Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 187148 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siregar, Ricka Christiani
"Karsinoma Kolorektal (KKR) merupakan keganasan keempat terbanyak dan penyebab kematian ketiga di dunia. Gejala awal KKR yang tidak jelas mengakibatkan sebagian besar pasien datang dalam stadium lanjut. Kolonoskopi sebagai standar diagnostik bersifat invasif, mahal, membutuhkan banyak persiapan, dan tidak dimiliki oleh semua rumah sakit di Indonesia. Pemeriksaan CEA serum saat ini hanya digunakan untuk menilai prognosis. Pemeriksaan CEA feses memberikan harapan dalam deteksi KKR dan terdapat peningkatan sensitivitas dan spesifisitas apabila dikombinasikan dengan parameter lain. Sistem skoring Asia Pacific Colorectal Cancer Screening (APCS) berdasarkan data umur, jenis kelamin, riwayat keluarga menderita KKR dan riwayat merokok dapat meningkatkan efisiensi penapisan pasien KKR. Penelitian ini menganalisis kombinasi pemeriksaan CEA feses dan serum serta skor APCS dibandingkan dengan histopatologi sebagai baku emas. Desain penelitian potong lintang terhadap 60 pasien terduga KKR yang diperiksa CEA feses dan serum, dihitung skor APCS dan dilakukan biopsi kolonoskopi. Pada penelitian ini didapatkan perbedaan bermakna kadar CEA feses, CEA serum dan skor APCS pada kelompok KKR dan non-KKR. Median kadar CEA feses kelompok KKR dan non-KKR adalah 10726 ng/mL (32,9 – 30000 ng/mL) dan 3671,8 ng/mL (35,9 – 29454,8 ng/mL), median kadar CEA serum kelompok KKR dan non-KKR adalah 8,95 ng/mL (0,5 – 7757,9 ng/mL) dan 1,75 ng/mL (0,5 – 5,8 ng/mL), dan skor APCS kelompok KKR dan non-KKR adalah 3 dan 2. Berdasarkan hasil analisis multivariat variabel yang memiliki kemaknaan secara statistik dalam probabilitas terjadinya KKR adalah CEA feses dan CEA serum dengan rumus y = 1/ (1 + Exp (0,93 –1,56*CEA feses – 1,87*CEA serum)).

Colorectal Cancer (CRC) is the fourth most common malignancy and third most deadly cancer in the world. The early nonspecific symptoms of CRC resulting most patients come in an advanced stage. Colonoscopy as a diagnostic standard is invasive, expensive, requires some preparation, and not available in all hospitals in Indonesia. Serum CEA is currently used only for prognostic purposes. Fecal CEA has advantage in detection of CRC and sensitivity and specificity increased as combined with the other parameters. The Asia Pacific Colorectal Cancer Screening (APCS) scoring system based on data of age, sex, family history of CRC and smoking history improve screening efficiency of CRC patients. This study analyzed combination of fecal and serum CEA, and APCS scores with histopathology as the gold standard. This is a cross sectional study in 60 suspected CRC who were examined for fecal and serum CEA, calculated APCS scores and performed colonoscopic biopsies. In this study, there were significant differences of fecal CEA, serum CEA and APCS scores in CRC and non-CRC groups. The median fecal CEA levels in CRC and non-CRC groups were 10726 ng/mL (32.9 – 30000 ng/mL) and 3671.8 ng/mL (35.9 – 29454.8 ng/mL), the median serum CEA levels in CRC and non-CRC groups were 8.95 ng/mL (0.5 – 7757.9 ng/mL) and 1.75 ng/mL (0.5 – 5.8 ng/mL), and APCS scores of CRC and non-CRC groups were 3 and 2. Based on the multivariate analysis, fecal and serum CEA were variables statistically significance in probability of CRC with formula y = 1/ (1 + Exp (0.93 – 1.56*fecal CEA – 1.87*serum CEA))."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Cynthia Ariani
"ABSTRAK
