Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 134880 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alif Zharfan Athallah Mz
"Umumnya kabel tembaga yang biasa dijumpai pada kehidupan sehari-hari, namun ada jenis kabel yang lain biasa digunakan yaitu berbahan dasar Al 6061. Pada kali ini digunakannya penambahan logam tanah jarang berupa Lanthanum dan Samarium. Kemudian akan dibandingkan keefektifannya menggunakan pengujian LPR, Konduktivitas Listrik, dan SEM berikut EDX. Ditujukan dengan hasil uji yang memiliki sifat korosi yang lebih baik dan konduktivitas yang tinggi Pada penelitian ini menggunakan logam tanah jarang sebagai grain refinement yaitu berupa Lanthanum dan Samarium. Menggunakan sebanyak 5 sampel yaitu, 0.5% La; 0,5% Sm ; 0,25% La + 0,25% Sm, Paduan Al 6061 tanpa tambahan La & Sm tanpa dicor ulang, dan paduan Al 6061 yang dilakukan cor ulang. Didapat hasil dari penelitian kali ini, pada paduan Al-0,5 La paling tinggi konduktivitasnya sebesar 2.084.866,323 S/m dibandingkan dengan paduan lain termasuk pada paduan Al 6061 murni yang tidak ditambahkan logam tanah jarang. Pada laju korosi yang terendah pada paduan Al- 0,5 Sm, dimana diperoleh nilai laju korosinya adalah sebesar 0,0013 mm/tahun dibandingkan dengan paduan lain termasuk pada paduan Al 6061 murni yang tidak ditambahkan logam tanah jarang.

Generally, copper cables are commonly found in everyday life, but there is another type of cable that is commonly used, namely made from Al 6061. At this time, the addition of rare earth metals in the form of Lanthanum and Samarium was used. Then it will be compared its effectiveness using LPR, Electrical Conductivity, and SEM tests following EDX. Aimed at the test results that have better corrosion properties and high concentration In this study using rare earth metals as grain refiners, namely in the form of Lanthanum and Samarium. Using as many as 5 samples, namely 0.5% La; 0.5% Sm ; 0.25% La + 0.25% Sm, Al 6061 alloy without additional La & Sm without being recorched, and Al 6061 alloy re-cast. The results obtained from this research, in Al-0.5 La alloys, the highest conductivity was 2.084.866,323 S/m compared to other alloys including pure Al 6061 alloys which were not added rare earth element. At the lowest corrosion rate in Al-0.5 Sm alloy, where the corrosion rate value is obtained is 0.0013mm/year compared to other alloys including pure Al 6061 alloys which were not added rare earth metals.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dzulfikar Rakhman
"Korosi pada dunia industri dan infrastruktur sangat dihindari. Oleh karena itu diperlukan pencegahan terjadinya korosi atau menghambat laju korosi. Metode yang sering digunakan adalah anoda korban. Pada penelitian ini berfokus pada pengaruh penambahan unsur disporsium (Dy) sebesar 0,1; 0,3; 0,5 wt% terhadap mikrostruktur dan sifat korosi paduan Al-5Zn-0,5Sn sebagai kandidat material anoda korban. Sampel dibuat menggunakan proses pengecoran dengan electric resistant mini furnace, kemudian dilakukan karakterisasi dengan OES, OM, dan SEM EDX. Kemudian dilakukan uji polarisasi dan EIS menggunakan alat CorrTest dengan software CS Studio5, NaCl 3,5% sebagai larutan elektrolitnya dan SCE sebagai reference electrode (RE). Hasilnya menunjukkan semakin halusnya ukuran butir dengan bertambahnya kandungan disporsium (Dy). Kemudian nilai OCP yang dihasilkan berkisar antara -1,1792 V hingga -1,1443 V sehingga tidak memenuhi standar logam tanah jarang sebagai kandidat anoda korban. Di sisi lain, paduan dengan penambahan kandungan disporsium (Dy) menunjukkan laju korosi yang semakin tinggi.

