Ditemukan 176312 dokumen yang sesuai dengan query
Khairunnisa
"Daerah penelitian “KN” merupakan salah satu daerah prospek geotermal yang menjadi fokus pengembangan dari kawasan Flores untuk menggunakan semua potensi geotermal untuk pembangkit listrik yang diindikasi dengan kemunculan manifestasi fumarol dan mata air panas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran mengenai kondisi bawah permukaan daerah geotermal dalam bentuk model konseptual yang sistematik berbasis analisis terintegrasi data magnetotellurik, data gravitasi GGMplus, data citra satelit serta data penunjang geologi dan geokimia daerah penelitian. Selain model konseptual sistematik, harapan dari penelitian ini adalah untuk dapat merekomendasikan area yang tepat untuk pemboran selanjutnya dan penentuan daerah prospek. Berdasarkan data penunjang geokimia, temperatur reservoir diduga sekitar 220°C melalui perhitungan geothermometer. Berdasarkan data geologi, pada sistem geotermal lapangan “KN” memiliki batuan yang berpotensi untuk menjadi clay cap adalah batuan-batuan vulkanik yang teralterasi di sekitar hot spring. Batuan yang bertindak sebagai cap rock adalah batuan clay tipe argilik. Batuan dasar (basement) berhubungan dengan sedimen laut. Berdasarkan hasil pengolahan data citra satelit, dapat diidentifikasi mengenai zona Fault and Fracture Density pada daerah penelitian yang menunjukkan zona FFD sedang hingga tinggi sehingga dapat dikategorikan sebagai zona permeable. Hasil pengolahan data gravitasi berdasarkan analisis FHD dan SVD dapat diindentifikasi adanya 13 indikasi patahan dan menunjukkan patahan yang sesuai dengan struktur di dalam peta geologi, nilai anomali gravitasi yang dapat diinterpretasikan untuk dugaan area prospek serta distribusi densitas parasnis yang sesuai dengan data litologi daerah penelitian yang didominasi oleh batuan vulkanik andesit. Hasil pengolahan data magnetotellurik dapat menggambarkan sebaran resistivitas bawah permukaan yang berasosiasi dengan system geotermal daerah penelitian berupa clay cap, reservoir, dan heat source. Hasil MT tersebut juga dapat mengindikasikan pola updome dan dikonfirmasi oleh keberadaan manifestasi fumarol FWO-01 dan 02 dan mata air panas APWO yang bersifat sulfat steam heated water yang menjadi karakteristik zona upflow. Analisis integrasi hasil korelasi dari data-data tersebut, kemudian dipadukan untuk merekonstruksi model konseptual daerah geotermal “KN”. Area prospek geotermal berada pada zona upflow dekat manifestasi fumarole FWO-01 dan 02 serta mata air panas APWO dengan luas sekitar 2.75 km. Rekomendasi titik pemboran sumur eksplorasi berada di arah timur dari manifestasi APWO dengan titik pemboran berada pada elevasi 750 meter hingga - 1000 meter dengan arah directional drilling menuju barat daya sehingga dapat memotong sesar di dekat manifestasi APWO.
The research area "KN" is one of the geothermal prospect areas in Eastern Indonesia, which is the focus of development in meeting electricity needs. This study aims to describe the subsurface conditions of the geothermal area in the form of a conceptual model based on an integrated analysis of magnetotelluric data, GGMplus gravity data, satellite imagery data, and geological and geochemical supporting data to recommend areas for further drilling and determination of prospect areas. Based on the results of processing satellite image data, the Fault and Fracture Density zone can be identified, which shows a moderate to high zone so that it can be categorized as permeable. The results of processing gravity data based on the analysis of First Horizontal Derivatives and Second Vertical Derivatives can identify the presence of 13 associated fault indications, and the value of gravitational anomalies can be interpreted for the estimation of the prospect area. The results of magnetotelluric data processing can describe the distribution of subsurface resistivity associated with geothermal systems in the form of clay caps, reservoirs, and heat sources. The magnetotelluric results can also indicate an updome pattern confirmed by manifestations of FWO-01 and 02 fumaroles and APWO hot springs, which are sulfate steam heated water characteristic of the upflow zone. The geothermal prospect area is in the upflow zone with an area of ââabout 2.75 km². The recommended drilling point is to the east of the APWO with the drilling point at an elevation of 750 meters to -1000 meters with directional drilling to the southwest so that it can cut faults near APWO."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Alif Fadhli Anshari
