Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 155974 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wira Paskah Withyanti
"Label Nutrition Facts (Informasi Nilai Gizi) adalah hal yang penting karena melalui label ini yang tercantum pada kemasan makanan, konsumen dapat memutuskan kesesuaian produk tersebut pada kesehatannya. Label Nutrition Facts (Informasi Nilai Gizi) merupakan suatu informasi kandungan gizi yang terkandung dalam produk pangan disertai jumlah kandungan tersebut dalam tiap sajian atau kemasan makanan. Tujuan utama pelabelan gizi adalah membantu konsumen untuk menghindari atau mengurangi kelebihan ataupun kekurangan asupan zat gizi yang dapat berakibat pada masalah kesehatan terkait pola makan. Pemerintah dalam hal ini diwakili oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengeluarkan beberapa peraturan terkait ini. Peraturan ini dibuat untuk melindungi kepentingan masyarakat khususnya konsumen makanan kemasan. Penelitian ini akan membahas peraturan pencantuman label informasi nilai gizi serta bagaimana praktiknya dilapangan beserta kendala-kendalanya di Indonesia. Penelitian ini merupakan penlitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan.

The Nutrition Facts label (Information on Nutritional Value) is important because through this label that is listed on food packaging, consumers can decide the suitability of the product for their health. Label Nutrition Facts (Information of Nutritional Value) is an information on the nutritional content contained in a food product along with the amount of the content in each serving or food packaging. The main purpose of nutrition labeling is to help consumers to avoid or reduce excess or lack of nutrient intake that can result in health problems related to diet. The government, represented by the Food and Drug Supervisory Agency (BPOM), issued several related regulations. This regulation was made to protect the interests of the public, especially consumers of packaged food. This study will discuss the regulations for the inclusion of nutritional value information labels and how they are practiced in the field along with the obstacles in Indonesia. This research is a normative juridical research using a statue approach method.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zahra Nadhila Saraswati
"Tulisan ini membahas mengenai batasan peran pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah khususnya untuk pengawasan terhadap label pada kemasan kosmetika yang menjadi tanggung jawab dari Badan Pengawas Obat dan Makanan dan Kementerian Perdagangan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis-normatif dan dengan menggunakan data primer serta data sekunder, pada skripsi ini ditemukan adanya nota kesepahaman antara BPOM dan Kementerian Perdagangan, yang dimana menjelaskan bahwa peran pengawasan pre-market dan post-market menjadi tanggung jawab BPOM secara penuh. Dengan melihat kenyataan yang demikian, ternyata peran pengawasan pihak terkait pun belum dapat menutupi angka peredaran kosmetika impor tanpa label dengan benar.Salah satu kendalanya adalah belum adanya aturan formal mengenai pengawasan terhadap kegiatan perdagangan melalui media online dan media sosial yang sekarang menjadi media paling diminati masyarakat. Jika dibandingkan dengan sistem pengawasan di Amerika Serikat, pihak US Food and Drug Administration yang memiliki kewenangan tersebut hanya melakukan pengawasan post-market. Salah satu faktor yang membedakan bentuk pengawasan tersebut adalah karena industri kosmetika lokal di Amerika Serikat sendiri sudah sangat maju serta kesadaran para pelaku usaha dalam memenuhi kewajibannya. Serta peran dari konsumen yang telah sadar akan hak-haknya dengan melakukan pelaporan mengenai keluhan secara aktif kepada pihak yang berwenang.

