Ditemukan 61165 dokumen yang sesuai dengan query
Alya Faraz Haryawisa
"Bangunan cagar budaya adalah bangunan yang telah ditinggalkan pendahulu kita untuk menjadi warisan mengingat nilai - nilai yang dimilikinya. Oleh karena itu penting untuk melestarikannya untuk generasi sekarang dan yang akan datang, termasuk melalui pelestarian, restorasi, rekonstruksi dan adaptasi. Adaptasi, atau adaptive reuse, adalah cara untuk mengadaptasi bangunan cagar budaya dengan fungsi baru sesuai kebutuhan saat ini dan biasanya melibatkan intervensi baru. Begitu pula yang dihadapi Stasiun Manggarai saat ini, yaitu proyek konstruksi besar yang membangun gedung baru di sekitar bangunan cagar budaya Stasiun Manggarai untuk mengakomodasi fungsi - fungsi barunya. Intervensi baru ini menarik perhatian karena menggunakan material, gaya arsitektur, dan spesifikasi teknis modern. Dengan demikian, muncul bagaimana adaptive reuse seharusnya dilakukan dalam bangunan cagar budaya dan bagaimana Stasiun Manggarai menyesuaikannya. Oleh karena itu, dengan mempelajari dan menganalisis teori-teori adaptive reuse, sejarah dan perkembangan Stasiun Manggarai, serta mewawancarai orang-orang yang terlibat dalam pembangunannya dapat menjawab apa yang terjadi dan apa yang akan dilakukan dengannya.
Architectural heritages are buildings that have been passed from our predecessor to be a legacy considering the multi values it has. Thus it is important to conserve it for the present and future generations, and it includes preservation, restoration, reconstruction and adaptation. Adaptation, or adaptive reuse, is a way to adapt an architectural heritage with new functions as the current needs require and usually involves new interventions. It is the case with what Manggarai Station is currently facing, which is a big project of construction where it builds new buildings all around the Manggarai Station's heritage building to accommodate its new functions. This new intervention attracts attention because it uses modern material, style, and technical specifications. Accordingly, it raises how adaptive reuse should have been done in architectural heritage and how Manggarai Station adjusted to it. Therefore, by studying and analyzing theories of adaptive reuse and Manggarai Station's history and developments, also interviewing people involved in its construction can answer what happened and what will be done with it."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Agustinus Leonardo W.
"Bangunan cagar budaya merupakan warisan yang harus diturunkan ke generasi berikutnya, sehingga perlu dijaga kelestariannya. Salah satu cara pelestarian atau yang disebut konservasi adalah dengan melakukan revitalisasi. Dalam proses ini terjadi perubahan-perubahan yang berupa perubahan fisik maupun fungsional. Sebagai bangunan cagar budaya golongan A, Gedung Kunstkring juga telah mengalami beberapa perubahan-perubahan dalam proses revitalisasi. Perubahan-perubahan ini berhubungan dengan periode/zaman yang sedang terjadi saat itu. Meskipun begitu, beberapa diantara perubahan ini tidak sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku dikarenakan minimnya pengawasan terhadap bangunan cagar budaya dan kurang mendetailnya aturan mengenai konservasi.
Heritage buildings is a legacy that must be passed down to the next generation, so it needs to be preserved. One way of preservation or conservation is through revitalization. In this process, changes occur in the form of physical or functional changes. As an A class of heritage building, Kunstkring building has also undergone some changes in the process of revitalization. These changes relate to the period / era which was going on at that time. Even so, some of these changes are not in accordance with the rules in force due to lack of supervision of the heritage buildings and less detail rules on conservation."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S47767
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Albertus Bramantya Wijaya
"Preservasi cagar budaya merupakan salah satu poin penting dalam proyek rancangan ulang Kawasan Pasar Baru. Proyek perancangan ulang Kawasan Ulang Pasar Baru harus dilakukan tanpa mengurangi nilai – nilai historis dari setiap cagar budaya nya, dan diharapkan untuk meningkatkan nilai – nilai yang ada melalui proyek – proyek pribadi.
