Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 64622 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anastasia Nadine Kuswardono
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana ayah direpresentasikan dalam film animasi Jepang Mirai (2018) dan makna yang hendak disampaikan melalui representasi tersebut. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori representasi oleh Stuart Hall (1997) sebagai teori dasar. Metode penelitian yang digunakan dalam film ini adalah metode analisis film oleh Petrie dan Boggs (2012) yang menganalisis suatu tokoh melalui teknik karakterisasi. Adapun karakterisasi yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi: karakterisasi penampilan tokoh, karakterisasi penamaan tokoh, karakterisasi tindakan tokoh, karakterisasi dialog dan karakterisasi hubungan antar tokoh. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, peneliti menemukan bahwa tokoh ayah dalam film ini digambarkan sebagai sosok ayah rumah tangga yang penyayang dan dapat diandalkan. Film ini juga merepresentasikan fenomena ayah rumah tangga dalam masyarakat Jepang yang dapat dilihat sebagai bentuk perubahan peran gender dalam keluarga Jepang.

This study aims to see how fathers are represented in the Japanese animation film Mirai (2018) and the meaning to be conveyed through the representation. The theory used in this research is the representation theory by Stuart Hall (1997) as the basic theory. The research method used in this film is the film analysis by Petrie and Boggs (2012) which analyzes a character through characterization techniques. The characterizations carried out in this study include: characterization of character appearances, characterization of character names, characterization of character actions, characterization of dialogue and characterization of relationships with other characters. Based on the analysis that has been done, the researcher found that the father character in this film is described as a loving and reliable househusband. This film also represents the phenomenon of househusband in Japanese society which can be seen as a form of changing gender roles in Japanese families."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hosada, Mamoru
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2022
823 HOS m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Wulan Ayu Darmayanti
"Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pembuat film mengemas sebuah pesan dalam merepresentasikan sebuah realitas yang ada pada kehidupan masyarakat, khususnya pada film animasi anak berjudul Frozen dalam merepresentasikan konsep cinta. Penulis menggunakan konsep representasi pada film dan enam tipe cinta menurut Lee. Selain itu, penulis menggunakan analisis naratif dengan menjelaskan struktur tiga babak dalam film Frozen. Hal tersebut bertujuan untuk memudahkan penulis dalam menggambarkan bagaimana representasi konsep cinta dalam film tersebut.
Terdapat dua penelitian yang mendasari penulisan ini. Pertama, penelitian berjudul Representasi Stereotipe Perempuan dalam Film Brave ditulis oleh Fanny Puspitasari, Universitas Kristen Petra, Surabaya dan yang kedua berjudul Disney?s Influence on Famales Perception of Gender and Love yang ditulis oleh Theresa Tonn, pada tahun 2008, Universitas Wisconsin Stout, Amerika. Penulis mengganti konsep Vladmirr Propp dalam penelitian sebelumnya dengan struktur tiga babak. Tulisan ini menunjukan terdapat lima dari enam tipe cinta menurut Lee yang digambarkan oleh masing-masing karakter yang ada pada film Frozen, yaitu Eros, Ludus, Agape, Mania, dan Storge.

This paper aims to examine how film creators potray the representation of realities within people?s life, especially through the children animation, Frozen, in representing the concept of love. The author uses concept of representation in movies and six types of love according to Lee. Additionally, the author uses narrative analysis to explain the three acts structure in the movie Frozen. This method will facilitate the author in illustrating how the concept of love is potrayed in the movie.
There are two researches used as the basis of this paper. First, a research titled Representasi Stereotipe Perempuan dalam Film Brave written by Fanny Puspitasari Go, Universitas Kristen Petra, Surabaya. The second one, titled Disney?s Influence on Famales Perception of Gender and Love written by Theresa Tonn, in 2008, University of Wisconsin Stout, United States. The author substituted Vladmirr Propp?s concept used on the previous paper with the concept of three acts structure. This paper suggest that there are five out of six types of love according to Lee, depicted through different characters in Frozen, Eros, Agape, Mania, and Storge.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Karima Rakhma Putri
"Skripsi ini secara khusus membahas dan menganalisis tanda-tanda akan Jepang dalam film animasi era Perang Dunia II yang berjudul The Ducktator 1942 dan Tokio Jokio 1943 yang diproduksi oleh Looney Tunes. Tanda yang dianalisis dibagi menjadi tanda verbal dan tanda visual. Kerangka teori yang digunakan adalah teori semiotik Peirce dengan proses semiosisnya.
Analisis juga tidak terbatas dengan mengetahui makna dari tiap tanda yang muncul saja, tetapi juga mengaitkannya dengan konteks historis, sosial, dan budaya yang menyebabkan tanda tersebut muncul, yaitu Perang Dunia II, yang di dalamnya termasuk perang ras dan perang propaganda.
Hasil analisis keseluruhan dari tanda Jepang dalam kedua data film adalah meskipun berdasarkan pada latar belakang yang riil, karena konteks besar dibuatnya kedua data film adalah Perang Dunia II yang sedang berkecamuk, tanda Jepang yang muncul merupakan pesan propaganda Amerika Serikat mengenai gambaran Jepang, membentuk persepsi akan Jepang, dan mendorong untuk membenci Jepang kepada masyarakatnya pada saat itu.