"Wilayah Cisolok-Cisukarame merupakan area prospek geotermal liquid dominated geothermal system yang berlokasi di Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Aktivitas geotermalnya dicirikan dengan kemunculan manifestasi permukaan dalam bentuk mata air panas di sepanjang sungai Cisolok dan Cisukarame. Eksplorasi geotermal pertama di wilayah Cisolok-Cisukarame telah dilakukan sejak tahun 1970 dan sumur eksplorasi pertama dilakukan pada akhir 1986 di dekat mata air panas Cisolok hingga kedalaman 1200 meter dan mendapati temperatur di dasar sumur sebesar 120o C. Beberapa penelitian serupa telah dilakukan sebelumnya, namun model konseptual dari penelitian terdahulu belum secara akurat dapat menduga lokasi keberadaan reservoir dan heat source dikarenakan keterbatasan data sehingga interpretasi yang dilakukan belum tepat. Dalam penelitian ini, rekonstruksi model konseptual geotermal dilakukan untuk memecahkan permasalahan utama dalam menentukan keberadaan reservoir dan heat source, berbasis integrasi data geologi, geokimia, gravitasi satelit GGMPlus, dan magnetotellurik. Berdasarkan hasil interpretasi model konseptual yang telah direkonstruksi, keberadaan reservoir pada sistem geotermal Cisolok-Cisukarame diduga berada dibawah manifestasi permukaan Cisukarame yang berperan sebagai zona upflownya dan mengalami perluasan ke arah timur laut. Temperatur pada reservoir mencapai 235o C dengan sumber panas yang diduga berasal dari sisa panas Gunung Halimun berumur kuarter. Area prospek berdasarkan pertimbangan pola persebaran resistivitas serta batas reservoir diperkirakan memiliki luas sebesar 15 km2 dengan top of reservoir pada kedalaman 500 - 1000 meter. Lokasi titik pemboran sumur eksplorasi direkomendasikan berada pada zona permeable timur laut manifestasi Cisukarame mencapai kedalaman 1000 meter pada zona dengan temperature yang tinggi. Diperkirakan area prospek reservoir masih mengalami perluasan ke arah utara dan timur laut, namun diperlukan survei geofisika lanjut untuk mengonfirmasi kemungkinan possible extend tersebut.
The Cisolok-Cisukarame region is a liquid dominated geothermal system prospect area located in Sukabumi Regency, West Java Province, Indonesia. Its geothermal activity is characterized by the appearance of surface manifestations in the form of hot springs along the Cisolok and Cisukarame rivers. The first geothermal exploration in the Cisolok-Cisukarame area has been carried out since 1970 and the first exploration well was carried out at the end of 1986 near the Cisolok hot spring to a depth of 1200 meters and found the temperature at the bottom of the well of 120o C. Several similar studies have been carried out before, but the model conceptual studies from previous studies have not been able to accurately predict the location of the reservoir and heat source due to limited data so that the interpretation is not correct. In this research, the reconstruction of the conceptual geothermal model is carried out to solve the main problems in determining the existence of reservoirs and heat sources, based on the integration of geological, geochemical, gravity satellite GGMPlus, and magnetotelluric data. Based on the interpretation of the reconstructed conceptual model, the reservoir in the Cisolok- Cisukarame geothermal system is predicted below the surface manifestation of Cisukarame which acts as the upflow zone and is expanding to the northeast. The temperature in the reservoir reaches 235o C with the heat source predicted to come from the residual heat of Mount Halimun with quarter age. The prospect area based on consideration of the resistivity distribution pattern and reservoir boundary is estimated to have an area of 15 km2 with a top of reservoir at a depth of 500 - 1000 meters. The location of the exploration well drilling point is recommended to be in the northeastern permeable zone of the Cisukarame manifestation reaching a depth of 1000 meters in a zone with high temperatures. It is estimated that the reservoir prospect area is still expanding to the north and northeast, but further geophysical surveys are needed to confirm the possibility of this possible extend."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
William Jhanesta
"Gunung Endut merupakan salah satu lapangan di Indonesia yang memiliki potensi panas bumi. Hal ini diketahui dari adanya manifestasi panas bumi berupa mata air panas Cikawah (AP-CKW) dan mata air panas Handeleum (AP-HDL). Penelitian ini bertujuan untuk membangun sebuah model konseptual terintegrasi data remote sensing, geologi, geokimia, dan geofisika. Hal ini penting dilakukan untuk mempelajari sistem panas bumi Gunung Endut secara mendetail dan diharapkan dapat menjadi guide dalam melakukan eksplorasi yang lebih detail. Data remote sensing berupa DEMNAS dan LANDSAT8 diolah menjadi peta Fault Fracture Density (FFD) dan menunjukkan adanya zona permeabilitas rendah pada area sekitar AP-CKW, AP-HDL, dan puncak Gunung Endut. Hal ini didukung pula oleh penelitian sebelumnya dengan studi alterasi permukaan dan pemetaan anomali Hg tinggi. Data gravitasi GGMplus juga menunjukkan adanya struktur berupa patahan pada area yang diduga memiliki tingkat permeabilitas tinggi. Interpretasi data hidrogeokimia menunjukkan AP-CKW dan AP-HDL berada pada zona outflow. Hasil geotermometer Na-K dan Na-K-Mg menunjukkan temperatur reservoir berkisar 150 – 160 ℃. Pemodelan forward 2-D gravitasi dan inversi 3-D magnetotellurik menunjukkan adanya pola persebaran clay cap pada kedalaman 300 – 1000 mdpl dengan ketebalan bervariasi 500 – 700 m. Pada data magnetotellurik menunjukkan adanya pola penebalan clay cap yang masih menerus ke arah puncak Gunung Endut. Model konseptual terintegrasi menunjukkan pusat reservoir diduga berada pada area puncak Gunung Endut.