This thesis discusses about the limitations of the role of control which carried out by the government, especially for the control of the liability to include labels on cosmetics packaging which is the responsibility of the National Agency of Food and Drug Control of the Republic of Indonesia and the Ministry of Trade of the Republic of Indonesia. By using normative juridical research methods and using primary data also secondary data, in this thesis found out a memorandum of understanding between the National Agency of Food and Drug Control of the Republic of Indonesia and the Ministry of Trade of the Republic of Indonesia, which explains that the role of controls of pre-market and post-market is fully the responsibility of the National Agency of Food and Drug Control of the Republic of Indonesia. By looking at this reality, the controls role of the related party has not been able to cover the number of imported cosmetics without labels. One of the problems here is there is no formal regulation regarding the control of trade activities through online media and social media which are the most popular trade medias nowadays. When compared with the control system in the United States of America, the US Food and Drug Administration, which has this authority, only do post-market control. One of the factors that distinguishes this form of control is that the local cosmetics industry in the United States of America itself is already very advanced and the awareness of vendors in fulfilling their obligations. Also the role of consumers who have been aware of their rights by actively reporting any complains to the authorities."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
RR Syahannisa P.
"Perkembangan ekonomi yang semakin meningkat yang akan menimbulkan berbagai permasalahan dalam perlindungan konsumen. Perlindungan terhadap konsumen merupakan masalah, dikarenakan konsumen di negara kita masih sering mengalami hal-hal yang merugikan dirinya. Hal ini dikarenakan konsumen berada pada posisi yang lemah dibandingkan dengan produsen. Beberapa waktu lalu, masyarakat dikejutkan dengan adanya pernyataan BPOM bahwa terdapat bahan pengawet dalam minuman isotonik yang tidak tercantum dalam label kemasan.
Salah satu dari minuman isotonik yang ditemukan tidak mencantumkan adanya kandungan bahan pengawet adalah Mizone. Bahan pengawet pada dasarnya merupakan bahan yang ditambahkan untuk menghambat terjadinya kerusakan pada makanan atau minuman yang umumnya mudah rusak dan apabila dikonsumsi secara terus-menerus dapat menimbulkan efek berbahaya terhadap kesehatan. Dari uraian tersebut menimbulkan beberapa pokok permasalahan yaitu: pelanggaran yang telah dilakukan oleh pelaku usaha, sanksi yang dapat dikenakan, upaya hukum yang dapat dilakukan oleh konsumen serta penyelesaian yang telah dilakukan terhadap kasus ini.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan yang menggunakan data sekunder mencakup Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Kesehatan, artikel ilmiah, buku, makalah, laporan penelitian serta kamus istilah. Pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen, Undang-undang Pangan dan Peraturan Pemerintah Label dan Iklan Pangan. BPOM kemudian melakukan tindakan administratif berupa penarikan produk Mizone dari peredaran. Penyelesaian yang telah dilakukan adalah saat ini produk Mizone tersebut telah dipasarkan kembali dengan penggantian label. Perlindungan hukum terhadap konsumen perlu terus dikaji dan dikembangkan, sehingga segala kemungkinan yang dapat merugikan konsumen dapat diatasi dengan baik dan demi ditegakkannya perlindungan konsumen."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S24392
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meitria Cahyani
"Berkembangnya industri dan perdagagan di Indonesia menyebabkan beredarnya berbagai jenis makanan dalam kemasan di pasaran. Keadaan ini justru membuka peluang bagi produsen untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya, dengan memproduksi makanan dalam kemasan tanpa memperhatikan/mengabaikan mutu, kualitas, maupun higienitas sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tindakan produsen tersebut bila menimbulkan kerugian pada konsumen merupakan perbuatan melanggar hukum sebagaimana diatur dalam pasal 1365 KUH Perdata. Akibatnya tak jarang kemudian menimnulkan sengketa konsumen. Dalam hal ini posisi konsumen selalu lemah karena di Indonesia belum terdapat hukum positif yang secara khusus dan terperinci mengatur mengenai perlindungan konsumen. Disamping itu tampaknya belum