Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 173697 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Syifa Carrisa
"Rendahnya cakupan pelayanan PDAM Kota Bekasi memicu warganya untuk menggunakan sumber air berbasis mandiri. Pemantuan layanan air penting dilakukan untuk menciptakan air minum yang aman sesuai definisi oleh WHO, yaitu: 1) dapat di akses; 2) tersedia saat dibutuhkan; dan 3) bebas dari kontaminasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontaminasi E. coli pada air tanah dan POU serta keterkaitannya dengan kejadian diare, melihat hubungan antara ketinggian muka air tanah dengan curah hujan, serta menilai kontinuitas air tanah di Kelurahan Jatiluhur, Jatirangga, dan Sumur self-monitoring menggunakan AquagenX, kuisioner, alat pengukur curah hujan dan ketinggian muka air tanah. Berdasarkan hasil penelitian, sampel air yang belum diolah memiliki risiko terkontaminasi dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan air yang sudah diolah (POU). Kesesuaian data antara hasil self-monitoring dengan yang dilakukan tim peneliti terbilang tinggi, yaitu 85-90%. Hasil uji statistik tidak menunjukkan adanya korelasi antara kontaminasi E. coli pada air minum dan kejadian diare, serta antara curah hujan dengan ketinggian muka air tanah. Koefisien determinasi sebesar 0,75 untuk analisis regresi linier menandakan curah hujan dan tinggi muka air tanah memiliki keterkaitan yang baik. Kontinuitas sumber air self-supply di Kota Bekasi dinilai tinggi, dan dapat dipertimbangkan sebagai sumber air utama.

The low service of PDAM Kota Bekasi has caused its citizens to use self-supply water sources. The importance of monitoring to reach safely managed drinking water according to WHO, including: 1) accessible; 2) available; and 3) free from contamination. This study aims to determine E. coli contamination in groundwater and its relationship to diarrhea, to corelate groundwater level and rainfall, and to assess the continuity of groundwater in Jatiluhur, Jatirangga, and Sumur Batu Villages, Bekasi City. Data was obtained by self-monitoring using AquagenX, questionnaires, rainfall gauges and groundwater levels. Based on the results, untreated groundwater have a risk of contamination twice as high as treated groundwater. The accuracy of the data between the results of the self-monitoring water quality test and the research team is fairly high, at 85-90%. The results of statistical tests did not show a correlation between E. coli contamination in drinking water and the incidence of diarrhea, as well as rainfall and ground water level. The coefficient of determination is 0,75 indicates that rainfall and groundwater level have a good linear regression model. The continuity of self-supply water sources in Bekasi City is highly valued, and can be considered as the main water source."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Malik Ibrahim
"Terbatasnya pelayanan PDAM Kota Bekasi, membuat mayoritas rumah tangga Kelurahan Jatirangga, Jatiluhur dan Sumur Batu Kota Bekasi memanfaatkan sumber air tanah menggunakan sumur bor dan sumur gali (self-supply) untuk memenuhi kebutuhan sehari hari. Penelitian ini meninjau hubungan mengenai dampak pemilihan jenis sumber air self-supply terhadap 1) aspek kesehatan: kejadian diare pada balita, 2) aspek sosial: ketimpangan gender dalam pengelolaan sumber air serta 3) ekonomi: life cycle cost (LCC) pengelolaan sumber air rumah tangga. Selanjutnya, sumber air tersebut akan ditinjau keberlanjutannya menggunakan sistem penilaian yang dikembangkan oleh penulis. Penelitian ini menggunakan data hasil kuesioner dan sampling air tanah terhadap 244 rumah tangga di Kelurahan Jatiluhur, Jatirangga, dan Sumur Batu Kota Bekasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pemilihan jenis sumber air self supply terhadap kejadian diare pada balita. Sementara, terdapat hubungan yang sangat lemah antara pemilihan jenis sumber air self-supply dengan gender peran pembersihan sumur, namun tidak ada hubungan dengan peran pengatur konsumsi air, pembiayaan air, serta perawatan sumur. Selain itu, terdapat hubungan yang sangat lemah antara pemilihan jenis sumber air self-supply dengan life cycle cost yang harus dikeluarkan dalam pengelolaan sumber air. Lalu, berdasarkan hasil analisis keberlanjutan sumber air self-supply, didapatkan skor akhir sebesar 65 untuk sumber air sumur bor serta 62 dari skala 100 untuk sumber air sumur gali. Nilai tersebut tidak menunjukkan perbedaan signifikan antara kedua sumber air self-supply serta termasuk dalam kategori “sedang”.

