Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 64028 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alwin Ramli Sasmita
"Penelitian ini membahas pengaruh kebijakan Oorlogwinstbelasting (pajak perang) terhadap perusahaan gula di Hindia Belanda, khususnya perusahaan Oei Tiong Ham Concern. Kebijakan pajak tersebut muncul karena menyusutnya keuangan Pemerintah Belanda yang disebabkan oleh Perang Dunia I yang terjadi di Eropa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah dengan tahap heuristik untuk mengumpulkan sumber sebanyak-banyaknya. Kemudian verifikasi untuk mengkritisi sumber yang telah diperoleh melalui kritik internal maupun eksternal. Selanjutnya interpretasi untuk menganalisis data yang akan menghasilkan sintesis, dan terakhir historiografi agar menghasilkan karya tulis yang relevan dan objektif. Penelitian ini menemukan bahwa kebijakan pajak perang telah memicu pungutan pajak yang sangat tinggi bagi perusahaan gula di Hindia Belanda, termasuk perusahaan OTHC. Dalam praktiknya pun terjadi penyimpangan oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda, seperti pungutan pajak berganda atau pajak yang dipungut sebanyak dua kali pada tahun yang sama dan melonjaknya pungutan progresif terhadap komoditas gula. Pungutan pajak perusahaan dalam kebijakan pajak perang pun dilimpahkan kepada pemilik perusahaan yang dalam kasus ini merupaan Oei Tiong Ham. Oleh sebab itu Oei Tiong Ham memutuskan hubungannya dengan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda agar dapat menghindari beban pajak yang dikenakan kepadanya.

This study discusses the influence of war tax policy on sugar companies in the Dutch East Indies, especially the Oei Tiong Ham Concern company. The tax policy arose because of the shrinking of the Dutch government's finances caused by World War I that occurred in Europe. The method used in this study is a historical method with a heuristic stage to collect as many sources as possible. Then verification to criticize the sources that have been obtained through internal and external criticism. Furthermore, interpretation is to analyze the data that will produce a synthesis, and the last is historiography to produce relevant and objective writings. This study finds that the war tax policy has triggered very high tax levies for sugar companies in the Dutch East Indies, including OTHC companies. In practice there were also deviations by the Dutch East Indies colonial government, such as double taxation or taxes levied twice in the same year and increasing progressive levies on sugar commodities. The corporate tax levy in the war tax policy was also delegated to the owner of the company, which in this case was Oei Tiong Ham. Therefore, Oei Tiong Ham broke his relationship with the Dutch East Indies colonial government in order to avoid the tax burden imposed on him."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Desi Susanti
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai perusahaan milik etnis Cina di Indonesia yang
dibangun pada masa kolonial Hindia Belanda yakni Oei Tiong Ham Concern.
Bisnis utama perusahaan ini adalah di bidang gula. Setelah proklamasi
kemerdekaan pada Agustus 1945, Oei Tiong Ham Concern menghadapi berbagai
masalah akibat kondisi ekonomi dan politik Indonesia yang berubah setelah
proklamasi kemerdekaan. Selama periode 1950-an, berbagai upaya dilakukan oleh
perusahaan guna beradaptasi terhadap perubahan zaman. Di tengah upayanya
tersebut, Oei Tiong Ham Concern harus menghadapi tuntutan hukum yang
diajukan oleh pemerintah Indonesia terkait pelanggaran devisa yang berujung
pada penyitaan dan perubahan besar terhadap perusahaan pada tahun 1964.
Skripsi ini diteliti menggunakan metode penelitian sejarah yang berdasarkan
sumber primer (seperti dokumen dan surat kabar sezaman) dan sekunder (jurnal,
buku, dll.).

ABSTRACT
This study is focusing on Oei Tiong Ham Concern, a company owned by Chinese.
This company was established during the Dutch colonial period with sugar as
their main commodity. After the proclamation of Indonesian independence in
August 1945, Oei Tiong Ham Concern encountered several problems due unstable
political and economic conditions. The company tried to adjust with Indonesia?s
policy, especially during the 1950s but their attempt was vain. Oei Tiong Ham
Concern had to face lawsuit filed by the Indonesian government related to foreign
exchange violations that led to confiscation of company?s asset and also enforce a
major changes at the company in 1964. This research based on archival source as
primary sources (e.g. documents, contemporary newspaper) and secondary
sources (e.g. journals, books, etc.).This study based on historical methods."