Bangunan Sin Tek Bio Temple Complex merupakan revitalisasi dan juga ekstensi terhadap bangunan vihara eksisting, yang terletak pada lokasi yang terpencil di belakang Pasar Baru. Bangunan ini ditujukan sebagai ruang publik dan juga masyarakat agama Buddha, Konghucu, ataupun Taoisme. Bagian yang menghadap langsung Pasar baru ditujukan sebagai ruang publik dalam bentuk retail. Fungsi keagamaan bangunan terletak di seberang Bangunan Eksisting Sin Tek Bio, dengan ruang diantara retail dan fungsi keagamaan berupa ruang pamer sebagai buffer antara public dan privat.
Preservation of cultural heritage is one of the important points in the redesign project of Pasar Baru Area. The of Pasar Baru area must be carried out without reducing the historical values of each cultural heritage and is expected to increase the existing values through individual projects.The Sin Tek Bio Temple Complex building is a revitalization and an extension of the existing temple building, which is in a remote location behind Pasar Baru. This building is intended as a public space as well as a Buddhist, Confucian, or Taoist community. The part that faces directly towards Pasar Baru is intended as a public space in the form of retail. The religious function of the building is located opposite the Sin Tek Bio Existing Building, with space between retail and religious complex functions in the form of an exhibition space as a buffer between public and private."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
PR-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Jarot Mahendra
"
ABSTRAKTesis ini membahas interpretasi revitalisasi bangunan cagar budaya dengan mengambil studi kasus pada konsep revitalisasi banguanan cagar budaya di Galeri Nasional Indonesia GNI . Tujuan penelitian dalam tesis ini adalah untuk memberikan pandangan dalam interpretasi revitalisasi bangunan cagar budaya berdasarkan kajian interpretasi terhadap nilai penting, interpretasi terhadap otentisitas, dan interpretasi terhadap pembentukan identitas pada bangunan cagar budaya. Penelitian ini menggunakan strategi penelitian campuran dengan menggabungkan dua bentuk data dalam satu penelitian. Data terbuka dari penelitian kualitatif dianalisis menggunakan analisis konten dan data tertutup dari penelitian kuantitatif dianalisis dengan model analisis AHP. Temuan dari penelitian ini yaitu, berdasarkan kajian interpretasi nilai penting, otentisitas dan identitas menunjukan bahwa konsep revitalisasi bangunan cagar budaya di GNI perlu dikaji kembali. Walaupun, konsep revitalisasi ini dapat membentuk identitas bagi masyarakat saat ini, namun masih dianggap belum cukup kuat. Oleh karena itu, jika konsep ini tetap dipertahankan dapat berakibat pada kemerosotan nilai penting bangunan cagar budaya dan perdebatan terhadap nilai otentisitas bangunan cagar budaya.
ABSTRACTThis thesis discusses the revitalization interpretation of cultural heritage building by taking case study on the concept of the revitalization of cultural heritage in Galeri Nasional Indonesia GNI . The purpose of this thesis is to provide a view in the interpretation of cultural heritage building revitalization based on the interpretation of significant values, interpretation of authenticity, and interpretation of identity formation in cultural heritage buildings. This study used a mixed research strategy by combining two forms of data in one study. Open data from qualitative research were analyzed using content analysis and closed data from quantitative research analyzed with AHP analysis model. The findings of this study are, based on the study of interpretation of significant values, authenticity and identity show that the concept of the revitalization of cultural heritage buildings in the GNI needs to be reviewed again. In spite of this revitalization concept can form an identity for society today but still considered not strong enough. Therefore, if this concept is maintained it may result in a decline in the significant values of cultural heritage buildings and the debate on the value of authenticity of cultural heritage buildings."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
T49962
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Ade Maulida Shifa
"Penelitian ini membahas mengenai perkembangan Bangunan Pendopo dari bangunan Villa Maria menjadi Kantor Pusat PT KAI. Pada Bangunan Pendopo hingga saat ini masih dipergunakan sebagai kantor administrasi perkeretaapian dan telah mengalami adaptasi setelah ditetapkan menjadi cagar budaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi dalam adaptasi Bangunan Pendopo Kantor Pusat PT KAI serta menganalisis kesesuaian penerapan adaptasi yang sudah dilakukan dengan prinsip dan regulasi hukum yang berlaku. Metode yang digunakan yaitu analisis deskriptif dimulai dari pengumpulan data, pengolahan data, interpretasi, dan penarikan kesimpulan. Hasil analisis didapatkan bahwa adaptasi mempengaruhi adanya perubahan fungsi ruang pada Bangunan Pendopo dan terdapat 3 bentuk adaptasi yang dilakukan, yaitu adaptasi dalam perubahan material, adaptasi dalam penambahan, dan adaptasi dalam pengurangan. Adaptasi dalam bentuk perubahan material dan penambahan pada Bangunan Pendopo telah sesuai dengan prinsip-prinsip adaptasi. Sedangkan bentuk pengurangan mengakibatkan merosotnya nilai penting yang terkandung dalam bangunan.