Lack of piped-water service from their local water company, forced majority of Jatirangga, Jatiluhur and Sumur Batu urban village’s households in Bekasi City using groundwater from borehole and dugwell (self-supply) as their main water source to
provide day-to-day needs. Therefore, this research aims to identify the correlation of choosing types of self-supply water and its impact on household’s 1) health: diarrhoea on toddlers, 2) social: gender inequality on water management, and 3) economics factor: life cycle cost (LCC) on water management. Then, each types of self-supply water were analyzed for their sustainability using scoring system developed by author. This research use data from questionnaire and water sampling performed at 244 households in Jatirangga, Jatiluhur and Sumur Batu urban village. The results show there is no correlation between types of self-supply water and diarrhoea on toddlers. While there is a slightly correlation between types of water supply to gender that responsible for well cleaning, but no correlation between types of self-supply water to gender who responsible for water consumption management, water payment, and also water source maintenance.
Also, there is a weak correlation between types of self-supply water to life cycle cost on household’s water management. Otherwise based on sustainability scoring performed by author, concluded that borehole is more sustainable than dugwell with sustainability score 65 and 62 each from 100 scale. Thus, each types of self-supply water categorized as “Medium Sustainability”.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aprilia Harera
"Kota Bekasi hanya melayani masyarakat yang menggunakan PDAM sebesar 26.8%, sehingga sebagian besar masyarakat masih menggunakan sumber air berasal dari air tanah. Air tanah tersebut digunakan sebagai sumber air minum melalui sistem self-supply. Saat ini keandalan self-supply masih menjadi isu di masyarakat walaupun sumber air ini merupakan salah satu sumber yang sangat terjangkau. Pemantauan yang dilakukan secara kontinu selama delapan bulan kepada responden dilakukan guna mengetahui perilaku sumber air minum mereka, termasuk rasa, warna, bau, ketersediaan, dan keamanannya melalui persepsi rumah tangga. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penilaian keandalan sumber air minum self-supply, mengetahui perbandingan penilaian keandalan antara self-supply dan non self-supply, serta mengetahui faktor yang mempengaruhi dari keandalan self-supply. Metode penelitian yang digunakan adalah survei melalui telepon kepada responden dan analisis STATA 16 dengan uji Chi-Square, uji korelasi Phi, dan analisis Regresi Logistik. Berdasarkan pengolahan data yang dilakukan, maka penilaian keandalan sumber air minum menghasilkan nilai untuk skala rumah tangga sebesar rata-rata keandalan sumur bor adalah 92% dan 74% sumur gali. Sedangkan berdasarkan skala kota, diseluruh bulan selama pemantauan menghasilkan nilai keandalan ≥15 poin sehingga baik sumur bor dan sumur gali bernilai andal diseluruh bulan, meskipun sumur gali mendapatkan penilaian lebih rendah. Perbandingan analisis penilaian keandalan antara self-supply dan non self-supply menghasilkan P = 0,028 (P<0,05) berdasarkan uji Chi-Square sehingga terdapat perbedaan signifikan variabel penilaian keandalan antara self-supply dengan non self-supply yang bernilai signifikan. Persentase hasil penilaian sumber air minum self-supply sebesar 83 % andal sedangkan non self-supply sebesar 92%. Variabel yang memiliki hasil signifikan terhadap penilaian keandalan adalah jenis sumur, kejadian hujan 24 jam sebelum wawancara, dan kejadian banjir. Sumur bor memiliki peluang 4,11 kali dibandingkan sumur gali terhadap keandalan sumber air minum. Tidak terjadi hujan 24 jam sebelum wawancara berpeluang 3,11 kali lebih tinggi dibandingkan terjadinya hujan 24 jam sebelum wawancara terhadap keandalan sumber air minum. Kejadian tidak banjir 8,85 kali lebih tinggi dibandingkan kejadian banjir terhadap keandalan sumber air minum. Sehingga secara keseluruhan menilai bahwa sumber air sumur bor jauh lebih andal, namun jika dibandingkan dengan sumber non self-supply responden masih menilai lebih andal sumber non self-supply, oleh karena itu diperlukan rekomendasi lanjutan.

