Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 58454 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anastasia Nadine Kuswardono
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana ayah direpresentasikan dalam film animasi Jepang Mirai (2018) dan makna yang hendak disampaikan melalui representasi tersebut. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori representasi oleh Stuart Hall (1997) sebagai teori dasar. Metode penelitian yang digunakan dalam film ini adalah metode analisis film oleh Petrie dan Boggs (2012) yang menganalisis suatu tokoh melalui teknik karakterisasi. Adapun karakterisasi yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi: karakterisasi penampilan tokoh, karakterisasi penamaan tokoh, karakterisasi tindakan tokoh, karakterisasi dialog dan karakterisasi hubungan antar tokoh. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, peneliti menemukan bahwa tokoh ayah dalam film ini digambarkan sebagai sosok ayah rumah tangga yang penyayang dan dapat diandalkan. Film ini juga merepresentasikan fenomena ayah rumah tangga dalam masyarakat Jepang yang dapat dilihat sebagai bentuk perubahan peran gender dalam keluarga Jepang.

This study aims to see how fathers are represented in the Japanese animation film Mirai (2018) and the meaning to be conveyed through the representation. The theory used in this research is the representation theory by Stuart Hall (1997) as the basic theory. The research method used in this film is the film analysis by Petrie and Boggs (2012) which analyzes a character through characterization techniques. The characterizations carried out in this study include: characterization of character appearances, characterization of character names, characterization of character actions, characterization of dialogue and characterization of relationships with other characters. Based on the analysis that has been done, the researcher found that the father character in this film is described as a loving and reliable househusband. This film also represents the phenomenon of househusband in Japanese society which can be seen as a form of changing gender roles in Japanese families."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hosada, Mamoru
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2022
823 HOS m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Karima Rakhma Putri
"Skripsi ini secara khusus membahas dan menganalisis tanda-tanda akan Jepang dalam film animasi era Perang Dunia II yang berjudul The Ducktator 1942 dan Tokio Jokio 1943 yang diproduksi oleh Looney Tunes. Tanda yang dianalisis dibagi menjadi tanda verbal dan tanda visual. Kerangka teori yang digunakan adalah teori semiotik Peirce dengan proses semiosisnya.
Analisis juga tidak terbatas dengan mengetahui makna dari tiap tanda yang muncul saja, tetapi juga mengaitkannya dengan konteks historis, sosial, dan budaya yang menyebabkan tanda tersebut muncul, yaitu Perang Dunia II, yang di dalamnya termasuk perang ras dan perang propaganda.
Hasil analisis keseluruhan dari tanda Jepang dalam kedua data film adalah meskipun berdasarkan pada latar belakang yang riil, karena konteks besar dibuatnya kedua data film adalah Perang Dunia II yang sedang berkecamuk, tanda Jepang yang muncul merupakan pesan propaganda Amerika Serikat mengenai gambaran Jepang, membentuk persepsi akan Jepang, dan mendorong untuk membenci Jepang kepada masyarakatnya pada saat itu.

