Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 118688 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ninik Rahayu
Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2021
155.33 NIN p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Nindya Miesye Agita
"Skripsi ini membahas mengenai konsep bentuk-bentuk kekerasan seksual dalam Rancangan Undang-Undang Kekerasan Seksual yang diusung oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) yang diperbandingkan dengan konsep kekerasan seksual di dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia dan konsep kesusilaan di dalam Rancangan KUHP. Dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan, skripsi ini bertujuan untuk memberikan penilaian mengenai urgensi dari Komnas Perempuan untuk melahirkan Rancangan Undang-Undang Kekerasan Seksual yang memuat tentang 15 (lima belas) tindak pidana kekerasan seksual, yakni; Perkosaan, Pelecehan Seksual, Eksploitasi Seksual, Penyiksaan Seksual, Perbudakan Seksual, Intimidasi, Ancaman dan Percobaan Perkosaan, Prostitusi Paksa, Pemaksaan Kehamilan, Pemaksaan Aborsi, Pemaksaan Perkawinan, Perdagangan perempuan untuk Tujuan Seksual, Kontrol Seksual seperti Pemaksaan Busana dan Diskriminasi Perempuan Lewat Aturan, Penghukuman Tidak Manusiawi dan Bernuansa Seksual, Praktik Tradisi Bernuansa Seksual yang Membahayakan Perempuan dan Pemaksaan Sterilisasi dengan memperbandingkan masing-masing konsep tindak pidana tersebut dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia dan Rancangan KUHP. Skripsi ini berkesimpulan bahwa kebijakan formulasi hukum pidana yang saat ini berlaku belum atau masih kurang dapat menanggulangi bentuk-bentuk kekerasan seksual terhadap perempuan yang diusung oleh Komnas Perempuan.

This thesis mainly discuss about the concept of forms of sexual violence in the draft Law on Sexual Violence promoted by the National Commission on Violence Against Women (Komnas Perempuan), as compared with the concept of sexual violence in the laws and regulations in Indonesia and the concept of morality in the Draft Criminal Code. By using the method of literature research, this paper aims to provide an assessment of the urgency of the National Commission for Women to create the draft Law on Sexual Violence that includes about 15 (fifteen) criminal acts of sexual violence, which are; Rape, Sexual Abuse, Sexual Exploitation, Sexual Torture, Sexual Slavery, Intimidation, Threats and Attempted Rape, Forced Prostitution, Forced Pregnancy, Forced Abortion, Forced Marriage, Trafficking of Women for Sexual Purposes, Sexual Control such as Coercion and Discrimination of Women through Fashion Rules, Inhuman Punishment and Sexual Nuances, Shades Tradition of Sexual Practices that Harm Women and Forced Sterilization by comparing each concept with a criminal offense such legislation in Indonesia and the draft Criminal Code. This thesis concludes that the policy formulation of criminal law that is currently in effect yet or still less able to cope with other forms of sexual violence against women are pursued by the National Commission on Violence Against Women.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S57399
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ninik Rahayu
Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2021
364.153 NIN p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Dianita Prosperiani
"Negara memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan hukum. Salah satu bentuknya adalah hak untuk bebas dari ancaman dan kekerasan, termasuk kekerasan seksual. Namun dalam konstruksi masyarakat Indonesia yang masih menggunakan paradigma patriarki, perempuan ditempatkan sebagai warga kelas dua, sehingga perempuan menjadi orang yang paling sering menjadi korban kekerasan seksual. Sedangkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sebagai hukum positif yang mengatur mengenai kekerasan seksual, khususnya delik perkosaan tidak lagi mampu memberikan perlindungan kepada perempuan korban kekerasan. Dalam kondisi yang demikian Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bengkulu melalui Putusan Nomor 410/Pid.B/2014/PN.Bgl dan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Bengkulu melalui Putusan Nomor 12/Pid/2015/PT.BGL melakukan penemuan hukum yang melindungi perempuan dengan perspektif feminist legal theory. Penelitian ini dibuat untuk mengkaji kewenangan hakim dalam melakukan penemuan hukum melalui putusan serta metode penemuan hukum dan perspektif feminist legal theory yang digunakan oleh hakim dalam memutus perkara kekerasan seksual. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan studi kepustakaan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Dari penelitian yang dilakukan didapati bahwa Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 memberi kewenangan kepada hakim untuk melakukan penemuan hukum melalui putusan. Selain itu Majelis Hakim menggunakan metode penemuan hukum berupa interpretasi dan eksposisi, serta dalam menyusun pertimbangannya menggunakan perspektif feminist legal theory dengan memahami adanya relasi kuasa yang timpang antara korban dan pelaku.

