower than the husband who is not given ATT. Therapy Training assertive recommended to his wife with the risk of domestic violence."
Depok: Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan Muhammadiyah Pontianak ; Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2012
610 JKI 15:1 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nuniek Setyo Wardani
"Tujuan penelitian memperoleh gambaran pengaruh assertive training therapy (ATT) terhadap kemampuan asertif dan persepsi istri terhadap risiko kekerasan dalam rumah tangga suami. Desain penelitian "Quasi Experimental Pre-Post Test With Control Group". Sampel penelitian ini berjumlah 60 orang istri dengan resiko kekerasan dalam rumah tangga, 30 orang diberikan assertive training therapy dan 30 orang mendapatkan terapi generalis.
Hasil penelitian didapatkan bahwa ATT berpengaruh meningkatkan kemampuan asertif istri secara bermakna sebesar 86,9% dan persepsi istri terhadap risiko kekerasan dalam rumah tangga suami menurun secara bermakna sebesar 71,3%. Istri yang diberi ATT mempunyai kemampuan asertif yang meningkat secara bermakna dan persepsi istri terhadap risiko kekerasan dalam rumah tangga suami lebih rendah dibandingkan yang tidak diberikan ATT. Assertive Training Therapy direkomendasikan untuk istri dengan resiko kekerasan dalam rumah tangga.

Purpose of the study was to discover the effect of assertive training therapy (ATT) to assertive ability and wive perception to husband with risk of domestic violence. The study's design was Quasi Experimental Pre-Post Test With Control Group. Sample of the study is 60 wives with the risk of domestic violence, 30 people were given assertive training therapy and 30 people get a generalist therapy.
Result showed that the ATT effect increases significantly the wife assertive ability of 86.9% and the wife's perception of the risk of domestic violence by husbands were significantly decreased 71.3%. ATT has a wife who is given a Assertive skills increased significantly and the wife's perception of the risk of domestic violence is lower than the husband who is not given ATT. Therapy Training assertive recommended to his wife with the risk of domestic violence.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2011
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yuni Kurniasih
"
ABSTRAK
Masa Remaja adalah masa peralihan dari kanak-kanak menjadi dewasa,
dimana terjadi berbagai perubahan yang cepat dan dramatis dalam berbagai aspek
kehidupan individu. Salah satu perubahan yang paling menonjol adalah perubahan
fisik, yaitu tercapainya kematangan organ-organ seksual yang menuntun pada
perubahan beberapa aspek yang lain, seperti aspek sosial, emosional , dan
kepribadian.
Kematangan organ seksual menyebabkan perubahan perilaku seksual,
yaitu mulai terjalinnya hubungan khusus antar jenis atau yang lazim disebut
?pacaran?. Pacaran pada remaja, meskipun mempunyai dampak yang positif
(merupakan salah satu tugas perkembangan remaja), seringkali juga membawa
masalah-masalah bagi remaja itu sendiri. Masalah yang dihadapi remaja
berpacaran tidak jarang menimbulkan tekanan bagi remaja yang bersangkutan
yang menuntut mereka untuk dapat mengatasinya. Masalah pacaran pada remaja
akhir, memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan pada masa remaja
sebelumnya karena pada masa ini pacaran merupakan masalah yang serius bagi
remaja dengan telah dilibatkannya komitmen ke arah pernikahan. Kegagalan dan
keberhasilan remaja akhir dalam mengatasi masalah pacaran, selain dapat
mempengaruhi kesehatan mental remaja pada masa ini, juga dapat mempengaruhi
interaksi sosial atau hubungan dengan lawan jenis pada masa selanjutnya. Dengan
demikian, perilaku coping remaja dalam mengatasi masalah pacaran merupakan
hal yang perlu mendapatkan perhatian.
Carver (1989) membagi coping dalam tiga jenis, yaitu coping ?terpusat
pada masalah? , coping ?terpusat pada emosi, dan coping yang maladaptif (tidak
efektif). Ada berbagai faktor yang mempengaruhi efektivitas coping yang
dilakukan individu, salah satunya adalah dengan tersedianya dukungan sosial bagi
remaja yang sedang mengalami masalah/tekanan. Melalui dukungan sosial remaja
dapat belajar bagaimana cara mengatasi masalah. Selain itu, dukungan sosial itu
sendiri juga dapat meningkatkan perasaan positif pada diri remaja karena remaja
merasa dihargai dan diperhatikan oleh orang lain. Perasaan positif ini telah terbukti membantu individu dalam menghadapi dan mengatasi situasi yang
membangkitkan stres.