This paper discusses about the transformations of the Pendopo Building from Villa Maria building into the Central Office of PT KAI. The Pendopo building is still used as a railway administration office and has undergone adaptations after being a cultural heritage. This study aims to determine the changes that have occurred in the adaptation of the Pendopo building and to analyze whether the implementation of the adaptation that has been carried out in the cultural heritage building is in accordance with the adaptation principles and legal regulations. The method used is descriptive analysis starting from data collection, data analysis, interpretations, and conclusions. The results of the analysis found that adaptation affects changes in the function of space in the Pendopo Building and there were 3 forms of adaptation carried out in the Pendopo buildings, that is adaptation in material changes, adaptation in additions, and adaptation in reductions. Adaptation in the form of material changes and additions to the Pendopo building is in accordance with the adaptation principles. While the form of reduction results in a decline in the important value contained in the building."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Pradhnya Anindya Dewanti
"
ABSTRAKPelestarian sebuah cagar budaya adalah sebuah kewajiban yang harus dilakukan oleh seluruh manusia. Namun dalam pelaksanaannya, melestarikan sebuah Bangunan Cagar Budaya memiliki tantangannya sendiri. Dengan statusnya sebagai cagar budaya, keaslian bangunan perlu dipertahankan untuk melestarikan nilai-nilai penting di dalamnya. Pemanfaatan Bangunan Cagar Budaya untuk digunakan pada masa kini menyebabkan kebutuhan penyesuaian terhadap bangunan. Fenomena ini menghasilkan pertanyaan mengenai apa yang harus di jaga dan apa yang dapat diubah dalam sebuah proses pelestarian Bangunan Cagar Budaya. Pada skripsi ini, analisis identifikasi elemen bangunan dilakukan untuk mengetahui cara kerja bangunan agar dapat memenuhi fungsinya. Analisis tersebut menghasilkan cara untuk melakukan penyesuaian terhadap Bangunan Cagar Budaya dengan mempertahankan nilai otentisitas desain yang di miliki bangunan tersebut.
ABSTRACTConserving a cultural heritage is an obligation for humanity. But, in practice, conserving a heritage building has its own challenge. With its status as a cultural heritage, its authenticity has to be maintained in order to preserve the values embedded within it. Utilizing the heritage building in the present resulting in unavoidable changes towards the building. This phenomenon evokes a question on what should be kept, and what could be changed in a process of conserving a heritage building. This paper did an identification analysis of building elements to determine the how a building functions. The analysis discovers the ways of building adaptation while maintaining its design authenticity."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Rosanti
"Uma Lengge merupakan rumah adat masyarakat Bima yang memiliki karakteristik tersendiri dengan bentuk rumah panggung dan atap limas. Penelitian ini berupaya untuk mengetahui bentuk adaptasi masyarakat suku Mbojo yang mendiami wilayah Bima, Nusa Tenggara Barat, terhadap lingkungan tempat tinggalnya lewat tinggalan kebudayaan materi berupa rumah adat Uma Lengge yang kini telah ditetapkan sebagai cagar budaya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif melalui tahap pengumpulan data, pengolahan data, dan interpretasi. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa terdapat bentuk-bentuk adaptasi masyarakat suku Mbojo terhadap lingkungan tempat tinggal mereka di Desa Maria yang terepresentasikan lewat Uma Lengge. Bahan-bahan utama yang digunakan untuk membangun Uma Lengge adalah bahan-bahan yang mereka peroleh dari alam sekitar, seperti kayu, bambu, alang-alang dan pengikat dari kayu yang dibentuk menyerupai tali. Bentuk rumah yang merupakan rumah panggung disesuaikan dengan kondisi alam di Bima yang memiliki curah hujan tinggi sehingga seringkali terkena banjir. Selain itu, penggunaan batu sebagai pondasi tiang bangunan merupakan sebuah bentuk upaya preventif dari kondisi lingkungan Bima yang memiliki gunung api aktif, dan pada sejarahnya seringkali terjadi gempa di daerah ini.