tumbuh kesadaran konsumen akan hak-hak dan tanggung jawabnya. Terhadap produsen yang merugikan konsumen dapat diajukan suatu gugatan ganti kerugian berdasarkan pasal 1365 KUH Perdata. Namun dewasa ini telah berkembang pula suatu ajaran mengenai tanggung gugat produk (Product liability) yaitu ajaran mengenai tanggung jawab mutlak produsen, yang memberikan beban pembuktian pada produsen apabila terjadi suatu sengketa konsumen. Di terapkannya ajaran ini sedikit banyak telah memperkuat kedudukan konsumen. Salah satu lembaga kemasyarakatan yang peduli dengan masalah perlindungan konsumen adalah Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). YLKI senantiasa siap membantu segala bentuk sengketa konsumen dan mengupayakan proses penyelesaian yang terbaik bagi kedua belah pihak, baik melalui jalur perdamaian antara pihak-pihak yang bersengketa maupun jalur gugat pengadilan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998
S20758
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Ronaldo Nazaronnie
"Skripsi ini menganalisis pengaturan mengenai standardisasi pusat kebugaran di Indonesia sebagai bentuk perlindungan konsumen dan perlindungan hukum atas cedera konsumen yang disebabkan oleh pusat kebugaran yang tidak memenuhi standardisasi. Skripsi ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Di Indonesia, belum terdapat pengaturan spesifik mengenai standardisasi pusat kebugaran, namun untuk suatu pusat kebugaran mendapatkan Standar Nasional Indonesia (SNI), harus mengajukan melalui Online Single Submission untuk mendapatkan Nomor Induk Berusaha (NIB). NIB tersebut berlaku sebagai SNI untuk pusat kebugaran. Di sisi lain, terkait standardisasi lebih detail terkait pusat kebugaran di Indonesia belum diatur jelas. Saat ini, standar yang ada lebih berfokus pada perizinan usaha melalui sistem OSS dan NIB, serta pedoman umum dari asosiasi seperti APKI dan PPKI. Ketiadaan standardisasi spesifik ini berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum dan risiko bagi konsumen, sehingga diperlukan pengembangan dan implementasi standar yang lebih komprehensif. Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengatur tanggung jawab pelaku usaha pusat kebugaran terhadap cedera konsumen yang disebabkan oleh fasilitas yang tidak terstandarisasi. Pelaku usaha diwajibkan menjamin keamanan dan keselamatan konsumen dengan menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang jelas, memberikan informasi yang akurat, dan menyediakan fasilitas yang memenuhi standar keamanan. Bila terjadi cedera, pelaku usaha bertanggung jawab untuk memberikan pertolongan pertama, kompensasi, dan ganti rugi sesuai ketentuan yang berlaku. Konsumen memiliki hak untuk menuntut pertanggungjawaban, baik melalui penyelesaian sengketa di luar pengadilan maupun melalui jalur pengadilan, dengan kemungkinan sanksi bagi pelaku usaha mulai dari tindakan administratif hingga pidana. Dengan demikian, UU ini memberikan perlindungan hak bagi konsumen dan menetapkan kewajiban yang jelas bagi pelaku usaha pusat kebugaran untuk menjamin keselamatan, keamanan, dan kenyamanan pengguna layanannya.

This thesis analyzes the regulations regarding the standardization of fitness centers in Indonesia as a form of consumer protection and legal protection against consumer injuries caused by fitness centers that do not meet standardization. This thesis is compiled using doctrinal research methods. In Indonesia, there are no specific regulations regarding the standardization of fitness centers. However, for a fitness center to obtain the Indonesian National Standard (SNI), it must apply through the Online Single Submission to obtain a Business Identification Number (NIB). The NIB serves as the SNI for fitness centers. On the other hand, more detailed standardization related to fitness centers in Indonesia is not clearly regulated. Currently, existing standards focus more on business licensing through the OSS and NIB systems, as well as general guidelines from associations such as APKI and PPKI. The absence of specific standardization potentially creates legal uncertainty and risks for consumers, thus requiring the development and implementation of more comprehensive standards. The Consumer Protection Act regulates the responsibility of fitness center business operators for consumer injuries caused by non-standardized facilities. Business operators are required to ensure consumer safety by implementing clear Standard Operating Procedures (SOP), providing accurate information, and offering facilities that meet safety standards. In case of injury, business operators are responsible for providing first aid, compensation, and indemnification as per the applicable regulations. Consumers have the right to seek accountability, either through out-of-court dispute resolution or through judicial channels, with possible sanctions for business operators ranging from administrative actions to criminal penalties. Thus, this law provides rights protection for consumers and establishes clear obligations for fitness center business operators to ensure the safety, security, and comfort of their service users."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Audyanza Manaf