Corrosion in industry and infrastructure is highly avoided. Therefore, it is necessary to prevent corrosion or inhibit the rate of corrosion. The method that is often used is sacrificial anode. This study focuses on the effect of the addition of the element dysprosium (Dy) of 0,1; 0,3; 0,5 wt% on microstructure and corrosion properties of Al-5Zn-0,5Sn alloy as a candidate sacrificial anode material. Samples were made using a casting process with an electric resistant mini furnace, then characterization was carried out with OES, OM, and SEM EDX. Then polarization and EIS tests were carried out using CorrTest with CS Studio5, NaCl 3,5% as electrolyte solution and SCE as reference electrode (RE). The result shows the finer grain size with increasing dysprosium (Dy). Then the results of OCP values ranged from -1,1792 V to -1,1443 V, so they are not in accordance with the standard of rare earth metals as sacrificial anode candidates. On the other hand, alloys with addition of dysprosium (Dy) showed a higher corrosion rate."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
William Riswanto
"Semua material berbahan dasar logam dapat mengalami degradasi material dan degradasi material memiliki banyak jenis, salah satunya korosi yang berbentuk sumuran. Studi pengaruh posisi penempatan coupon test terhadap pembentukkan korosi sumuran pada UNS 30400, UNS 20100, dan AISI 1015 dilakukan dengan menggunakan reaktor mekanik dalam media NaCl 3,5% teraerasi dengan posisi kupon arah jam 12, jam 9 dan jam 6 jika direpresentasikan pada jaringan pipa. Pengaruh laju aliran terhadap pembentukkan korosi sumuran telah banyak diteliti, dimana didapat bahwa korosi sumuran dapat tumbuh pada jenis aliran laminar maupun aliran turbulen. Serta memiliki kecepatan alir kritis untuk pertumbuhan korosi sumuran dengan kecepatan 1,5 m/s. Bentuk-bentuk korosi yang terjadi dianalisa dengan menggunakan mikroskop optik dan menggunakan metode pengurangan berat. Dari karakterisasi ini diperoleh bahwa posisi penempatan kupon dan laju alir mempengaruhi bentuk korosi sumuran yang terjadi, sehingga hasil dapat merepresentasikan bagian dalam pipa yang paling berbahaya jika terjadi korosi sumuran.

Degradation occur in every metal based material, one of the degradation is pitting corrosion. Influence of coupon test position with formation of pitting corrosion at UNS 30400, UNS 20100, and AISI 1015 done by mechanics reactor in aerated 3,5% sodium chloride represented an internal pipeline position with 6 o’clock, 9 o’clock, and 12 o’clock position. There are many researchs about influence of fluid flow to pitting corrosion formation, it shows that pitting corrosion happened in every flow regime either in laminar flow or turbulent and has a critical velocity for stable pit growth is 1,5 m/s. In this research, form of pitting corosion examine by optical microscope and weight loss method. From this characterization informed that position of coupon test and fluid flow influence the pit form, so this result can represent the most severe position for pitting corrosion inside the pipe."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S44262
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suherman
"Boom merupakan komponen utama excavator yang dominan mengalami pembebanan, fungsi boom pada excavator merupakan arm atau tangan yang berfungsi untuk mengangkat atau menekan beban, karena fungsi tersebut sering terjadi kegagalan berupa crack pada boom. Kualitas material yang digunakan merupakan faktor penting dari kegagalan boom. Laju korosi yang disebabkan oleh buruknya kualitas permukaan merupakan faktor yang dapat menurunkan ketangguhan material boom. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisa laju korosi yang disebabkan oleh kualitas permukaan material. Laju korosi dari sampel dengan permukaan yang bagus dan sampel yang memiliki cacat permukaan berupa goresan/scratch dan berlubang/pitted dianalisa dengan metode elektrokimia. Produk korosi yang terdapat pada masing ? masing sampel dianalisa secara kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan XRD, struktur mikro dianalisa dan dibandingkan dengan menggunakan SEM untuk mengkonfirmasi secara visual laju dan produk korosi pada sampel. Uji sifat mekanis sampel dengan kualitas yang baik dibandingkan dengan uji sifat mekanis material yang telah terkorosi, uji kekerasan pada masing ? masing sampel dianalisa dengan menggunakan metode kekerasan Vickers. Hasil penelitian memperlihatkan perbedaan laju korosi pada masing ? masing sampel, terdapat produk korosi pada masing ? masing sampel dengan peresentasi fraksi massa yang berbeda. Tampilan butir pada mikro struktur yang berbeda juga terlihat pada masing ? masing sampel disebabkan oleh adanya produk korosi dan tingkat dominasi dari produk korosi. Dari hasil penelitian juga ditemukan penurunan nilai yield strength dari sampel yang mengalami korosi.