Bekasi City only serves people using PDAM by 26.8%. This means that most people living there still take groundwater sources. Groundwater is chosen as a source of drinking water through a self-supply system. Currently, the reliability of self-supply remains an issue in the community despite being an incredibly affordable water source. Continuous monitoring of the respondents for eight months was carried out to determine the behavior of their drinking water sources through household perceptions, including the taste, color, smell, availability, and safety. This study aimed to determine the reliability assessment of self-supply drinking water sources, the comparison of reliability assessments between self-supply and non-self-supply, and the factors that influence the reliability of self-supply. The research methods applied were telephone survey to respondents and STATA 16 program for analyzing with Chi-Square test, Phi correlation test, and Logistic Regression analysis. Based on the data processing, the reliability assessment of drinking water sources resulted in average reliability values of 92% for boreholes and 74% for dug wells on the household scale. Meanwhile, on the city scale, a reliability value of ≥15 points was obtained from the entire monitoring. This indicated that both boreholes and dug wells were reliable throughout the months, although dug wells received lower assessment. Comparison of the reliability assessment analysis between self-supply and non-self-supply led to P = 0.028 (P<0.05), with the Chi-Square test. Therefore, there was a major difference in the reliability assessment of self-supply and non self-supply variables. The percentages of the reliability assessment for self-supply and non-self-supply drinking water sources were 83% and 92% respectively. Variables with significant results in the reliability assessment included the type of well, the occurrence of rain 24 hours before the interview, and the incidence of flooding. For the reliability of drinking water sources, boreholes had a chance of 4.11 times higher than dug wells; no rain 24 hours before the interview had a chance of 3.11 times higher than the occurrence of rain 24 hours before the interview; and non-flood events had a chance of 8.85 times higher than flood events. Hence, borehole water sources were much more reliable. However, if compared to non-self-supply sources, respondents still consider non-self-supply sources more reliable. Therefore, further recommendations are needed."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amrina Rasyada
"

Air tanah Kota Bekasi dan Metro mayoritas digunakan sebagai bahan baku air bersih dan minum. Terdapat beberapa permasalahan air tanah kota penelitian, yaitu kandungan bakteri, besi, dan asam organik tinggi. Penelitian WFW pada tahun 2020-2022 berupa data kualitas air tanah WFW berupa TDS, kekeruhan, TC, Escherichia Coli, pH, dan temperatur diuji dengan hasil kuesioner, yaitu faktor ekonomi (pengeluaran masyarakat per bulan dan kepemilikan hewan ternak), sosial (pendidikan, kepemilikan rumah, dan jumlah penghuni rumah), dan lingkungan (kepemilikan toilet, metode penyediaan air tanah, dan pengosongan tangki septik), dan persepsi dan tingkat kepuasan. Penelitian menggunakan analisis statistik (analisis deskriptif, t-test paired sample, crosstabs, Spearman Rank, dan regresi biner) dan studi literatur. Analisis deskriptif menghasilkan parameter di musim berbeda memiliki nilai berbeda. T-test paired sample Kota Bekasi (E. Coli, TC, dan pH) menghasilkan nilai Sig. (2 tailed) < 0,05 atau terdapat perbedaan parameter di beda musim. Uji crosstabs dilaksanakan untuk mengetahui variansi data faktor penelitian. Uji Spearman dan regresi biner menghasilkan hanya faktor metode pengambilan air tanah berkorelasi dengan parameter pH, temperatur, dan TC dengan nilai Sig. (2 tailed) < 0,05. Rekomendasi metode penyediaan air tanah berupa borehole dan protected well.


The majority of Bekasi City and Metro ground water is used as a raw material for clean and drinking water. There are several problems with the research city groundwater, namely the high content of bacteria, iron, and organic acids. WFW research in 2020-2022 in the form of WFW groundwater quality data in the form of TDS, turbidity, TC, Escherichia Coli, pH, and temperature were tested with the results of a questionnaire, namely economic factors (monthly community spending and livestock ownership), social (education, house ownership, and number of occupants), and environment (toilet ownership, methods of groundwater supply, and emptying of septic tanks), and perceptions and levels of satisfaction. The study used statistical analysis (descriptive analysis, paired sample t-test, crosstabs, Spearman Rank, and binary regression) and literature studies. Descriptive analysis produces parameters in different seasons have different values. T-test paired samples of Bekasi City (E. Coli, TC, and pH) yielded Sig. (2 tailed) < 0.05 or there are different parameters in different seasons. The crosstabs test was carried out to determine the variance of the research factor data. Spearman's test and binary regression yielded only groundwater abstraction method factors correlated with pH, temperature, and TC parameters with Sig values. (2 tailed) < 0.05. Recommendations for groundwater supply methods are in the form of boreholes and protected wells.