Latar belakang: Berdasarkan Jakarta Cancer Registry tahun 2012, kanker kolorektal merupakan kanker terbanyak keempat pada wanita dan kedua pada pria di Indonesia. Penelitian menggunakan mRNA fekal sebagai penanda kanker kolorektal bersifat non invasif namun cukup representatif menggambarkan kelainan pada usus. Tujuan: Mengevaluasi peran pemeriksaan mRNA CEA feses pada pasien terduga keganasan kolorektal menggunakan nested RT-PCR. Metode: Uji diagnostik ini melibatkan 93 pasien terduga keganasan kolorektal yang ditentukan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik oleh klinisi. Ekstraksi mRNA CEA fekal menggunakan metode Kanaoka dan sintesis DNA menggunakan metode cyclic temperature reverse transcription 2 CTRT-2 . Pemeriksaan mRNA CEA menggunakan metode nested RT-PCR. Hasil: mRNA CEA fekal positif ditemukan pada 22 pasien 23,7 . Penelitian ini mendapatkan sensitivitas 51,61 , spesifisitas 90,32 , nilai prediksi positif 72,73 dan nilai prediksi negatif 78,87 . Meskipun sensitivitas yang diperoleh rendah tetapi spesifisitas mRNA CEA fekal yang tinggi dapat mengkonfirmasi diagnosis lesi neoplastik pada pasien terduga keganasan kolorektal. Kesimpulan: Pemeriksaan mRNA CEA fekal tidak dapat digunakan sebagai penanda tunggal dalam skrining keganasan kolorektal. Pemeriksaan mRNA CEA fekal perlu dikombinasikan bersama penanda diagnostik lainnya agar dapat meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan. Kata kunci: carcinoembryonic antigen; penanda fekal; nested
Background Based on the 2012 Jakarta Cancer Registry, colorectal cancer is the fourth of most common cancer in women and the second in men. Fecal carcinoembryonic antigen mRNA assay is a non invasive method, yet representatively describes abnormalities of the intestine. Objective To evaluate the role of fecal mRNA CEA assay in suspected colorectal cancer patients using nested RT PCR. Methods The diagnostic study included 93 suspected colorectal cancer patients which were determined by anamnesis and physical examination from the clinician. The fecal mRNA were extracted by Kanaoka method and cDNA were synthesized with cyclic temperature reverse transcription 2 CTRT 2 method. The fecal mRNA CEA assay used nested RT PCR method. Results Positive fecal mRNA CEA was detected in 22 patients 23.7 . Sensitivity, specificity, positive predictive value, and negative predictive value were 51.61 , 90.32 , 72.73 , and 78.87 respectively. This study had low sensitivity but with high specificity. Therefore, fecal mRNA CEA could be used as a confirmatory assay. Conclusions It was not recommended to use fecal mRNA CEA as a single marker in colorectal cancer screening. A fecal mRNA CEA assay should be combined with other diagnostic markers in order to improve the sensitivity and specificity of the assay. Keywords carcinoembryonic antigen fecal marker nested "
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dayu Satriani
"Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan tumor ganas saluran cerna dan menjadi penyebab kematian keempat terbanyak akibat penyakit keganasan di seluruh dunia. Gejala klinik KKR sering tidak spesifik mengakibatkan sebagian besar kasus terdiagnosis pada stadium lanjut. Kolonoskopi masih digunakan sebagai baku emas penegakan diagnosis KKR, namun terdapat kendala akses pasien untuk kolonoskopi akibat keterbatasan fasilitas. Pemeriksaan darah samar merupakan metode penapisan awal KKR yang relatif murah dan tidak invasif. Pemeriksaan darah samar yang sering dilakukan menggunakan metode guaiac-based FOBT (gFOBT) atau Fecal Immunochemical Tes (FIT). Sistem skoring Asia Pasific Colorectal Cancer Screening (APCS) merupakan suatu cara untuk meningkatkan efisiensi penapisan pasien berdasarkan data umur, jenis kelamin, riwayat keluarga menderita neoplasma kolorektal, dan riwayat merokok. Saat ini di Indonesia belum diketahui peran kombinasi sistem skoring APCS dan pemeriksaan darah samar feses untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penapisan karsinoma kolorektal di Indonesia. Penelitian ini menganalisis kombinasi pemeriksaan darah samar feses dan skor APCS dibandingkan dengan histopatologi sebagai baku emas. Penelitian ini memeriksa 78 pasien tersangka KKR yang diperiksa darah samar feses metode gFOBT dan FIT, dihitung skor APCS dan dilakukan biopsi kolonoskopi. Pemeriksaan FIT memiliki nilai prediktif yang lebih tinggi dibandingkan metode gFOBT. Hasil uji diagnostik kombinasi pemeriksaan darah samar feses dengan skor APCS ≥ 2 menunjukkan kombinasi skor APCS dengan metode FIT memiliki nilai spesifisitas, prediksi positif, prediksi negatif yang lebih tinggi dibandingkan kombinasi metode gFOBT dan skor APCS ≥ 2.

