Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 85395 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nisrina Anrika Nirmalapurie
"Dokumen kependudukan berfungsi sebagai alat bukti kepemilikan hak konstitusional yang dimiliki oleh warga negara, dokumen kependudukan dapat menunjukkan kedudukan hukum seseorang dan menjadi dasar dari pembagian waris setelah dokumen-dokumen tersebut dicocokkan dengan keterangan ahli waris dan dituangkan dalam surat keterangan waris, pembuatan surat keterangan waris berdasarkan dokumen kependudukan seharusnya menjadikan surat keterangan waris sebagai alat bukti yang kuat dalam pembagian waris namun, ditemukannya dua surat keterangan waris yang memiliki keterangan berbeda terhadap suatu harta warisan yang sama menimbulkan pertanyaan mengenai kekuatan pembuktian surat keterangan waris khususnya mengenai perlindungan hukum yang dapat diberikan surat keterangan waris dan akibat hukum dari diberlakukan dan dibatalkannya surat keterangan waris terhadap ahli waris. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan pendekatan studi kasus. Hasil analisis adalah surat keterangan waris belum dapat sepenuhnya membuktikan hubungan antara pewaris dengan ahli waris sehingga tidak dapat sepenuhnya melindungi ahli waris karena pembuatan surat keterangan waris didasarkan pada keterangan yang diketahui oleh ahli waris sedangkan tidak seluruh ahli waris mengetahui hal yang sama mengenai pewaris. Ketidakmampuan pembuktian keterangan yang disampaikan dalam surat keterangan waris oleh ahli waris mengakibatkan surat keterangan waris tersebut dibatalkan dan ahli waris kehilangan hak mewaris sampai dapat dibuktikan lain. Adapun saran yang dapat diberikan berupa penertiban pencatatan administrasi kependudukan agar pembuatan surat keterangan waris didasarkan pada satu sumber yang pasti dan adanya kerjasama antara notaris sebagai pembuat surat keterangan waris dan dinas kependudukan catatan sipil sebagai penyedia data administrasi kependudukan.

Resident documents function as evidence of ownership of constitutional rights owned by citizens, resident documents can show a person’s legal position and become the basis for inheritance distribution after these documents, together with the statement of the heirs, are traced in the Legal Heir Certificate. Legal Heir Certificates that have different information on the same inheritance raise questions about the legal protection that can be given to the heirs whose names are listed therein and the legal consequences of the enactment and cancellation of the Legal Heir Certificates. The research method used in this research is normative juridical with a case study approach. The result of the analysis is that the Legal Heir Certificate has not been able to fully prove the relationship between heirs because the making of the Legal Heir Certificate is based on information known to the heirs while not all heirs know the same thing about the heir. The validity of the Legal Heir Certificate can be recognized if the heirs can prove that the information submitted in the certificate is correct, the inability to prove the information submitted in the certificate may result in the Legal Heir Certificate being canceled and the heirs losing their right to inherit until it can be proven otherwise. Suggestion that can be given is to control the registration of population administration so that the making of a Legal heir Certificate is based on a definite source and cooperation between a notary as a maker of Legal Heir Certificate and the civil registry office as a population administration registrar. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andhika Pradana
"Penelitian ini membahas mengenai kedudukan Surat Kesepakatan Bersama (SKB) sebagai surat wasiat di bawah tangan menjadi dasar pembuatan Surat Keterangan Waris (SKW) menurut hukum waris Islam. SKW adalah surat yang dijadikan dasar adanya peralihan hak bagi ahli waris untuk melakukan perbuatan hukum atas suatu warisan yang ditinggalkan pewaris. Salah satu dasar dari pembuatan SKW adalah wasiat, yang mana wasiat menurut KHI dapat dibuat di hadapan dua orang saksi atau Notaris. Permasalahan dalam penelitian ini adalah mengenai SKB sebagai surat wasiat yang diajukan oleh salah seorang ahli waris untuk membuat SKW tanpa melalui persetujuan dari saudara-saudaranya yang juga berhak atas warisan tersebut, yang mana hal tersebut terjadi karena SKB tidak dibuat di hadapan Notaris. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif. Adapun analisa data dilakukan secara kualitatif, sehingga menghasilkan penelitian berbentuk deskriptif analitis. Hasil analisa dalam penelitian ini adalah: (1) SKB yang dibuat bukan merupakan sebuah wasiat, dikarenakan objek yang ada dalam SKB bukan merupakan harta waris dan juga tidak terpenuhinya syarat formil sebuah wasiat, sehingga pembuatan SKW tidak bergantung dengan SKB yang ada. (2) Aturan mengenai penggolongan penduduk untuk dasar pembuatan SKW saat ini sudah tidak valid karena bersifat diskriminatif, dan sudah seharusnya SKW dibuat oleh lembaga yang berwenang seperti Notaris.