The State has a responsibility to provide legal protection. One of it is the right to be free from threats and violence, including sexual violence. Within the construction of the Indonesian people who still use the patriarchal paradigm, women are placed as the second sex, which often makes them become the victim of sexual violence. While the Criminal Code as a positive law governing sexual offences, specifically the rape crime, is no longer able to provide protection to women victim of violence. In such conditions the Judges of the Bengkulu Distric Court through Decicion Number 410/Pid.B/2014/PN.Bgl and the Judges of Bengkulu Higher Court through Decicion Number 12/Pid/2015/PT.BGL conducted lawmaking that protects women in feminist legal theory perspective. This study was made to examine the judge`s authority in making law through decicions, the method that judges use to make the law, and the feminist legal theory perspective that used by the judges in deciding sexual offence. This research conducted by collecting data through examining library materials or secondary data. From the research conducted, it was found that Article 5 paragraph (1) of Law Number 48 of 2009 authorizes judges to do judicial lawmaking through decicions. In addition, the Judges used interpretation and exposition methods in making law, and produce their considerations using the feminist legal theory perspective by understanding the existence of imbalance power relation between victim and perpretator.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Equanjana Fatah Sedono
"ABSTRAK
Skripsi ini menjelaskan bentuk representasi politik perempuan antara anggota legislatif perempuan di Baleg DPR-RI dengan kelompok perempuan menggunakan studi kasus proses pengusulan Rancangan Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual pada tahun 2014-2016. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan data primer dan sekunder. Temuan penelitian memperlihatkan adanya hambatan anggota legislatif perempuan di Baleg DPR-RI dalam mewakili kepentingan kelompok perempuan. Hambatan tersebut berasal dari paradigma anggota legislatif perempuan yang belum sadar kesataan gender maupun terbentur dengan kepentingan partai politik. Anggota legislatif perempuan di Baleg DPR-RI lebih mewakili kepentingan partai politik daripada kepentingan kelompok perempuan.

ABSTRACT
This skripsi explains of womens political representation forms of women legislative members in Baleg DPR-RI and womens groups in the legislation process of Elimination of Sexual Violence bill during 2014-2016. This study used qualitative method with primary and secondary data. The research findings showed that there were obstacles for women legislators in theBalegDPR-RI to represent the interests of womens groups. These barriers stem from the paradigm of women legislators who either have not been aware of gender equality or have collided with the interests of political parties. Womens legislative members in the BalegDPR-RI are more representative for the interests of political parties than the interests of women's groups."
Lengkap +
2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunsaribu, Risna Desimory
"Artikel ini merupakan bentuk interpretasi filosofis berdasarkan teori feminis radikal atas persoalan kekerasan seksual terhadap perempuan di Indonesia. Berdasarkan data Komnas Perempuan tahun 2019, angka laporan atas tindak kekerasan seksual semakin bertambah.  Akar dari kekerasan seksual datang dari perbedaan biologis perempuan dan laki-laki yang bergeser pemaknaan secara konstruktif dalam masyarakat. Laki-laki dianggap memiliki dominasi seksual atas perempuan. Adanya politik seksual yang dilanggengkan negara menjadikan perempuan terenggut otoritasnya di wilayah privat dan publik. Negara pernah melakukan politisasi seksual perempuan dengan simbol `Iboe Negara`. Simbol ini melanggengkan budaya patriarkal di Indonesia. Menggunakan metode pendekatan feminis praxis, artikel ini mengolah data temuan dari Komnas Perempuan terutama terkait kasus kekerasan seksual. Analisis dan kritik atas politik seksual pada artikel ini juga menyorot Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual. Hal ini menjadi kesimpulan akhir dari artikel sebagai bentuk jaminan negara Indonesia terlibat untuk melindungi perempuan dari kasus kekerasan seksual.