2017
S65856
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kintan Lestari
"ABSTRAK
Setelah Oei Tiong Ham meninggal dunia, Oei Tiong Ham Concern diwariskan
kepada dua putranya, yaitu Oei Tjong Swan dan Oei Tjong Hauw. Tidak begitu
lama memimpin, Oei Tjong Swan kemudian mundur dari perusahaan sehingga
menjadikan Oei Tjong Hauw sebagai pemimpin tunggal Oei Tiong Ham Concern.
Aktivitas utama perusahaan ini sebelumnya bergerak dibidang perdagangan gula,
kemudian datangnya depresi ekonomi pada tahun 1930-an mempengaruhi bisnis
gula perusahaan ini. Perdagangan gula menjadi fluktuatif sehingga untuk
meminimalkan kerugian perusahaan ini memasuki bisnis baru, yakni pengolahan
karet. Berhasil bertahan melewati masa depresi, perusahaan ini kembali mendapat
tantangan pada masa pendudukan Jepang. Kontrol pemerintah Jepang membuat
Oei Tiong Ham Concern hanya dapat bertindak sebagai agen perdagangan saja.
Depresi ekonomi dan masa pendudukan Jepang memperlihatkan bagaimana Oei
Tiong Ham Concern mampu bertahan ditengah situasi yang berubah.

ABSTRACT
After Oei Tiong Ham died, Oei Tiong Ham Concern passed on to his two sons,
Oei Tjong Swan dan Oei Tjong Hauw. Not long preside, Oei Tjong Swan then
retreated from the company making Oei Tjong Hauw as the sole leader of Oei
Tiong Ham Concern. The prominent activities from this company previously
engaged in the sugar trade, then the arrival of the economic depression in the
1930s affect the company?s sugar business. The sugar trade became volatile so to
minimize the losses the company entering new business, i.e. rubber processing.
Managed to survived through a depression, the company again received a
challenge during the Japanese occupation. Japanese government controls make
Oei Tiong Ham Concern can only act as a trading agent alone. The economic
depression and Japanese occupation shows how Oei Tiong Ham Concern able to
survive amid the changing situations."
2017
S65857
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ningrum Apriliawati
"ABSTRAK
Oei Tiong Ham terlahir sebagai Cina peranakan di Semarang, bisnis gula yan ia rintis di kota kelahirannya itu, berhasil membawanya menjadi pengusaha terkaya atau multimilyuner terutama pada kurun tahun 1894_1924. Gula produksinya berhasil memasok 60% kebutuhan di Hindia Belanda pada masa itu. Jingga akhirnya Oei Tiong Ham mendapat julukan orang terkaya di antara Shanghai dan Australia, serta disebut juga sebagai Raja Gula dari Jawa. Lima pabrik gulanya yang tersebar di Pulau Jawa, banyak menyerap tenaga kerja pribumi, baik laki - laki maupun perempuan, bahkan anak _ anak untuk dipekerjakan sebagai buruh. Dipabrik dan perkebunan tebunya, tanah pribumi pun banyak pula yang disewanya. Dengan kata lain, perusahaan Oei Tiong Ham tidak sedikit memberikan pengaruh bagi kehidupan dan penghidupan rakyat pribumi pada masa itu.

Abstract
Oei Tiong Ham was born as an Indonesian born Chinese in Semarang. The sugar business that he developed in his hometown has successfully turned him to be the richest slash multibillionaire businessman especially in 1894-1924. His sugar has fulfilled the need of sugar in Hindia Belanda as much as 60 %. Later, Oei Tiong Ham was considered as the richest man in Shanghai and Australia, and won the title as the sugar tycoon from Java. At that time, 5 of his sugar factory spread throughout Java Island. The business absorbed many local workers. Men, women, and even children were working as laborer in his sugar factories and estates. Not only that, he also rented local people's land. In short, his company gave a quite big contribution to the life and livehood of local people at that time."
2010
S12521
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"[Implementasi kebijakan kerahasiaan bank untuk tujuan perpajakan merupakan salah satu elemen penting dalam rangka peningkatan kepatuhan Wajib Pajak.
Penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa studi pustaka dan wawancara mendalam ini bertujuan untuk menjelaskan implementasi akses informasi perbankan untuk tujuan perpajakan di Indonesia dan Singapura, serta menguraikan berbagai permasalahan yang dihadapi di dalam implementasinya di Indonesia. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa implementasi kebijakan kerahasiaan bank untuk tujuan perpajakan di Indonesia sebagaimana tidak sepenuhnya sesuai dengan tujuan diterapkannya kedua undang-undang tersebut, namun demikian, hal serupa tidak terjadi di Singapura. Hal ini karena dalam implementasinya di Indonesia masih terdapat hambatan terkait dengan (i) ketidakselarasan dan perbedaan intrepretasi dasar hukum (legal basis) yang mengatur; (ii) belum adanya Standar Operasional
Prosedur (SOP) terkait akses informasi perbankan untuk tujuan perpajakan yang dibuat secara detail; (iii) belum adanya jaminan terhadap perlindungan hak-hak Wajib Pajak; dan (iv) tingkat ego-sektoral lembaga yang masih tinggi., Implementation of the policy of bank secrecy for tax purposes is one of the important elements in order to increase tax compliance. The research used a qualitative approach to data collection techniques such as literature and in-depth interviews aimed to explain the implementation of access to bank information for tax purposes in Indonesia and Singapore, as well as outlining the various problems encountered in the implementation in Indonesia. The results of this
research shows that the implementation of the policy of bank secrecy for tax purposes in Indonesia as it is not fully in accordance with the purpose of the implementation of the statutes, however, the same thing does not happen in Singapore. This is because there are obstacles associated with (i) inconsistencies and differences in interpretation of the legal basis were set up; (ii) the absence of Standard Operating Procedures (SOPs) regarding access to bank information for tax purposes are made in detail; (iii) the absence of a guarantee of protection of the rights of Taxpayers; and (iv) the high level of ego-sectoral due to the implementation in Indonesia]"
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S58402
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andrian Sukmana
"Menanggapi krisis akibat wabah Covid- 2019, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK.03/2020 tentang insentif pajak untuk wajib pajak yang terdampak wabah virus corona sebagai bagian dari program pemulihan ekonomi nasional. Salah satu insentif yang diberikan adalah insentif Pajak Penghasilan Pasal 21. Penelitian ini mengkaji implementasi Kebijakan Insentif Pajak Penghasilan Pasal 21 Untuk Wajib Pajak yang Terdampak Pandemi Covid-19 dengan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan dan menganalisis keberhasilan kebijakan ini. Penelitian ini menggunakan kualitatif sebagai metode utama, disematkan dengan metode kuantitatif, untuk mencari informasi pada tingkat analisis yang berbeda tentang penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21 sebelum dan sesudah implementasi kebijakan untuk mendukung kajian. Penelitian ini menunjukkan bahwa insentif Pajak Penghasilan Pasal 21 bermanfaat bagi penerima dan sangat membantu dalam pengeluaran selama pandemi. Insentif ini juga merupakan jenis insentif yang paling banyak digunakan oleh wajib pajak. Namun, jika dilihat dari nilai realisasi pemanfaatannya, masih jauh dari anggaran awal yang dialokasikan. Hal ini disebabkan oleh beberapa kendala yang dihadapi dalam implementasi kebijakan ini. Kemudian diketahui juga bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21 sebelum dan sesudah implementasi kebijakan tersebut. Dengan demikian, pemberian insentif ini tidak menimbulkan kontraksi dalam penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21 selama periode yang dianalisis.

In response to the crisis caused by Covid- 2019 outbreak, the government issued a new provision through the Minister of Finance Regulation Number 23/PMK.03/2020 regarding tax incentives for taxpayers affected by the coronavirus outbreak as part of the national economic recovery program. One of the incentives provided is the Income Tax Article 21 incentive. This research examines the implementation of the Income Tax Article 21 Incentive Policy For Taxpayers Affected by the Covid-19 Pandemic by analyzing the factors that influence the implementation and analyzing how successful this policy is. This study uses the qualitative as the primary method, embedded with the quantitative method, to seek information at a different level of analysis about the revenue of Income Tax Article 21 before and after implementing the policy to support the study. This study indicates that the Income Tax Article 21 incentive is beneficial for the recipients and very helpful in spending during the pandemic. It is also the most widely used type of incentive by taxpayers. However, when viewed from the realization value of its utilization, it is far from the initial allocated budget. It is due to several challenges faced in the implementation of this policy. Moreover, it is known that there is no significant difference between the revenue of Income Tax Article 21 before and after the implementation of the policy. Thus, it does not cause a contraction in the revenue of Income Tax Article 21 during the analyzed period.
