Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 210969 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Virli Andani Harnelis
"Demam berdarah dengue (DBD) ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegepty dan Aedes albopictus betina yang terinfeksi virus dengue (DENV). Selama masa pandemi COVID-19, jumlah kasus DBD di dunia internasional maupun nasional mengalami penurunan, begitupun Kota Jakarta Timur. Kendati demikian, Kota Jakarta Timur merupakan kota dengan kasus DBD tertinggi di Provinsi DKI Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor iklim dengan jeda waktu 0 (non-time lag), 1 (time lag 1), dan 2 (time lag 2) bulan, kepadatan penduduk, dan angka bebas jentik (ABJ) dengan kejadian DBD di Kota Jakarta Timur pada saat sebelum dan selama masa pandemi COVID-19 tahun 2018-2021. Data dianalisis menggunakan uji beda ≥ 2 rata-rata, uji korelasi, dan analisis spasial. Secara statistik, terdapat perbedaan rata-rata incidence rate (IR) DBD dan ABJ yang signifikan antara tahun 2018-2021 (p = 0,000; p = 0,011). Selain itu uji korelasi menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara curah hujan time lag 1 (p = 0,002; r = 0,041) dan time lag 2 (p =0,000; r = 0,651), suhu udara time lag 1 (p = 0,004; r = -0,441), dan time lag 2 (p = 0,001; r = -0,48), serta kelembaban udara non time lag (p = 0,002; r = 0,429), time lag 1 (p = 0,000; r = 0,668), dan time lag 2 (p = 0,000; r = 0,699) dengan kejadian DBD. Secara spasial maupun statistik tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara kepadatan penduduk dan ABJ dengan kejadian DBD. Pemetaan tingkat kerawanan kejadian DBD pada saat sebelum dan selama pandemi COVID-19, menunjukkan bahwa dari 10 kecamatan yang ada di Kota Jakarta Timur, 1 kecamatan mengalami peningkatan tingkat kerawanan menjadi sedang dan 2 kecamatan mengalami penurunan tingkat kerawanan menjadi rendah. Kecamatan Matraman tergolong pada tingkat kerawanan tinggi. Kecamatan Jatinegara, Duren Sawit, Kramatjati, dan Ciracas tergolong pada tingkat kerawanan sedang. 5 Kecamatan lainnya tergolong pada tingkat kerawanan rendah. Adanya perbedaan rata-rata yang signifikan pada ABJ dan IR DBD, hubungan antara faktor iklim dengan kejadian DBD, serta tingkat kerawanan yang tinggi pada beberapa wilayah, sebaiknya dijadikan pertimbangan oleh pemerintah setempat untuk meningkatkan upaya pencegahan DBD dan menyusun rencana strategis dalam pengendalian DBD.

Dengue hemorrhagic fever (DHF) is transmitted by Aedes aegypti and Aedes albopictus mosquitoes infected with the dengue virus (DENV). During the COVID-19 pandemic, the number of dengue cases internationally and nationally decreased, as did the City of East Jakarta. Thus, East Jakarta City is the city with the highest dengue cases in DKI Jakarta Province. This study aims to analyze climate factors at time lag of 0 (non-time lag), 1 (time lag 1), and 2 (time lag 2) months, population density, and larva free index (LFI) with the incidence of DHF in the city of Jakarta. East before and during the 2018-2021 COVID-19 pandemic. The data were analyzed using the average difference test, correlation test, and spatial analysis. Statistically, there is a significant difference in the average incidence rate (IR) of DHF and LFI between 2018-2021 (p = 0.000; p = 0.011). In addition, the correlation test showed a significant relationship between rainfall at time lag 1 (p = 0.002; r = 0.041) and time lag 2 (p = 0.000; r = 0.651), air temperature at time lag 1 (p = 0.004; r = -0.441), and time lag 2 (p = 0.001; r = -0.48), as well as non-time lag air humidity (p = 0.002; r = 0.429), time lag 1 (p = 0.000; r = 0.668), and time lag 2 (p = 0.000; r = 0.699) with the incidence of DHF. Spatial and statistically, there was no significant relationship between population density and LFI with the incidence of DHF. Mapping the level of vulnerability to DHF events before and during the COVID-19 pandemic, shows that of the 10 sub-districts in East Jakarta City, 1 sub-district experienced an increase in the level of vulnerability to moderate and 2 sub-districts experienced a decrease in the level of vulnerability to low. Matraman sub-districts are classified as high vulnerability. Jatinegara, Duren Sawit, Kramatjati, and Ciracas sub-districts are classified as moderate vulnerability. The other 5 sub-districts are classified as low vulnerability. The existence of significant differences in the average ABJ and IR of DHF, the relationship between climatic factors and the incidence of DHF, as well as the high level of vulnerability in some areas, should be considered by the local government to increase efforts to prevent DHF and develop a strategic plan in controlling DHF."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gilang Delia Revorina
"