This research discusses the position of the Collective Agreement (SKB) as a non-notarial will as the basis for making a Certificate of Inheritance (SKW) according to Islamic inheritance law. SKW is a letter which is used as the basis for the transfer of rights for beneficiaries to take legal actions on an inheritance left by the deceased. One of the bases for making SKW is a will, whichaccording to KHIshall be made in the presence of two witnesses or a notary. The problem in this research is the submission of SKB as a will by one of the beneficiaries to make an SKW without the consent of his siblings who were also entitled to the inheritance, which happened because the SKB was not made in front of a notary. To answer this problem, a normative juridical research method is used. The data analysis was carried out qualitatively, resulting in a descriptive analytical research. The results of the analysis in this study are: (1) the SKB does not qualify as a will, because the object in the SKB is not an inheritance nor does the formal requirement of a will fulfilled, therefore the SKW is not dependent on the existing SKB. (2) The current regulation regarding population classification as the basis for making SKW is no longer valid as it is discriminatory, and SKW should be made by an authorized institution such as a Notary."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Choirunnisa Aprilita Andan
"Kurangnya pengetahuan tentang prosedur pengangkatan anak di Indonesia berdampak pada pencatatan dokumen atas anak yang diangkat tidak sesuai dengan yang seharusnya. Ketidaksesuaian dokumen yang dimiliki akan berakibat kesulitan dalam pengurusan  beberapa hal salah satunya bidang kewarisan. Penelitian ini membahas mengenai bagaimana kedudukan hukum anak yang telah diangkat oleh orang lain sebagai ahli waris dari saudara kandungnya menurut hukum Islam serta pemenuhan dokumen untuk pembuatan surat keterangan waris. Penelitian ini juga membahas bagaimana keberlakuan dua surat keterangan waris yang disaksikan dan diketahui oleh Lurah/Kepala Desa dan Camat. Jenis penelitian ini adalah penelitian yuridis empiris yang mengunakan data primer dan data sekunder dengan hasil penelitian berbentuk preskriptif analitis. Hasil dari penelitian ini adalah kedudukan hukum anak yang telah diangkat dalam hukum adat Jawa dan hukum Islam tetap berkedudukan sebagai ahli waris dari keluarga sedarahnya dalam hal ini adalah sebagai ahli waris dari saudara kandungnya. Dalam hal pemenuhan dokumen surat keterangan waris harus terlebih dahulu meminta pengesahan dari Pengadilan Agama atas pengangkatan anak yang dilakukan dengan cara hukum adat sehingga dokumen identitas diri yang tidak sesuai dengan seharusnya dapat dimintakan perbaikannya. Keberlakuan surat keterangan waris yang disaksikan dan diketahui oleh Lurah/Kepala Desa dan Camat dapat menjadi alat bukti yang kuat harus dilakukan sesuai dengan aturannya dan terpenuhi baik dari sisi formil maupun materiilnya. Surat keterangan waris yang dikeluarkan oleh Lurah/Kepala Desa dan Camat tunduk pada hukum administrasi negara dan hukum perdata

.The lack of knowledge about legal procedure of child adoption in Indonesia resulted in document discrepancies of the adopted child. The document discrepancies will complicate the process of many things, one of them is the matter of inheritance. This research discusses the legal position of an adopted child as the heir of their blood relative according to Islamic law and the document fulfillment for the legal heir certificate. This research also discusses the validity of two legal heir certificates witnessed and acknowledged by Lurah/Kepala Desa (village chief) and Camat (subdistrict head). The scope of this research is limited only to the raised case.  This is an empirical and juridical research that uses both primary and secondary with the result presented in a form of analytical perspective. The result of the research shows that the children adopted by Javanese customary law and Islamic law are legally rightful heirs to their blood relatives, in this case their siblings. Meanwhile, regarding document fulfillment for the legal heir certificate, the adoption done by customary law should be legalized by proposing to either District Court or Religion Court to resolve the discrepancies in the identity documents. The legal heir certificate witnessed and acknowledged by Lurah/Kepala Desa and Camat can be a strong valid evidence as long as it’s made in accordance with the regulation and fulfills its formal and material aspects. The legal heir certificates issued by Lurah/Kepala Desa and Camat are subject to the state administrative law and the civil law."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