Mount Endut is one of the fields in Indonesia that has geothermal potential. This is known from the presence of geothermal manifestations in the form of Cikawah hot springs (AP-CKW) and Handeleum hot springs (AP-HDL). This study aims to build an integrated conceptual model with remote sensing, geology, geochemistry, and geophysics. This is important to analyze the Mount Endut geothermal system in detail and it is hoped that it will become a guide in conducting more detailed exploration. Remote sensing data, which is DEMNAS and LANDSAT8 data, processed to Fault Fracture Density (FFD) map and shows a high permeability zone in the area around AP-CKW, AP-HDL, and the summit of Mount Endut. This is also supported by previous research with surface alteration studies and high Hg anomaly mapping. GGMplus gravity data also shows a structure in the form of a fault in an area that is thought to have a high permeability. Hydrogeochemical data interpretation showed that AP-CKW and AP-HDL were in the outflow zone. The results of the Na-K and Na-K-Mg geothermometer shows that the reservoir temperature ranges from 150 – 160 ℃. 2-D gravity forward modeling and 3-D magnetotelluric inverse modeling show a clay cap distribution at a depth of 300 - 1000 masl with a thickness varying from 500 - 700 m. The magnetotelluric data shows a pattern of thickening of the clay cap which is continuing towards the summit of Mount Endut. The integrated conceptual model shows that the reservoir center is thought to be at the peak area of Mount Endut."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Afifah Sekar Arifianti
"Daerah “CB’ merupakan salah satu daerah prospek geotermal di Indonesia. Indikasi adanya potensi sistem geotermal daerah “CB” ditandai dengan kemunculan manifestasi permukaan berupa kelompok mata air panas yang bertemperatur 68 – 74.8oC dengan pH antara 6.35 – 68.4. Penelitian ini bertujuan untuk membangun model konseptual terintegrasi dari data magnetotellurik, gravitasi satelit GGMPlus, geologi, dan geokimia. Hasil dari pemodelan inversi 3-D magnetotellurik menunjukkan adanya sebaran clay cap dengan variasi ketebalan 1 - 2 km, yang ditandai dengan nilai resistivitas 1 – 15 Ωm. Lapisan reservoir diduga mempunyai resistivitas 20 – 60 Ωm dengan puncak reservoir yang berada pada kedalaman ≤ 1000 meter di bawah permukaan. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan geotermometer Na/K Giggenbach, rata-rata temperatur reservoir relatif cukup tinggi yaitu sekitar 220 - 250 ºC. Sumber panas pada sistem geotermal “CB” ini diperkirakan berasal dari plutonik body yang berasosiasi dengan aktivitas sesar. Dalam penelitian ini juga diperoleh indikasi adanya struktur graben berarah barat laut - tenggara dan beberapa struktur patahan lainnya berdasarkan hasil analisis turunan berupa First Horizontal Derivative (FHD) dan Second Vertical Derivative (SVD) dari gravitasi satelit GGMPlus. Sistem geotermal “CB” ini diduga termasuk ke dalam klasifikasi fault-controlled geothermal system.reynor Ratio, and Jensen's Alpha with CAPM based on data collected from refinitv, eikon, IDX, Yahoo Finance for the period 2016 – 2021. The results show that in the period of crisis SSRI outperforms ISSI and SRI Kehati and in general SSRI could compete with ISSI and SRI Kehati. These results indicate that incorporating ESG screening into sharia investment decisions does not have a negative impact on returns and risks, so that it can be used as an option for portfolio diversification. In addition SSRI will increase the impact and positive contribution to reducing the financing gap for SDGs, as well as gain a wider investor base.