Colorectal carcinoma (CRC) is a malignant tumor of the digestive tract and the fourth cause of death due to malignancy throughout the world. The clinical symptoms of CRC are not specific resulting in advanced stage when first diagnosed. Colonoscopy is used as the gold standard for the diagnosis of CRC, but there are difficulties for patient to access colonoscopy due to limited facilities. Occult blood test is relatively cheap and non-invasive initial screening methods. Occult blood test is often done using the guaiac-based (gFOBT) or Fecal Immunochemical Test (FIT) methods. The Asia-Pacific Colorectal Cancer Screening (APCS) scoring system is a tool to increase patient screening efficiency based on risks factor developed in the Asia-Pacific region, including age, sex, family history of colorectal neoplasm, and smoking history. At present the role of the APCS scoring system and fecal occult blood test to increase effectiveness and efficiency of colorectal carcinoma screening in Indonesia is still unknown. This study was aimed to analyze the combination of feccal occult blood test with APCS score showed in accordance with histopatology results. FIT has better predictive value compared to gFOBT. Combination of APCS score ≥ 2 and FIT is also gives higher specificity, positive predictive value, and negative predictive value compared when combined with gFOBT."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sihotang, Ely Sakti Panangian
"Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nila diagnostic kadar CEA serum sebagai indikator terjadinya metastasis hepar dari kanker kolorektal (KKR) pada usia dewasa muda Metode. Studi potong lintang dilakukan dengan menggunakan data sekunder berupa catatan pasien dalam rekam medis. Pasien berusia <50 tahun yang terdiagnosis kanker kolorektal primer secara histopatologis di Cipto Mangunkusumo Hospital direkrut dalam penelitian ini. Kami mengeksklusi pasien dengan riwayat keganasan lain, telah menjalani tatalaksana operatif untuk kanker kolorektal, dan memiliki komorbiditas penyakit hati. Luaran akhir dari penelitian ini adalah cut off nilai CEA yang didapat dengan kurva ROC, sensitivitas, dan spesifisitas nilai CEA dalam memprediksi metastasis hepar KKR. Hasil. Kami merekrut 181 pasien dengan proporsi 43.6% perempuan. 59 pasien (32.6%) diketahui memiliki metastasis hepar pada saat intraoperatif. Kadar CEA pasien metastasis ditemukan sebesar 208.1 (2.1–12503.2) ng/mL, angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan pasien non-metastasis 6.27 (0.8–1099.4) ng/mL (p<0.001). Nilai AUC tercatat sebesar 0,904, dan cut off optimal didapat pada kadar CEA ≥38,765 ng/mL (Indeks Youden = 1,718). Peneliti mencatat sensitivitas dan spesifisitas niali CEA serum ≥38,765 ng/mL, secara berturut-turut, sebesar 91,53% (IK 95%, 81,32%–97,19%) dan 80,3% (72,16%–86,97%). Rasio odds pasien kanker kolorektal usia muda untuk mengalami metastasis hepar adalah sebesar 44,10 (IK 95%, 15,92–122,20) bila nilai CEA serum pasien sebesar ≥38,765 ng/mL. Simpulan. Kadar CEA ≥38,765 ng/mL memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang baik, sehingga cukup efektif untuk digunakan sebagai prediktor metastasis hepar pada penderita KKR.