 

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khairunnisa Apriani
"Polusi udara masih menjadi masalah terbesar di kota-kota besar terutama di wilayah perkotaan seperti Kota Bekasi, dimana polutan udara tersebut berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menciptakan model spasial yang dapat menggambarkan persebaran dan distribusi polutan di Kota Bekasi.
Metode yang digunakan yaitu dengan pengolahan data spasial citra Landsat 8 menjadi data suhu permukaan daratan, NDBI kerapatan bangunan, dan NDVI kehijauan. Dengan melakukan analisis spasial uji korelasi antara polutan udara SO2, CO dan TSP dengan suhu permukaan daratan, kerapatan bangunan dan kehijauan dapat diketahui hubungan diantara keempat variabel tersebut yang kemudian dibuat model spasial kualitas udara untuk mengetahui sebaran polutan udara menurut variasi nilai suhu permukaan daratan, kerapatan bangunan dan kehijuan.
Analisis berbasis grid dilakukan untuk mengetahui karakteristik tutupan lahan sehingga jika ditemukan persamaan karakteristik tutupan lahan pada variasi temporal yang berbeda, model spasial tersebut dapat digunakan untuk memprediksi sebaran polutan dimasa yang akan datang.
Hasil penelitian ini yaitu model distribusi spasial konsentrasi SO2, CO dan TSP yang menunjukkan pola yang tersebar hampir di seluruh wilayah Kota Bekasi terutama pada suhu permukaan daratan dan kerapatan bangunan yang relatif tinggi serta kehijauan yang relatif rendah dan karakteristik tutupan lahan yaitu permukiman, industri dan jasa/komersial.

Air pollution is still the biggest problem in the big cities, especially in urban areas such as Bekasi city. Air pollutants are harmful to human health and the environment. The purpose of this research is to create a spatial model that can describe the distribution of pollutants in Bekasi City.
The method is by processing spatial data of Landsat 8 image into land surface temperture, NDBI building density , and NDVI greenness . By doing spatial analysis of correlation test among air pollutants SO2, CO and TSP with land surface temperature, the density of the building and the greenness can be seen the relationship among the four variables which made spatial model of air quality.
Grid based analysis is used to determine the land cover characteristics thus if similarity of land cover characteristics in different temporal variations are found, the spatial model can be used to predict future pollutant distribution.
The result of this research is spatial distribution model of SO2, CO and TSP concentration which shows scattered pattern almost in all area of Bekasi City especially at relatively high of land surface temperature and density of building and relatively low greening and land cover characteristic which is settlement, industry and services commercial.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hadid Sukmana
"

Air lindi TPST Bantargebang akan mempengaruhi kualitas air tanah dengan tingkat pencemaran yang berbeda-beda pada jarak tertentu. Perilaku sanitasi lingkungan hingga perilaku sosial dan perilaku ekonomi warga menjadi faktor yang harus dipertimbangkan untuk meningkatkan kualitas air tanah warga sekitar. Tujuan riset adalah menganalisis kualitas air tanah dan perilaku sanitasi lingkungan serta sosial ekonomi pada permukiman pemulung sekitar TPST Bantargebang Bekasi. Riset menggunakan metode kuantitatif. Metode kuantitatif digunakan untuk melakukan perhitungan analisis kualitas air menggunakan instrumentasi laboratorium dan melakukan analisis deskriptif dari kuisioner maupun data penduduk lainnya. Parameter fisik seperti kekeruhan di titik 2 jarak 300 meter belum memenuhi baku mutu, secara parameter kimia semua memenuhi baku mutu, secara parameter mikrobiologi semua belum memenuhi baku mutu. Tidak terdapat hubungan antara jarak permukiman pemulung ke TPST Bantargebang dengan kualitas air tanah. Penerapan perilaku sanitasi lingkungan pada permukiman pemulung sekitar TPST Bantargebang tergolong tinggi. Perilaku sosial pada permukiman pemulung sekitar TPST Bantargebang masuk kedalam kategori rendah. Perilaku ekonomi pada permukiman pemulung sekitar TPST masuk kedalam kategori sedang. Riset ini dapat berkontribusi untuk memberikan saran dalam tata kelola pelestarian air tanah Di TPST Bantargebang