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang sebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang terinfeksi virus dengue dari penderita kepada orang lain. Penyakit ini endemik lebih dari 100 negara beriklim tropis dan sub tropis di belahan dunia. Sekitar 1,8 miliar (lebih dari 70%) dari populasi yang berisiko terkena demam berdarah di seluruh dunia tinggal di negara-negara Asia Tenggara dan Wilayah Pasifik Barat, salah satunya Indonesia. Pada tahun 2016, DKI Jakarta ditetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit DBD, dengan jumlah penderita sebanyak 22.697 kasus dan Incidence Rate (IR) sebesar 220.8 per 100.000 penduduk. Kota Jakarta Barat menjadi salah satu wilayah dengan tingkat kejadian DBD tertinggi dibandingkan dengan kota lain di DKI Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui analisis spasial kejadian DBD di Kota Jakarta Barat tahun 2015-2019 dengan mempertimbangkan beberapa faktor seperti demografi, iklim, dan angka bebas jentik. Desain studi yang digunakan pada penelitian ini yaitu studi ekologi dengan pendekatan analisis spasial dan analisis korelasi untuk melihat kekuatan hubungan antara kejadian DBD dengan faktor kepadatan penduduk, iklim, dan angka bebas jentik. Secara spasial kejadian DBD cenderung terjadi di wilayah dengan tingkat kepadatan tinggi dan ABJ rendah. Secara statistik, analisis korelasi menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara kepadatan penduduk, kelembanam udara, dan curah hujan dengan kejadian DBD. Sedangkan suhu udara dan angka bebas jentik menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan terhadap kejadian DBD di Kota Jakarta Barat. Dari 56 kelurahan di Jakarta Barat, terdapat 53 kelurahan yang tergolong tingkat kerawanan tinggi, dan 3 kelurahan tergolong kategori kerawanan sedang terjadinya kasus DBD. Tingginya masalah kasus DBD di Jakarta Barat membuat Dinas Kesehatan sebaiknya meningkatkan upaya atau perencanaan serta optimalisasi pemberdayaan masyarakat dalam pemberantasan kasus DBD.

Kata kunci:

Demam Berdarah Dengue (DBD), Kepadatan Penduduk, Iklim, ABJ, Analisis Spasial.


Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) is an infectious disease transmitted by Aedes aegypti and Aedes albopictus mosquitoes who infected with dengue virus. DHF have been affecting more than 100 tropical and sub-tropical countries in the world. Around 1.8 billion (more than 70%) of the population at risk of dengue fever worldwide live in countries of Southeast Asia and the Western Pacific Region, including Indonesia. In 2016, DKI Jakarta was assigned the status of outbreak of DHF, with a total of 22,697 cases and an incidence rate (IR) of 220.8 per 100,000 population. West Jakarta is one of the regions with the highest DHF incidence rate compared to other cities in DKI Jakarta. This study aims to determine the spatial analysis of the incidence of dengue in West Jakarta in 2015-2019 by considering several factors such as demographics, climate, and larval free index. This study uses an ecological study with a spatial analysis approach and correlation analysis to see the strength of the relationship between the incidence of DHF with factors of population density, climate, and larvae free index. Spatially the incidence of DHF tends to occur in areas with high density and low larvae free index. Statistically, correlation analysis shows that there is a significant relationship between population density, air humidity, and rainfall with the incidence of DHF. Meanwhile, there is no significant correlation between the air temperature and larvae free index with the incidence of DHF in West Jakarta. Result shows that from 56 urban villages in West Jakarta, there are 53 urban villages that are categorized as high vulnerability, and 3 urban villages categorized as medium vulnerability. The high problem of dengue cases in West Jakarta makes the authorities should increase efforts or planning and optimize community empowerment in eradicating dengue cases.