Introduction. This study aims to determine the diagnostic value of serum CEA levels as the liver metastases predictor of colorectal cancer (CRC) in young adults.. Method. A cross-sectional study was conducted using secondary data (patient medical records) from 2015–2021. Patients aged <50 years who were diagnosed histopathologically with primary colorectal cancer at Cipto Mangunkusumo General Hospital were recruited in this study. We excluded patients with a history of other malignancies, who had undergone operative management for colorectal cancer, and preexisting liver disease. The outcome of this study is the cut-off of the CEA value obtained by the ROC curve, the sensitivity and specificity of the CEA value in predicting CR liver metastases. Results. We recruited 181 patients with a proportion of 43.6% women. Fifty-nine patients (32.6%) had liver metastases. The CEA level of metastatic patients was 208.1 (2.1–12503.2) ng/mL; this was much higher than the non-metastatic group, which was recorded at 6.27 (0.8–1099.4) ng/mL (p<0.001). The AUC value was recorded at 0.904, and the optimal cut-off was obtained at CEA levels 38.765 ng/mL (Youden's Index = 1.718). We noted the sensitivity and specificity of serum CEA values 38.765 ng/mL, respectively, of 91.53% (91.5 CI, 81.32%–97.19%) and 80.3% (72.16%– 86.97%). The odds ratio of young colorectal cancer patients to have liver metastases was 44.10 (95% CI, 15.92–122.20) if the patient's serum CEA value was 38.765 ng/mL. Conclusion. CEA level ≥38,765 ng/mL has good sensitivity and specificity in predicting liver metastases among young adults with CRC."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Maulana
"Latar belakang. Kanker kolorektal merupakan keganasan saluran cerna yang menjadi salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas terkait kanker paling banyak di dunia. Perkembangan sel normal menjadi kanker melalui proses mutasi genetik yang membutuhkan waktu bertahun-tahun. Program skrining dapat menurunkan angka kematian namun partisipasinya masih rendah. Saat ini tersedia metode yang bersifat tidak invasif diantaranya dengan dasar pemeriksaan feses yang telah luas digunakan baik sebagai tes tunggal maupun kombinasi. Berbagai metode skrining terus dikembangkan untuk mendapatkan nilai diagnostik yang baik. Dengan mengkombinasikan mRNA CEA feses dan FIT diharapkan dapat menghasilkan metode skrining dengan sensitivitas dan spesifistas yang baik serta terjangkau. Tujuan. Mengevaluasi nilai diagnostik pemeriksaan kombinasi mRNA CEA feses dan FIT dalam mendeteksi lesi neoplastik kolorektal. Metode. Studi potong lintang dengan populasi terjangkau pasien dewasa yang diduga kanker kolorektal di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada bulan November 2015 sampai Februari 2016. Analisis uji diagnostik digunakan untuk mendapatkan nilai sensitivitas, spesifisitas, NDP, NDN, RKP dan RKN kombinasi mRNA CEA feses dan FIT dalam mendeteksi lesi neoplastik kolorektal dengan pemeriksaan histopatologi jaringan yang diambil melalui kolonoskopi sebagai baku emas. Lesi neoplastik kolorektal terdiri dari lesi prakanker/adenoma dan kanker.
Hasil. Sebanyak 78 subjek penelitian dengan rerata umur 55,32±12,6 tahun, 73,1% berumur 3 50 tahun dan 53,8% berjenis kelamin pria. Keluhan klinis terbanyak berupa perdarahan nyata saluran cerna 33,3%, nyeri perut 28,2%, dan perubahan pola defekasi 24,4%. Proporsi lesi neoplastik kolorektal sebesar 30,7% terdiri dari prakanker/adenoma 12,8% dan kanker 17,9%. Sensitivitas, spesifisitas, NDP, NDN, RKP dan RKN untuk mendeteksi lesi neoplastik kolorektal berturut turut 75%, 61,11%, 46,07%, 84,66%, 1,93, 0,41; adenoma berturut-turut 50,00%, 50,00%, 12,80%, 87,20%, 1,00, 1,00; dan kanker kolorektal berturut turut 92,86%, 59,37%, 33,26%, 97,44%, 2,29, 0,12. Kesimpulan. Kombinasi mRNA CEA feses dan FIT untuk mendeteksi lesi neoplastik kolorektal di Indonesia memiliki nilai NDN tinggi tetapi sensitivitas, spesifisitas, NDP, RKP dan RKN yang rendah.