 


Leachate Bantargebang TPST will affect the quality of groundwater with different levels of pollution at a certain distance. The problem of environmental sanitation to socio-economic is a factor that must improve the water quality of citizens Bantargebang TPST. The aim of the research was to analyze groundwater quality and environmental and socio-economic sanitation behavior in the scavenger settlements around Bantargebang TPST Bekasi. This research uses quantitative methods. Quantitative methods are used to perform water quality analysis calculations using laboratory instrumentation and conduct descriptive analysis of questionnaires and other population data. Physical parameters such as turbidity at point 2, distance of 300 meters does not meet the quality standard, all chemical parameters meet the quality standard, chemical parameters meet the quality standards, in all microbiological parameters have not met the quality standard. There is no correlation between the distance between scavenger settlements to Bantargebang TPST and groundwater quality. The application of environmental sanitation behavior to the scavenger settlements around Bantargebang TPST is high. The social behavior in the settlements of scavengers around Bantargebang TPST falls into the low category. The economic behavior in the scavenger settlements aroundaround TPST falls into the medium category. This research can contribute to providing information on building sanitation and the environment in Bantargebang TPST

 

"
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Kajian Ilmu Lingkungan,
T52310
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wairara, Tricia Lusia Novalia
"Pelayanan air perpipaan di Indonesia yang masih kurang mendorong masyarakat untuk menggunakan sumber air nonperpipaan seperti air tanah dan air isi ulang. Namun berdasarkan beberapa penelitian, air nonperpipaan diketahui memiliki risiko akibat kontaminasi bakteri dan patogen. Studi ini dilakukan sebagai upaya peningkatan kualitas air minum dengan mengetahui persebaran kontaminasi E. coli, faktor yang mempengaruhinya, serta membandingkan risiko kesehatan air minum nonperpipaan di Kota Bekasi dan Metro. Penelitian dilakukan dengan metode Most Probable Number (MPN) untuk mengetahui konsentrasi bakteri dan metode Quantitative Microbial Risk Assessment (QMRA) dengan indikator bakteri E. coli dan patogen indeks Salmonella. Pengujian kualitas air minum menunjukkan bahwa terjadi kontaminasi E. coli sekitar 26,7% dari total 202 sampel di Kota Bekasi dengan rata-rata 18,7 MPN/100 mL. Sedangkan di Kota Metro 30,0% dari 190 sampel terkontaminasi E. coli dengan rata-rata 77,3 MPN/100 mL. Berdasarkan uji korelasi Spearman¸ faktor seperti sumber air, pewadahan, dan pengolahan air tidak menunjukkan adanya korelasi terhadap konsentrasi E. coli, kecuali untuk faktor pewadahan di Kota Metro yang berhubungan signifikan dengan E. coli ≥100 MPN/100 mL. Kemudian hasil penelitian mengenai rasio patogen indeks Salmonella dengan sampel air tanah di kota Bekasi (n=7) diperoleh nilai rasio sebesar 0,03. Hasil perhitungan analisis QMRA dengan simulasi Monte-Carlo di Kota Bekasi menunjukkan bahwa air tanah memiliki nilai median beban penyakit sebesar 0,01 ± 0,03 DALY/orang/tahun dan air isi ulang dengan nilai sebesar 0,003 ± 0,02 DALY/orang/tahun. Sedangkan, untuk Kota Metro diperoleh sebesar 0,04 ± 0,04 DALY/orang/tahun untuk air tanah dan air isi ulang sebesar 0,03 ± 0,04 DALY/orang/tahun. Seluruh nilai yang diperoleh melebihi batas nilai maksimum menurut WHO yaitu sebesar 10-4 DALY/orang/tahun. Oleh karena itu, intervensi yang tepat perlu dilakukan oleh pemerintah untuk mengedukasi masyarakat tentang konsumsi air minum yang aman dan layak