Boom is a major component of the dominant experience of loading excavator, boom on the excavator function is an arm or hand that serves to elevate or depress the load, since these functions often occur in the form of crack failure on the boom. The quality of materials used is an important factor of the failure of the boom. The rate of corrosion caused by poor surface quality is a factor that can lower the boom material toughness. This research was conducted by analyzing the corrosion rate caused by the quality of the material surface. Corrosion rate of the sample with a good surface and samples have surface defects such as scratches / scratch and perforated / pitted analyzed by electrochemical methods. Corrosion products contained on each sample is analyzed qualitatively and quantitatively by using XRD, microstructure was analyzed and compared using SEM to visually confirm the rate and corrosion products on the sample. Test mechanical properties of samples with good quality compared to test the mechanical properties of the material that has been corroded, hardness test on each sample was analyzed by using the method of Vickers hardness. The results showed differences in the rate of corrosion on each - each sample, there is a corrosion product on each presented a sample with different mass fractions. Display items on different micro-structures are also visible on each sample is caused by the presence of corrosion products and the degree of dominance of the corrosion products. From the results of the study also found a decrease in the value of the yield strength of the samples were subject to corrosion."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T44315
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Risanti Adiningsih
"Tantangan dalam pengembangan implant permanen tulang dan gigi berbasis titanium (Ti) adalah meminimalisir unsur paduan yang bersifat toxic. Paduan yang saat ini paling banyak digunakan secara klinis adalah Ti-6Al-4V. Unsur Al and V bersifat toxic dan berpotensi menimbulkan reaksi alergi. Untuk mengatasi masalah tersebut, dikembangkan paduan metastabil β-Ti yang memiliki sifat non-alergi, modulus elastisitas rendah, dan ketahanan korosi yang baik. Dalam penelitian ini, paduan metastabil TiNbSn difabrikasi dengan metode arc melting dengan variasi konsentrasi Sn 2, 5 dan 8 wt%. Remelting dilakukan sebanyak 5x untuk mendistribusikan unsur dalam paduan secara merata. Selanjutnya paduan diberi perlakuan solution treatment pada suhu 1000°C selama 6 jam. Pengaruh konsentrasi Sn terhadap mikrostruktur, sifat mekanik, dan sifat korosi diteliti masing-masing menggunakan mikroskop elektron, uji hardness dan modulus, dan uji elektrokimia. Analisis XRD menunjukkan bahwa paduan TiNb memiliki dua fasa yaitu β dan α. Fasa α berkurang dengan penambahan konsentrasi Sn dalam paduan. Selain itu, ukuran butir logam paduan TiNb dengan rata-rata 256 µm membesar seiring dengan kenaikan konsentrasi Sn dalam paduan menjadi 446, 379, dan 384 µm. Berkurangnya fasa α dan perbesaran ukuran butir menyebabkan turunnya nilai kekerasan dan modulus elastisitas paduan. Paduan TiNb memiliki kekerasan 292,6 HV yang kemudian turun menjadi 254,8; 267,0; 266,6 HV dengan penambahan Sn masing-masing 2, 5 dan 8 wt%. Nilai modulus elastisitasn TiNb sebesar 121.4 GPa turun drastic menjadi 95.4; 108.2; dan 103.8 GPa pada paduan yang mengandung Sn 2, 5, dan 8 wt%. Uji potensial korosi bebas, open circuit potential (OCP), menunjukkan penurunan nilai OCP dengan bertambahnya konsentrasi Sn dalam paduan. Uji polarisasi potensiodinamik menunjukkan penurunan drastis nilai potensial korosi TiNb dari -0,28 VAg/AgCl menjadi -0,52 dan -0,44 VAg/AgCl dengan penambahan 2 dan 8 wt% Sn dalam paduan. Namun, penambahan 5 wt% Sn relatif tidak merubah nilai potensial korosi paduan TiNb. Hal yang sama diperoleh pada uji electrochemical impedance spectroscopy (EIS) yang menunjukkan nilai kurva impedansi yang sama antara TiNb dan TiNb-5Sn dibandingkan dengan TiNb-2Sn dan TiNb-8Sn yang menunjukkan penurunan impendansi secara signifikan.