Daerah “CB’ merupakan salah satu daerah prospek geotermal di Indonesia. Indikasi adanya potensi sistem geotermal daerah “CB” ditandai dengan kemunculan manifestasi permukaan berupa kelompok mata air panas yang bertemperatur 68 – 74.8oC dengan pH antara 6.35 – 68.4. Penelitian ini bertujuan untuk membangun model konseptual terintegrasi dari data magnetotellurik, gravitasi satelit GGMPlus, geologi, dan geokimia. Hasil dari pemodelan inversi 3-D magnetotellurik menunjukkan adanya sebaran clay cap dengan variasi ketebalan 1 - 2 km, yang ditandai dengan nilai resistivitas 1 – 15 Ωm. Lapisan reservoir diduga mempunyai resistivitas 20 – 60 Ωm dengan puncak reservoir yang berada pada kedalaman ≤ 1000 meter di bawah permukaan. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan geotermometer Na/K Giggenbach, rata-rata temperatur reservoir relatif cukup tinggi yaitu sekitar 220 - 250 ºC. Sumber panas pada sistem geotermal “CB” ini diperkirakan berasal dari plutonik body yang berasosiasi dengan aktivitas sesar. Dalam penelitian ini juga diperoleh indikasi adanya struktur graben berarah barat laut - tenggara dan beberapa struktur patahan lainnya berdasarkan hasil analisis turunan berupa First Horizontal Derivative (FHD) dan Second Vertical Derivative (SVD) dari gravitasi satelit GGMPlus. Sistem geotermal “CB” ini diduga termasuk ke dalam klasifikasi fault-controlled geothermal system."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Anzalna Naufal Amaya
"Pada kondisi pemanfaatan geotermal yang sedang direncanakan untuk meningkat, tahap eksplorasi menjadi tahap yang sangat penting dan dilakukan di banyak lokasi. Daerah prospek geotermal “X” belum banyak pihak yang melangsungkan tahap eksplorasi. Dalam penelitian ini, struktur daerah penelitian yang kemungkinan menjadi jalur bagi fluida geotermal didelineasi menggunakan data gravitasi darat dan juga data gravitasi satelit. Penggunaan dua jenis data ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang dimiliki oleh kedua jenis data dan untuk mengetahui data gravitasi mana yang memilki akurasi paling tinggi. Dilakukan pemisahan anomali pada data gravitasi darat dan satelit menggunakan metode Polynomial TSA orde 1 dan orde 2 serta Spectrum Analysis Bandpass Filter. Kemudian data gravitasi juga diterapkan filter First Horizontal Derivative (FHD) dan Second Vertical Derivative (SVD) untuk delineasi struktur. Inversi 3 dimensi juga diterapkan pada data gravitasi darat dan gravitasi satelit karena inversi 3 dimensi lebih objektif dalam menampilkan kondisi vertikal dan lateral suatu daerah. Dari penerapan berbagai metode tersebut didapatkan kondisi daerah penelitian berupa struktur graben dengan litologi aluvium yang dikelilingi oleh batuan berdensitas tinggi seperti granit, diorite, dan metasedimen. Data gravitasi darat diintegrasi dengan data MT, data geologi, dan geokimia karena data gravitasi darat memiliki akurasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan data gravitas satelit, yang dibuktikan dengan kesesuaian sesar geologi dengan pola anomali gravitasi yang ada. Dari hasil integrasi, didapatkan zona resistif terduga heat source pada bagian barat daya daerah penelitian diindikasikan sebagai batuan diorit karena berdasarkan inversi 3 dimensi zona tersebut memiliki anomali gravitasi tinggi. Selain itu, zona konduktif yang berada di tengah daerah penelitian merupakan lapisan aluvium karena memiliki anomali gravitasi rendah. Dari analisis FHD dan SVD didapatkan sesar yang membatasi lapisan beranomali gravitasi tinggi dengan anomali gravitasi rendah yang mengindikasikan keberadaan graben, serta sesar tersebut menjadi jalur fluida geothermal karena terdapat manifestasi air panas di ujung sesar.