Piped water services in Indonesia are still relatively low. This condition encourages people to use non-piped water sources such as groundwater and refilled water. However, based on several studies, non-piped water is known to have risks due to bacterial and pathogen contamination. This study was conducted as an effort to improve drinking water quality by knowing the distribution of E. coli contamination, the factors that influence it, and comparing the health risks of non-piped drinking water in Bekasi City and Metro. The research was conducted using the Most Probable Number (MPN) method to determine the concentration of bacteria and the Quantitative Microbial Risk Assessment (QMRA) method with E. coli as indicators and Salmonella as reference pathogen. The drinking water quality testing showed that there was around 26.73% E. coli contamination from a total of 202 drinking water samples in Bekasi City with an average of 18.74 MPN/100 mL. Whereas in Metro City 30% of 190 samples were contaminated with E. coli with an average of 77.31 MPN/100 mL. Based on the Spearman correlation test¸ risk factors such as water sources, containers, and water treatment did not show a correlation with E. coli concentrations, except for the container factor in Metro City which is significantly related to E. coli ≥100 MPN/100 mL. Then to find out the reference pathogen ratio, a Salmonella concentration test was carried out for groundwater in the city of Bekasi (n=7) and a ratio value of 0.03 was obtained. The results of QMRA analysis calculations using Monte-Carlo simulations in Bekasi City show that groundwater has a median disease burden value of 0.01 ± 0.03 DALY/person/year and refill water with a value of 0.003 ± 0.02 DALY/person/year year. Whereas for Metro City, the median disease burden of groundwater was 0.04 ± 0.04 DALY/person/year and for refill water it was 0.03 ± 0.04 DALY/person/year. All values ​​obtained exceeded the maximum value limit according to WHO, namely 10-4 DALY/person/year, therefore proper intervention from the government is needed to educate the public about consumption of safe drinking water."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pakpahan, Andreas Victor Baringin
"Pajak air tanah merupakan jenis pajak daerah kabupaten/kota yang dipungut berdasarkan penetapan kepala daerah. Dasar pengenaan pajak air tanah adalah nilai perolehan air tanah, dimana penetapan nilai perolehan air tanah merupakan kewenangan dari pemerintah provinsi. Peraturan mengenai pengelolaan air tanah bersinggungan dengan tata cara pemungutan pajak air tanah. Kebijakan mengenai pajak air tanah melibatkan banyak kepentingan dari berbagai tingkat pemerintahan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi kebijakan pajak air tanah di Kota Bekasi. Peneliti memakai konsep implementasi kebijakan Grindlle untuk melihat keberhasilan suatu kebijakan dari isi kebijakan dan konteks implementasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan post postitivis dan metode pengumpulan data dengan studi literatur dan wawancara mendalam dengan narasumber. Hasil penelitian menunjukan bahwa impelementasi kebijakan pajak air tanah di Kota Bekasi masih lemah dari sisi substansi kebijakan, dimana terdapat tax gap dalam pemungutan pajak air tanah yang disebabkan oleh ketidakpastian hukum dalam tata cara pemungutan pajak air tanah. Kepentingan pemerintah provinsi dalam mengatur nilai perolehan air tanah menimbulkan implikasi disharmonisasi peraturan dalam pemungutan pajak air tanah. Ketentuan mengenai persetujuan penetapan nilai perolehan air tanah dengan persyaratan berlakunya izin pemanfaatan air tanah sebagai dasar penerbitan surat ketetapan pajak air tanah menjadi kelemahan dari official assessment system dalam pemungutan pajak air tanah. Pemerintah provinsi perlu menyerahkan kewenangan penuh pemungutan pajak air tanah kepada pemerintah kota. Pemerintah pusat perlu mengatur harmonisasi peraturan dalam kebijakan pajak air tanah yang melibatkan kepentingan yang bersinggungan sehingga menciptakan kepastian hukum dalam pemungutan pajak air tanah.