This thesis is focusing to discuss and analyze the signs of Japan in the US World War II animation movies, The Ducktator 1942 and Tokio Jokio 1943 by Looney Tunes. The signs of Japan are divided into two categories there are verbal signs and visual signs. The frame of theories in this thesis is Peircean Semiotics with its semiosis process.
The analysis process in this thesis is not limited by only knowing the meaning of each signs, furthermore connect it within the historical, social, and cultural context of which those sign are arose. These contexts are the World War II with its race war and propaganda war included in it.
The whole result of the analysis process in the data movies is all the signs of Japan in the movies contains propaganda messages which gave the image of Japan, created perception of Japan, and encourage the US people at that time to hate Japan as the enemy, regardless all the real backgrounds because the war is the main event at that time.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S67505
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhian Kurniawati
"Penelitian ini merupakan penelitian mengenai gaya komunikasi antarbudaya. Budaya-budaya yang melatarbelakangi komunikasi dalam penelitian ini adalah budaya Jawa, budaya Betawi, dan budaya Tionghoa. Komunikasi yang diteliti merupakan komunikasi yang terjadi dalam film animasi Adit dan Sopo Jarwo. Film animasi tersebut tayang setiap hari di MNC TV pada pukul 13:00 WIB dan 17:30 WIB. Selain dapat disaksikan di televisi, film animasi tersebut juga dapat diakses melalui saluran Youtube. Komunikasi antarbudaya dalam film itu dianalisis menggunakan teori intercultural style choice dari Gudykunst dan Stella Ting-Toomey 1986. Teori tersebut mengelompokkan gaya komunikasi ke dalam empat jenis, yaitu: direct dan indirect; elaborate, exacting, dan succinct; personal dan contextual; serta instrumental dan affective.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat gaya komunikasi apa yang digunakan oleh orang-orang ketika mereka melakukan komunikasi dengan orang lain yang berlatar belakang budaya berbeda. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik simak dan catat.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tokoh yang berlatar belakang budaya Jawa banyak menggunakan gaya komunikasi indirect dalam tuturannya. Hal ini mereka lakukan karena sebagai penganut budaya Jawa, mereka menganggap tuturan yang disampaikan secara direct itu tidak menampakkan kesopanan. Tokoh dengan latar budaya Tionghoa dan Betawi lebih banyak menggunakan gaya komunikasi direct dalam tuturannya walaupun mitra bicara mereka yang berlatar budaya Jawa menyampaikan sesuatu dengan gaya indirect. Hal tersebut mereka lakukan karena budaya Tionghoa dan Betawi sama-sama menganut prinsip keterbukaan. Khusus budaya Tionghoa, prinsip keterbukaan itu agak sulit dijalankan jika hal yang ingin disampaikan adalah kabar yang kurang menyenangkan bagi penerimanya.
Gaya komunikasi elaborate dan succinct tidak banyak digunakan dibandingkan dengan gaya komunikasi exacting dalam film ini karena seluruh budaya Jawa, Betawi, dan Tionghoa cenderung mengatakan sesuatu dengan apa adanya exacting. Gaya komunikasi personal digunakan oleh tokoh Tionghoa untuk menunjukkan kekuasaannya. Hal itu dilakukan demi menyelamatkan bisnis dari gangguan pegawai yang tidak disiplin. Tokoh berlatar belakang budaya Jawa paling banyak menggunakan gaya komunikasi instrumental, sedangkan tokoh berlatar belakang budaya Betawi dan Tionghoa paling banyak menggunakan gaya komunikasi affective.

This research is a research on intercultural communication style. Cultures background of communication in this research are Javanese, Betawi, and Chinese. Communication under study is a communication that occurs in animated films Adit and Sopo Jarwo. The animated film is aired every day on MNC TV at 13 00 pm and 17 30 pm. In addition to being watched on television, the animated film can also be accessed via the Youtube channel. The intercultural communication in the film was analyzed using intercultural style choice theory from Gudykunst and Stella Ting Toomey 1986. The theory groups communication styles into four types, namely direct and indirect elaborate, exacting, and succinct personal and contextual as well as instrumental and affective.
This study aims to see what communication styles people use when they communicate with others of different cultural backgrounds. The data collection is done by using technique and note.
The results of this study indicate that the character of a cultural background Java using a lot of indirect communication style in his speech. This they do because as followers of Javanese culture, they consider the speech delivered in direct it does not show decency. People with cultural backgrounds Tionghoa and Betawi more use of direct communication style in the speech even though their speakers who are based on Javanese culture convey something with indirect style. This they do because Chinese culture and Betawi both adheres to the principle of openness. Especially Chinese culture, the principle of openness is a bit difficult to run if the thing to say is the news that is less fun for the recipient. The elaborate and succinct communication styles are not widely used compared to the exacting communication styles in this film because all of the Javanese, Betawi, and Chinese cultures tend to say things by themselves exacting.
The style of personal communication is used by Chinese figures to show their power. It was done to save the business from undisciplined employee interference. People of Javanese cultural background use the most instrumental style of communication, while the cultural background of Betawi and Tionghoa most used the style of affective communication."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
T49571
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Triastuti
"Tesis ini menelusuri bagaimana implikasi pengubahan yang dilakukan Disney dalam film animasi Mulan terhadap perempuan dan masyarakat Cina dengan menggunakan alat analisa semiotik Roland Barthes. Sistem bertingkat pada semiotik Barthes memperlihatkan bagaimana sebuah pesan yang sama, yaitu Mulan, dapat dilihat dari sisi yang berbeda. Menurut Disney, Mulan menjadi sebuah pesan tentang kepahlawanan seorang perempuan, karenanya Disney berani mengklaim bahwa Mulan dibuat dengan rasa keberpihakan kepada perempuan dan masyarakat non Barat.
Dilihat dari kerangka pemikiran feminisme dan mengacu pada perbedaan antara versi Cina dan versi Disney, film animasi Mulan menjadi sebuah pesan bahwa perempuan mengalami subordinasi yang bertingkat-tingkat. Subordinasi pertama terhadap perempuan terjadi ketika seseorang terlahir dengan jenis kelamin perempuan. Dengan bertopang pada mitos, masyarakat telah memberikan sekumpulan karakter pada perempuan yang mereka sebut sebagai karakter feminin. Masyarakat menjadikan karakter tersebut sebagai alasan yang kuat untuk menyebut perempuan sebagai mahluk yang subordinat dan menindas perempuan.
Subordinasi berikutnya terhadap perempuan terjadi ketika karakter feminin yang seolah menjadi karakter alamiah perempuan dilekatkan pada sesuatu (benda/orang/kelompok). Sehingga pada akhirnya apapun yang dinilai memiliki karakter feminin akan ditempatkan pada posisi yang subordinat dan mengalami penindasan. Karena mereka yang ingin berkuasa atas sesuatu pada akhirnya menggunakan cara-cara yang sama dengan cara-cara yang digunakan laki-laki untuk menguasai perempuan. Melalui pendekatan etnografis, saya menemui bahwa di tingkat penonton terdapat tiga kelompok berkenaan dengan makna yang mereka berikan terhadap Mulan: yaitu kelompok lover, kelompok ironist serta kelompok hater."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11970
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dede Setiowati
"Skripsi ini membahas dampak perubahan ideologi dan globalisasi di era Federasi Rusia terhadap perkembangan film animasi Cheburashka di Jepang. Skripsi ini menggunakan metode deskriptif-analistis dan dianalisis dengan teori globalisasi dan semiotik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan ideologi dan globalisasi yang terjadi di Era Federasi Rusia berdampak pada perkembangan film animasi Cheburashka yang diadaptasi di Jepang.