"
Jakarta: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anisha Rachmawati
"Opsen Pajak Kendaraan Bermotor (Opsen PKB) merupakan sebuah kebijakan baru yang akan diterapkan di Indonesia, termasuk di Jawa Barat pada tahun 2025. Hingga saat ini, pemerintah daerah sedang menyusun peraturan daerah terkait Opsen PKB. Kebijakan Opsen PKB dijadikan sebagai pengganti skema dana bagi hasil yang selama ini dinilai terdapat permasalahan dalam alokasinya. Namun, di satu sisi, terdapat beberapa pihak yang berpendapat bahwa Opsen PKB berpeluang untuk menambah beban Wajib Pajak. Dalam hal ini, proses formulasi kebijakan berperan penting untuk membuat keputusan terkait kebijakan Opsen PKB agar dapat dijalankan dengan baik saat implementasi kebijakan. Adapun, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses formulasi kebijakan Opsen PKB di provinsi Jawa Barat dan bagaimana potensi dampak yang akan muncul, serta untuk mengetahui bagaimana penerapan Opsen PKB di negara lain sebagai bahan untuk dijadikan pembelajaran bagi Indonesia. Skripsi ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data menggunakan wawancara dan studi pustaka. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa proses formulasi kebijakan Opsen PKB didesain untuk pemerintah kabupaten/kota untuk memberikan efisiensi dalam alokasi penerimaan dan sebagai bentuk penguatan local taxing power. Dalam proses formulasinya juga terdapat berbagai pihak yang memiliki perbedaan pendapat dan pada akhirnya sepakat dengan adanya kebijakan Opsen PKB meskipun terdapat berbagai potensi dampak baik positif maupun negatif. Untuk mengantisipasi potensi kerugian yang muncul, pemerintah provinsi sedang menyusun kebijakan Opsen PKB yang dapat diterima oleh semua pihak. Berkaca dari penerapan di negara lain, hal-hal yang perlu diperhatikan dari kebijakan Opsen PKB adalah penentuan tarif dan keberadaan bisnis di wilayah tersebut.

Motor Vehicle Tax Piggybacking (PKB Opsen) is a new policy that will be implemented in Indonesia, including in West Java on 2025. Until now, the local government is preparing regional regulations. Opsen PKB policy is used as a substitute for a profit-sharing fund scheme which has been considered to have problems in its allocation. However, there are several parties argue that Opsen PKB will increase the burden on taxpayers. In this case, the policy formulation process plays an important role in making decisions related to the Opsen PKB policy so that it can be carried out properly when implementing the policy. The purpose of this research is to find out how the process of formulating the Opsen PKB policy in West Java province and how the potential impacts will arise, and to find out how the Opsen PKB is implemented in other countries to be used as lesson learned for Indonesia. This thesis uses a qualitative method with data collection techniques using interviews and study literature. The results of this study indicate that the Opsen PKB policy formulation process is designed for district/city governments to provide efficiency in revenue allocation and as a form of strengthening local tax power. In the process of its formulation, there were also various parties who had different opinions and in the the end agreed with the Opsen PKB policy even though there were various potential impacts, both positive and negative. To anticipate the potential losses that may arise, the provincial government is preparing an Opsen PKB policy that can be accepted by all parties. Reflecting on the implementation in other countries, the things that need to be considered from the Opsen PKB policy are the determination of tax rate and the existence of businesses in the region."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winna Putri Meirita
"Berangkat dari fenomena pajak tidak langsung, khususnya PBB, belakangan ini, skripsi ini berfokus pada proses formulasi kebijakan cost recovery atas pajak tidak langsung yang tercantum dalam salah satu pasal Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010. Proses formulasi mencakup latar belakang, tujuan, alternatif kebijakan, aktor yang terlibat, tahapan, serta faktor pendukung dan penghambat. Sebelum diundangkannya peraturan ini, pajak tidak langsung tersebut dibebankan kepada pemerintah atau dikenal dengan klausa assume and discharge. Namun untuk kontrak-kontrak yang ditandatangani setelah pengundangan peraturan ini, pajak tidak langsung tersebut masuk ke dalam mekanisme cost recovery.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Metode pengumpulan data terutama dilakukan melalui wawancara mendalam dengan key informants.