Under the conditions of geothermal utilization that is being planned to increase, the exploration stage becomes a very important stage and is carried out in many locations. The geothermal prospect area "X" haven’t carried out by many parties for the exploration stage. In this study, the structure of the study area that is likely to be a pathway for geothermal fluids was delineated using ground gravity data and also satellite gravity data. The use of these two types of data aims to find out the differences between the two types of data and to find out which gravity data has the highest accuracy. Anomaly separation for ground and satellite gravity data were performed using the Polynomial TSA method of order 1 and order 2 and spectrum analysis bandpass filter. Then the First Horizontal Derivative (FHD) and Second Vertical Derivative (SVD) filters is applied to the gravity data for structural delineation. 3-dimensional inversions are also applied to ground gravity and satellite gravity data because 3-dimensional inversions are more objective in displaying the vertical and lateral conditions of an area. From the application of these various methods, the condition of the research area was obtained in the form of graben structures with alluvium lithology surrounded by high-density rocks such as granite, diorite, and metasedic. Ground gravity data is integrated with MT data, geological data, and geochemistry because ground gravity data have higher accuracy compared to satellite gravitas data, which is evidenced by the suitability of geological faults with existing gravitational anomalous patterns. From the integration results, a suspected heat source resistive zone in the southwestern part of the study area was indicated as a diorite rock because based on the 3-dimensional inversion the zone had a high gravitational anomaly. In addition, the conductive zone in the middle of the study area is an alluvium layer because it has a low gravity anomaly. From the analysis of FHD and SVD, it was found that faults limit the high-gravity patterned layer with low gravity anomalies indicating the presence of grabens, and the fault became a geothermal fluid path because there was a manifestation of hot water at the end of the fault."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Sherina
"Indonesia merupakan salah satu negara dengan sumber daya geotermal terbesar di dunia. Meskipun demikian, masih banyak daerah berpotensi lain yang belum diteliti lebih lanjut, salah satunya adalah daerah Gunung Pancar. Selain itu, akhir-akhir ini, data gravitasi satelit GGMplus juga sering kali menjadi pilihan bagi para peneliti untuk digunakan dalam survei pendahuluan. Oleh karena itu, pada penelitian ini, akan dilakukan komparasi antara data gravitasi satelit GGMplus dan data gravitasi lapangan dalam mengidentifikasi struktur dan keadaan bawah permukaan di daerah geotermal Gunung Pancar. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan data gravitasi mana yang lebih konsisten dengan informasi geologi dan penginderaan jauh. Proses pengolahan data terdiri atas pengoreksian data gravitasi, pemisahan CBA (Complete Bouguer Anomaly), pembuatan peta FHD (First Horizontal Derivative) dan SVD (Second Vertical Derivative), analisis patahan, hingga pemodelan inversi 3D dan pemodelan ke depan 2D sebagai pelengkap. Adapun hasil komparasi menunjukkan bahwa CBA dan anomali residual yang dihasilkan oleh kedua data gravitasi sama-sama menampilkan anomali rendah tepat di tubuh gunung. Anomali rendah tersebut diduga berasosiasi dengan kehadiran sistem geotermal Gunung Pancar. Sementara itu, anomali regional dari data gravitasi lapangan menunjukkan hasil yang lebih sesuai dengan informasi geologi dibandingkan data gravitasi satelit GGMplus. Kemudian, data gravitasi lapangan juga berhasil mengidentifikasi dugaan patahan secara lebih detail (sebanyak dua belas dugaan patahan telah teridentifikasi). Selanjutnya, kedua data gravitasi menghasilkan model inversi 3D yang berkorelasi baik dengan penampang AMT (Audio-Frequency Magnetotelluric) hasil penelitian oleh Daud, et al. pada tahun 2017. Terakhir, setelah dilakukan komparasi, dilakukan integrasi dengan data pendukung untuk menghasilkan model konseptual hasil rekonstruksi yang memberikan informasi komprehensif terkait sistem geotermal di daerah penelitian.esimpulannya, data gravitasi lapangan bersifat lebih detail dan representatif dibandingkan data gravitasi satelit GGMplus dalam menggambarkan struktur dan keadaan bawah permukaan di daerah geotermal Gunung Pancar.