This thesis is focusing to discuss and analyze the signs of Japan in the US World War II animation movies, The Ducktator 1942 and Tokio Jokio 1943 by Looney Tunes. The signs of Japan are divided into two categories there are verbal signs and visual signs. The frame of theories in this thesis is Peircean Semiotics with its semiosis process.
The analysis process in this thesis is not limited by only knowing the meaning of each signs, furthermore connect it within the historical, social, and cultural context of which those sign are arose. These contexts are the World War II with its race war and propaganda war included in it.
The whole result of the analysis process in the data movies is all the signs of Japan in the movies contains propaganda messages which gave the image of Japan, created perception of Japan, and encourage the US people at that time to hate Japan as the enemy, regardless all the real backgrounds because the war is the main event at that time.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S67505
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhian Kurniawati
"Penelitian ini merupakan penelitian mengenai gaya komunikasi antarbudaya. Budaya-budaya yang melatarbelakangi komunikasi dalam penelitian ini adalah budaya Jawa, budaya Betawi, dan budaya Tionghoa. Komunikasi yang diteliti merupakan komunikasi yang terjadi dalam film animasi Adit dan Sopo Jarwo. Film animasi tersebut tayang setiap hari di MNC TV pada pukul 13:00 WIB dan 17:30 WIB. Selain dapat disaksikan di televisi, film animasi tersebut juga dapat diakses melalui saluran Youtube. Komunikasi antarbudaya dalam film itu dianalisis menggunakan teori intercultural style choice dari Gudykunst dan Stella Ting-Toomey 1986. Teori tersebut mengelompokkan gaya komunikasi ke dalam empat jenis, yaitu: direct dan indirect; elaborate, exacting, dan succinct; personal dan contextual; serta instrumental dan affective.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat gaya komunikasi apa yang digunakan oleh orang-orang ketika mereka melakukan komunikasi dengan orang lain yang berlatar belakang budaya berbeda. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik simak dan catat.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tokoh yang berlatar belakang budaya Jawa banyak menggunakan gaya komunikasi indirect dalam tuturannya. Hal ini mereka lakukan karena sebagai penganut budaya Jawa, mereka menganggap tuturan yang disampaikan secara direct itu tidak menampakkan kesopanan. Tokoh dengan latar budaya Tionghoa dan Betawi lebih banyak menggunakan gaya komunikasi direct dalam tuturannya walaupun mitra bicara mereka yang berlatar budaya Jawa menyampaikan sesuatu dengan gaya indirect. Hal tersebut mereka lakukan karena budaya Tionghoa dan Betawi sama-sama menganut prinsip keterbukaan. Khusus budaya Tionghoa, prinsip keterbukaan itu agak sulit dijalankan jika hal yang ingin disampaikan adalah kabar yang kurang menyenangkan bagi penerimanya.
Gaya komunikasi elaborate dan succinct tidak banyak digunakan dibandingkan dengan gaya komunikasi exacting dalam film ini karena seluruh budaya Jawa, Betawi, dan Tionghoa cenderung mengatakan sesuatu dengan apa adanya exacting. Gaya komunikasi personal digunakan oleh tokoh Tionghoa untuk menunjukkan kekuasaannya. Hal itu dilakukan demi menyelamatkan bisnis dari gangguan pegawai yang tidak disiplin. Tokoh berlatar belakang budaya Jawa paling banyak menggunakan gaya komunikasi instrumental, sedangkan tokoh berlatar belakang budaya Betawi dan Tionghoa paling banyak menggunakan gaya komunikasi affective.