"Skripsi ini membahas mengenai perlindungan konsumen terhadap hak atas informasi terhadap pupuk, khususnya pada label pupuk. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian normatif. Alat pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan yang dilengkapi dengan wawancara. Secara umum pengaturan mengenai label pupuk yang beredar luas di pasaran telah cukup. Dalam hal ini pemerintah sudah menerbitkan peraturan tentang label pupuk berkaitan dengan informasi pupuk yaitu: Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen; Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman; PP No. 8 Tahun 2001 tentang Pupuk Budidaya Tanaman merupakan implementasi dari amanat UU Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman; Peraturan Menteri Pertanian Nomor 42/Permentan/OT.140/09/2008 tentang Kebutuhan Dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertaninan Tahun Anggaran 2009. Pemerintah pun sudah mengatur mengenai sanksi negatif yang dapat dikenakan kepada pelaku usaha terhadap pelanggaran atas label pupuk. Berkaitan dengan pelanggaran-pelanggaran tersebut, konsumen dapat melakukan upaya di luar pengadilan atau di dalam pengadilan.

The focus of this study is the consumer protection aspect on the right for information, particulary manure lable. This study is a normative study. The data used for this study are being collected through documents and interviews. In general, Indonesia has all the regulation about manure lable. Besides that, goverment has published the rules about consumer rights of Information on Manure Lable, that are: Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen; Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman; PP No. 8 Tahun 2001 tentang Pupuk Budidaya Tanaman merupakan implementasi dari amanat UU Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman; Peraturan Menteri Pertanian Nomor 42/Permentan/OT.140/09/2008 tentang Kebutuhan Dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertaninan Tahun Anggaran 2009. Goverment also has the rules of negative sanctions for that violation. In the end, consumer has opportunity to sue this in the court or outside the court."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S24979
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rona Puspita
"abstrak
Perlindungan hukum bagi konsumen adalah segala upaya yang menjamin
adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen, yang
melahirkan suatu benteng untuk meniadakan tindakan sewenang-wenang yang
merugikan pelaku usaha hanya demi untuk kepentingan perlindungan konsumen.
Pengenaan service charge dianggap sebagai aktivitas bisnis yang dilakukan oleh
pelaku usaha untuk mendapatkan keuntungan lainnya, dengan konsumen selaku
subjek pajak sebagai objeknya. Dalam kaitannya dengan Pajak, pengenaan service
charge dianggap sebagai pungutan pajak karena bersifat memaksa. Peneilitan ini
membahas terkait perlindungan hukum atas pengenaan service charge (uang servis)
pada usaha restoran terhadap konsumen, yang dimana belum terdapatnya aturan
mengenai pengenaan service charge yang diterapkan kepada konsumen selaku
subjek pajak. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dan
yuridis empiris. Kesimpulan yang didapatkan yaitu terkait dengan pengenaan
service charge dianggap sebagai pungutan pajak karena bersifat memaksa,
sedangkan diketahui bahwa service charge bukan merupakan pungutan pajak,
karena service charge diatur bukan oleh Undang-Undang. sebagaimana diketahui
bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa harus diatur oleh undangundang.
Saat ini yang ada hanya aturan mengenai uang servis yang merupakan
pendapatan non upah, yang dibagikan kepada Pekerja/Buruh guna mensejahterakan
Pekerja/Buruh. Dalam hal yang demikian, konsumen dibenarkan untuk menolak
atau meminta keringanan pembayaran service charge, dan melakukan upaya-upya
hukum atas pembebanan service charge yang dibebankan kepadanya.