The challenge in developing titanium-based (Ti) permanent bone and tooth implants is to minimize toxic elements of the alloy. The alloy that is currently most widely used clinically is Ti-6Al-4V. Al and V elements are toxic and have the potential to cause allergic reactions. To overcome this problem, metastable β-Ti alloys were developed which have non-allergic properties, low elastic modulus, and good corrosion resistance. In this study, TiNbSn metastable alloys were fabricated using the arc melting method with variations in Sn 2, 5 and 8 wt% concentrations. Remelting is done as much as 5 times to distribute the elements in the alloy evenly. Furthermore, the alloy was solution treated at a temperature of 1000 ° C for 6 hours. The effect of Sn concentrations on microstructure, mechanical properties, and corrosion properties were studied using electron microscopy, hardness and modulus tests, and electrochemical tests respectively. XRD analysis shows that TiNb alloys have two phases namely Î and α. The α phase decreases with the addition of the Sn concentration in the alloy. In addition, the grain size of TiNb alloy metal with an average of 256 µm enlarged along with the increase in Sn in alloy concentration to 446, 379, and 384 µm. Reduced α phase and enlargement of grain size caused a decrease in hardness value and elastic modulus of alloy. TiNb alloy has a hardness of 292.6 HV which then drops to 254.8; 267.0; 266.6 HV with the addition of Sn each of 2, 5 and 8 wt%. The elastic modulus of TiNb was 121.4 GPa which dropped dramatically to 95.4; 108.2; and 103.8 GPa on alloys containing Sn 2, 5 and 8 wt%. Free corrosion potential test, open circuit potential (OCP), shows a decrease in OCP value with increasing concentration of Sn in alloy. Potentiodynamic polarization test showed a drastic decrease in the value of TiNb corrosion potential from -0.28 VAg / AgCl to -0.52 and -0.44 VAg / AgCl with the addition of 2 and 8 wt% Sn in the alloy. However, the addition of 5 wt% Sn relative did not change the value of the TiNb alloy corrosion potential. The same was obtained from the electrochemical impedance spectroscopy (EIS) test which showed the same impedance curve value between TiNb and TiNb-5Sn compared to TiNb-2Sn and TiNb-8Sn which showed a significant decrease in impedance. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Refai Muslih
"Studi tentang laju korosi pada baja tahan karat SUS304 dalam lingkungan air laut buatan yang dipengaruhi oleh tegangan sisa yang diukur menggunakan difraksi sinar-X metode cos- α. Korosi dalam banyak hal tidak dikehendaki. Kualitas dan penampilan benda akan berubah menurun karenanya. Salah satu pemicu korosi adalah tegangan sisa yang ada di permukaan bahan. Penelitian ini menampilkan hubungan antara tegangan sisa permukaan dengan laju korosinya. Pada penelitian ini digunakan baja tahan karat SUS 304 sebagai sampel dan air laut buatan yaitu larutan NaCl 3,5% sebagai elektrolitnya. Komposisi unsur dan fasa dari sampel didapat dengan uji Energy Dispersive Spectroscopy (EDS) dan X-ray Diffraction (XRD). Topografi permukaan sampel diamati dengan mikroskop optik dan Atomic Force Microscope (AFM). Pengukuran tegangan sisa dilakukan pada setiap proses yang dilalui oleh sampel. Sampel uji tarik sebanyak 9 buah dipersiapkan dari pelat setebal 6 mm yang dipotong dengan wirecut. Perlakuan panas untuk menghilangkan tegangan sisa diberikan kepada sampel dengan suhu 600 ℃ selama 1 jam dan didinginkan secara alami. Permukaan sampel dihaluskan dengan amplas sampai grit 2000. Sampel-sampel dikelompokkan menjadi 3 group dan kemudian dilakukan penarikan dengan regangan (strain, ε) sebesar 1%, 2% dan 3% secara berurutan. Tegangan sisa rata-rata pada sampel setelah perlakuan panas adalah -47 MPa. Tegangan total pada sampel yang telah dideformasi 1, 2 