F. Sekar Widiarini
"Pemisahan dan pembagian harta warisan merupakan bagian penting dalam sebuah pewarisan. Seperti yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sebuah objek waris tidak haruslah berada dalam keadaan terbagi untuk para Ahli Warisnya. Hal inilah yang membuah pemisahan dan pembagian harta warisan penting, karena para Ahli Waris haruslah segera melakukan pemisahan dan pembagian harta waris tersebut ketika terbukanya pewarisan. Agar pemisahan dan pembagian harta waris tersebut memiliki sebuah kepastian, maka dibuatlah sebuah akta autentik mengenai pemisahan dan pembagian tersebut. Akta autentik ini dibuat oleh seorang Notaris yang merupakan seorang pejabat umum yang memiliki wewenang untuk membuat akta autentik serta kewenangan lainnya yang diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai peran dan tanggung jawab Notaris dalam memperhitungkan bagian harta waris sebagai dasar pembuatan akta pemisahan dan pembagian harta waris. Dalam menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum yuridis normatif yang mengkaji hukum sebagai konsep norma atau kaidah yang berlaku di masyarakat serta menjadi pedoman dalam bertingkah laku masyarakat. Dalam melakukan analisis,  penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif bertujuan untuk mengungkap kebenaran dan memahami kebenaran tersebut berdasarkan bahan hukum yang berkualitas. Dalam Putusan Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Yogyakarta Nomor 178/Pdt.G/2018/PN Yyk menyatakan bahwa Akta Pemisahan dan Pembagian Harta Waris yang dibuat oleh Notaris yang tidak memperhitungkan dan mencantumkan bagian yang seharusnya didapatkan oleh seluruh Ahli Waris merupakan akta yang sah. Namun dibalik itu, salah satu Ahli Waris tidak mengetahui berapa bagian yang seharusnya ia dapatkan, sehingga mengakibatkan ia menerima harta waris jauh dibawah yang seharusnya ia dapatkan. Maka perlu sebuah perhitungan bagian yang seharusnya didapatkan seluruh Ahli Waris sebelum dilakukannya pemisahan dan pembagian harta waris. Notaris diharapkan melaksanakan seluruh tahapan sebelum maupun ketika dilakukannya pemisahan dan pembagian harta waris. Hal tersebut dapat menjadi pertimbangan untuk Ahli Waris dalam memberikan persetujuannya atas objek waris yang akan dipisahkan dan dibagikan.

Separation and division of inheritance is an important part in an inheritance. As stipulated in the Civil Code, an object of inheritance does not have to be in a state of division for its heirs. This is what makes the separation and distribution of inheritance important, because the heirs must immediately separate and distribute the inheritance when the inheritance is opened. In order for the separation and distribution of the inheritance to have a certainty, an authentic deed is made regarding the separation and distribution. This authentic deed is made by a Notary who is a public official who has the authority to make an authentic deed and other authorities regulated in the Notary Position Act. The problem raised in this study is the role and responsibility of the Notary in calculating the share of inheritance as the basis for making the deed of separation and distribution of inheritance. In answering these problems, a normative juridical legal research method is used which examines law as a concept of norms or rules that apply in society and becomes a guide in people's behavior. In conducting the analysis, this study uses qualitative analysis methods aimed at revealing the truth and understanding the truth based on quality legal materials. In the Decision of the Panel of Judges at the Yogyakarta District Court Number 178/Pdt.G/2018/PN Yyk, it is stated that the Deed of Separation and Distribution of Inheritance made by a Notary that does not take into account and include the portion that should be obtained by all the Heirs is a valid deed. But behind that, one of the heirs did not know how much part he should get, thus causing him to receive an inheritance far below what he should get. So it is necessary to calculate the share that should be obtained by all the heirs before the separation and distribution of inheritance is carried out. Notaries are expected to carry out all stages before and during the separation and distribution of inheritance. This can be a consideration for the heirs in giving their approval for the object of inheritance to be separated and distributed."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wenny Dwiyanti