Hasil penelitian menyarankan bahwa sebaiknya dibuat perbaikan atau revisi terkait kebijakan ini melalui peraturan turunan atau ditingkatkan hierarkinya menjadi undang-undang pajak migas. Tentunya hal tersebut harus dilakukan melalui proses formulasi kebijakan berdasarkan perundangan yang berlaku dan konsep perpajakan.

Started from the phenomenon of indirect taxes, particularly the Land and Building Tax, recently, this undergraduate thesis aims to analyze the process of cost recovery policy formulation over indirect taxes listed in one article of Government Regulation Number 79 Year 2010. The formulation process includes background, objectives, policy alternatives, the actor involved, the stages, as well as supporting and inhibiting factors. Before this regulation promulgated, indirect taxes be borne by the Government or known as assume and discharge. However, for contracts signed after the promulgation of this regulation, the indirect taxes go into the cost recovery mechanism.
This research is qualitative descriptive interpretive. The data were collected mainly by means of in-depth interviews with key informants.
The results of the research suggested that revisions should be made related to this policy through the regulatory hierarchy into a derivative or enhanced oil and gas tax law. Surely, this must be done through the process of policy formulation based on existing law and the concept of taxation.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2014
S55688
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simamora, Dina Maria
"Skripsi ini membahas kebijakan Pajak Pertambahan Nilai atas industri kelapa sawit terpadu. Penelitian ini mengangkat tiga masalah yaitu: permasalahan yang timbul dari penerapan PMK No. 78/PMK.03/2010 dilihat dari konsep consumption type PPN, permasalahan yang timbul dari penerapan SE- 90/PJ/2010 dilihat dari asas netralitas PPN, dan implikasi penerapan kebijakan ini. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui studi lapangan dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PMK No. 78/PMK.03/2010 tidak sesuai dengan konsep consumption tyepe PPN yang dianut oleh Indonesia, SE-90/PJ/2010 mengganggu netralitas PPN, dan kebijakan ini mempengaruhi keberlangsungan perusahaan kelapa sawit terpadu.

This thesis focused the policy of Value Added Tax on integrated oil palm industry. The thesis had three issues, namely the problems arising from the application of PMK No. 78/PMK.03/2010 seen from the concept of consumption-type VAT, the application of the principle of neutrality SE- 90/PJ/2010 seen from VAT, and the implication of implemented this policy. This study used a qualitative approach through field study and literature study for data collection. The result showed that the PMK No. 78/PMK.03/2010 incompatible with the concept of consumption type VAT used by Indonesia, SE-90/PJ/2010 interfere with the neutrality of VAT, and this policy affect the sustainability of an integrated oil palm companies."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Mardiana
"Sistem pemungutan Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia menganut mekanisme pemungutan yang dikenakan atas dasar pertambahan nilai (value added) dari barang yang dihasilkan atau diserahkan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang dapat bertindak sebagai pabrikan, importir, agen utama atau distributor utama. Dengan kata lain, sistem Pajak Petambahan Nilai dikenakan karena adanya penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, dipungut secara bertingkat pada jalur produksi dan distribusi, dan berlakunya mekanisme kredit pajak (metode faktur pajak). Termasuk Pajak Pertambahan Nilai dari penjualan bahan bakar minyak yang merupakan komoditi terbesar di Indonesia yang digunakan di berhagai sektor baik industri, rumah tangga, transportasi dan sektor usaha lainnya yang sangat tergantung dengan bahan bakar minyak.
Kebijakan yang diberikan dalam pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas bahan bakar minyak adalah kebijakan sentralisasi pemungutan Pajak Pertambahan Nilai secara terpusat atau tempat terulangnya pajak secara terpusat. Hal ini akan mempengaruhi kepatuhan perpajakan dalam hal ini kepatuhan di bidang Pajak Pertambahan Nilai baik secara formal maupun secara material. Pertamina melaksanakan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas penjualan bahan bakar minyak yang tersebar di seluruh Indonesia oleh seluruh unit pemasaran yang berjumlah 8 unit dan dari masing-masing unit ini diperluas lagi menjadi cabang-cabang atau Depot atau lnstalasi yang ada di seluruh Indonesia.
