Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 59877 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Denpasar : Baliologi, 1986
899.223 8 DON
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1982
899.223 8 KID
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Denpasar : Balai Penelitian Bahasa Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Depdikbud , 1995
899.223 8 IND h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Buku ini berisi tentang hasil penelitian dari kelompok mabebasan dalam menyebarluaskan nilai-nilai budaya masyarakat di Bali."
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1993
306.598 62 IND
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Sastra Bali klasik (tradisional) memiliki bentuk dan isi yang beraneka ragam.Dilihat dari segi bentuk, sastra Bali klasik dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu (1) sastra Bali berbentuk gancaran (prosa), meliputi: parwa dan satua (dongeng) dan (2) sastra Bali berbentuk tembang (puisi), meliputi: kakawin, kidung, geguritan atau parikan.Pada garis besamya, nilai-nilai budaya yang terungkap dalam karya-karya sastra Bali klasik, meliputi nilai budaya tri hita karana, tri karya parisuda, dan karmaphala.Nilai-nilai budaya tersebut dapat dijadikan pedoman dalam menjalankan kehidupan menuju bangsa yang satu, yang lebih beradab. Dalam karya sastra Bali, para sastrawan dan budayawan menggunakan gancaran (prosa) dan tembang (puisi) sebagai media/wadah untuk menuangkan nilai-nilai budaya warisan budaya bangsa.Nilai-nilai budaya tersebut diungkapkan dengan menggunakan bahasa Jawa Kuna, bahasa Kawi—Bali, bahasa Bali Kepara, dan bahasa Melayu. Selain diungkapkan dalam bahasa tulis, ada juga yang diungkapkan dengan menggunakan bahasa lisan, yaitu karya sastra yang dijadikan performing art, dalam bentuk mabebasan/palawakya dan karya sastra yang diangkat dalam seni pertunjukan, di antaranya penunjukan wayang kulit."
JPSNT 20:2 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1989
899.223 8 BAB
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Lectiones, Variae
"Het motief van de Goddelijke Gast. Bij volkeren, waar de vreem_deling niet zelf voor onderdak en voeding kan zorgen, wordt gast_vriiheid een van de grootste menselijke deugden. Een plicht, die niet onder de menselijke wetgeving valt, maar onder die van de godheid of godheden. Vanaf de oudste tijden tot de dag van heden hebben in de meest verscheiden landen en culturen de mensen de overtuiging gehad, dat de vreemdeling, de gast en daarmee ook de bedelaar, bizondere god_delijke bescherming genoot. Een zo bizondere bescherming, dat de voorstelling ontstond, dat de goden zelf in de gedaante van vreem_delingen of bedelaars de gastvrijheid en milddadigheid der mensen op de proef stelden. Wanneer ik hier dit motief van de _goddelijke gast_ even door verschillende landen en tijden volg, dan is dit zonder enige aanspraak op volledigheid. Dit volledig na te gaan, zou een dissertatie op zich zelf zijn, en een, die hier in Batavia in deze tijd, moeilijk te schrijven ware. Mijn doel is slechts een inleiding te geven op de Ba_lische Volksverhalen en de Balische Kidoeng, waarin de _goddelijke gast_ het hoofdmotief vormt, en door een vergelijking van de gees-tesgesteldheid, waarin de mens op verschillende tijden en plaatsen de goddelijke gast ontvangen heeft, inzicht te trachten te gewinnen in de cultuursfeer, waaruit onze verhalen stammen. Immers, wanneer tegen het vallen van de avond een vreemdeling aan een huis klopt en om onderdak verzoekt en de bewoner opent zijn deur en geeft hem voedsel en bed, dan is in feite dit hetzelfde, of het in het oude Griekenland, in de Middeleeuwen in Europa, in China of India gebeurt. Maar de gezindheid, waarin het in de ene cultuur geschiedde, is anders, dan in de andere. In Patterns of Culture heeft Ruth Benedict betoogd, hoe eenzelfde ethnologisch gebruik in culturen van verschillend `patroon', een verschillende functie kan"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1949
D1839
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Nyoman Karmini
"ABSTRAK
Tujuan tulisan ini adalah untuk mendeskripsikan fungsi dan makna yang diungkapkan dalam sastra Bali tradisional. Setiap karya sastra memiliki fungsi dan makna yang dapat memberikan kesenangan dan manfaat (dulce et utile) bagi penikmatnya. Demikian juga halnya dengan karya sastra Bali tradisional. Fungsi sastra Bali tradisional adalah untuk memberi hiburan dan mendidik. Makna yang terdapat di dalamnya memberi- kan manfaat untuk membentuk karakter pada penikmatnya. Pendekatan pragmatik dan hermeneutik digunakan untuk memperoleh data dan hasilnya disajikan secara deskriptif dengan teknik induktif-deduktif."
Denpasar: Pusat Penerbitan LP2MPP Institut Seni Indonesia Denpasar, 2017
300 MUDRA 32:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Pertunjukan Arja dikenal sebagai drama tari yang mempergunakan kisah Panji sebagai lakonnya. Kisah Panji yang dikenal di Bali sebagai Malat pada awalnya dipertunjukkan dalam Gambuh. Sejak kemunculannya di tahun 1825 hingga saat ini, Arja telah mengalami berbagai perubahan yang menarik. Salah satu di antaranya adalah hadiirya beberapa Iakon baru dalam pertunjukannya. Lakon-lakon baru yang muncul dari kisah wayang, dan foklare Bali mengalami adaptasi yang menarik terkait dengan struktur Panji. Gejala yang menarik kemudian adalah sepulangnya Wayan Dibia dari Amerika (1990-an). la memperkenalkan ]akon-Yakon baru seperti Oedipus Rex, Phaedra, Sukreni Gadis Bali, dan lain sebagainya untuk diadaptasi ke dalamnya. Meskipun menggunakan lakon-lakon dari prosa modern, tctapi masyarakat penonton Arja mampu menerima lakon ini seperti mereka menelaah lakon-lakon sebelumnya. Pertunjukan-pertunjukan Arja yang digarap Wayan Dibia mendapatkan tanggapan dari para kritikus Bali sebagai inovasi yang menjadikan Arja selalu kontekstual, meskipun belum sepenuhnya maksimal pengadaptasiannya. Pada waktu yang sama muncul sebuah kelmnpok Arja yang semua pemainnya laki-laki. Kelompok ini disebut Arja Muarti (Arja aki-laki). Lakon-lakon yang mereka pertunjukan dipandang oleh banyak kalangan sebagai sebagai lakon gang berkecenderungan (lawakan). Salah satu kredo yang menarik dari mereka adalah ingin mengembalikan Arja sebagai pertunjukan laki-laki. Pada awal kemunculannya Arja memang dipertunjukan Ieh laki-laki, terkait dengan kritikan para golongan puri untuk menyindir perempuan yang menolak untuk labuh geni (melakukan sati sebagai lambang kesetiaan pada suaminya yang meninggal). Tahun 1925 muncul 4. a perempuan, dan kemudian Arya Sebunan (campuran laki-laki dan perempuan). Perkembangan ini memunculkan gagasan untuk menggunakan berbagai lakon di luar Panji. Perkembangan dari lakon-Iakon diatas akan dikaji sebagai upaya resepsi pendukungnya atas karya setiap jaman."
JPSNT 20:1 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>