"ABSTRAK
Tesis ini membahas pembuatan akta pelepasan hak tanpa sepengetahuan dari para ahli waris dengan berdasarkan surat pernyataan ahli waris yang sudah dipalsukan. Dengan akta pelepasan hak Tergugat I telah membalik nama tanah dari orangtua Penggugat menjadi milik Tergugat I. Tergugat I menjualnya kepada Turut Tergugat. Permasalahan dalam tesis ini yaitu keabsahan akta pelepasan hak yang dibuat oleh Notaris dengan memalsukan surat keterangan waris dan perlindungan hukum terhadap pembeli yang beritikad baik terhadap akta jual beli yang dibatalkan. Metode penelitian yang digunakan adalah penilitian yuridis normatif dengan tipe penilitian deskriptif analitis. Hasil penelitian yaitu keabsahan akta pelepasan hak yang dibuat oleh Notaris dengan didasarkan dengan surat keterangan waris yang dipalsukan adalah tidak sah, karena akta yang dibuat oleh Notaris diberi kedudukan sebagai akta otentik, yaitu akta yang dibuat untuk membuktikan adanya perbuatan hukum. Akta pelepasan hak yang dibuat oleh Tergugat II terdapat unsur penipuan dimana pihak
pertama yang menjadi pihak dalam mengalihkan hak atas tanah dalam kasus ini adalah Penggugat dan ahli waris almarhum H.E Kosasih tidak pernah sama sekali hadir untuk menandatangani akta pelepasan hak. Perlindungan hukum bagi pembeli yang beritikad baik terhadap akta jual beli yang dibatalkan bahwa Turut Tergugat, tidak dapat menuntut pihak lain atas pembatalan akta pelepasan haknya, karena terbukti pihak Tergugat I telah melakukan suatu tindakan penipuan terhadap Penggugat. Notaris harus menerapkan prinsip kehati-hatian, bersikap professional dan berpegang pada Pasal 3 angka 4 Kode Etik Notaris
yaitu Notaris dan orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris wajib bertindak jujur, mandiri, tidak berpihak, penuh rasa tanggungjawab.

ABSTRACT
This thesis discusses the making of the deed of waiver of rights without the knowledge of the Plaintiff and the heirs based on the heirs' letter of statement that has been falsified by the Defendant. Based on the said deed of waiver of rights, Defendant I has transferred the ownership of the land owned by the Plaintiff's parents to become the property of Defendant I. Then Defendant I resold it to Co-Defendant. The problem in this thesis is the validity of the deed of waiver of rights made by a notary by faking a certificate of inheritance and legal protection for the buyer that has good faith in the canceled deed of sale and purchase. The research method used is normative juridical research with analytical descriptive research type. The result of this study is the validity of the deed of waiver of right made by a Notary based on falsified certificate of inheritance is invalid, because the deed made by the Notary is given a position as an authentic deed, i.e. a deed made to prove the existence of certain legal acts. The deed of waiver of right made by Defendant II also contained an element of fraud in which the first party, who is the party in transferring the rights on land in this case was the Plaintiff and the heir of the late H. E. Kosasih was never
present to sign the said deed of waiver of right. Legal protection for buyer in good faith for the canceled deed of sale and purchase is that the right holder who is currently CoDefendant, is unable to sue the other party for the cancellation of the deed of waiver of right, because it is proven that Defendant I has committed a fraudulent act against the
Plaintiff. In carrying out his/her position, a notary is required to always apply the precautionary principle, be professional and adhere to Article 3 paragraph 4 of the Notary Code of Ethics, namely that Notaries and others who assume and carry out the position as Notary shall be obliged to act honestly, independently, impartially, full of responsibility."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadila Sandy Dethia