Keywords:

Dengue Haemorrhagic Fever (DHF), Population Density, Climate, Larvae Free Index, Spatial Analysis.

"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gitri Syiamil Awali
"Latar Belakang: DBD merupakan infeksi akibat virus Dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Sp ke manusia, terutama nyamuk Aedes aegypti. Demam berdarah tersebar luas di seluruh daerah tropis dengan variasi risiko lokal yang juga dipengaruhi oleh parameter iklim serta faktor sosial dan lingkungan. DBD masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, salah satunya adalah Kota Bekasi yang menempati urutan ketiga dengan kasus tertinggi pada tahun 2021. Tujuan: Menganalisis hubungan antara faktor iklim (suhu, kelembaban, kecepatan angin dan curah hujan, faktor demografi (kepadatan penduduk) dan faktor individu (penerapan perilaku hidup bersih dan sehat) terhadap incidence rate DBD di Kota Bekasi tahun 2019—2021. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi ekologi berbasis waktu. Hasil: Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa suhu (p = 0,146), kecepatan angin (p = 0,146), curah hujan (p = 0,447) dan kepadatan penduduk (p = 0,147) tidak berhubungan signifikan terhadap kejadian DBD. Adapun kelembaban (p = 0,003) dan PHBS (p = 0,001) memiliki hubungan signifikan terhadap kejadian DBD. Hasil uji regresi linear ganda memberikan bentuk model prediksi dengan persamaan Incidence Rate DBD = 42,043 + 0,004 (PHBS) + 0,001 (Kepadatan Penduduk) dengan R2 = 0,353. Kesimpulan: Terdapat hubungan signifikan antara kelembaban udara dan PHBS dengan kejadian DBD di Kota Bekasi Tahun 2019—2021.

Background: DHF is an infection caused by the Dengue virus which is transmitted through the bite of the Aedes sp mosquito to humans, especially the Aedes aegypti mosquito. Dengue fever is widespread throughout the tropics with local risk variations which are also influenced by climate parameters as well as social and environmental factors. DHF is still one of the public health problems in Indonesia, including Bekasi City which ranks third with the highest cases in 2021. Objective: Analyzing the relationship between climate factors (temperature, humidity, wind speed and rainfall, demographic factor (population density) and individual factor (application of clean and healthy living behavior) with the incidence of dengue haemorrhagic fever in Bekasi City in 2019—2021. Methods: This research is a quantitative study with an ecological study design according to time trend. Results: The results of the correlation test showed that temperature (p = 0.146), wind speed (p = 0.146), rainfall (p = 0.447) and population density (p = 0.147) were not significantly related to the incidence of DHF. Meanwhile, humidity (p = 0.003) and PHBS (p = 0.001) had a significant relationship to the incidence of DHF. The results of the multiple linear regression test showed a predictive model with the DHF incidence rate equation = 42.043 + 0.004 (PHBS) + 0.001 (Population Density) with R2 = 0.353. Conclusion: There is a significant relationship between humidity and PHBS with the incidence of DHF in Bekasi City in 2019—2021."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elis Anita Sari
"Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit berbasis vektor yang disebabkan oleh nyamuk, khususnya nyamuk Ae.aegypti dengan agennya virus dengue. Penyebaran kasus DBD telah dilaporkan terjadi diberbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Sejak ditemukan di Indonesia, penyebaran kasus DBD menunjukan peningkatan dan penyebaran wilayah yang terjadi. Tinggi dan rendahnya kasus DBD di Kota Depok pada tahun 2015 – 2017 sebagian besar terjadi dalam tiga tahun berturut-turut dimusim hujan, yakni sebesar ≥ 10% terjadi dibulan Januari – Maret dan sebesar ≤ 10% terjadi dibulan Oktober- Desember. Berdasarkan fakta tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan perbedaan variabilitas iklim disetiap musim terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue di Kota Depok Periode April 2011 – Maret 2017, yakni hubungan suhu udara dengan DBD saat musim kemarau dan hubungan curah hujan dengan DBD saat musim hujan. Desain penelitian yang digunakan adalah studi ekologi dengan analisis korelasi dan regresi linear. Hasil penelitian disetiap tahunnya menunjukan adanya hubungan searah dengan korelasi yang kuat antara suhu udara saat musim kemarau (p=0,01; r=0,94) )dan curah hujan saat musim hujan (p=0,03; r= 0,85). Namun, dari hasil penelitian dikeseluruhan musimnya menunjukan tidak ada hubungan antara DBD dengan suhu udara saat musim kemarau (p=0,48) dan curah hujan saat musim hujan (p=0,59). Adanya perbedaan sudut pandang hasil penelitian ini kemungkinan dikarenakan perbedaan variasi data yang dipakai saat analisa, namun demikian data iklim dan data kejadian DBD yang dipakai untuk analisa disetiap tahunnya telah terdistribusi normal, artinya hasil penelitian disetiap tahun lebih mewakili daripada dikeseluruhan musim. Suhu udara yang tinggi saat musim kemarau, akan berpengaruh terhadap naiknya kejadian DBD disetiap tahunnya. Begitu juga dengan curah hujan yang tinggi saat musim hujan, akan berpengaruh terhadap naiknya kejadian DBD disetiap tahunnya. Hubungan ini kemungkinan terjadi karena suhu yang panas saat musim kemarau akan mempercepat inkubasi nyamuk, sedangkan tingginya curah hujan saat musim hujan akan menambah peluang perindukan nyamuk karena air yang tergenang.