Dalam sistem sentralisasi diperlukan banyak sekali waktu bagi informasi untuk mengalir keatas melalui rantai komando dan bagi keputusan untuk mengalir ke bawah, sementara sentralisasi juga menuntut sejauh mana para bawahan terlibat dalam pengambilan keputusan. Dengan demikian pada dasarnya sentralisasi dan desentralisasi bukan merupakan suatu batasan yang terpisah melainkan suatu kelanjutan (continum) dari suatu komunikasi/informasi/data sehingga suatu keputusan dapat diambil secara tepat.
Melalui analisis teknik kuantitatif berupa metode penelitian asosiatif atau hubungan untuk mengetahui pengaruh kebijakan sentralisasi pemungutan Pajak Pertambahan Nilai bahan bakar minyak terhadap kepatuhan perpajakan di bidang Pajak Pertambahan Nilai, dapat diketahui apakah terdapat korelasi variabel independen dengan variabel dependen berupa variabel kebijakan sentralisasi pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas penjualan bahan bakar minyak terhadap variabel kepaluhan perpajakan di bidang Pajak Pertambahan Nilai. Dari analisis korelasi antar variabel tersebul terdapal dua sub variabel independen yaitu sistem informasi dan pengamhilan keputusan yang ditunjukkan melalui indikator berupa sumber informasi, proses informasi dan output informasi, sementara yang menjadi indikator dari sub variabel pengambilan keputusan adalah proses pengambilan keputusan. Dalam variabel dependen berupa kepatuhan perpajakan memiliki dua sub variabel yailu kepatuhan formal dan kepatuhan material, diharapkan dapal memberikan jawaban hipotesis yang diprediksi sebanyak 14 hipotesis.
Dari analisis korelasi diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara variabel independen dengan variabel dependen atau kebijakan sentralisasi pemungutan Pajak Pertambahan Nilai berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap kepatuhan perpajakan sebesar 48.6% sedangkan sisanya sebesar 51.4% dipengaruhi oleh faktor lain. Namun demikian masih diperlukan adanya evaluasi lebih lanjut perihal keakuratan data pemungulan Pajak Pertambahan Nilai serta perlu adanya koordinasi tentang data pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dengan seluruh Unit/Cabang yang melaksanakan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai sehinga pengambilan keputusan di tingkat pusat untuk menyajikan data berupa Iaporan pemungutan Pajak Penambahan Nilai sudah dapat diyakini kebenarannya.

Collection system of Value Added Tax in Indonesia adopts a mechanism based on the value added goods produced or submitted by Taxable Entrepreneur that may in form of manufacturer, importer, main agent or distributor. In other word, the Value Added Tax is imposed for the delivery of Taxed Goods or Services, imposed gradually both in production and distribution lines, and the adoption of tax credit mechanism. Include of value added tax from fuel oil sales which is the biggest commodity in Indonesia used in various sectors of industry, household, transport and other that greatly dependent on oil fuel.
The policy of Value Added Tax on Fuel oil sales is centralized in producer?s level, which that is, Pertamina. This policy would he very influential toward the procurement of tax obligation, in this case, tax compliance in formal and material compliance. Pertamina performs value added tax collection centrally upon oil fuel sales throughout Indonesia by the entire eight sales units, and expanded from these units into branches or depots or installations that exist in Indonesia.
In centralization system needs many times for information to emit a stream to the above of passing to enchain commando and for decision to emit a stream of downwards, whereas centralized also claim how far involved in subordinates of decision making. The principle of between centralization and decentralization does not separate principle, but it is a continuum from communication so that the decision may be taken quickly.
Through quantitative analysis technique by associative research method or correlation to find out the influence of centralized value added tax collection policy on oil fuel against tax obligation accomplishment in Value Added Tax, would be recognized is any correlation between independent variable and dependent variable in form of policy of centralized to collect fuel oil of value added tax with tax compliance. Based on both correlation analysis from the independent variable, the centralization policy, there are two sub-variables; information system and decision making indicated by infomation source, information process and information output, while the decision-making variable is the process of decision making. The dependent variable in the form of tax obedience comprises two sub-variables; formal obedience and material obedience, hopefully, may provide hypothetical answers, which are to be predicted consist of eight hypotheses.
From the correlation analysis, resulted a relation data, which are: a significant positive correlation between independent variable and dependent variable or in this context, said to be that there is a significant correlation and positively between the policy of centralized Value Added Tax collection against tax obedience in Value Added Tax is showed 48,6% and it is showed 51,4% is influenced by the other factors. But it would be needed about accuracy and coordination of data collection so that can be made a true decision would be reported of value added tax.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21889
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>