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) yang banyak ditemukan di Propinsi Riau. SKGR merupakan surat keterangan yang dikeluarkan oleh Lurah saat terjadi peralihan tanah garapan yang belum bersertipikat. Tidak jarang, SKGR dijadikan jaminan dalam suatu perjanjian utang piutang. Padahal, tanah yang belum bersertipikat seharusnya tidak dijadikan jaminan dalam suatu
perikatan. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai kekuatan jaminan terhadap Hak atas Tanah yang tidak dibebankan dengan Hak Tanggungan, kedudukan SKGR sebagai jaminan dalam perjanjian utang piutang, serta analisis terhadap putusan Majelis Hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Kota
Pekanbaru Nomor 306/PDT.G/2018/PN.Pbr. Untuk menjawab permasalahan yang diangkat, digunakan metode penelitian yuridis normatif yang dilakukan dengan melakukan perbandingan antara hukum tertulis dengan realita. Adapun analisa data dilakukan secara deskriptif, dengan tujuan untuk menemukan fakta tentang suatu gejala
(fact finding). Analisis didasarkan pada ketentuan-ketentuan dalam Kitab Undangundang Hukum Perdata, serta Undang-undang dibidang Hukum Agraria dan Hak Tanggungan, dan realita penjaminan SKGR di Propinsi Riau. Berdasarkan hasil penelitian, pada prinsipnya berdasarkan Pasal 1338 KUHPerdata, pembebanan jaminan Hak atas Tanah tanpa diikatkan dengan Hak Tanggungan adalah sah, karena didasarkan pada prinsip kebebasan berkontrak. Begitu pula mengenai penjaminan SKGR yang meskipun tidak bisa diikatkan dengan Hak Tanggungan karena SKGR bukan merupakan objek Hak Tanggungan, pada prinsipinya SKGR tetap sah menjadi jaminan dalam suatu perikatan sepanjang para pihak sepakat untuk menerima SKGR sebagai
jaminan dalam perjanjian utang piutangnya. Terkait analisis putusan, terdapat perbedaan pendapat antara penulis dengan Majelis Hakim terutama dalam penerapan Pasal 1313 KUHPerdata dan Pasal 1243 KUHPerdata.

ABSTRACT
This study discusses the Compensation Certificate (SKGR) which is commonly found in Riau Province. SKGR is a statement issued by the Lurah during the transfer of arable land that has not been certified. Not infrequently, SKGR is used as collateral in a loan agreement. Land that is not yet certified should not be used as collateral in an agreement. The issues raised in this study are regarding the strength of guarantees for Land Rights that are not charged with Mortgage Rights, the position of SKGR as collateral for a debt and credit agreement, as well as an analysis of the decision of the Panel of Judges in the Decision of the Pekanbaru City District Court Number 306/PDT.G/2018/PN. To answer the issues raised, normative juridical research methods are used which are carried out by making comparisons between written law and reality.
The data analysis is done descriptively, to find facts about a phenomenon (fact-finding). The analysis is based on the provisions in the Civil Code, as well as the Law on Agrarian Law and Mortgage Rights, and the reality of SKGR guarantees in Riau Province. Based on the results of the study, in principle based on Article 1338 of the Civil Code, the imposition of guarantees of Land Rights without being bound by Mortgage Rights is legal, because it is based on the principle of freedom of contract. Likewise, regarding SKGR guarantees, although they cannot be bound by Mortgage Rights, because SKGR is not an object of Mortgage Rights, in principle SKGR remains valid as collateral in an agreement as long as the parties agree to accept SKGR as
collateral in their debt agreement. Related to the decision analysis, there are differences of opinion between the author and the Panel of Judges, especially in the application of Article 1313 of the Civil Code and Article 1243 of the Civil Code."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raissa Anjani