Background. Colorectal cancer is one of the gastrointestinal tract malignancy which is one of the most common causes of cancer-related morbidity and mortality in the world. The development of normal cells into cancer through genetic mutations process that take years. Screening programs can reduce mortality rates but low participation. Currently, non-invasive methods are available including the stool based examination which has been widely used as a single test or in combination. Various screening methods continue to be developed to obtain good diagnostic value. By combining faecal CEA and FIT mRNA, it is expected to produce a screening method with good sensitivity and specificity and is affordable. Objective. We aimed to evaluate the diagnostic value of combination faecal mRNA CEA and FIT to detect neoplastic lesions of colorectal Methods. Cross-sectional study with with suspected colorectal cancer at Ciptomangunkusumo Hospital from November 2015 to February 2016. Diagnostic test analysis was used to obtain sensitivity, specificity, PPV, NPV, PLR and NLR of the combination of faecal mRNA CEA and FIT in detecting neoplastic lesions of colorectal by histopathological examination of tissues taken through colonoscopy as the gold standard. Colorectal neoplastic lesions consist of precancerous/adenoma and cancerous lesions.
Results. A total of 78 subjects with a mean age of 55.32±12.6 years, 73.1% aged older than fifty and 53.8% were male. The most clinical complaints were obvious gastrointestinal bleeding 33.3%, abdominal pain 28.2%, and changes in bowel habits 24.4%. The proportion of colorectal neoplastic lesions was 33.3% consisting of 15.4% precancer/adenoma and 17.9% cancer. Sensitivity, specificity, PPV, NPV, PLR and NLR for detecting colorectal neoplastic lesions was 75%, 61.11%, 46.07%, 84.66%, 1.93, 0.41 respectively; adenoma 50.00%, 50.00%, 12.80%, 87.20%, 1.00, 1.00 repectively; colorectal cancer 92.86%; 59.37%; 33.26%; 97.44%; 2.29; 0.12 respectively. Conclusion. The combination of faecal CEA mRNA and FIT in detecting colorectal neoplastic lesions has high NPV but low sensitivity, specificity, PPV, PLR and NLR.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khalikul Razi
"Latar belakang: Kanker kolorektal adalah salah satu kanker paling mematikan dan umum di seluruh dunia. Suplemen vitamin D dapat mempengaruhi risiko kanker, tetapi belum jelas efeknya pada pasien kanker kolorektal stadium awal hingga III. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman lebih lanjut tentang manfaat vitamin D dalam pengobatan kanker kolorektal di Indonesia.
Metode: Penelitian ini merupakan uji klinis acak terkontrol yang dilaksanakan pada September 2022–November 2023 di Poliklinik Bedah Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dengan kriteria inklusi berusia di atas 18 tahun, memiliki diagnosis kanker kolorektal stadium I–III, serta belum menjalani operasi dan kemoterapi untuk kanker kolorektal. Kriteria eksklusi meliputi pasien dengan Skor Karnofsky <60%, merokok, memiliki inflammatory bowel disease, serta pasien dengan jenis keganasan selain karsinoma kolorektal.
Hasil: Rerata kadar vitamin D pada semua subjek sebelum intervensi adalah sebesar 16,66±6,23 ng/mL. Median kadar CEA pre intervensi sebesar 4,70 (min-max 1,30– 59,40). Terdapat perubahan yang signifikan dalam kadar CEA dalam kelompok eksperimental (median delta CEA: -0,20) dan respons terhadap suplementasi vitamin D bervariasi tergantung pada tingkat diferensiasi sel kanker.
Kesimpulan: Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa suplementasi vitamin D secara signifikan dapat menurunkan kadar CEA pada pasien dengan kanker kolorektal stadium I-III yang belum menjalani tindakan medis.

