Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 157565 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Fani Abdillah
"Dewasa ini para pecinta sepatu kets atau ‘sneakerhead’ kian menguat dalam menunjukkan minatnya terhadap sepatu kets. Penelitian terdahulu seputar sneakerhead telah mengeksplorasi budaya, norma, identitas sosial, reproduksi kultural, serta nilai dan makna konsumsi dibalik sepatu kets. Akan tetapi, studi terdahulu belum mengaitkan fenomena Fear of Missing Out (FoMO) pada media sosial dalam mendorong konsumerisme pada sneakerhead. Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi bagaimana FoMO di kalangan sneakerhead pada media sosial Instagram menghasilkan konsumerisme. Hasil penelitian menyatakan bahwa FoMO di kalangan sneakerhead pada media sosial Instagram mendorong sneakerhead untuk mengonsumsi sepatu kets. Media sosial Instagram menguatkan FoMO dengan mempertontonkan citra ‘the Ideal Self’ sehingga tercipta hasrat untuk mengikuti budaya sepatu kets dan mengonsumsi sepatu. Disaat yang sama, FoMO menyebabkan sneakerhead memproduksi dan mendistribusikan konten sehingga memicu pengikutnya untuk mengonsumsi sepatu kets. Temuan juga memperlihatkan bahwa fitur ‘Turn-on notification’ dan algoritma Instagram juga berperan penting dalam memelihara FoMO, serta cerita-cerita dibalik sepatu kets dapat memproduksi hasrat konsumsi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik wawancara mendalam pada informan sneakerhead yang mengikuti akun @urbansneakersociety dan influencer sepatu kets di Instagram, serta tinggal di DKI Jakarta.

Nowadays, the sneaker lover or ‘sneakerhead’ are getting stronger in showing their interest in sneakers. Past research on sneakerheads has explored culture, norms, social identity, cultural reproduction, and the value and meaning of consumption behind sneakers. However, previous studies have not linked the Fear of Missing Out (FoMO) phenomenon on social media in encouraging sneakerhead consumerism. This study aims to explore how FoMO among sneakerheads on Instagram social media generates consumerism. The research findings state that FoMO among sneakerheads on Instagram social media encourages sneakerheads to consume sneakers. Social media Instagram strengthens FoMO by displaying the image of ‘the Ideal Self’ so as to create a desire to follow the sneakers culture and consume sneakers. At the same time, FoMO causes sneakerheads produce and distribute content that triggers their followers to consume sneakers. The findings also show that Instagram’s ‘Turn-on notification’ feature and algorithm also play an important role in maintaining FoMO, and that the stories behind sneakers can produce consumer desire. This study uses a qualitative method with in-depth interviews with sneakerhead who follow the @urbansneakersociety and sneaker influencers account on Instagram, and also live in DKI Jakarta.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yohanes Capistrano Agung Widi Priambodo
"Konsumerisme merupakan suatu fenomena sosial yang tidak henti-hentinya diselidiki. Salah satu filsuf yang memberikan penjelasan mengenai konsumerisme dengan sangat baik adalah Jean Baudrillard. Sayangnya, analisis Baudrillard yang sangat mendalam itu disertai dengan perkembangan teknologi yang begitu cepat. Hidup dan menulis karya yang kritis di akhir masa transisi sama sekali bukan kesalahan Baudrillard, hanya saja itu perlu diperbaharui sehingga lebih sesuai dengan apa yang konsumerisme perlihatkan di masa sekarang. Sikap kritisnya terhadap Karl Marx dan sumbangannya mengenai hubungan manusia dan objek di dalam masyarakat konsumsi akan tetap menjadi pembuka yang tepat untuk masuk dalam diskursus konsumerisme. Tanpa mengabaikan analisis sosial budaya yang Baudrillard berikan, tulisan ini ingin mencoba untuk melihat kembali konsumerisme dengan pendekatan psikologi evolusionis, khususnya yang ditulis oleh Geoffrey Miller. Pendekatan ini merupakan pendekatan alternatif yang membedah kenyataan alamiah manusia sebagai makhluk biologis sekaligus primata sosial yang selalu berkomunikasi dengan sesamanya. Dengan pendekatan seperti ini, diskursus konsumerisme dapat berjalan baik di level biologis maupun budaya. Konsep-konsep seperti status dan tanda yang menjadi pemeran utama dalam masyarakat konsumsi akan dipertanyakan dan diuraikan kembali secara lebih merinci. Analisis yang lebih relevan mengenai konsumerisme ini akan menjelaskan mengapa konsumerisme sangat sulit untuk dibendung.