A groundwater tax is a local tax that is assessed by the head of the municipality or regency. The basis for the imposition of groundwater tax is groundwater acquisition value, and the authority for determining the groundwater acquisition is from the provincial government. Groundwater tax policy involves many interests at various levels of government. This study aims to analyze the implementation of the groundwater tax policy in Bekasi municipality. The researcher uses implementation policy theory by Grindlle to see how the success of a policy is analyzed by the content of the policy and the context of implementation. This research uses post-positivist approaches and data collection methods through studies of literature and in-depth interviews with the informants. The result of the study shows that the implementation of groundwater tax policy in Bekasi City is still weak in substance. There is uncertainty in tax collection procedures, which causes a tax gap in groundwater tax collection.  Provincial government interests are affected in arranging groundwater acquisition, which raises implications for disharmony in groundwater tax procedures. Provision about the need for an agreement to determine groundwater acquisition with conditional validity permission for groundwater utilization as a base publishing letter decree for groundwater tax collection become weaknesses in the official assessment system for groundwater tax collection. This study recommends that the provincial government give the municipal government the power to fully collect groundwater taxes. It is necessary for the central government to set formulation for the collection of groundwater tax involving two intersecting authorities so that there is certainty in the collection of groundwater tax."
Jakarta: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zhafira Wirananda
"Pembangunan pendidikan di Indonesia dalam mencapai pemerataan dan kesetaraan dalam pelayanannya, pemerintah memberlakukan kebijakan sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru pada tahun 2017 agar meratanya kualitas di setiap sekolah sehingga menghilangkan stigma sekolah favorit. Namun dalam pelaksanaannya, sistem zonasi mempengaruhi input sekolah yaitu siswa menjadi sangat heterogen. Dalam sebuah proses pendidikan, tentunya input yang berubah dapat mempengaruhi pula proses serta output dari pendidikan tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan kualitas pendidikan SMA Negeri di Kota Bekasi berdasarkan proses pendidikan yang berlangsung sebelum dan sesudah berlakunya sistem zonasi yang disampaikan oleh Tokuhama. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah post-positivis, teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam dan studi literatur, serta analisis yang digunakan secara kualitatif. Adapun hasil dari penelitian ini didapatkan bahwa tidak terjadi perubahan kualitas pendidikan di SMAN 1 Bekasi hal tersebut disebabkan karena sekolah tersebut dapat menjaga kualitasnya dengan menyesuaikan kondisi siswa yang beragam. Sementara itu, SMAN 5 Bekasi mengalami penurunan kualitas yang disebabkan karena sekolah tersebut menuntut siswanya untuk mengikuti proses pembelajaran yang berlaku di sekolahnya sehingga mempengaruhi hasil belajarnya. Sedangkan SMAN 15 Bekasi menerima manfaat dari adanya keberagaman input di sekolahnya dengan melakukan upaya standarisasi pelayanan dan perbaikan proses pembelajaran sehingga kualitas pendidikannya meningkat.