dan 3% berturut turut adalah 295, 315 dan 328 MPa. Perendaman sampel di dalam air laut buatan selama 48 jam tidak banyak mengubah karakter permukaanya. Hal ini diperoleh dari data EIS dimana tidak dijumpai adanya semicircle yang utuh dari seluruh sampel yang digunakan. Sirkuit ekivalen yang terdeteksi adalah hambatan elektrolit (R1), constant phase element (CPE) double layer (CPE1) dan lapisan pasif permukaan sampel (CPE2) beserta dengan hambatannya berturut-turut R2 dan R3. Pengukuran potensiodinamik menunjukkan penurunan potensial korosi dari -151 mV menjadi -290mV untuk sampel tanpa deformasi dan terdeformasi 3% secara berurutan. Arus korosi meningkat seiring dengan peningkatan derajat deformasi. Dari data-data hasil eksperimen telah didapat hubungan yang jelas antara laju korosi dengan tegangan sisa permukaan yang diukur dengan metode cos-⍺.

Study of the corrosion rate of SUS304 stainless steel in an artificial seawater environment affected by residual stresses measured using X-ray diffraction cos-α method. Corrosion is in most cases undesirable. The quality and appearance of objects will change and decrease because of it. One of the triggers of corrosion is the residual stress on the surface of the material. This research shows the relationship between surface residual stress and corrosion rate. In this study, stainless steel SUS 304 was used as the test object and artificial seawater as electrolyte, namely 3.5% NaCl solution. The elemental composition and phase of the sample were obtained from Energy Dispersive Spectroscopy (EDS) and X-ray Diffraction (XRD) tests. The surface topography of the sample was observed with an optical microscope and Atomic Force Microscope (AFM). Residual stress measurements are carried out at each process that the sample goes through. Nine pieces of tensile test samples were prepared from a 6 mm thick plate which was cut with a wirecut. Heat treatment to remove residual stress was given to the samples at 600 ℃ for 1 hour and naturally cooled. The surface of the sample was ground with sandpaper to 2000 grit. The samples were grouped into 3 groups and then drawn with strains of 1%, 2% and 3% respectively. The average residual stress in the sample after heat treatment is -47 MPa. The total stress in the 1, 2 and 3% deformed samples were 295, 315 and 328 MPa, respectively. The immersion of the sample in artificial seawater for 48 hours did not change the surface character much. It was obtained from the EIS data where there was no intact semicircle of all the samples used. The equivalent circuits detected were the electrolytic resistance (R1), constant phase element (CPE) double layer (CPE1) and the sample surface passive layer (CPE2) along with their respective resistances R2 and R3. Potentiodynamic measurements showed a decrease in corrosion potential from -151 mV to - 290mV for 3% deformed and undeformed samples, respectively. The corrosion current increases as the degree of deformation increases. From the experimental data, a clear relationship has been obtained between the corrosion rate and the surface residual stress as measured by the cos-⍺ method."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhli
"Korosi merupakan kegagalan yang sering terjadi pada industri minyak dan gas bumi Menghambat terjadinya korosi dengan mengisolir logam dari lingkungan terkorosi pada industri minyak dan gas bumi merupakan salah satu cara efektif untuk menghindari terjadi kegagalan korosi. Penggunaan inhibitor alami menjadi pihan utama belakang ini karena aman murah dan yang terpenting bahan tersebut biodegradable dan tidak berbahaya bagi lingkungan. Penelitian ini dilakukan untuk melihat efek dari penambahan teh rosella merah terhadap inhibitor ubi ungu yang memang dapat digunakan menjadi inhibitor pada baja API 5L pada lingkungan NaCl 3 5.
Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan metode kehilangan berat dan polarisasi untuk melihat laju korosi yang terjadi pada logam lalu dilengkapi dengan data tambahan yaitu pengujian Electrochemical Impedance Spectroscopy untuk melihat tahan permukaan yang berbubah pada penelitian tersebut.
Pengujian Fourier Transform Infra Red juga dilakukan untuk melihat kandungan yang menginhibisi dari ubi ungu ataupun campuran ubi ungu dan teh rosella merah Pemilihan teh rosella merah dan ubi ungu berdasarkan kandungan antocyanin dan asam askorbat yang dimiliki kedua bahan tersebut Kandungan tersebut bersifat anti oksidan yang berarti dapat menghambat terjadi proses oksidasi yang berarti juga dapat mencegah korosi. Kandungan anti oksidan tersebut bekerja dengan cara adsoprsi pada permukaan logam membentuk lapisan tipis untuk mencegah kontak antara permukaan logam dengan lingkungan korosif. Salah satu faktor pembentukan lapisan tipis pada permukaan adalah konsentrasi kandungan tersebut sehingga pengaruh konsentrasi dijadikan acuan pada penelitian ini. Penelitian ini akan dibandingkan dengan inhibitor ubi ungu yang hanya dicampur dengan kandungan asam askorbat saja.

Corrosion is major cause failure in oil ad gas industry Isolate the metal from corrosion of materials is the most effective way to prevent corrosion for this industry. Nowadays the use of green corrosion inhibitor become a new alternative to achieve that goal it happen because the green inhibitor is safe cheap biodegradable and especially environmental friendly.
This study was conducted to study the effect of addition rosella red tea in purple sweet potato inhibitor which is can be use as inhibitor at API 5L in NaCl 3 5 solution. This study use weight loss and polarization method to see that effect and Electrochemical Impedance Spectroscopy test to prove alteration surface resistance when we add the inhibitor.
Fourier Transform Infra Red test also perform in this study to see which one the chemical substance in purple sweet potato and mixture rosella red tea and purple sweet potato can inhibit corrosion. Purple sweet potato and rosella red tea are selected as corrosion inhibitor in this study because they contain antocyanin and ascorbid acid. They are antioxidant compound which is can inhibit oxidation process it means they can prevent corrosion process. That substance inhibit metal by forming layer and isolate metal surface On the important factor to forming thin layer is concentration of the substance so the concentration substance become variable in this study. In the end this study will compared with the addition ascorbid acid in purple sweet potato
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S53371
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Sutan LMH
"Electrically plating or electroplating is one method used to beautify looks fine and also to improve the mechanical properties of the metal.
The teksperiment is performed by preparing specimens have been measured with different variations in time for electroplating with a current of 10 amperes at 12 Volts. The results show that the corrosion test specimen electroplating results with the arrest ofO 1889847379 mpy 40 minutes, 30 minutes ofO. 1771731918mpy, 20 minutes by 0.1417385534 mpy, and without coating 0.93298832 mpy. Judging from the results on each specimen corrossion the safest coating coalings with detention is 20 minutes and is the fastest corroded specimens without coating. Hardware test results from each specimen tested showed rising violence in the area coated by electroplating. The test results showed a thick layer on the detention of 40 minutes is the result of sed,memory layers thicker than the initial 30 minutes and 20 minutes."
Universitas HKBP Nonmensen, 2016
050 VISI 24:3 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Rustandi
"Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengkaji besaran laju korosi baja karbon yang digunakan sebagai pipa penyalur bagian hulu mapun hilir pada produksi gas alam yang mengandung CO2. Beberapa parameter yang mewakili kondisi aktual di dalam praktek seperti tekanan parsial CO2 beserta komposisi larutan, khususnya kadar NaCl ditunjukkan pengaruhnya. Pengujian dilakukan dengan metoda polarisasi dan simulasi dengan menggunakan perangkat lunak PREDICTTM. Hasil penelitian menggambarkan laju korosi baja karbon yang biasa digunakan sebagai pipa penyalur gas alam yaitu jenis API 5L X-52 sebagai pengaruh dari gas CO2 yang terlarut. Berdasarkan hasil pengujian, diperoleh besaran laju korosi baja di dalam lingkungan yang mengandung CO2 tersebut berkisar antara 15-28 mils per tahun (mpy). Laju korosi baja yang diperoleh ini merupakan nilai yang relatif tinggi sehingga dapat menimbulkan kerusakan yang signifikan terhadap pipa penyalur gas pada bagian hulu maupun hilir. Hasil penelitian merupakan langkah awal terhadap upaya pencegahan terjadinya kebocoran pada pipa penyalur akibat korosi oleh gas CO2 agar umur pakai yang telah dirancang dapat dicapai.