This thesis discussed the impact of changes in ideology and globalization in the Era of the Russian Federation on the expansion of animated film Cheburashka in Japan. This thesis uses descriptive-analytical method and analyzed by globalization and semiotic theory. The results shows that the change in ideology and globalization which occurred in the Era of the Russian Federation have an impact on the expansion of the animated film Cheburashka adapted in Japan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S47245
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Halas, John, Author
London and New York: Focal Press, 1971
778.534 7 HAL t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Alifia Hamidah Wiryawan
"Penelitian ini menganalisis teknik terjemahan judul film animasi Disney dengan teori teknik penerjemahan oleh Yoko Hasegawa. Studi ini memiliki tujuan untuk mengetahui teknik penerjemahan yang digunakan dalam menerjemahkan judul film animasi Disney ke bahasa Jepang serta alasan penggunaan teknik tersebut. Metode penelitian kualitatif digunakan untuk menganalisis sumber data berupa judul film animasi Disney yang diakses dari https://www.disney.co.jp/studio/animation.html. Dari hasil penelitian ini, terdapat lima teknik yang digunakan dalam penerjemahan judul film animasi Disney, yaitu teknik borrowing, literal, modulation, equivalence, dan addition/deletion. Dalam total 57 data, terdapat 37 penggunaan teknik borrowing, 2 penggunaan teknik literal, 1 penggunaan teknik modulation, 1 penggunaan teknik equivalence, dan 34 penggunaan teknik addition/deletion. Teknik borrowing paling banyak digunakan karena kata/kalimat yang ada pada judul film tidak memiliki padanan yang baik dalam BSa dan juga digunakan untuk memperkenalkan tokoh utama dalam film tersebut.