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is a vector-based disease caused by mosquitoes, especially the Ae.aegypti mosquito with its agent the dengue virus. The spread of dengue cases has been reported to occur in various parts of the world, including Indonesia. Since it was discovered in Indonesia, the spread of dengue cases shows an increase and spread of the area that occurred. The high and low cases of dengue in Depok City in 2015 - 2017 mostly occur in three consecutive years in the rainy season, which is equal to ≥ 10% occurring in January - March and at ≤ 10% occurs in October-December. Based on these facts, this study aims to determine the relationship of differences in climate variability in each season to the incidence of Dengue Hemorrhagic Fever in Depok City April 2011 - March 2017, namely the relationship between air temperature and DHF during the dry season and the relationship between rainfall and DHF during the rainy season. The research design used was ecological studies with correlation analysis and linear regression. The results of the study each year showed a direct correlation with a strong correlation between the air temperature during the dry season (p= 0.01; r= 0.94)) and rainfall during the rainy season (p= 0.03; r= 0.85 ) However, from the results of research in the entire season, there was no relationship between DHF and the air temperature during the dry season (p= 0.48) and rainfall during the rainy season (p= 0.59). The different viewpoints of the results of this study may be due to differences in the data used during the analysis, however climate data and incident DHF data used for analysis each year have been normally distributed, meaning that the results of research every year are more representative than in the whole season. High temperatures during the dry season will affect the increase in the incidence of DHF each year. Likewise with high rainfall during the rainy season, it will affect the increase in the incidence of DHF each year. This relationship is likely to occur because hot temperatures during the dry season will accelerate mosquito incubation, while high rainfall during the rainy season will increase the chances of mosquito breeding due to stagnant water."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Indonesia, seperti banyak negara di wilayah tropis dan subtropis lainnya, merupakan wilayah endemik penyakit Demam Berdarah Dengue (DHF). Di Kodya Denpasar, kasus DHF terus meningkat dari tahun ke tahun selama kurun 2002 -2008. Penelitian cross sectional ini dilakukan di di Banjar Graha Kerti dan Banjar Kerta Petasikan, Kelurahan Sidakarya, Denpasar, dengan tujuan untuk mengetahui adanya larva nyamuk Aedes dan tingkat kepadatannya di rumah penduduk di kedua lokasi tsb. Semua rumah di kedua Banjar tsb diikutkan sebagai sampel penelitian. Semua tempat air yang ditemukan di dalam rumah diperiksa untuk kemungkinan adanya larva nyamuk dan ditetapkan speciesnya (Aedes, Culex dan Anopheles). Dari 262 rumah, didapatkan sebanyak 869 tempat air tergenang dan 68 di antaranya mengandung larva Aedes, terdiri dari 37 Aedes aegypti, 14 A. albopictus, dan campuran A. aegypti dan A. albopictus. House Index untuk Aedes adalah 17.2% dan Bruteau Index untuk Aedes adalah 20.6%, yang menunjukkan bahwa Aedes di Br Graha Kerti dan Banjar Kerta Petasikan mempunyai potensi
untuk menularkan kasus-kasus DHF. Disarankan agar pelaksana program pengendalian kasus DHF di Kota Denpasar mengenali sifat-sifat biologis dari Aedes, termasuk lokasinya dalam tempat-tempat air di rumah tangga."
610 JKY 20:2 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Steven Jonathan
"Penyakit demam berdarah dengue (DBD) telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di Jakarta, termasuk di Kelurahan Paseban, Jakarta Pusat. Pemberantasan penyakit ini terutama dilakukan melalui pemberantasan nyamuk Aedes aegypti sebagai vektornya. Dalam upaya pemberantasan vektornya tersebut dilakukan juga penyuluhan pada masyarakat tentang bagaimana menjaga kebersihan lingkungan rumah demi mencegah berkembangnya vektor DBD.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan keberadaan vektor DBD di dalam rumah sebelum dan sesudah penyuluhan sehingga dapat diketahui pengaruh penyuluhan dalam memberantas vektor DBD. Survei vektor DBD dilakukan dua kali, yakni pada tanggal 3 Mei 2009 (sebelum penyuluhan) dan tanggal 4 Juni 2009 (setelah penyuluhan) di Paseban Timur yang merupakan daerah dengan kasus DBD yang tinggi di Jakarta Pusat. Pengambilan data dilakukan di 100 rumah menggunakan metode larva tunggal (mengambil satu larva di tiap container yang ada di dalam rumah dan diidentifikasi menggunakan mikroskop). Data yang terkumpul lalu dianalisis menggunakan uji McNemar untuk memperoleh hubungan penyuluhan terhadap keberadaan vektor.
Dari 100 rumah yang diteliti sebelum penyuluhan, didapatkan angka keberadaan larva dalam rumah sebesar 11,40 %. Setelah dilakukan penyuluhan, didapatkan angka keberadaan larva dalam rumah sebesar 5,70 %. Dari analisis menggukan uji McNemar, terdapat hubungan antara penyuluhan dengan keberadaan larva, dengan nilai p sebesar 0,041. Disimpulkan bahwa keberadaan vektor DBD di dalam rumah sesudah penyuluhan lebih rendah daripada sebelum penyuluhan.