Background: Colorectal cancer is a globally prevalent and highly lethal malignancy. While vitamin D supplementation may impact cancer risk, its precise effect remains unclear, especially in patients with early to stage III colorectal cancer. This research aims to enhance our understanding of the potential advantages of vitamin D in colorectal cancer treatment in Indonesia.
Methods: This study is a randomized controlled clinical trial conducted from September 2022 to November 2023 at Cipto Mangunkusumo Hospital's Surgical Polyclinic (RSCM). Inclusion criteria encompass individuals aged 18 and above, diagnosed with stage I–III colorectal cancer, and without a history of surgical or chemotherapeutic colorectal cancer treatment. Exclusion criteria entail patients with a Karnofsky score below 60%, smokers, individuals with inflammatory bowel disease, and those diagnosed with malignancies other than colorectal carcinoma.
Results: The mean vitamin D level in all subjects before the intervention was 16.66 ± 6.23 ng/mL. The median pre-intervention CEA level stood at 4.70 (min-max 1.30–59.40). There was a notable change in CEA levels within the experimental group (median delta CEA: -0.20), and the response to vitamin D supplementation exhibited variations depending on the degree of cancer cell differentiation.
Conclusion: The outcomes of this study indicate that vitamin D supplementation can significantly reduce CEA levels in patients with stage I-III colorectal cancer who have not received prior medical treatment.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Venny Beauty
"ABSTRAK
Menurut Jakarta Cancer Registry tahun 2012, kanker kolorektal merupakan kanker terbanyak kedua pada laki-laki dan terbanyak keempat pada perempuan di Indonesia. Pemeriksaan skrining kanker kolorektal yang saat ini tersedia memiliki berbagai keterbatasan. Matrix metalloproteinase-9 (MMP-9) adalah endopeptidase yang berperan dalam degradasi matriks ekstraseluler, dan disekresi oleh berbagai sel seperti sel tumor, sel radang, dan fibroblas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran diagnostik MMP-9 feses dibandingkan dengan gambaran histopatologi sebagai baku emas. Desain penelitian adalah potong lintang. Penelitian dilakukan terhadap 52 subjek terduga kanker kolorektal yang menjalani kolonoskopi. Kadar MMP-9 feses diperiksa menggunakan kit MMP-9 dari R&D Systems dengan metode ELISA. Akurasi diagnostik kadar MMP-9 feses sebesar 0,855. Titik potong kadar MMP-9 feses didapatkan 1,237 ng/ml dengan sensitivitas 88,9%, spesifisitas 76,7%, nilai prediksi positif 44,4%, dan nilai prediksi negatif 97,1%. Pemeriksaan kadar MMP-9 feses dapat dipertimbangkan dalam skrining kanker kolorektal.

ABSTRACT
According to Jakarta Cancer Registry 2012, colorectal cancer is the second most common cancer in men and fourth in women in Indonesia. Colorectal cancer screening tests currently available, have various limitations. Matrix metalloproteinase-9 (MMP-9) is endopeptidase which plays a role in the degradation of the extracellular matrix, and is secreted by various cells such as tumor cells, inflammatory cells, and fibroblasts. This is a cross sectional study aims to determine the diagnostic role of faecal MMP-9 compared to histopathological features as gold standard. The study was conducted on 52 subjects with suspected colorectal cancers who underwent colonoscopy. The levels of faecal MMP-9 were examined using MMP-9 kit from R&D Systems using ELISA method. Diagnostic accuracy of faecal MMP-9 levels is 0.855. The cutoff point was 1.237 ng/ml with sensitivity of 88.9%, specificity of 76.7%, positive predictive value of 44.4%, and negative predictive value of 97.1%. Faecal MMP-9 can be considered as a screening test in colorectal cancer.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wilda Afidah Bitari
"Latar Belakang : Kejadian kanker kolorektal dan hubungannya terhadap faktor sosiodemografi, hereditas dan gaya hidup mendorong banyak asumsi namun belum banyak penelitian yang sejenis dilakukan di Indonesia.
Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara faktor sosiodemografi, hereditas dan gaya hidup pada pasien kanker kolorektal di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo.