Uma Lengge is a traditional house of Mbojo people which has its own characteristics with the shape of a house on stilts and a pyramid roof. This study aims to determine the adaptation of the Mbojo people to the environment where they live through the material cultural remains in the form of the Uma Lengge traditional house which now has been designated as a cultural heritage. The method used in this study is a qualitative method through the stages of data collection, data processing, and interpretation. The results of this study shows that Uma Lengge is a form of adaptation of the Mbojo people to their living environment in Desa Maria. The main materials used to build Uma Lengge are materials that they get from the environment, such as wood, bamboo, reeds and wooden binders shaped like ropes. Stilt house shape is adapted to the natural conditions in Bima which has high rainfall so that it is often flooded. Furthermore, the use of stone as the foundation for building pillars is a preventive measure from the environmental conditions of Bima which has an active volcano, and historically earthquakes have often occurred in this area."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
G. Bagus Wiranegara
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1995
S48030
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Simanjuntak, David O.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1995
S48055
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Khalisa Gina Iswara
"Walkability diartikan sebagai kemudahan berjalan kaki akibat adanya akses yang saling terkoneksi dengan tujuan untuk memenuhi aspek keamanan, kenyamanan, dan keselamatan saat berjalan kaki. Penilaian walkability dilakukan di kawasan Stasiun Manggarai menuju Halte TransJakarta Manggarai untuk mengetahui kualitas jalur pejalan kaki ketika terdapat pejalan kaki yang berpindah moda dari KRL ke TransJakarta maupun sebaliknya. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan pengamatan serta penyebaran kuesioner secara online. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai walkability pada Kawasan Stasiun Manggarai Menuju Halte TransJakarta Manggarai sebesar 68,5 yang artinya kawasan tersebut dikategorikan sebagai kawasan waiting to walk/somewhat walkable. Parameter yang mendapat nilai kurang baik mencakup ketersediaan fasilitas penyeberangan, kendala atau hambatan, keamanan dari kejahatan, serta infrastruktur bagi penyandang disabilitas. Namun, setelah dilakukannya switch over ke-5 di Stasiun Manggarai yang menyebabkan perubahan rute KRL, terdapat penurunan nilai dari parameter walkability menurut persepsi pengguna, terutama pada parameter kendala/hambatan dan keamanan dari kejahatan.
Walkability is defined as the ease of walking due to the existence of interconnected access with the aim of meeting security, comfort, and safety aspects when walking. The walkability assessment was carried out in the Manggarai Station area to the Manggarai TransJakarta Bus Stop to determine the quality of the pedestrian path when there were pedestrians changing modes from KRL to TransJakarta or vice versa. Data was collected by observing and distributing online questionnaires. The results of the observations show that the walkability value in the Manggarai Station Area Towards the Manggarai TransJakarta Bus Stop is 68.5, which means the area is categorized as a waiting to walk/somewhat walkable area. Parameters that score less well include the availability of crossing facilities, obstacles or barriers, security from crime, and infrastructure for persons with disabilities. However, after the 5th switch over at Manggarai Station which caused a change in the KRL route, there was a decrease in the value of the walkability parameter according to user perceptions, especially on the parameters of obstacles/obstacles and security from crime."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library