Dengue haemorrhagic fever (DHF) has become a problem in public health especially in Paseban District, Central Jakarta. Controling the disease is mainly done by controling Aedes aegypti as the vector of the disease. In order to control the vector, informations are given to people about keeping their house environment clean to prevent the development of the DHF vector.
The objective of this study is to determine the presence of DHF vector, inside the house, before and after the briefing given, so it could be known whether the briefing is helpful or not. The surveys of DHF vector presence were conducted in twice, first was at 3rd of May 2009 (before the briefing given), and second was at 4th of June 2009 (after the briefing given) in East Paseban, which is considered as an area with high cases of DHF in Central Jakarta. Data collecting was conducted in 100 houses with single-larvae method (taking one larvae from each container in a house then identified them by using microscope). The data collected will be analyzed by McNemar test to know the correlation between the briefing and the vector presence.
From 100 houses surveyed before the briefing, the percentage of vector presence was 11,40 %. After the briefing, the percentage was reduced to 5,70 %. From McNemar test analysis, it was found that there is a correlation between the briefing and the vector presence, p = 0.041. Concluded then, that the vector presence inside the house after the briefing was reduced, compared with the vector presence before the briefing.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfiany Sukmawati
"ABSTRAK
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorragic Fever (DHF)
merupakan penyakit akibat infeksi virus Dengue yang masih menjadi problem
kesehatan masyarakat. Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya semakin
bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk. Kejadian
demam berdarah dengue di Kabupaten Tangerang mengalami kenaikan pada setiap 3
tahun terhitung mulai tahun 2007-2015, pada 2010 dan 2013 sehingga diperkirakan
akan mengalami kenaikan pada tahun 2016. Dan jika dilihat dari rata-rata jumlah kasus
DBD per bulan dari tahun 2011-2015 terlihat bahwa kasus DBD berada pada posisi
puncak di bulan Januari, Juni dan Juli. Sehingga pada tahun 2016 Januari akan
mengalami kenaikan jumlah kasus. Tujuan penelitian ini adalah didapatkan gambaran
secara spasial wilayah beresiko Demam Berdarah Dengue pada 5 kecamatan di
Kabupaten Tangerang Tahun 2016. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini meliputi
karakteristik individu,yaitu karakteristik usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
perilaku, pengetahuan dan variabel deteksi serologi agen serta variabel lingkungan
vektor, yaitu suhu, kelembaban dan breeding place. Penelitian ini menggunakan desain
korelasi Ekologi dengan pendekatan spasial. Penelitian ini meneliti sampel sebanyak
150 sampel dari 5 wilayah kecamatan endemis.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pola sebaran kasus DBD menunjukan
bahwa kecamatan Curug memiliki kasus paling tinggi yang sebanding dengan sebaran
keberadaan jentik dibandingkan dengan wilayah kecamatan lain, Dominasi serotipe
virus DEN-2 dan DEN-3 dan hasil kuesioner didapatkan kecamatan Cikupa memiliki
tingkat pengetahuan dan prilaku mengenai demam berdarah dengue paling rendah, yaitu
sebanyak 28 responden dari 30 (93,3%) memiliki pengetahuan kurang dan 25 responden
dari 30 (83,3%) memiliki pengetahuan kurang.