This research is a research on intercultural communication style. Cultures background of communication in this research are Javanese, Betawi, and Chinese. Communication under study is a communication that occurs in animated films Adit and Sopo Jarwo. The animated film is aired every day on MNC TV at 13 00 pm and 17 30 pm. In addition to being watched on television, the animated film can also be accessed via the Youtube channel. The intercultural communication in the film was analyzed using intercultural style choice theory from Gudykunst and Stella Ting Toomey 1986. The theory groups communication styles into four types, namely direct and indirect elaborate, exacting, and succinct personal and contextual as well as instrumental and affective.
This study aims to see what communication styles people use when they communicate with others of different cultural backgrounds. The data collection is done by using technique and note.
The results of this study indicate that the character of a cultural background Java using a lot of indirect communication style in his speech. This they do because as followers of Javanese culture, they consider the speech delivered in direct it does not show decency. People with cultural backgrounds Tionghoa and Betawi more use of direct communication style in the speech even though their speakers who are based on Javanese culture convey something with indirect style. This they do because Chinese culture and Betawi both adheres to the principle of openness. Especially Chinese culture, the principle of openness is a bit difficult to run if the thing to say is the news that is less fun for the recipient. The elaborate and succinct communication styles are not widely used compared to the exacting communication styles in this film because all of the Javanese, Betawi, and Chinese cultures tend to say things by themselves exacting.
The style of personal communication is used by Chinese figures to show their power. It was done to save the business from undisciplined employee interference. People of Javanese cultural background use the most instrumental style of communication, while the cultural background of Betawi and Tionghoa most used the style of affective communication."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
T49571
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angeline Christiani C.
"Tulisan ini mengkaji tentang bagaimana karakter Doraemon yang terus berkembang dan dapat diterima tidak hanya oleh masyarakat Jepang, tetapi masyarakat dunia pun mengenal dan menyukai Doaremon. Seiring dengan perkembangan Doraemon yang terus mendunia, karakter ini pun menjadi budaya populer yang merupakan soft power Jepang untuk membawa pengaruhnya kepada dunia. Ide dan gagasan yang terkandung di dalam karakter Doraemon inilah yang membuatnya begitu disukai oleh banyak orang. Dengan adanya karakter Doraemon, Jepang memperkenalkan budaya, bahasa serta adat istiadatnya kepada dunia, dan dunia pun mulai mengenal dan tertarik dengan Jepang.

This paper making of how the character Doraemon growing and accepted by the global Community. Doraemon keep growing and became into popular culture that is Japan’s soft power, and now Japan use soft power for influencing the world. The concept and idea in the story that made doraemon favored by many people. Pass through Doraemon Japan Introduce their culture, language and custom to the world’s, and world’s become know and interest with Japan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Cherli Septiani
"Kontestasi anime Jepang dan animasi Cina (donghua) merupakan fenomena yang menarik. Belakangan ini, film animasi yang beredar bukan hanya didominasi oleh anime Jepang namun juga film animasi Cina atau yang dikenal dengan sebutan donghua. Peminat anime Jepang mulai melirik donghua Cina. Bagaimana kontestasi konkrit di antara keduanya menjadi fokus permasalahan penelitian ini. Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan kontestasi anime Jepang dan donghua Cina. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah kontestasi budaya yang dikemukakan oleh Marc Howard Ross (2009) dan soft power dari Joseph Nye (2004). Eksplanasi atas kontestasi anime Jepang dan donghua Cina terbagi atas kontestasi unsur intrinsik dan kontestasi unsur ekstrinsik. Kontestasi unsur intrinsik berkenaan dengan (i) isi cerita, (ii) sinematografi, dan (iii) karakter animasi. Sementara itu, kontestasi unsur ekstrinsik, terbagi atas (i) kontestasi popularitas anime Jepang dan donghua Cina di kalangan komunitasnya, dan (ii) kontestasi popularitas anime-donghua di kalangan reviewer anime. Berdasarkan hasil yang diperoleh, anime Jepang masih dapat berkontestasi dalam unsur intrinsik dan ekstrinsik. Namun, permasalahan internal seperti pekerjaan animator yang bekerja melampaui batas dengan pendapatan yang rendah membuat orang Jepang enggan menjadi animator. Jika permasalahan ini tidak teratasi, anime akan mengalami masalah dalam hal rekrutmen animator yang berkualitas. Sementara itu, donghua dalam hal ini masih pada tahap mengembangkan unsur intrinsik dan ekstrinsiknya, seperti isi cerita, sinematografi, karakter anime, popularitas di kalangan komunitas dan reviewer. Meskipun pembuatan animasinya sudah sangat canggih, masih ada bagian-bagian tertentu dalam unsur intrinsik dan ekstrinsik yang belum bisa menyaingi anime.