Dalam kehidupan sehari-hari, dukungan sosial ini dapat terwujud melalui
suatu komunikasi interpersonal yang efektif karena komunikasi ini mengandung
empat aspek, yaitu sikap asertif, empati, kemampuan mendengar aktif, dan
kesediaan untuk membuka diri (Pearson, 1983). Keempat aspek komunikasi ini
jika dapat terjalin antara remaja dengan orang tuanya dapat menciptakan
kedekatan remaja pada orang tua dan menimbulkan perasaan berharga, berarti dan
disayangi pada diri remaja. Komunikasi yang efektif antara remaja dengan orang
tua mengenai masalah pacaran, dapat membantu remaja dalam menghadapi
situasi yang menekan akibat masalah pacaran yang mereka hadapi sehingga
diharapkan remaja dapat memilih perilaku coping yang efektif.
Komunikasi Interpersonal dan perilaku coping tersebutlah yang akan
diteliti dalam peneltian ini. Penelitian ini dilakukan terhadap 55 orang remaja
akhir yang dipilih secara insidental. Alat yang digunakan berupa kuesioner
"Coping Scale " dari Caver, et.al. (1989) dan kuesioner yang menggali keempat
aspek komunikasi interpersonal seperti tersebut di atas.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa komunikasi remaja-ayah cenderung
kurang efektif kecuali pada aspek ?sikap asertif? (tergolong cukup baik).
Sedangkan komunikasi antara remaja-ibu cenderung cukup efektif kecuali pada
aspek ?mendengar aktif' (tergolong kurang efektif). Coping yang sering digunakan
remaja untuk mengatasi masalah masalah pacaran merupakan jenis coping yang
efektif, yaitu coping ?terpusat pada masalah? dan coping ?terpusat pada emosi.
Sedangkan coping yang maladaplif (tidak efektif) merupakan perilaku coping
yang jarang dipilih remaja untuk mengatasi masalah pacaran. Komunikasi remaja-
ibu mempunyai hubungan yang signifikan dengan ketiga jenis coping yang
dilakukan remaja untuk mengatasi masalah pacaran. Sebaliknya., komunikasi
remaja-ayah tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan ketiga jenis coping
yang dilakukan remaja untuk mengatasi masalah pacaran.
Berkenaan dengan hasil penelitian tersebut maka diharapkan orang tua
(ayah dan ibu) untuk lebih meningkatkan kemampuan mendengar aktif, bersedia
meluangkan waktu untuk mendengar keluhan anak, tidak mendominasi
pembicaraa. Dan untuk ayah, diharapkan untuk lebih meluangkan waktu, lebih
mengakrabkan diri dengan anak remajanya dan mencoba untuk lebih memahami
serta mengerti apa yang dirasakan dan diinginkan anak dan menerima anak apa
adanya.
Pada penelitian selanjutnya, ada baiknya dilakukan penelitian serupa pada
sampel anak bermasalah. Untuk kuesioner komunikasi ada baiknya diteliti pula
persepsi orang tua mengenai komunikasi remaja-orang tua untuk mendapatkan
perbandingan persepsi orang tua dan remaja terhadap komunikasi remaja-orang
tua. Selain itu, baik pada coping maupun komunikasi pengambilan data sebaiknya
dilengkapi pula dengan wawancara agar diperoleh gambaran yang lebih
mendalam dan terinci pada ke dua variabel tersebut.
"
1998
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ken Ardhacandra Puspacarira
"Era globalisasi yang memberikan dampak besar pada bidang industri dan organisasi, termasuk perguruan tinggi. Era globalisasi mendorong organisasi untuk terus memaksimalkan aset yang dimiliki guna dapat berkembang dan bertahan. Salah satu aset yang dimiliki oleh organisasi adalah pengetahuan yang ada pada tiap individu sebagai angota organisasi. Oleh karena itu penting bagi perguruan tinggi untuk mengelola pengetahuan antara lain melalui perilaku berbagi pengetahuan.
Faktor individu dinilai dapat mempengaruhi bagaimana perilaku berbagi pengetahuan pada dosen perguruan tinggi. Faktor individu tersebut diantaranya adalah kepercayaan interpersonal dan persepsi terhadap iklim psikologis. Penelitian ini dilakukan pada 289 dosen dari beberapa perguruan tinggi di Indonesia melalui kuesioner online.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa iklim psikologis diketahui memprediksi secara positif dan signifikan kepercayaan interpersonal. Selain itu, ditemukan bahwa kepercayaan interpersonal memediasi secara parsial hubungan antara iklim psikologis dan kegiatan berbagi pengetahuan pada dosen perguruan tinggi.

The globalization era has a profound impact on industry and organizations, including higher education organizations. Globalization era encourages organizations to continue maximize their assets to grow and survive. One of the assets owned by the organization is knowledge that exists for each individual as an organizational member. It is important for higher education organizations to manage their knowledge.
Individual factors assessed can affect how knowledge sharing on higher education lecturer. The individual factors including interpersonal trust and the perception of psychological climate. This research was conducted on 289 lecturers from several higher education organizations in Indonesia through an online questionnaire.
The results showed that psychological climate are known predict positive and significantly against interpersonal trust. In addition, interpersonal trust found partially mediated the relationship between psychological climate and knowledge sharing in higher education lecturer.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
T48572
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>