Indonesia is one of the countries that has the largest geothermal resources in the world. However, there are still many other potential areas that have not been thoroughly investigated, one of which is the Mount Pancar area. In addition, GGMplus satellite gravity data has recently been used many times by the researchers as part of a preliminary survey. Therefore, in this study, a comparison will be conducted between GGMplus satellite gravity data and field gravity data in identifying subsurface conditions and geological structures in the geothermal area of Mount Pancar. The aim of the comparative study is to determine which gravity data is more consistent with geological and remote sensing information. The data processing consists of gravity data correction, CBA (Complete Bouguer Anomaly) separation, making FHD (First Horizontal Derivative) and SVD (Second Vertical Derivative) maps, fault analysis, 3D inversion modeling, and 2D forward modeling as a complement. The comparison results show that the CBAs and residual anomalies of two-gravity data both depict an appearance of a low anomaly right in the mount’s body. The low anomaly is predicted to be associated with the presence of the Mount Pancar geothermal system. Meanwhile, regional anomalies from field gravity data show results that are more in line with geological information than those from GGMplus satellite gravity data. Then, field gravity data also successfully detected the possible faults in more detail (a total of twelve possible faults have been identified). Furthermore, the two-gravity data generate some 3D inversion models that have a good correlation with the AMT (Audio-Frequency Magnetotelluric) cross sections which was made by Daud, et al. in 2017. Last, after the comparison, integration with supporting data is also carried out to reconstruct a conceptual model that provides comprehensive information related to the geothermal system in the research area. In conclusion, field gravity data is more detailed and representative than GGMplus satellite gravity data in describing the subsurface conditions and geological structures in the geothermal area of Mount Pancar."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Bimo Ramadhan
"Indonesia merupakan negara dengan potensi energi geotermal yang besar. Salah satu wilayah di Indonesia dengan potensi energi geotermal adalah Wilayah Z. Sebelumnya, beberapa penelitian dalam bidang geosains mengenai Wilayah Z telah dilakukan untuk mengetahui struktur geologi, keberadaan manifestasi geotermal, geokimia fluida hidrotermal, resistivitas batuan, dan anomali gravitasi. Metode geofisika yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode geofisika gravitasi dengan data yang diperoleh dari GGMPlus 2013. Anomali gravitasi regional dan residual diperoleh menggunakan dua metode, yaitu bandpass dan polynomial trend surface analysis. Analisis FHD dan SVD digunakan dalam menentukan keberadaan patahan. Terdapat sepuluh patahan yang teridentifikasi melalui analisis tersebut dengan rincian delapan patahan normal dan dua patahan naik. Model 2-D dan 3-D digunakan dalam memperkiraan nilai densitas batuan bawah permukaan. Densitas batuan tertinggi berada pada luar pull-apart basin dan densitas batuan terendah berada pada bagian tengah pull-apart basin. Berdasarkan analisis data gravitasi GGMPlus 2013 beserta data-data pendukung seperti data geologi, data geokimia, dan data geofisika, teridentifikasi beberapa struktur patahan yang sesuai dengan persebaran struktur patahan pada peta geologi.
Indonesia is a country with great geothermal energy potential. One of the regions in the country with geothermal energy potential is Region Z. Previously, several studies in the field of geosciences regarding Region Z have been carried out to determine the geological structure, the presence of geothermal manifestations, the geochemistry of hydrothermal fluids, rock resistivity, and gravitational anomalies. The geophysical method used in this study is the gravitational geophysical method with data obtained from GGMPlus 2013. Regional and residual gravity anomalies are obtained using two methods, namely bandpass and polynomial trend surface analysis. FHD and SVD analysis are used in determining the presence of faults. There were ten faults identified through the analysis with details of eight normal faults and two ascending faults. 2-D and 3-D models are used in estimating the density values of subsurface rocks. The highest rock density is outside the pull-apart basin and the lowest rock density is in the central pull-apart basin. Based on the analysis of GGMPlus 2013 gravity data along with supporting data such as geological data, geochemical data, and geophysical data, several fault structures that correspond to the distribution of fault structures on the geological map were identified."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Indra Kurniawan
"Lapangan geotermal “x” merupakan salah satu lapangan geotermal di Indonesia yang sedang dalam proses pengembangan. Tahap eksplorasi merupakan tahapan yang paling mempunyai resiko yang besar. Untuk mengurangi resiko tersebut, diperlukan data – data yang saling terintegrasi untuk menggambarkan sistem geotermal bawah permukaan secara representatif. Data magnetotellurik dan gravitasi merupakan data utama dalam pembuatan model konseptual sistem geotermal lapangan “x”. Selain itu juga didukung dengan data geokimia dan data sumur landaian suhu. Dari metode magnetotellurik yaitu berupa analisis fasa tensor dan induction arrow didapatkan arah struktur utama atau bisa disebut dengan geoelectrical strike yaitu berarah Timurlaut – Baratdaya atau lebih tepatnya mempunyai arah N80oE. Hal ini juga diperkuat dari metode gravitasi berupa analisis derivatif dan data geologi regional dimana struktur yang teridentifikasi juga dominan berarah Timurlaut – Baratdaya. Dari hasil pengolahan data gravitasi berupa data complete bouger anomaly mempunyai nilai 53 – 82 mgal dimana daerah yang mempunyai anomali tinggi berada pada daerah sekitar manifestasi hingga ke Timur daerah penelitian. Hasil pemodelan inversi 3D dari data magnetotellurik didapatkan batuan claycap mempunyai ketebalan berkisar antara 400 – 500 m. Batuan yang berperan sebagai heatsource merupakan batuan intrusi yang mempunyai nilai resistivitas hingga mencapai 400 ohm-m. Dari analisis data geokimia menunjukkan daerah outflow pada sistem geotermal yaitu daerah dimana terdapatnya manifestasi yang muncul ke permukaan. Dari semua data tersebut dapat diintegrasikan menjadi model konseptual sistem geotermal dimana dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan pemboran geotermal.