Desain studi : 40 kasus pasien kanker kolorektal dibandingkan dengan 40 kontrol pasien non kolorektal yang berobat rawat jalan pada periode November 2013-Juni 2014.
Hasil : Kanker kolorektal berhubungan dengan tingkat sosial ekonomi. Riwayat keluarga pada tingkat pertama juga berhubungan dengan kejadian kanker kolorektal. Ditemukan hubungan antara pola konsumsi daging merah dan makanan olahan serta konsumsi sayur dalam jumlah cukup dapat mengurangi risiko kanker kolorektal.
Kesimpulan : pola konsumsi daging merah dan makanan olahan dapat meningkatkan risiko kanker kolorektal.

Background : Associations between colon and rectal cancer and Sociodemographic, heredity and lifestyle factor have stimulated much debate and limited to find in Indonesia.
Objective: examined the association between sociodemographic, heredity, and lifestyle and colorectal cancer among patient in in doctor Cipto Mangunkusumo hospital.
Design : Data from 40 incident cases of colorectal cancer were compared with data from 40 hospital control around November 2013 until June 2014.
Result : Colorectal cancer associated with social economy status, heredity in first degree, consumption of red meat and processed foods whereas a high intake of vegetable was directly associated with a decreased risk of colorectal cancer.
Conclusions: The results suggest that red meat and processed foods strongly correlated with colorectal cancer.
"
Depok: [Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Universitas Indonesia], 2014
S57434
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jackson Kamaruddin
"Latar belakang. Kanker kolorektal merupakan penyebab kematian terbesar kedua di dunia dengan tingkat kematian yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti nilai prediktif dari rasio neutrofil-limfosit (NLR) dan antigen carcinoembryonic (CEA) dalam memprediksi tingkat kelangsungan hidup pasien kanker kolorektal di Indonesia.
Metode. Ini adalah penelitian kohort retrospektif. Populasi penelitian terdiri dari pasien dengan kanker kolorektal tahap I-IV yang diobati di Rumah Sakit Umum Cipto Mangunkusumo. Variabel independen adalah NLR dan CEA, sedangkan variabel dependen adalah kelangsungan hidup lima tahun pasien kanker kolorektal. Pengolahan dan analisis data dilakukan menggunakan SPSS versi 20.
Hasil. Penelitian ini melibatkan 96 subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Analisis menunjukkan bahwa 6,25% subjek memiliki NLR tinggi dan 66,6% memiliki kadar CEA tinggi. Tingkat kelangsungan hidup lima tahun secara keseluruhan untuk semua subjek adalah 35,4%. Meskipun tidak signifikan secara statistik, proporsi subjek dengan NLR normal memiliki tingkat kelangsungan hidup lima tahun yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang memiliki NLR tinggi, dan pola yang sama juga teramati pada kadar CEA. Analisis subkelompok berdasarkan stadium kanker menunjukkan hubungan yang signifikan antara NLR tinggi dan peningkatan risiko kematian pada tahap TNM I-II, namun tidak terdapat perbedaan signifikan dalam kelangsungan hidup berdasarkan NLR pada tahap III-IV.
Kesimpulan. Rasio NLR praoperasi dan CEA praoperasi tidak menunjukkan peran prediktif dalam kelangsungan hidup kanker kolorektal. Namun, ketika dibagi berdasarkan stadium kanker, terdapat perbedaan signifikan dalam kadar NLR praoperasi antara kelompok yang meninggal dan tidak meninggal pada pasien dengan kanker kolorektal stadium I-II.

Background. Colorectal cancer is the second leading cause of death worldwide, with a high mortality rate. This study aims to investigate the predictive value of the neutrophil-lymphocyte ratio (NLR) and carcinoembryonic antigen (CEA) in predicting the survival rates of colorectal cancer patients in Indonesia.
Method. This is a retrospective cohort study. The study population consisted of patients with colorectal cancer stage I-IV treated at Cipto Mangunkusumo General Hospital. The independent variables are NLR and CEA, while the dependent variable is the five-year survival of colorectal cancer. Data processing and analysis are conducted using SPSS version 20.