The contestation between Japanese anime and Chinese animation (donghua) is an interesting phenomena. These days, animated films in circulation are not only dominated by Japanese anime but also Chinese animated films or known as donghua. Japanese anime fans are starting to look at Chinese donghua. How concrete contestation between the two is the focus of this research problem. The purpose of this research is to explain the contestation of Japanese anime and Chinese donghua. The theory used in this research is cultural contestation proposed by Marc Howard Ross (2009) and soft power from Joseph Nye (2004). Explanation of the contestation of Japanese anime and Chinese donghua is divided into intrinsic element contestation and extrinsic element contestation. Intrinsic element contestation concerns (i) story content, (ii) cinematography, and (iii) animated characters. Meanwhile, the contestation of extrinsic elements is divided into (i) contestation of the popularity of Japanese anime and Chinese donghua among their communities, and (ii) contestation of anime-donghua popularity among anime reviewers. Based on the results obtained, Japanese anime can still contest in intrinsic and extrinsic elements. However, internal problems such as overworked animators with low income discourage Japanese people from becoming animators. If these issues are not resolved, anime will experience problems in terms of recruiting qualified animators. Meanwhile, donghua in this case is still in the stage of developing its intrinsic and extrinsic elements, such as story content, cinematography, anime characters, popularity among the community and reviewers. Although the animation creation is very sophisticated, there are still certain parts such as story content, popularity among the community and reviewers that cannot compete with anime."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Triastuti
"Tesis ini menelusuri bagaimana implikasi pengubahan yang dilakukan Disney dalam film animasi Mulan terhadap perempuan dan masyarakat Cina dengan menggunakan alat analisa semiotik Roland Barthes. Sistem bertingkat pada semiotik Barthes memperlihatkan bagaimana sebuah pesan yang sama, yaitu Mulan, dapat dilihat dari sisi yang berbeda. Menurut Disney, Mulan menjadi sebuah pesan tentang kepahlawanan seorang perempuan, karenanya Disney berani mengklaim bahwa Mulan dibuat dengan rasa keberpihakan kepada perempuan dan masyarakat non Barat.
Dilihat dari kerangka pemikiran feminisme dan mengacu pada perbedaan antara versi Cina dan versi Disney, film animasi Mulan menjadi sebuah pesan bahwa perempuan mengalami subordinasi yang bertingkat-tingkat. Subordinasi pertama terhadap perempuan terjadi ketika seseorang terlahir dengan jenis kelamin perempuan. Dengan bertopang pada mitos, masyarakat telah memberikan sekumpulan karakter pada perempuan yang mereka sebut sebagai karakter feminin. Masyarakat menjadikan karakter tersebut sebagai alasan yang kuat untuk menyebut perempuan sebagai mahluk yang subordinat dan menindas perempuan.
Subordinasi berikutnya terhadap perempuan terjadi ketika karakter feminin yang seolah menjadi karakter alamiah perempuan dilekatkan pada sesuatu (benda/orang/kelompok). Sehingga pada akhirnya apapun yang dinilai memiliki karakter feminin akan ditempatkan pada posisi yang subordinat dan mengalami penindasan. Karena mereka yang ingin berkuasa atas sesuatu pada akhirnya menggunakan cara-cara yang sama dengan cara-cara yang digunakan laki-laki untuk menguasai perempuan. Melalui pendekatan etnografis, saya menemui bahwa di tingkat penonton terdapat tiga kelompok berkenaan dengan makna yang mereka berikan terhadap Mulan: yaitu kelompok lover, kelompok ironist serta kelompok hater."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11970
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Halas, John, Author
London and New York: Focal Press, 1971
778.534 7 HAL t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Dede Setiowati
"Skripsi ini membahas dampak perubahan ideologi dan globalisasi di era Federasi Rusia terhadap perkembangan film animasi Cheburashka di Jepang. Skripsi ini menggunakan metode deskriptif-analistis dan dianalisis dengan teori globalisasi dan semiotik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan ideologi dan globalisasi yang terjadi di Era Federasi Rusia berdampak pada perkembangan film animasi Cheburashka yang diadaptasi di Jepang.

This thesis discussed the impact of changes in ideology and globalization in the Era of the Russian Federation on the expansion of animated film Cheburashka in Japan. This thesis uses descriptive-analytical method and analyzed by globalization and semiotic theory. The results shows that the change in ideology and globalization which occurred in the Era of the Russian Federation have an impact on the expansion of the animated film Cheburashka adapted in Japan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S47245
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>