ABSTRACT
Demam berdarah dengue or Dengue Haemorragic Fever (DHF) is a disease
caused by dengue virus infection remains a public health problem. Number of
patients and the area of distribution is increasing along with the increasing
mobility and population density. The incidence of dengue fever in the district of
Tangerang has increased in every 3 years starting from the year 2007 to 2015, in
2010 and 2013 and is expected to increase in 2016. By the views of the average
number of dengue cases per month from 2011-2015 seen that dengue cases in the
top position in January, June and July. So in January 2016 will increase the
number of cases. The purpose of this study was obtained picture of the spatial
region are at risk of Dengue Fever in 5 districts in Tangerang year 2016. The
variables studied in this research include individual characteristics age, sex,
education, occupation) behavior, knowledge and serological detection variables
agents and vectors environment variables, such as temperature, humidity and
breeding place. The design of this research is study ecological correlation with the
spatial approach. This study examined a sample of 150 samples of 5 areas
endemic in Tangerang.
"The results of this study showed that the distribution pattern of dengue cases"
"showed that the districts Curug have a case of the highest comparable to the distribution of the existence of larva than in other districts, domination virus serotypes DEN-2 and DEN-3 and the results of the questionnaire obtained districts Cikupa have a level of knowledge and attitudes regarding the lowest dengue fever, as many as 28 respondents out of 30 (93.3%) have less knowledge"
"and 25 respondents from 30 (83.3%) have less knowledge."
"
2016
S639890
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putrisuvi Nurjannah Zalqis
"Kepadatan nyamuk merupakan salah satu faktor risiko terjadinya Demam Berdarah Dengue (DBD). Hal ini dapat disebabkan oleh kondisi curah hujan tinggi yang terjadi di Kecamatan Kelapa selama Januari-Februari yang menimbulkan banyaknya genangan air di sekitar rumah penduduk sebagai tempat perindukan nyamuk akibat sanitasi yang buruk. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara kepadatan nyamuk Aedes aegypti dengan kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Kelapa Kabupaten Bangka Barat dengan menggunakan studi cross-sectional selama Mei-Juni 2016. Sampel penelitian ini adalah seluruh warga Kecamatan Kelapa yang terpilih secara acak-proporsional berjumlah 230 orang dan 60 rumah yang terpilih sebagai lokasi pengambilan sampel nyamuk dalam rumah secara acak dari 230 responden terpilih.
Hasil analisis menunjukkan bahwa kepadatan nyamuk Aedes aegypti di dalam rumah responden masih tergolong tinggi (51,7%) dan kejadian DBD sebesar 20%. Kepadatan nyamuk menunjukkan hubungan yang tidak signifikan dengan kejadian DBD (p=0,458). Faktor lain yang berhubungan dengan kejadian DBD yaitu keberadaan jentik (p=0,017), usia <15 tahun (p=0,002), kepadatan hunian tinggi (p=0,006), tidak melakukan PSN 3M Plus secara rutin (p=0,024), kebiasaan menggantung baju (p=0,033), dan rumah yang tidak dipasang kawat kasa pada ventilasi (p=0,014).
Penelitian ini menyimpulkan bahwa kepadatan nyamuk Aedes aegypti tidak berhubungan dengan kejadian DBD. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu adanya monitoring lebih lanjut terhadap populasi nyamuk dan kasus DBD, kerja sama sektoral, serta peran serta masyarakat dalam perilaku hidup bersih dan sehat.