Consumerism is a social phenomenon that is constantly being investigated. One of the philosophers who provides a very good explanation of consumerism is Jean Baudrillard. Unfortunately, Baudrillard's in-depth analysis is accompanied by rapid technological developments. Living and writing critical works at the end of the transition period is not at all Baudrillard's fault, it is just needs to be updated so that it is more in line with what consumerism is showing today. His critical attitude towards Karl Marx and his contribution to the relationship between people and objects in consumption society will remain an appropriate opening to enter the discourse of consumerism. Without neglecting Baudrillard's socio-cultural analysis, this paper tries to re-look at consumerism with an evolutionist psychology approach, particularly that written by Geoffrey Miller. This approach is an alternative approach that dissects the natural reality of humans as biological beings as well as social primates who always communicate with each other. With this approach, consumerism discourse can run both at the biological and cultural levels. Concepts such as status and sign which are the main actors in the consumption society will be questioned and re-explained in more detail. This more relevant analysis of consumerism will explain why consumerism is so difficult to contain."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Atika Amalia
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang hubungan yang terjalin antara sales assistant,
komoditas, dan customer (konsumen) dengan konsumerisme sebagai isu pokok
penelitian. Konsumerisme dapat dipahami sebagai paham yang menganggap
komoditas mewah sebagai ukuran kebahagiaan dan kesenangan. Penelitian ini
bermaksud menunjukkan bahwa konsumerisme bukan sekedar berbicara
mengenai hubungan antara customer dengan komoditas, namun terdapat peran
dari pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki oleh sales assistant untuk
mengidentifikasi customer. Penelitian ini mengambil lokasi di Mal Pacific Place
yang terletak di kawasan Sudirman, Jakarta. Data-data yang digunakan dalam
skripsi ini diperoleh melalui wawancara, kajian pustaka, dan pengamatan.

ABSTRACT
This thesis discusses about the relationship between sales assistant, commodities,
and customer (consumer) with consumerism as the principal research topic.
Consumerism is an idea that considers luxury commodities as a measure of
happiness and pleasure. This research aims to demonstrate that consumerism is
not only sustained by the relationship between customer and commodities, but
also the important role of sales assistant‟s experiences and knowledge to identify
customer. The research was undertaken at Pacific Place Mall located in Sudirman,
Jakarta. The data used in this thesis were obtained through interviews, literature
review, and observations."
[, ], 2014
S55287
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Zulfikar
"Mengangkat topik kelangkaan di mana realitas dianggap sebagai hal yang langka karena kemajuan teknologi dan kemudahan memperoleh informasi dan kebutuhan konsumsi manusia. Menyebabkan gaya hidup konsumerisme berlebih sehingga menghilangkan esensi dari konsumsi itu sendiri. Tugas akhir ini berusaha menggambarkan ulang realitas konsumerisme yang baru, sehingga menciptakan realita peralihan dari kebiasaan konsumerisme pada umumnya. Cerita arsitektur yang disusun dalam ruang kota mencoba mengusulkan potensi lain dari mekanisme mengonsumsi dengan mengedepankan manusia sebagai pejalan kaki. Sehingga manusia dapat menjelajah bebas dalam ruang gabungan virtual dan realitas fisik.

In the topic of scarcity where reality is considered as rarity because of technological advances and the ease of gaining information and human consumption needs. Causing an excessive consumerism lifestyle thereby eliminating the essence of consumption itself. This final project seeks to redefine the new reality of consumerism, whereas creating an
alternate reality from the habits of consumerism in commonly occur. Architectural stories compiled in urban space try to propose other potential from the mechanism of consumption. Human as the main actor performing as pedestrian, roaming inside the hybridation of virtual and physical reality.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Farhani Ratu Annisa
"Hubungan antara FOMO dan Gejala Depresi berhubungan positif dengan konsumsi TikTok. TikTok adalah salah satu media sosial yang paling banyak digunakan orang saat ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki hubungan antara FOMO, Gejala Depresi, dan konsumsi TikTok. Variabel pertama adalah FOMO yang merupakan emosi yang disertai oleh perasaan tidak menguntungkan seperti rasa takut, kehilangan, kekhawatiran, dan depresi yang disebabkan oleh kekhawatiran ketinggalan informasi penting. Variabel kedua adalah Gejala Depresi di mana seseorang mungkin menunjukkan beberapa gejala atau tanda peringatan jika mereka mengalami jenis depresi tertentu. Survei korelasional digunakan untuk penelitian ini. Peserta penelitian ini berjumlah 381 orang (217 perempuan, 152 laki-laki, 10 non-biner, 2 identifikasi lainnya). Peserta direkrut melalui penyebaran survei online. Hasil utama dari penelitian ini adalah terdapat korelasi positif yang signifikan antara FOMO dan konsumsi TikTok. Hasil juga menemukan hubungan positif yang signifikan antara Gejala Depresi dan konsumsi TikTok. Salah satu implikasi adalah meningkatkan kesadaran mereka dengan memberi tahu orang tentang potensi efek penggunaan media sosial terhadap kesehatan mental mereka.