The geothermal field "x" is one of the geothermal fields in Indonesia which is in the process of being developed. The exploration stage is the stage that has the greatest risk. To reduce this risk, integrated data is needed to describe the subsurface geothermal system in a representative manner. Magnetotelluric and gravity data are the main data in making a conceptual model of the field "x" geothermal system. Also besides supported by geochemical data and temperature sloping well data. From the magnetotelluric method, namely in the form of phase tensor analysis and induction arrow, the direction of the main structure is obtained or it can be called a geoelectrical strike, which is in the Northeast - Southwest direction or more precisely has a direction of N80oE. This is also reinforced by the gravity method in the form of derivative analysis and regional geological data where the identified structures are also predominantly northeast-southwest trending. From the results of processing gravity data in the form of complete bouge anomaly data has a value of 53 - 82 mgal where areas that have high anomalies are in the area around the manifestation to the east of the study area. The results of 3D inversion modeling from the magnetotelluric data show that clay cap rocks have a thickness ranging from 400 - 500 m. Rocks that act as heat sources are intrusive rocks that have a resistivity value of up to 400 ohm-m. The geochemical data analysis shows the outflow area in the geothermal system, namely the area where there are manifestations that appear to the surface. From all these data, it can be integrated into a conceptual model of the geothermal system which can be used as a reference in carrying out geothermal drilling."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Eka Yunita
"Daerah penelitian “M” merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi geotermal di Indonesia. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya struktur geologi dan kemunculan manifestasi di permukaan yang dapat membantu dalam mengidentifikasi keberadaan sistem geotermal di bawah permukaan. Penelitian ini menggunakan inversi 3-dimensi magnetotellurik untuk mengetahui distribusi resistivitas di bawah permukaan, penentuan area prospek, serta pembuatan model konseptual dengan integrasi data magnetotellurik dan data pendukung berupa data geologi, geokimia, dan gravitasi. Berdasarkan data pendukung geologi, daerah “M” terdiri dari susunan produk vulkanik berumur kuarter dan struktur geologi dengan arah barat laut-tenggara. Dari data pendukung geokimia, ditemukan endapan travertine di sekitar manifestasi mata air panas yang relatif bersifat netral, temperatur cukup tinggi, dan berasosiasi dengan struktur geologi. Fluida di mata air panas tersebut dominan bertipe bicarbonate water yang menandakan fluida berasal dari reservoir dan dominan telah terkontaminasi oleh meteoric water. Fluida tersebut juga dominan memiliki nilai klorida tinggi yang menandakan bahwa lingkungan manifestasi mata air panas berada di lingkungan vulkanik. Selain itu, perhitungan dengan geotermometer diperoleh dugaan temperatur reservoir berkisar antara 160°C-180°C. Berdasarkan hasil pemodelan inversi 3-dimensi magnetotellurik dan data pendukung berupa model forward2-dimensi gravitasi diketahui sebaran dari variasi resistivitas dan densitas bawah permukaan yang menggambarkan lapisan clay cap, top of reservoir, dan bentuk updome yang kemungkinan merupakan heat source. Lapisan dengan nilai resistivitas rendah diduga merupakan clay cap atau batuan penudung berupa sebaran batuan beku yang mengalami alterasi. Di bawah lapisan clay cap terdapat sebaran resistivitas medium yang diindikasikan sebagai reservoir berupa batu gamping bahbotala. Di bagian bawahnya terdapat lapisan dengan resistivitas tinggi yang kemungkinan adalah batuan metamorf yang menjadi batuan dasar/basement. Diantara basement ini terdapat bentuk updome dengan resistivitas sedikit lebih tinggi yang diduga merupakan batuan terobosan atau intrusi yang dapat menjadi sumber panas bagi sistem geotermal. Sumber panas ini diduga berasal dari Dolok Tinggi Raja dikarenakan terbentuknya dome di permukaan yang mungkin diakibatkan oleh adanya larutan magma yang tidak tererupsikan keluar permukaan sehingga membentuk batuan terobosan di bawah permukaan. Adanya sumber panas ini dapat menimbulkan aliran fluida panas secara vertikal (upflow). Berdasarkan integrasi data-data tersebut, area prospek geotermal di daerah “M” diperkirakan berada di sekitar Dolok Tinggi Raja melebar ke arah timur laut, timur, dan selatan.