abstract
Legal protection for consumers is the effort that guarantees legal certainty
to provide protection to consumers, which create a fortress to eliminate arbitrary
actions which are detrimental to businessmen only for the sake of consumer
protection. The imposition of a service charge is considere a business activity
carried out by a businessmen to gain other benefits, with the consumer as the
subject and tax as the object. The relation with taxes, the imposition of a service
charge is considered a tax levy because it is coercive. This research is related to
the legal protection of the imposition of service charges (service money) in the
restaurant towards consumers, for which there are no rules regarding the
imposition of service charges that are applied to consumers as tax subjects. This
study use a normative and empirical juridical approach. The conclusion is that
related to the imposition of service charges are considered as tax levies because
they are coercive, whereas it is known that the service charge is not a tax, because
service charges are regulated not by law. as it is known that taxes and other levies
that are coercive must be regulated by law. In this current time the rules is only
regarding service fees which constitute non-wage income, which is distributed to
Workers / Laborers to prosper Workers / Laborers. Therefore, the consumer is
justified in refusing or requesting the relief of the payment of the service charge,
and making legal efforts for the imposition of the service charge charged for them
"
2020
T54604
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzan Amru
"Skripsi ini membahas mengenai peraturan-peraturan terkait perlindungan hukum bagi konsumen terhadap jaminan produk makanan halal di Indonesia dan keberlangsungan pelaksanaan dari peraturan-perturan tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis-normatif, penelitian kepustakaan dengan cara menelaah norma hukum tertulis berdasarkan Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Kesimpulan penelitian menunjukan bahwa pemerintah telah berupaya melalui peraturan-peraturan terkait perlindungan hukum bagi konsumen muslim terhadap produk makanan halal di Indonesia meskipun memiliki kekurangan dalam pelaksanaannya, berupa penerapan sanksi bagi produsen yang melanggar peraturan label produk makanan halal belum cukup tegas.

His Thesis is focusing on regulations regarding legal protection for the consumers about Halal Edibles Certainty in Indonesia, about the application of the regulations, and about Institutions focusing on legal protection for muslim consumer rsquo s right regarding Halal Edibles. The method used in this research is Juridical Normative which uses Primary Data through interview, and also Secondary Data by using Literature Studies. This research concludes that regulations on legal protection for muslim consumer rsquo s right regarding Halal Edibles in Indonesia are finely tuned, although there are some weaknesses. That is found the imposition of legal and sanctions enforcement for the Edible Producers whom broke the law of label for Halal Edibles is not firm enough."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nathalia Hastuti Handayani
"Perdagangan bebas saat ini menyebabkan arus keluar masuk barang antar lintas negara semakin lancar. Termasuk produk pangan impor yang kemudian mempengaruhi pola makanan masyarakat khususnya di kota-kota besar. Kemajuan IPTEK yang terjadi juga menyebabkan berbagai macamnya makanan, banyaknya bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan untuk memproduksi suatu makanan olahan. Era global sekarang ini dalam penetapan kehalalan suatu produk pangan tidaklah semudah pada waktu teknologi belum berkembang begitu pesatnya. Dengan demikian diperlukan adanya suatu jaminan dan kepastian akan kehalalan produkproduk makanan yang dikonsumsi oleh umat Islam yang merupakan bagian terbesar penduduk Indonesia (lebih dari 80%). Jaminan kehalalan suatu produk pangan dapat diwujudkan diantaranya dalam bentuk sertifikat halal yang menyertai suatu produk pangan, yang mana setelah mempunyai sertifikat tersebut produsen atau importir dapat mencantumkan label halal pada kemasannya. Masalahnya bagaimana menjamin bahwa label halal tersebut telah memenuhi ketentuan yang ada dalam penetapan kehalalan, baik secara kaidah Islamnya maupun ketentuan hukum yang berlaku. Dalam hal ini berkaitan dengan kompetensi lembaga yang mengeluarkan sertifikat, standar halal yang digunakan, personil yang terlibat dalam