Zoning system policy for the New Student Admission in 2017 which aimed for being able to equalize the quality of education in each school and eliminate the stigma of favorite schools, is the background for Indonesia development of education in achieving equity and equality in its services. However, in its implementation, the zoning system influences school inputs which is become very heterogeneous. In an educational process, the changing inputs can also influence the process and output of the education. Therefore, this study aims to describe the quality of the education of Public High Schools in Bekasi based on the educational process that took place before and after the enactment of the zoning system delivered by Tokuhama. The method used in this study is post-positivist, data collection techniques through in-depth interviews and literature studies, and its analysis used qualitatively. The results of this study found that there was the quality of education at SMAN 1 Bekasi has not changed because the school was able to maintain its quality by adjusting the conditions of those various students. Meanwhile, SMAN 5 Bekasi experienced a decline in quality due to the school's demand for students to follow and adjust in the learning process that applies in their school so that it affected the students learning outcomes. Whereas SMAN 15 Bekasi received benefits from the diversity of school inputs by making efforts to standardize services and improve the learning process so that their education quality improved. "
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Yurika
"Diestimasikan bahwa sekitar 42,3% rumah tangga dari banyak negara di Asia dan Afrika menggunakan lebih dari satu sumber air. Jumlah pengguna multiple water source yang membedakan antara sumber air minum dan air domestik berjumlah 42,2%-52,7% di Kota Bekasi dan 29,1%-39,7% di Kota Metro dari jumlah responden per bulan. Hal ini dapat disebabkan oleh persepsi rumah tangga yang tidak baik sehingga memutuskan untuk menggunakan sumber air alternatif untuk air minum. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari persepsi kualitas air minum Kota Metro dan Bekasi dalam pengambilan keputusan penggunaan multiple water source dan mengetahui biaya per tahun yang dibutuhkan untuk keperluan air bersih dengan menggunakan data sekunder dan primer. Perolehan data ini dilakukan dengan survei kuesioner secara berkala selama 12 bulan oleh enumerator dan dibagi menjadi 2 jenis, yaitu monthly survey melalui telepon dan field survey atau melakukan survei secara langsung ke rumah tangga. Terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi sehingga responden memutuskan untuk menggunakan multiple water source, di antaranya adalah persepsi kualitas air minum yang buruk. Oleh karena itu dilakukan uji regresi logistik untuk mengetahui pengaruh persepsi kualitas air minum dalam penggunaan multiple water source. Diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,007 yaitu > 0,05 dan OR sebesar 0,381 yaitu < 1 pada penampilan air yang bermasalah di Kota Bekasi yang menandakan adanya pengaruh signifikan sebanyak 0,381 kali dan penampilan air yang tidak bermasalah sebesar 3,14 kali. Hal ini menandakan bahwa responden yang menggunakan multiple water source cenderung tidak mengalami permasalahan pada persepsi penampilan air.  Kemudian dilakukan juga uji crosstabs atau tabulasi silang 2x2 sebagai pembanding hasil uji regresi logistik. Pengeluaran biaya paling banyak yang diperlukan adalah biaya untuk perbaikan yang mencapai Rp3.980.000 di Kota Bekasi dan Rp5.065.000 di Kota Metro. Pengeluaran yang tinggi digunakan untuk keperluan pembuatan sumur gali atau sumur bor baru di rumah tangga. Air isi ulang dinilai lebih diminati daripada air galon bermerek karena faktor harga yang lebih terjangkau dengan pengeluaran per bulan mencapai Rp468.000 di Kota Bekasi dan Rp593.000 di Kota Metro. Sedangkan untuk air galon bermerek mencapai Rp794.000 di Kota Bekasi dan Rp294.000 di Kota Metro per bulannya. Adapun rekomendasi yang perlu dilakukan adalah pemasangan filter di rumah tangga untuk mengurangi persepsi yang kurang baik terhadap penampilan air. Hal ini dapat didukung oleh pemerintah dengan memberikan anggaran dan melakukan sosialisasi agar rumah tangga dapat dengan mudah memperoleh fasilitas ini. Pelaksanaan inspeksi kualitas air secara berkala ke rumah tangga juga dapat diwujudkan untuk memastikan kualitas air bersih yang baik.

It is estimated that about 42,3% of households from many countries in Asia and Africa use more than one water source. The number of multiple water source users who differentiate between drinking water and domestic water sources is 42,2%-52,7% in Bekasi City and 29,1%-39,7% in Metro City from the number of respondents per month. This can be caused by the perception of households that are not good so they decide to use alternative water sources for drinking water. The purpose of this study was to determine the effect of perceived quality of drinking water in Metro and Bekasi in making decisions on the use of multiple water sources and to determine the annual cost required for clean water by using secondary and primary data. This data was obtained by means of regular questionnaire surveys for 12 months by enumerators and divided into 2 types, namely monthly surveys by telephone and field surveys or conducting surveys directly to households. There were several problems faced so that respondents decided to use multiple water sources, one of which was the perception of poor drinking water quality. Therefore, a logistic regression test was conducted to determine the effect of perceived quality of drinking water in the use of multiple water sources. Obtained a significance value of 0,007, which is > 0,05 and an OR of 0,381, which is < 1 for the appearance of problematic water in Bekasi City which indicates a significant effect of 0,381 times and the appearance of water that is not problematic is 3,14 times. This indicates that respondents who use multiple water sources tend not to experience problems with the perception of water appearance. Then the crosstabs test or 2x2 cross tabulation was also carried out as a comparison of the results of the logistic regression test. The most expensive expenses required were repair costs which reached Rp3.980.000 in Bekasi City and Rp5.065.000 in Metro City. The high expenditure is used for the purpose of making dug wells or new boreholes in the household. Refill water is considered more desirable than branded gallon water because of the more affordable price factor with monthly expenses reaching Rp468.000 in Bekasi City and Rp593.000 in Metro City. Meanwhile, branded gallons of water reach Rp794.000 in Bekasi City and Rp294.000 in Metro City per month. The recommendation that needs to be done is the installation of filters in households to reduce unfavorable perceptions of the appearance of water. This can be supported by the government by providing a budget and conducting socialization so that households can easily obtain this facility. It is also possible to carry out regular water quality inspections to households to ensure good quality of clean water."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>