The density of mosquitoes is a risk factor for the occurrence of Dengue Hemorrhagic Fever (DHF). It can be caused by conditions of high rainfall that occurred in Kelapa District during January-February which raises the amount of stagnant water around houses as a breeding place due to poor sanitation. This study aimed to analyze the relationship between the density of Aedes aegypti with the incidence of DHF in West Bangka Regency Kelapa District using cross-sectional study during May-June 2016. Samples were all chosen citizens of Kelapa District with proportional random sampling and 60 chosen houses from 230 citizen?s houses as the sampling sites of mosquitoes.
The analysis showed that the density of Aedes aegypti in the house still relatively high (51,7%) and the incidence of dengue by 20%. Mosquito density showed no significant association with the incidence of DHF (p=0,458). Other factors associated with incidence of dengue are the existence of larva (p=0,017), age <15 years (p=0,002), high house density (p=0,006), did not do PSN 3M Plus regularly (p=0,024), the habit of hanging shirt (p=0,033), and the house which not fitted wire netting on ventilation (p=0,014).
This study concluded that the density of Aedes aegypti mosquitoes is not associated with the incidence of dengue. Based on this result, we need further monitoring of mosquitoes populations and dengue cases, sectoral cooperation, and community participation for clean and healthy living behavior.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S65216
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lisa Dea Plasenta
"Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit demam akut dengan pendarahan minor atau mayor, trombositopenia, dan kebocoran plasma yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh vektor nyamuk Aedes aegypti. WHO mencatat sejak tahun 1968-2009, Indonesia menjadi negara urutan pertama di Asia Tenggara dengan kasus DBD terbanyak dan urutan kedua di dunia. Di tahun 2015, Kemenkes RI telah mencatat peningkatan jumlah Kabupaten/Kota yang terjangkit DBD di Indonesia. Dari 384 Kabupaten dan Kota meningkat menjadi 446 Kabupaten dan Kota. Salah satu Kabupaten/Kota dengan kasus DBD yang tinggi adalah Kota Tangerang Selatan. Bahkan, pada tahun 2014, Kota Tangerang Selatan menjadi penyumbang kasus DBD terbanyak di Provinsi Banten dengan 768 kasus. Terdapat faktor-faktor yang dapat menjadi penyebab tingginya kasus DBD, yaitu faktor iklim, kepadatan penduduk, dan populasi nyamuk. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara faktor iklim, kepadatan penduduk, dan Angka Bebas Jentik (ABJ) dengan kejadian DBD di Kota Tangerang Selatan tahun 2016-2021. Penelitian ini menggunakan desain studi ecological time series dengan metode kuantitatif dan analisis korelasi dan regresi linear ganda. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan; Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan; dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Hasil dari penelitian ini adalah terdapat hubungan yang signifikan antara suhu, kelembaban, dan ABJ dengan kejadian DBD di Kota Tangerang Selatan tahun 2016-2021 (p = 0,016; r = -0,282) (p = 0,000; r = 0,506) (p = 0,000; r = -0,558), sementara untuk curah hujan dan kepadatan penduduk menunjukkan hasil tidak signifikan dengan kejadian DBD di Kota Tangerang Selatan tahun 2016-2021 (p = 0,064; r = 0,220) (p = 0,759; r = -0,037). Dari hasil regresi linear ganda, didapatkan hasil bahwa variabel yang masuk model akhir adalah variabel kelembaban dan ABJ dan dapat menjelaskan 39,9% variasi variabel dependen kejadian DBD (R square = 0,399). Variabel yang paling berpengaruh terhadap kejadian DBD di Kota Tangerang Selatan tahun 2016-2021 adalah variabel kelembaban.