This article is using a philosophical interpretation based on radical feminist theory to analyse the issue of sexual violence against women in Indonesia. Based on data from Komnas perempuan in 2019, the number of victims of sexual violence is increasing. The root of sexual violence comes from the biological differences between women and men that has been constructed in society. Men are considered to have sexual dominance on women. The existence of sexual politics which is maintained by the state makes women taken away by their authority in the private and public areas. In history, the state has carried out the sexual politicization of women with the symbol "Iboe Negara". This symbol preserve patriarchal culture in Indonesia. Using the praxis feminist approach, this article process the data research  from Komnas Perempuan, especially related to cases of sexual violence. The analysis and criticism of sexual politics in this article also highlights the Draft Law on the Elimination of Sexual Violence. The final conclusion of the article as a form of guarantee that the Indonesian state is involved in protecting women from cases of sexual violence.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Sofhian Mile
"Keberadaan teknologi informasi (TI) disamping memberi harapan di masa depan, juga melahirkan kecemasan-kecemasan baru dengan munculnya bentuk kejahatan baru (cyber crime) yang lebih canggih. Carding merupakan kejahatan baru dengan cara mencuri dan menipu suatu website e-commerce untuk mendapatkan produk yang ditawarkan. Berbagai cara dilakukan carder untuk mendapatkan kartu kredit milik orang lain, antara lain dengan membobol kartu kredit dari situs komersial. Kejahatan carding banyak menimpa warga asing, terutama di Yogyakarta dan di Bandung. Pada umumnya sarana yang digunakan kejahatan penggunaan kartu kredit secara tanpa hak adalah warung internet (Warnet).
Meskipun dalam perundangan tidak menyebutkan secara eksplisit mengenai kejahatan komputer, namun pelaku kejahatan carding dapat dipidana dengan menggunakan pasal-pasal dalam perundangan nasional melalui penafsiran ekstensif. Pelaku dapat dipidana jika pelaku memenuhi delik yang tercantum dalam Pasal 167 KUHP. Pasal 22 UU No. 36/1999 dapat digunakan untuk akses ilegal terhadap jaringan sistem telekomunikasi atau jaringan internet, serta Pasal 38, 40, Pasal 42 UU 35/1999. Namun pasal ini belum memadai untuk diterapkan bagi pelaku akses ilegal terhadap jaringan internet.
Belum memadainya pasal-pasal dalam perundangundangan nasional diintegrasikan dalam RUU ITE. Dalam RUU ITE pembahasan permasalahan kejahatan carding dinyatakan dalam Pasal 31 ayat (2) RUU ITE, bahwa menggunakan kartu kredit orang lain tanpa hak dalam transaksi elektronik untuk memperoleh keuntungan merupakan tindakan yang dilarang. RUU KUHP Pasal 378 huruf b menjelaskan: Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Kategori IV, setiap orang yang mengakses dengan Cara apapun kartu kredit secara tanpa hak dalam transaksi elektronik untuk memperoleh keuntungan.
Penegakan hukum kejahatan carding terdapat dua kendala yaitu teknis dan non -teknis. Kendala teknis meliputi alai bukti elektronik secara fisik mudah hilang. Kurang pahamnya masyarakat tentang cara"mengamankan" barang bukti jenis ini. Hambatan teknis meliputi biaya penyidikan yang mahal. Belum adanya prosedur yang tetap dan jelas dari pihak issuing bank untuk mengeluarkan kartu kredit bila terjadi credit card fraud. Ketentuan hukum acara pidana Indonesia (KUHAP) mengenai alat bukti dan barang bukti secara limitatif dapat diterapkan dalam kasus carding di Indonesia. Kehadiran alat bukti dan barang hukti dalam kejahatan di dunia maya ini berbeda karakteristiknya dengan kejahatan biasa. Dalam cybercrime, alat bukti elektronik memiliki kedudukan yang khusus. Sebagai bukti suatu aktivitas yang menggunakan komputer dengan diperkuat keterangan ahli sehingga memiliki kekuatan hukum di depan pengadilan. Kendala-kendala ini perlu diintegrasikan dalam RUU ITE.
Pemerintah bersama DPR perlu segera mengantisipasi maraknya kejahatan di Internet ini. Dengan mendorong RUU Informasi dan Transaksi Elektronik untuk segera di undangkan. Sehingga tersedia payung hukum untuk melakukan .penydakan terhadap pelaku tindak pidana cyber crime."
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T18213
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joana Maleriluah
"Skripsi ini membahas mengenai yurisdiksi negara dalam menangani tindak pidana hacking internasional bedasarkan Convention on Cybercrime. Metode penentuan yurisdiksi tindak pidana hacking dalam Convention on Cybercrime memakai prinsip teritorialitas, nasionalitas, dan prinsip lainnya yang diakui oleh peraturan domestik negara anggotanya. Bedasarkan analisis yang telah dilakukan, praktik negara-negara anggota Convention on Cybercrime pada utamanya memakai prinsip teritorialitas dan nasionalitas dalam menentukan yurisdiksi atas tindak pidana hacking. Dalam praktik di Indonesia, penentuan yurisdiksi terhadap tindak pidana hacking memakai prinsip teritorialitas dan nasionalitas yang dikaitkan dengan besarnya kerugian negara yang diakibatkan oleh tindak pidana hacking tersebut.