Results. This study included 96 subjects who met the inclusion and exclusion criteria. Analysis revealed that 6.25% of the subjects had high NLR and 66.6% had high CEA levels. The overall five-year survival rate for all subjects was 35.4%. Although not statistically significant, the proportion of subjects with normal NLR had a higher five-year survival rate compared to those with high NLR, and the same pattern was observed for CEA levels. Subgroup analysis based on cancer stage showed a significant association between high NLR and increased risk of mortality in TNM stages I-II, but no significant difference in survival based on NLR was observed in stages III-IV.
Conclusion. The preoperative NLR ratio and preoperative CEA did not show a predictive role in colorectal cancer survival. However, when stratifying by cancer stage, there was a significant difference in preoperative NLR levels between the deceased and non-deceased groups in patients with stage I-II colorectal cancer.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sunita
"Kanker kolorektal (KKR) merupakan salah satu jenis keganasan dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Kolonoskopi adalah baku emas dalam mendeteksi dan penapisan KKR. Inflamasi kronik dan respons imun pejamu diketahui berperan penting dalam proses tumorigenesis dan progresivitas sel kanker. Proses inflamasi tersebut mempengaruhi hasil pemeriksaan hematologi, sehingga parameter Rasio Hemoglobin-Trombosit (RHT), Rasio Trombosit-Limfosit (RTL), dan Rasio Limfosit-Monosit (RLM) diharapkan dapat memberikan informasi mengenai perkembangan sel tumor. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi peran RHT, RTL, dan RLM dalam membedakan kelompok KKR dan non-KKR. Penelitian dilakukan dengan menggunakan desain potong lintang dengan total 80 pasien tersangka KKR, 40 pasien KKR dan 40 pasien non-KKR yang menjalani pemeriksaan kolonoskopi dan histopatologi. Didapatkan perbedaan bermakna RHT, RTL, dan RLM pada kelompok KKR dan non-KKR. Titik potong RHT, RTL, dan RLM untuk membedakan kelompok KKR dan non-KKR adalah 0,26 (sensitivitas 77,5% dan spesifisitas 92,5%), 189,22 (sensitivitas 77,5% dan spesifisitas 72,5%), dan 2,864 (sensitivitas 77,5% dan spesifisitas 77,5%), secara berturut-turut. Berdasarkan analisis regresi logistik, kombinasi nilai RHT dan RLM lebih baik untuk mendeteksi KKR dibandingkan RHT atau RLM secara tunggal. Kombinasi RHT dan RLM dapat digunakan untuk mendeteksi KKR dengan skor 2 untuk RHT < 0,26 dan skor 1 untuk RLM < 2,864 dengan probabilitas 94,81%.

Colorectal cancer (CRC) is a gastrointestinal malignancy with high morbidity and mortality rates worldwide, including in Indonesia. Colonoscopy remains the gold standard for CRC detection and screening. Chronic inflammation and host immune responses are known to play important roles in tumorigenesis and cancer progression. This inflammation affects the results of hematological examination. Therefore, parameters such as Hemoglobin-Platelet Ratio (HPR), Platelet-Lymphocyte Ratio (PLR), and Lymphocyte-Monocyte Ratio (LMR) are expected to provide information on tumor cell development. This study aims to evaluate the role of HPR, PLR, and LMR in distinguishing CRC and non-CRC. The study was conducted using a cross-sectional design with a total of 80 suspected CRC patients, with 40 CRC patients and 40 non-CRC patients undergoing colonoscopy and histopathology examinations. Significant differences were found in HPR, PLR, and LMR in the CRC and non-CRC groups. The cut-off points of HPR, PLR, and LMR to distinguish the CRC and non-CRC groups were 0.26 (sensitivity 77.5% and specificity 92.5%), 189.22 (sensitivity 77.5% and specificity 72.5%), and 2.864 (sensitivity 77.5% and specificity 77.5%), respectively. Logistic regression analysis showed that the combination of HPR and LMR values is better in detecting CRC compared to HPR or LMR alone. The combination of HPR and LMR can be used to detect CRC with a score of 2 for HPR < 0.26 and a score of 1 for LMR < 2.864 with 94.81% probability."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>