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is an acute febrile disease with minor or major bleeding, thrombocytopenia, and plasma leakage caused by the dengue virus and transmitted by the Aedes aegypti mosquito vector. WHO noted that from 1968-2009, Indonesia became the first country in Southeast Asia with the most dengue cases and the second in the world. In 2015, the Indonesian Ministry of Health has recorded an increase in the number of districts/cities infected with dengue fever in Indonesia. From 384 regencies and cities, it increased to 446 regencies and cities. One of the districts/cities with high dengue cases is South Tangerang City. In 2014, South Tangerang City became the largest contributor to DHF cases in Banten Province with 768 cases. There are factors that can be the cause of high dengue cases, namely climate factors, population density, and mosquito populations. The purpose of this study was to determine the relationship between climatic factors, population density, and larval free rate (LFR) with the incidence of DHF in South Tangerang City in 2016-2021. This research uses an ecological time series design study with quantitative methods and correlation analysis and multiple linear regression. This study uses secondary data from the South Tangerang City Health Office; Central Bureau of Statistics of South Tangerang City; and the Meteorology, Climatology and Geophysics Agency (BMKG). The results of this study are that there is a significant relationship between temperature, humidity, and LFR with the incidence of DHF in South Tangerang City in 2016-2021 (p = 0.016; r = -0.282) (p = 0.000; r = 0.506) (p = 0.000 ; r = -0.558), while rainfall and population density showed insignificant results with the incidence of DHF in South Tangerang City in 2016-2021 (p = 0.064; r = 0.220) (p = 0.759; r = -0.037). From the results of multiple linear regression, it was found that the variables that entered the final model were humidity and LFR variables and could explain 39.9% of the variation in the dependent variable of DHF incidence (R square = 0.399). The most influential variable on the incidence of DHF in South Tangerang City in 2016- 2021 is the humidity variable."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khalisa Zahra Khairunnisa
"Latar Belakang: Demam Berdarah Dengua (DBD) adalah infeksi virus yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi. Vektor utama yang menularkan virus Dengue adalah Aedes aegypti, dan Aedes albopictus. Kota dengan jumlah kejadian DBD tertinggi di Indonesia pada tahun 2021 adalah Kota Depok sebesar 3.155 kasus dengan angka Incidence Rate (IR) 151,2 kasus per 100.000 penduduk. Selama 10 tahun terakhir sejak tahun 2012-2020, trend kasus DBD di Kota Depok cenderung meningkat. Tujuan: Mengetahui hubungan antara faktor iklim dan kepadatan penduduk dengan kejadian DBD di Kota Depok tahun 2012-2021. Metode: Penelitian ini menggunakan studi ekologi dengan analisis korelasi untuk melihat hubungan antara faktor iklim (suhu, kelembaban, dan curah hujan) pada bulan yang sama (non-time lag), faktor iklim dengan jeda 1 bulan (time lag 1), dan kepadatan penduduk dengan Incidence Rate DBD. Hasil: Hasil analisis korelasi menujukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kelembaban non time lag dan kelembaban time lag 1 dengan Incidence Rate DBD (p=0,000 dan p=0,000) dengan kekuatan hubungan sedang berpola positif (r=0,332 dan r-0,451). Hasil uji regresi linear ganda menghasilkan bentuk model prediksi dengan persamaan IR DBD = -47.353 + 0.784 (Suhu) + 0.394 (Kelembapan) + 0.023 (Curah Hujan). Berdasarkan hasil persamaan regresi, jika disimulasikan dengan kombinasi suhu 26,1 oC, kelembaban 82,9%, dan curah hujan 14,9 mm, maka akan terjadi peningkatan IR DBD sebanyak 10 kasus per 100.000 penduduk.

Background: Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is a viral infection transmitted to humans through the bite of an infected mosquito. The main vectors that transmit the dengue virus are Aedes aegypti and Aedes albopictus. The city with the highest number of dengue cases in Indonesia in 2021 is Depok City with 3,155 cases with an Incidence Rate (IR) of 151.2 cases per 100,000 population. During the last 10 years from 2012- 2020, the trend of dengue cases in Depok City tends to increase. Objective: To determine the relationship between climatic factors and population density with the incidence of DHF in Depok City in 2012-2021. Methods: This study uses an ecological study with correlation analysis to see the relationship between climatic factors (temperature, humidity, and rainfall) in the same month (non-time lag), climatic factors with a 1-month lag (time lag 1), and density population with DHF Incidence Rate. Results: The correlation analysis results showed a significant relationship between non-time lag humidity and time lag 1 humidity with DHF Incidence Rate (p = 0.000 and p = 0.000) with the strength of the relationship being positive (r = 0.332 and r-0.451). The results of the multiple linear regression test produce a predictive model with the equation IR DBD = -47.353 + 0.784 (Temperature) + 0.394 (Relative Humidity) + 0.023 (Rainfall). Based on the results of the regression equation, if it is simulated with a combination of the temperature of 26,1oC, humidity of 82.9%, and rainfall of 14.9 mm, there will be an increase in IR of DHF by 10 cases per 100,000 population."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>