The research area "M" is one of the areas with geothermal potential in Indonesia. This is indicated by the presence of geological structures and the appearance of manifestations on the surface which can assist in identifying the presence of subsurface geothermal systems. This study uses 3-dimensional magnetotelluric inversion to determine the distribution of resistivity below the surface, determine prospect areas, and construct a conceptual model by integrating magnetotelluric data and supporting data in the form of geological, geochemical and gravity data. Based on supporting geological data, the "M" area consists of volcanic products of quarter age and geological structures in a northwest-southeast direction. From supporting geochemical data, travertine deposits around hot spring manifestations were found which were relatively neutral, had relatively high temperatures, and were associated with geological structures. The fluid in the hot springs is dominant of the bicarbonate water type, which indicates that the fluid comes from a reservoir and has been predominantly contaminated by meteoric water. The fluid also dominantly has a high chloride value which indicates that the manifestation environment of the hot springs is in a volcanic environment. In addition, calculations with the geothermometer obtained an estimated reservoir temperature ranging from 160°C-180°C. Based on the results of 3-dimensional magnetotelluric inversion modeling and supporting data in the form of a 2-dimensional forward gravity model, it is known that the distribution of resistivity and subsurface density variations describes the clay cap layer, top of reservoir, and up-dome shape which may be a heat source. The layer with a low resistivity value is thought to be a clay cap or a cap rock in the form of a distribution of altered igneous rocks. Beneath the clay cap layer, there is a medium resistivity distribution which is indicated as a reservoir in the form of bahbotala limestone. At the bottom, there is a layer with high resistivity which is probably the metamorphic rock that became the basement. Among these basements, there is an up-dome with slightly higher resistivity which is thought to be a breakthrough or intrusive rock which can be a heat source for geothermal systems. This heat source is thought to have originated from Dolok Tinggi Raja due to the formation of a dome on the surface which may be caused by the presence of magma solution that has not erupted off the surface to form breakthrough rock below the surface. The existence of this heat source can cause a vertical flow of hot fluid (up-flow). Based on the integration of these data, the geothermal prospect area in the “M” area is estimated to be around Dolok Tinggi Raja, widening to the northeast, east, and south."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Riri Oktobiyanti
"Lapangan geothermal Sibayak terletak di kawasan utara Great Sumatra Fault Zone (GSFZ) yang memiliki topografi yang tinggi di dalam kaldera Singkut. Ditinjau dari kondisi geologinya, lapangan ini memiliki prospek geothermal yang ditandai dengan keberadaan manifestasi panas berupa solfatara, fumarole, chloride springs dan silica sinters. Untuk menginvestigasi struktur bawah permukaan secara lebih detail, maka dilakukan reinterpretasi data magnetotellurik dan gravitasi. Dari pemodelan 2-Dimensi MT yang menggunakan software MT2Dinv dan 3-Dimensi MT menggunakan software GeoSlicer-X maka dapat diketahui clay cap mempunyai nilai resistivitas 5-10 Ωm. Zona reservoir diindikasikan dengan harga resistivitas 50- 200 Ωm yang terdapat di bawah zona clay cap dan berada pada kedalaman sekitar 1600m. Pusat reservoir terdapat pada daerah yang meliputi Gunung Sibayak dan Gunung Pratektekan dengan luas yang diperkirakan sekitar 4 km². Pemodelan data gravitasi mendukung gambaran stuktur utama yang berupa kaldera Singkut dan sesarsesar yang berarah barat laut-tenggara. Berdasarkan studi ini dapat direkomendasikan sumur produksi diarahkan pada pusat reservoir, sedangkan reinjeksi ditempatkan di daerah dekat reservoir tetapi yang diduga memiliki hubungan permeabilitas, yaitu di sekitar batas kaldera sebelah selatan.
Sibayak geothermal field is situated in the northern Great Sumatra Fault Zone (GSFZ), which has high topography inside Singkut caldera. From the geological point of view, Sibayak field is a potential geothermal area supported by the occurrence of surface manifestations such as solfataras, fumaroles, chloride springs and silica sinters. To investigate subsurface geological structure, reinterpretation of the Magnetotelluric and gravity data were carried out. Two-dimensional modeling of MT data using MT2Dinv software and 3-D visualization of the MT data using GeoSlicer-X have delineated clay cap with resistivity of 5-10 ohm. Reservoir zone is indicated by slightly higher resistivity (50 - 200 ohm-m) below the clay cap located in the depth of about 1600m. Center of reservoir is probably located in the area between Mt Sibayak and Mt Pratektekan covering about 4 km². The gravity data modeling supports the existence of main structures, those are Singkut caldera and faults zone oriented in the northwest - southeast direction. Based on this study, it is recommended that the production wells shoud be located to the central of reservoir and reinjection wells should be sited to the area close to the main reservoir which has permeability connection, that is in the southern caldera boundary."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
S29441
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library