he relationship between Fear of Missing Out and Depressive Symptoms are positively correlated with TikTok consumption. TikTok is one of the social media that people mostly use these days. The aim of this research is to investigate the relationship between FOMO, Depressive Symptoms, and TikTok consumption. The first variable is FOMO in which is an emotion accompanied by unfavorable sentiments like fear, loss, concern, and depression brought on by the worry of missing important information. Second variable is Depressive Symptoms in which a person may exhibit certain symptoms or warning indications if they are going through a sort of depression. A correlational survey is used for this study. The participants of this study are 381 (217 female, 152 male, 10 non-binary, 2 other-identifying). Participants are recruited via online survey dissemination. The key results of this study is there is a positively significant correlation between FOMO and TikTok consumption. The results also found a positive significant relationship between Depressive Symptoms and TikTok consumption. One of the implications is to raise their awareness through"
Depok: Fakultas Psokilogi Universitas ndonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mufid Fadhilah Anggitasari
"ABSTRAK
Artikel ini membahas Les Petits Enfants du Si cle sebagai sebuah karya sastra yang tidak hanya memiliki fungsi estetik saja, tetapi juga berfungsi sebagai cerminan realitas sosial dan media penyampai kritik. Les Petits Enfants du Si cle karya Christiane Rochefort adalah roman yang diterbitkan pasca Perang Dunia II. Karya ini menceritakan kehidupan Josyane dan keluarganya yang memanfaatkan tunjangan keluarga untuk bertahan hidup di era Les trente glorieuses masa kejayaan Prancis . Fokus tulisan ini adalah memperlihatkan realitas masyarakat konsumeris Prancis pasca Perang Dunia II yang cerminkan pada keluarga Josyane. Metode kualitatif digunakan untuk membahas fokus kajian secara deskriptif dan mendalam. Paham yang menjadi acuan dalam melihat gagasan konsumeris dalam karya ini adalah pemikiran Jean Beaudrillard mengenai masyarakat konsumeris Prancis pasca Perang Dunia II. Pendekatan struktural digunakan untuk melihat kesejajaran antara kedua gagasan konsumeris, yaitu gagasan yang ditunjukkan pada Les Petits Enfants du Si cle dengan gagasan Jean Beaudrillard.

ABSTRACT
This article discusses Les Petits Enfants du Si cle as a literary work that not only has an esthetic function, but is also used as a mirror reflection of social reality and a means to convey criticism. Les Petits Enfants du Si cle by Christiane Rocheforts is a novel published post World War II. It tells of the life of Josyane and her family who use their family rsquo s financial support to survive during Les trente glorieuses the French golden era . The focus of this article is to show the reality of the consumerist French society post World War II which is represented by Josyane rsquo s family. A qualitative method is used to discuss the focus of analysis which is descriptive and in depth. The idea used as a reference in observing the consumerist idea in this novel is the one expressed by Jean Baudrillard regarding the French consumerist society post World War II. A structural approach is used to observe the parallelism between these two consumerist ideas the idea expressed in Les Petits Enfants du Si cle and the idea expressed by Jean Baudrillard."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Fayi Firjatullah Widyadhana
"TikTok telah menjadi salah satu platform media sosial terbesar di dunia yang mengubah cara kita bersosialisasi di internet. Dorongan untuk tetap mendapat informasi tentang apa yang dilakukan orang lain adalah karakteristik yang menentukan dari rasa takut ketinggalan (FOMO), yang didefinisikan sebagai kekhawatiran berulang bahwa orang lain mungkin memiliki pengalaman berharga dimana individu tersebut tidak terlibat di pengalaman tersebut (Przybylski et al., 2013). Sedangkan menurut Dictionary of Psychology yang diterbitkan oleh American Psychological Association (n.d.), materialisme adalah seperangkat keyakinan yang mengutamakan kesuksesan dan kenyamanan finansial. Penelitian ini membahas hubungan antara mengonsumsi TikTok dengan FOMO, dan materialisme. Peserta (n = 381) direkrut melalui diseminasi online. Data dihitung menggunakan Korelasi Pearson untuk menentukan signifikansi korelasi. Berdasarkan analisis, penelitian menemukan bahwa terdapat korelasi positif yang signifikan antara FOMO dan mengonsumsi TikTok dan korelasi positif yang signifikan antara materialisme dan mengonsumsi TikTok. Ini menunjukkan bahwa mengonsumsi TikTok yang tinggi mungkin dapat meningkatkan FOMO seseorang dan membuat individu tersebut lebih materialistis. Oleh karena itu, intervensi yang mungkin diperlukan untuk menangani FOMO dan materialisme sebagai efek negatif dari penggunaan TikTok sangat dibutuhkan.