sertifikasi dan auditing, sampai dengan mekanisme labelisasi halal itu sendiri. Produk pangan impor yang masuk ke Indonesia dan beredar di Indonesia sebelumnya harus didaftarkan ke Badan POM, sebagai lembaga pengawas di bawah Departemen Kesehatan. Badan POM mengeluarkan izin penggunan label halal setelah dikeluarkannya sertifikat halal oleh LPPOM-MUI. LPPOM-MUI adalah lembaga keagamaan yang telah terakreditasi sebagai lembaga yang mengeluarkan sertifikat halal. Akan tetapi dapat juga kita temui produk pangan impor yang telah berlabel halal dari negara asalnya, dalam hal ini LPPOM-MUI sebagai lembaga pemeriksa, pemeriksaan sebatas kepada pemeriksaan dokumen-dokumen yang ada, dan label halal tersebut haruslah dikeluarkan lembaga halal internasional yang diakui. Begitu banyaknya produk pangan impor yang masuk dan masih lemahnya pengawasan pemerintah serta tidak adanya standar-standar halal yang berlaku secara internasional merupakan permasalahan-permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan label halal pada produk pangan impor."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T36875
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Kirana
"Permasalahan pada tesis ini dibagi menjadi 3 (tiga) hal yakni bagaimana tingkat pengetahuan konsumen mengenai perlindungan konsumen terkait Privacy Policy pada Terms and Conditions di jejaring sosial, bagaimana kesesuaian isi Privacy Policy pada Terms and Conditions di jejaring sosial dengan ketentuan peraturan yang ada dan yang terakhir apa saja kendala dan solusi untuk memberikan perlindungan konsumen terhadap Privacy Policy pada Terms and Conditions di jejaring sosial. Metode yang digunakan penulis adalah metode penelitian hukum normatif-empiris. Kesimpulan yang dapat diberikan adalah tingkat pengetahuan konsumen mengenai perlindungan konsumen terkait Privacy Policy pada Terms and Conditions di jejaring sosial dianggap cukup baik, walaupun masih memiliki kelemahan. Lalu tidak adanya kesesuaian isi Privacy Policy pada Terms and Conditions di jejaring sosial dengan ketentuan peraturan yang ada. Perlindungan konsumen terhadap isi Privacy Policy pada Terms and Conditions di jejaring sosial harus mampu mengatur mengenai aspek transparansi atau akuntabilitas. Lalu juga harus mampu mencerdaskan konsumen dengan cara pemberian edukasi, literasi dan sosialisasi kepada konsumen mengenai Privacy Policy pada Terms and Conditions di jejaring sosial. Kendala yang dihadapi di sini juga berkaitan dengan pelaku usaha yang belum memenuhi Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019, domain dari pengawasan klausula baku, tidak adanya badan usaha jejaring sosial di Indonesia dan kerja sama internasional yang belum tentu sesuai dengan ketentuan peraturan di Indonesia. Solusi yang dapat diberikan adalah dengan disahkannya RUU PDP dan penyegaran terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999.

The three major issue of this thesis are: the level of consumer’s knowledge about consumer protection related to Privacy Policy on Terms and Conditions on social networks, the suitability of the contents of Privacy Policy on Terms and Conditions on social networks with the existing regulations, the constraints and it solutions for consumer’s protection against Privacy Policy on Terms and Conditions on the social networks. This thesis is using normative-empirical legal research method. The conclusion: the consumer’s knowledge level about consumer protection related to Privacy Policy in Terms and Conditions on social networks is considered quite good, although it still has weaknesses. There is no correlation between contents Privacy Policy on Terms and Conditions on social networks with the existing regulations. Consumer’s protection to the contents Privacy Policy in Terms and Conditions on social networks must be able to regulate aspects of transparency or accountability. Then also must be able to educate consumers by providing literacy and socialization to consumers about Privacy Policy in Terms and Conditions on social networks. The emerging constraints that can be described are business actors who have not complied with Government Regulation No. 71 of 2019, the domain of standard clause supervision, the absence of social networking business entities in Indonesia, international cooperation which are not necessarily suit with rules in Indonesia. The solution that can be given is by passing the PDP Bill and refreshing Law No. 8 of 1999."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>