"Keberadaan covernote yang dikeluarkan oleh Notaris pada praktiknya sangat berperan penting dalam pelaksanaan pencairan dana kredit yang diberikan oleh Bank. Hal ini dikarenakan seringkali objek jaminan kredit yang diberikan oleh debitur masih dalam proses yang belum dapat diselesaikan, sehingga diperlukan adanya keterangan dari Notaris yang dapat memberikan kepercayaan kepada bank bahwa proses pengikatan jaminan akan segera dilakukan. Dalam praktek, permasalahan dapat terjadi apabila kredit dicairkan dengan berdasar pada covernote, namun proses pengikatan dengan Hak Tanggungan belum terpenuhi dengan sempurna. Penelitian ini mengangkat kasus yang terjadi dalam Putusan Pengadilan Tinggi Nomor 5/PDT/2019/PT BJM, dimana bank telah mencairkan dana kredit padahal proses pembebanan Hak Tanggungan belum dilakukan, bahkan proses balik nama sertifikat keatas nama debitur belum selesai. Sehingga penelitian ini mengangkat permasalahan yaitu mengenai kedudukan covernote sebagai dasar untuk pencairan kredit dan kekuatan covernote untuk pencairan dana kredit yang objek jaminannya belum dibebankan dengan Hak Tanggungan pada putusan Nomor 5/PDT/2019/PT BJM. Penelitian ini dianalisis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan analisis kualitatif, menggunakan data sekunder. Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa kedudukan covernote hanyalah sebagai salah satu syarat untuk pencairan kredit.Dasar untuk dilakukannya pencairan kredit bukan karena adanya covernote, melainkan setelah bank sudah mendapatkan keyakinan terhadap debiturnya. Kekuatan Covernote hanya sebagai surat keterangan yang tidak mengikat para pihak dan tidak dapat menjadi jaminan dari Notaris, sehingga Bank tidak dapat berlindung begitu saja dibalik covernote untuk dapat melakukan pembenaran dalam pencairan kredit. Sebelum mencairkan kredit, bank harus melakukan penilaian terhadap 5C (Character, Capital, Capacity, Collateral, Condition of Economy)

The existence of covernote issued by Notary in practice plays an important role for disbursement of credit funds provided by the Bank. This is due to the fact that the object of credit gurantees given by debtors is still in the process of being completed, so it is necessary to have a statement from Notary who can give faith to the Bank that the process of binding the guarantee will be carried out soon. There are many problems that can arise from covernoteisuued by Notary. In practice, problems can occur if the credit is disbursed based on the covernote, but the binding process with the Mortgage has not been fulfilled perfectly. This research raises the case that occurred in the High Court Decision Number 5/PDT/2019/PT BJM, where the Bank has disbursed credit funds eventhough the process of transferring the name of the debtor has not been completed. So this research raises issues regarding the position of the covernote for the disbursement of credit funds whose collateral objects have not been charged with Moortgage in High Court Decision Number 5/PDT/2019/PT BJM. This research was analyzed using normative juridical research methods and qualitative analysis, using secondary data. From the results of the research, it was found that the covernote position was only one of the conditions for credit disbursement. The basis for credit disbursement is not because of a covernote, but after the bank has gained faith in the debtor. The power of the covernote is only as a certificate that is not binding on the parties and cannot be a gurantee from a Notary, so that the bank cannot simply hide behind the covernote to be able to justify the disbursement of credit. Before disbursing credit, bank must assess the 5C (character, capital, capacity, collateral, condition of economy). "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nizar Satrio Wicaksono
"Penelitian ini membahas tentang Keabsahan Akta Pembagian Hak Bersama Atas Dasar Surat Keterangan Ahli Waris Yang Diregister Oleh Kepala Desa/Lurah dan Camat Yang Palsu Atau Dipalsukan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) keabsahan surat keterangan ahli waris yang diregister oleh kepala desa/lurah dan camat berdasarkan inisiatif notaris/PPAT; (2) Kedudukan akta pembagian hak bersama yang dipalsukan serta tanggung jawab dari Notaris/PPAT. Penelitian ini merupakan suatu penelitian yang berbentuk yuridis normatif yang bersifat deskriptif analisis. Analisa kasus dilakukan terhadap putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 688 K/PID/2017 dan adapun prosedur pembuatan surat keterangan ahli waris yang palsu atau dipasukan sebagai dasar pembuatan akta pembagian hak bersama oleh Notari/PPAT menjadikan perbuatan tersebut cacat hukum. Sanksi yang dikenakan pada notaris tersebut bisa berupa sanksi perdata dan sanksi pidana. Dalam hal profesionalisme Notaris harus ditingkatkan dan pengawasan harus lebih aktif lagi.