This study analyses the translation techniques of Disney’s animated film titles by using Yoko Hasegawa’s translation techniques theory. This study aims to determine the techniques used in translating Disney’s animated film titles into Japanese and the reasons for using these techniques. Qualitative research method is used to analyse the data source of Disney’s animated film titles accessed from https://www.disney.co.jp/studio/animation.html. The results are there are 5 techniques that is used to translate Disney’s animated film titles, which is borrowing technique, literal technique, modulation technique, equivalence technique and addition/deletion technique. From the total of 57 data, there are 37 use of borrowing technique, 2 use of literal technique, 1 use of modulation technique, 1 use of equivalence technique and 34 use of addition/deletion technique. Borrowing technique is mostly used because the words/sentences in the film titles do not have a good equivalent in SL and are also used to introduce the main character in the film."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Razio Rahmatdana Rizal
"Tenki no Ko adalah film animasi drama romantis Jepang yang dirilis pada tahun 2019 dan disutradarai oleh Makoto Shinkai. Film tersebut dipilih sebagai objek penelitian karena Makoto Shinkai banyak menggunakan folklor Jepang yang terkait dengan bencana alam dalam narasi film tersebut. Penelitian ini membahas bentuk penggambaran folklor Jepang serta kaitannya dengan bencana alam yang terjadi di Jepang. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis, yaitu dengan menganalisis teks dan visual dalam film yang mengandung unsur folklor. Dalam analisis tersebut, penulis menggunakan konsep folklor C. Scott Littleton, konsep intertekstualitas Gillian Rose, konsep bencana alam Satou dkk., dan mise-en-scène David Bordwell, dkk. Berdasararkan analisis yang telah dilakukan, Tenki no Ko banyak menggunakan folklor Jepang dalam narasinya. Folklor-folklor tersebut mengandung tema yang bervariasi, yaitu pengorbanan, hubungan timbal balik antara keputusan dan konsekuensi, serta tema iyashikei (memberikan rasa tentram ketika menontonnya). Selain sesuai dengan dua dari tiga fungsi folklor menurut Littleton (2002), ditemukan juga bahwa folklor dalam Tenki no Ko dapat berfungsi sebagai “pelarian” dalam bentuk pengalihan tanggung jawab dan optimisme.

Tenki no Ko is a Japanese animated romantic fantasy film that released in 2019 and directed by Makoto Shinkai. This film uses Japanese folklore a lot in its narrative. This research will discuss the form of depiction of Japanese folklore as well as the relationship between folklore and natural disasters that occurred in Japan. The research used analytical descriptive method by analyzing texts and visuals containing folklore elements using the folklore concept by C. Scott Littleton, intertextuality concept by Gillian Rose, the natural disaster concept by Satou, et al., and the mise-en-scène concept by David Bordwell, et al. Based on the analysis, Tenki no Ko uses many Japanese folklore in its narrative. These folklores contain various themes, namely sacrifice, hope, the reciprocal relationship between decisions and consequences; and iyashikei theme (gives a sense of peace when watching it). In addition to conforming to two of the three functions of folklore according to Littleton (2002), it is also found that folklore in Tenki no Ko can function as an "escape" in the form of shifting responsibility and optimism."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Vina Fairuzzahra
"Industri perfilman Korea Selatan telah mengalami perkembangan yang pesat dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini dipengaruhi oleh adanya perubahan yang terjadi dalam berbagai aspek dalam industri perfilman Korea Selatan, mulai dari kuota impor, sistem sensorsip, sampai narasi yang ditayangkan dalam film. Salah satu narasi dalam film Korea Selatan yang dapat dijumpai adalah narasi mengenai Jepang. Dalam narasi tersebut, citra Jepang dikonstruksikan secara negatif. Maka dari itu, penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan citra negatif Jepang yang direpresentasikan dalam film Korea Selatan. Selain itu, penelitian juga mengkaji tentang alasan yang melatarbelakangi penggambaran citra negatif tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan analisis wacana (discourse analysis). Landasan teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian ini meliputi konsep framing, teori representasi, dan teori semiotik konotasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa citra negatif Jepang yang direpresentasikan dalam film Korea Selatan menunjukkan bahwa 1) bangsa Jepang adalah bangsa yang kejam; 2) bangsa Jepang adalah bangsa yang militeristik; 3) bangsa Jepang adalah bangsa yang nasionalis dan patriotis; 4) bangsa Jepang memiliki rasa superioritas terhadap bangsa Korea; dan 5) Jepang memiliki hubungan yang kompleks dengan Korea Selatan. Citra negatif tersebut ditampilkan sebagai suatu strategi untuk menggiring opini publik Korea Selatan agar memiliki persepsi yang negatif mengenai Jepang.

South Korean film industry has been developed significantly in the past years. It’s because of the changing within some aspects in South Korean film industry, such as import quota, censorship system, and narration of the film. One kind of narration of South Korean films that can be found is the naration about Japan. Through that narration, Japan is depicted by negative images. Thus, this research aims to explore the negative images of Japanese which is depicted in South Korean films. This research will also analyze the background of those negative images. This research is qualitative research with discourse analysis approach. Theories and concept used in this research are framing theory, representation theory, and connotative semiotic theory. This research shows that the negative images of Japan represented in South Korean films are 1) the Japanese is cruel; 2) the Japanese are militeristic; 3) the Japanese are nationalist and patriotic; 4) the Japanese have been superior than South Koreans; and 5) Japan has complex relationship with South Korean. Those negative images are shown as to construct public opinion so that they have negative perception of Japan."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>