The focus of this study is about determining a state jurisdiction in international hacking offences according to Convention on Cybercrime. In determining the jurisdiction, Convention on Cybercrime recognizes territoriality principle, nationality principle and other principles recognized by the member states? domestic laws. From the analysis, it is seen that most member states? practices use the territoriality and nationality principle in determining the jurisdiction for hacking offences related to the damage caused to one state. The regulations and practices of jurisdiction to international hacking offences in Indonesia shows that Indonesia recognizes the same principles as the Convention on Cybercrime."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S58745
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Damayanti Athiah Wardana
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pembinaan anak yang melakukan tindak pidana kekerasan seksual di dalam Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas I Tangerang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemidanaan terhadap anak yang melakukan tindak pidana kekerasan seksual harus mengacu kepada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Lembaga yang melakukan pembinaan bagi anak yang terpidana melakukan tindak pidana kekerasan seksual ialah Lembaga Pembinaan Khusus Anak dan dibantu oleh Pembimbing Kemasyarakatan.
Pembinaan anak di LPKA Kelas I Tangerang tidak sepenuhnya dibantu oleh Pembimbing Kemasyarakatan dari Balai Pemasyarakatan (BAPAS) Serang dikarenakan keterbatasan sumber daya manusia (SDM) dan kebijakan internal LPKA Kelas I Tangerang. Pembinaan bagi anak yang melakukan tindak pidana kekerasan seksual juga tidak dibedakan dari anak yang melakukan tindak pidana lain, dan pembinaan khusus hanya akan diadakan ketika muncul hal yang sifatnya darurat.

This study aims to determine the rehabilitation development of juvenile sex offenders in the Youth Correctional Center (LPKA) Tangerang. The results showed that the criminal prosecution of juvenile sex offenders should be referred to the Law No. 11 Year 2012 on Children Criminal Justice System. Institutions which are providing supervision for children who are convicted of a criminal act of sexual violence is the Agency is assisted by the Special Child and Community Advisors.
Rehabilitation development of children in LPKA Tangerang is not fully accompanied along by Social Counsellor (Pembimbing Kemasyarakatan) from The Central Penitentiary (Bapas) Serang due to limitation of human resources and internal policies of LPKA Tangerang. Guidance for juvenile sex offenders inside LPKA Tangerang is no different from children who commit other crimes, and special guidance will only be held when it appeared the nature of the issue a child has is an emergency.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S64515
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alizza Laily Yuhana
"Indonesia, sebagai negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sudah selayaknya mengimplementasikan praktik-praktik Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola (LST) dan prinsip-prinsip berkelanjutan ke dalam kerangka hukum di berbagai sektor, termasuk sektor perbankan. Selain memiliki pemahaman yang baik tentang risiko yang mereka hadapi, bank harus mengintegrasikannya dengan konsep LST sebagai lembaga keuangan yang lebih besar dan penyedia layanan aset. Tesis ini mengkaji kerangka hukum Indonesia yang mengatur LST, bagaimana bank yang secara proaktif mengembangkan konsep LST di sektor perbankan atau yang dikenal sebagai green banking untuk memitigasi berbagai jenis kegiatan pencucian uang terutama aset dari kejahatan lingkungan atau yang secara luas dikenal sebagai kejahatan lingkungan dan/atau kejahatan keuangan hijau. Tesis ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan. Melalui penelitian yang dilakukan, tesis ini menyimpulkan bahwa kerangka hukum Indonesia telah mengakomodir LST dalam berbagai instrumen hukum, terutama melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan 51/2017 di mana implementasi LST dapat dilihat dari produk investasi obligasi hijau.  Namun, meskipun kerangka hukum telah diambil untuk mengatasi kekurangan kejahatan keuangan hijau tersebut, tesis ini juga menyimpulkan bahwa masih ada beberapa kesenjangan utama dalam implementasi kebijakan perbankan hijau untuk sebagian besar bank. Indonesia perlu memastikan bahwa informasi yang akurat mengenai pemilik utama semua perusahaan tersedia bagi penegak hukum, termasuk koordinasi dan kerja sama antarlembaga di dalam negeri yang kuat.

Indonesia, as a United Nations member state, ought to implement Environment, Social, and Governance practices and sustainable principles into its legal framework in various sector, including bank. Besides having a good understanding of the risk they face, bank must integrate it with the ESG concept as a larger financial institutions and virtual asset service provider. This thesis examines the Indonesian legal framework regulate Environment, Social, and Governance, how banks that are proactively developed the ESG concept in banking sector or known as green banking to mitigate different types of money laundering activities particularly assets from environmental crime or widely acknowledged as environmental crime and/or green financial crime. This thesis adopts juridical normative research method, using the statutory approach. Through the research, this thesis concludes that the Indonesian legal framework has accommodated Environment, Social, and Governance in various legal instruments, mainly through Regulation of Financial Services Authority 51/2017 whereby the implementation of Environment, Social, and Governance are evident through the green bond products. However, although legal framework has been taken to address such green financial crimes shortcomings, this thesis also concludes that some key gaps remain in the implementation of green banking policy for majority of banks. Indonesia needs to ensure that accurate information on the ultimate owners of all companies is available to law enforcement and including to robust domestic inter-agency coordination and cooperation."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>