This study had a discussion of the validity of the division of the rights certificates together on the basis letter from an heir whose diregister by the village / heads of district and a false or falsified.A problem in this research is how the validity of the division of the rights certificates joint made based on a letter of the heirs of a forged and responsibilities of a notary / ppat.The research is a research that is shaped juridical descriptive. analysis which is a normative Case analysis was conducted on supreme court decision the republic of indonesia no: 688 k / pid / 2017 and as for the procedure of making a letter of the heirs of a false or dipasukan as a basis making the deed the division of the right jointly by notari / ppat made the deed. broken any lawsSanctions imposed on the notary can be civil and criminal sanctions. sanctionsIn terms of professionalism notary must be improved and oversight should be more active again."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54931
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desira Sari Agrianti
"Akta Keterangan Hak Waris yang dibuat oleh notaris semestinya menguraikan aktiva dan pasiva dari harta pewaris sehingga status harta warisan dan pembagian hak waris untuk para ahli waris menjadi terang karena adanya Akta Keterangan Hak Waris tersebut. Namun dalam kenyataannya notaris tidak menguraikan dengan jelas pasiva dari harta pewaris sehingga memunculkan gugatan dari ahli waris mengenai pembagian hak waris. Oleh karena itu fokus dari kajian ini adalah tentang pembagian hak waris berdasarkan Akta Keterangan Hak Waris yang merugikan ahli waris sebagaimana ditemukan dalam kasus di Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 512/PDT.G/2019/PN JKT.UTR.Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah tentang pelaksanaan pembagian hak waris berkenaan dengan adanya Akta Keterangan Hak Waris yang salah dalam penerapan pembagiannya dan peran notaris dalam pembagian hak mewaris berdasarkan Akta Keterangan Hak Waris.Untuk menjawab permasalahan utama dalam penelitian ini dilakukan penelitian hukum doktrinal dengan menggunakan bahan-bahan hukum yang dikumpulkan melalui studi kepustakaan. Dari hasil analisis terhadap bahan-bahan hukum yang diteliti, dapat dinyatakan bahwa pelaksanaan pembagian hak waris berdasarkan Akta Keterangan Hak Waris tersebut tidak menguraikan secara jelas pasiva dari harta pewaris jika sudah dikemukakan secara jelas pasiva dari harta pewaris tersebut selanjutnya dapat dilakukannya pembagian harta warisan masing-masing ahli waris mendapatkan 1/3 (satu per tiga) bagian dari harta warisan. Peran notaris dalam pembagian hak mewaris berdasarkan Akta Keterangan Hak Waris semestinya sebelum dilakukan pembuatan Akta Keterangan Hak Waris, notaris memeriksa dokumen yang diserahkan kepadanya, kemudian dibacakan akta tersebut agar menghindari ketidaktelitian notaris.

A deed of inheritance rights made by a notary should describe the assets and liabilities of the heir's property so that the status of the inheritance and the distribution of inheritance rights for the heirs become clear because of the deed of inheritance rights. However, in reality the notary did not clearly describe the liability of the heir's assets, causing a lawsuit from the heirs regarding the distribution of inheritance rights. Therefore, the focus of this study is on the distribution of inheritance rights based on a deed of inheritance rights which is detrimental to the heirs as found in the North Jakarta District Court Decision Number 512/PDT.G/2019/PN JKT.UTR. The issues raised in this study are regarding the implementation of the distribution of inheritance rights concerning the existence of an incorrect deed of inheritance rights in the application of the distribution and the role of a notary in the distribution of inheritance rights based on a deed of inheritance rights. To answer the main problems in this study, doctrinal law research was carried out using legal materials collected through library research. From the results of an analysis of the legal materials studied, it can be stated that the implementation of the distribution of inheritance rights based on the deed of inheritance rights does not clearly describe the liabilities of the heir's assets, each heir gets 1/3 (one-third) of the inheritance. The role of the notary in the distribution of inheritance rights based on the deed of inheritance rights should be before making a deed of inheritance rights, the notary examines the documents submitted to him, then reads them out to avoid notary inaccuracies."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azizah Syabibi
"ABSTRAK
Surat Keterangan Waris merupakan bukti bahwa ahli waris yang disebutkan
dalam Surat Keterangan adalah ahli waris yang sah dari Pewaris, tersebut
dimaksudkan agar mencegah terjadinya sengketa di kemudian hari terhadap
benda yang ditinggalkan pihak ahli waris mengajukan ketetapan baik melalui
pengadilan agama maupun negeri untuk mendapatkan penetapan dari pengadilan
untuk mendapatkan status ahliwaris. Surat keterangan ahli waris yang dikeluarkan
oleh kelurahan merupakan bukan akta di bawah tangan (hanya mengikat para
pihak). SKW sebagai alat bukti dalam menentukan ahli waris memiliki kekuatan
hukum sesuai dengan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri c,q. Dirjen Agraria
Nomor. Dpt/12/63/69 tanggal 20 Desember 1969.

ABSTRACT
Waris Certificate is proof that the heirs named in the Certificate is the legal heirs
of the Heir, it is intended to prevent disputes later on the left side of the body heirs
filed either through the provision of religious and state courts for the
determination of court to obtain the status of an heir. Heir certificate issued by the
village is not a deed under hand. SKW as evidence in determining the beneficiary
has the force of law in accordance with the Circular of the Minister of the Interior
c, q. Director General of Agrarian Number. Dpt/12/63/69 dated December 20,
1969."
2013
T32605
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>