TikTok has become one of the biggest social media platforms in the world, and it has changed how we socialise on the internet. The urge to stay informed about what others are doing is a defining characteristic of the fear of missing out (FOMO), which is defined as the recurrent worry that others may be having valuable experiences. At the same time, one is absent (Przybylski et al., 2013). According to the Dictionary of Psychology published by the American Psychological Association (n.d.), materialism is a set of beliefs that sets a premium on financial success and comfort. This study discusses the relationship between TikTok consumption FOMO, and materialism. Participants (n = 381) were recruited through online dissemination. The data was calculated using Pearson Correlation to determine the significance of the correlation. Based on the analysis, the study found significant data supporting the hypothesis. It was found that there is a significant positive correlation between FOMO and TikTok consumption and a significant positive correlation between materialism and TikTok consumption. This suggests that higher TikTok consumption may increase people’s FOMO and might become more materialistic. Therefore, possible intervention might be needed to handle FOMO and materialism as adverse effects of TikTok usage."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Khalisha Qatrunnada
"Terdapat fenomena konsumsi kolektivisme yang tidak biasa pada suatu merek produk tertentu yang disebabkan oleh motivasi dan ciri psikologis, seperti FOMO (Fear of Missing Out). Keinginan dan preferensi yang kuat pada suatu merek produk tertentu dapat mempercepat munculnya perilaku pola conformity consumption yang dilakukan oleh masyarakat sebagai bentuk perilaku yang ingin menyesuaikan diri terhadap kelompok arus sehingga membuat orang-orang mengikuti perilakunya dan melakukan hal yang sama. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh FOMO (Fear of Missing Out) terhadap conformity consumption pada culturally associated popular brand (studi pada konsumen McDonald’s BTS Meal Di Jabodetabek). Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif melalui teknik purposive sampling pada 200 responden yang didapatkan melalui penyebaran kuesioner online. Data yang didapatkan diolah menggunakan SPSS dan SmartPLS melalui analisis statistik deskriptif dan SEM. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat beberapa pengaruh yang tidak signifikan, yaitu pengaruh being ignored terhadap increasing concern dan increasing concern terhadap up-surging interest on culturally associated popular product pada konsumen BTS Meal di Jabodetabek.