The purpose of this research is to investigate the corrosion rate of carbon steel as flowline and pipeline in natural gas production with CO2 content. The influence of variety of conditions that represent the actual conditions in practice such as CO2 partial pressure and solution composition, particularly NaCl percentage were performed. Research conducted by polarization test and simulation methods using PREDICT TMsoftware. The result of this research is used to illustrate the level of corrosion rate of typical carbon steel i.e. API 5L X-52 occurred in natural gas pipelines due to the effect of dissolved CO2 . From the experiments obtained that corrosion rate of steel in environments containing CO2 ranged between 15-28 mpy. This high corrosion rate observed could severely damage natural gas transmission flowline and pipeline. The result of this research is the first step, as an input for prevention efforts, to prevent leakage of flowline and pipeline due to corrosion of CO2 which appropriate with the lifetime that has been designed."
Depok: Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rozi Aryadi
"ABSTRAK
Kebutuhan akan sarana dan prasarana untuk memenuhi kebutuhan hidup yang memudahkan manusia untuk beraktivitas seperti jembatan, pelabuhan, rumah, jalan dan bangunan lainnya semakin diperlukan. Keseluruhan bangunan tersebut menggunakan konstruksi beton bertulang, yang kekuatannya ditentukan tidak hanya oleh mutu beton itu sendiri, tetapi juga dipengaruhi oleh kondisi fisik di sekitar bangunan tersebut. Pencemaran air, tanah dan udara di daerah Jakarta sudah semakin buruk, terutama pencemaran air laut akibat produksi limbah yang semakin meningkat. Kondisi tersebut akan mempengaruhi kekuatan struktur dan umur bangunan. Unsur kimia pada air laut yang tercemar tersebut secara teoritis mendukung terjadinya korosi pada tulangan beton bertulang.
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan teori bahwa kemungkinan terjadinya korosi dipengaruhi oleh mutu beton; kecepatan korosi dipengaruhi oleh pencemaran air laut yang semakin tinggi di sekitar tulangan beton bertulang; dan semakin rendah mutu _tulangan beton, semakin cepat terjadinya korosi.
Pembuktian hipotesa yang ada tersebut akan dibuktikan dengan menggunakan metode immersi dan metode polarisasi, yang sesuai dengan standar ASTM. Hasil yang diperoleh dengan penggunaan metode immersi menunjukkan bahwa laju korosi pada tulangan besi ST 41 yang dicelupkan selama 34 hari pada air bersih sebesar 7,62 mpy lebih cepat daripada tulangan besi ST 41 yang dicelupkan pada air laut dengan nilai 5,45 mpy. Sedangkan melalui penggunaan metode immersi menunjukkan bahwa laju korosi pada tulangan besi ST 60 yang dicelupkan selama 60 hari pada air bersih sebesar 5,15 mpy lebih cepat daripada tulangan besi ST 60 yang dicelupkan pada air laut dengan nilai 3,09 mpy. Sedangkan hasil yang ditunjukkan pada pengujian dengan menggunakan metode polarisasi yang dicelupkan pada air bersih, yaitu laju korosi pada tulangan besi ST 41 sebesar 2,039 lebih cepat dibandingkan dengan tulangan besi ST 60 yaitu 1,229 mpy. Dan hasil yang ditunjukkan pada pengujian dengan menggunakan metode polarisasi yang dicelupkan pada air laut, yaitu laju korosi pada tulangan besi ST 41 sebesar 7,482367 lebih cepat dibandingkan dengan tulangan besi ST 60 yaitu 3,876433 mpy.

"
2001
S34800
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>