There is an unusual collectivism consumption phenomenon in a certain product brand caused by motivation and psychological traits, such as FOMO (Fear of Missing Out). A strong desire and preference for a certain product brand can accelerate the emergence of conformity consumption pattern behavior carried out by the community as a form of behavior that wants to adapt to current groups so that people want to follow their behavior and do the same. The purpose of this study is to analyze the effect of FOMO (Fear of Missing Out) on conformity consumption on culturally associated popular brands (study on consumers of McDonald's BTS Meal in Jabodetabek). The study used a quantitative approach through purposive sampling technique on 200 respondents obtained through the distribution of online questionnaires. The data obtained were processed using SPSS and SmartPLS through descriptive statistical analysis and SEM. The results of this study indicate that there are several insignificant effects, namely the effect of being ignored on increasing concerns and increasing concerns on up-surging interest on culturally associated popular products on BTS Meal consumers in Jabodetabek."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Early Melati Daliilah Putri
"Dengan total 1,5 milyar pengguna di tahun 2022, Instagram adalah salah satu media sosial yang paling banyak digunakan. Instagram memfasilitasi penggunanya untuk mengikuti kegiatan orang lain kapan saja dan dimana saja. Adapun, populasi yang paling banyak menggunakan Instagram adalah mahasiswa S1 yang berusia 18-25 tahun. Seiring dengan hal tersebut, muncul Fear of Missing Out (FoMO) yang membuat individu takut tidak mendapatkan pengalaman yang berharga ketimbang orang lain. Sehingga, individu semakin terdorong untuk menggunakan Instagram untuk melihat kegiatan orang lain. Temuan sebelumnya menunjukkan bahwa FoMO berdampak pada tiga aspek psikologis individu yaitu afektif, kognitif, dan perilaku. Salah satu dampak FoMO terhdadap aspek afektif dan kognitif individu adalah kepuasan hidup. Terdapat 373 responden mahasiswa S1 pengguna Instagram yang terlibat dalam penelitian. Adapun, alat ukur yang digunakan adalah FoMOs dari Przybylski et al. (2013) dan SWLS dari Diener (1985). Hasil analisis dengan Spearman Correlation menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara FoMO dan kepuasan hidup pada mahasiswa S1 pengguna Instagram. Untuk penelitian selanjutnya, hendaknya dapat mencoba melihat hubungan antara FoMO dan aspek kehidupan lainnya yang lebih spesifik terhadap mahasiswa, misalnya FoMO dan perilaku penggunaan media sosial yang mendistraksi pembelajaran.

With a total of 1.5 billion users in 2022, Instagram is one of the most used social media. Instagram facilitates users to see other people's activities anytime and anywhere. Meanwhile, the population that uses Instagram the most is undergraduate students aged 18-25 years. Along with this, there is a Fear of Missing Out (FoMO) where individuals are afraid of not getting valuable experience compared to others. Thus, individuals are increasingly encouraged to use Instagram to view other people's activities. Previous findings show that FoMO impacts three individual psychological aspects: affective, cognitive, and behavioral. One of the impacts of FoMO on individuals affective and cognitive aspects is life satisfaction. There were 373 respondents from undergraduate students using Instagram who were involved in the research. The measuring tools used are FoMOs from Przybylski et al. (2013) and SWLS from Diener (1985). The Spearman Correlation analysis shows no significant relationship between FoMO and life satisfaction in undergraduate students who use Instagram. For the upcoming research, researchers should outlook the relationship between FoMO and other aspects of life that are more specific to undergraduate students, such as between FoMO and the problematic usage of social media that distracts learning."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Nur Azizah Fermana Putri
"Perasaan FOMO memiliki unsur-unsur yang dapat memengaruhi keputusan pembelian seseorang. Perasaan FOMO dapat muncul akibat pengaruh orang terdekat, anggota keluarga, atau figur yang dikagumi oleh seseorang. Tulisan ini bertujuan untuk membuktikan bahwa star power yang dimiliki selebriti media sosial Instagram berpengaruh terhadap perasaan FOMO yang dirasakan oleh audiensnya. Penelitian dilakukan melalui metode analisis konten terhadap Instagram brand Street Boba. Analisis konten dilakukan dengan melihat perbandingan jumlah like, jumlah komentar, dan isi komentar pada konten yang menampilkan seorang Instafamous Jovi Adhiguna dan konten yang khusus menampilkan produk Street Boba. Selain itu, analisis juga dibatasi dengan jenis konten (gambar dan gambar yang dapat digeser atau carousell) dalam batas periode unggahan 27 Juni 2020 sampai dengan 27 September 2020. Hasil penelitian menemukan bahwa konten yang memiliki elemen star power terbukti lebih menarik perasaan FOMO pada audiens dibandingkan konten yang hanya menampilkan visualisasi produk.

Fear of missing out (FOMO) has elements that could form attitudes and affect purchase intention. FOMO occurs from the influence of peers, family members, and an admirable figure. This study aims to prove star power that's possessed by a celebrity from social media Instagram has an impact on its audience's FOMO. This research uses content analysis method towards the brand Street Boba's Instagram. Content analysis was done by looking at the comparison of the number of likes, the number of comments, and the discussion in the comment section on content that displays the Instafamous Jovi Adhiguna and content that specifically displays Street Boba products. Furthermore, the analysis was also limited to content types (only image and image carousel) within the upload period from June 27, 2020 to September 27, 2020. The result of this study shows that content that has star power element proved to attract more FOMO in the audience compared to content that only displays product visualizations."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>