Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 147412 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Azzhary Muhammad Rio
"Pengelolaan kawasan perbatasan darat Indonesia telah mengalami banyak perkembangan. Pada periode awal kemerdekaan Indonesia, isu perbatasan sering dikaitkan dengan pertimbangan-pertimbangan geopolitik dan keamanan. Namun hal ini mulai berubah sejak dibentuknya instansi Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) pada tahun 2010 sebagai lembaga yang bertanggung jawab membangun kawasan perbatasan tidak hanya secara geopolitik dan keamanan namun juga kesejahteraan ekonomi, hingga perwujudan program Nawacita membangun sejumlah Pos Lintas Batas Negara (PLBN) secara bertahap hingga tahun 2024 kelak. Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi strategi pembangunan ekonomi dalam kebijakan pengelolaan kawasan perbatasan darat Indonesia dengan rentang waktu 2010-2021.  Melalui kerangka analisis kebijakan luar negeri, dan metode studi kasus, penelitian ini menemukan hubungan sebab akibat dari faktor eksternal (internasional) dan faktor internal (domestik) yang mempengaruhi kebijakan pengelolaan perbatasan darat yang berorientasi pada  pembangunan ekonomi. Tesis ini menemukan bahwa lingkungan strategis (faktor eksternal/internasional) berupa dorongan lingkungan strategis terkait intensifikasi pembentukan BCA dan BTA dengan dukungan PLBN dan optimalisasi kerjasama investasi tiga negara sekitar dalam mengelola perbatasan darat memengaruhi strategi pembangunan ekonomi dalam kebijakan pengelolaan kawasan perbatasan darat di Indonesia. Begitu juga secara simultan, faktor internal/domestik yaitu kepentingan ekonomi yang diwujudkan melalui dorongan pengembangan pusat pertumbuhan ekonomi baru, dan mengoptimalkan pengolahan serta distribusi komoditas pangan untuk masyarakat sekitar perbatasan, turut mempengaruhi penggunaan strategi pembangunan ekonomi dalam kebijakan pengelolaan perbatasan darat Indonesia.

The management of Indonesia's land border areas has undergone many developments. In the early period of Indonesian independence, border issues were often associated with geopolitical and security considerations. However, this has begun to change since the establishment of the National Border Management Agency (BNPP) in 2010 as an institution responsible for developing border areas not only geopolitically and security but also economic welfare, until the realization of the Nawacita program to build a number of State Cross-Border Posts (PLBN), gradually until 2024 later. This study analyzes the factors that influence the economic development strategy in Indonesia's policy on land border areas during 2010-2021. Through the framework of foreign policy analysis, and case study methods, this study finds a causal relationship between external (international) and internal (domestic) factors that influence policy. This thesis finds that the strategic environment (external/international factors) in the form of strategic environmental incentives related to the intensification of the formation of BCA and BTA with the support of the PLBN and the optimization of investment cooperation between the three neighboring countries in managing land borders affect the economic development strategy in the policy of managing land border areas in Indonesia. Simultaneously, internal/domestic factors like economic interests that are realized through the encouragement of the development of new economic growth centers, and optimizing the processing and distribution of food commodities for communities around the border, also influence the use of economic development strategies in Indonesia’s policy on land border managements."
Depok: fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moeldoko
"Keberhasilan dalam pengelolaan kawasan perbatasan merupakan salah satu tujuan dalam mewujudkan kepentingan nasional yang paling strategis bagi tegakberdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun, selama lebih dari enam dasa-warsa, pengelolaan kawasan perbatasan masih menghadapi masalah dalam hal keamanan dan kedaulatan; kesejahteraan dan perlindungan rakyat; pelayanan publik dan sarana-prasarana; tata kelola dan keberlanjutan lingkungan; ketergantungan pada negara tetangga; kejahatan lintas perbatasan; pengamanan, pengelolaan dan perlindungan aset-aset nasional; dan desentralisasi pemerintahan.
Permasalahan-permasalahan tersebut bersumber pada isi kebijakan, implementasi kebijakan dan gambaran masa depan yang problematik. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk menjawab tiga pertanyaan pokok, yakni: (i) bagaimana isi kebijakan ( policy content) pengelolaan kawasan perbatasan sebagaimana diatur dalam UU No. 43 Tahun 2008 dan Perpres No. 12 Tahun 2010 serta peraturan perundang-undangan dan kebijakan terkait lainnya?; (ii) bagaimana implementasi kebijakan pengelolaan kawasan perbatasan dalam mewujudkan beranda depan negara yang aman dan sejahtera?; dan (iii) bagaimana skenario dan arah kebijakan pengelolaan kawasan perbatasan yang aman dan sejahtera sampai dengan tahun 2030? Secara umum, penelitian dilakukan dalam dua tahap, yakni tahap pertama yang mencakup evaluasi isi dan implementasi kebijakan serta tahap kedua yang mencakup scenario planning dan perumusan rekomendasi kebijakan.
Analisis terhadap isi kebijakan pengelolaan kawasan perbatasan menemukan adanya "kesenjangan" kebijakan, kurang harmonisnya pengaturan antar kebijakan, dan tumpang tindihnya kebijakan dalam pengelolaan kawasan perbatasan. Ketidak-selarasan kebijakan antara lain ditemukan dalam aspek penganggaran, yaitu bahwa anggaran pengelolaan kawasan perbatasan yang terdapat pada pos belanja Pemerintah masih tersebar di beberapa Kementerian/ Lembaga teknis. Analisis terdahap implementasi kebijakan mendapatkan kurangnya koordinasi dan keterpaduan program oleh BNPP sebagai akar masalah dari belum efektifnya pengelolaan kawasan perbatasan. Sistem pembagian dan koordinasi kewenangan antara BNPP dan lembaga-lembaga ad-hoc juga problematik. Implementasi kebijakan pengelolaan kawasan perbatasan juga dipengaruhi oleh belum adanya grand design penataan dan pengelolaan kawasan perbatasan.
Dengan pertanyaan strategis "Bagaimanakah kondisi kawasan perbatasan dapat dipertahankan dalam bingkai NKRI sampai dengan tahun 2030 dan guna mengantisipasi AEC 2015 yang berkolaborasi dan berkompetisi"?, empat driving forces dirumuskan, yaitu politik, pembangunan ekonomi, keamanan, serta kesejahteraan. Peneliti membangun 4 (empat) scenario pengelolaan kawasan perbatasan, yaitu: Merah Putih Berkibar Jaya, Merah Putih Terkulai di Ujung Tiang, Merah Putih Setengah Tiang, dan Merah Putih Turun Tiang. Dari analisis kebijakan disimpulkan adanya kesenjangan, disharmonisasi, kevakuman, ketidakkonsistenan, serta ketidaktepatan perumusan kebijakan, yang mengakibatkan tidak optimalnya sistem keorganisasian dan program. Dari analisis implementasi kebijakan disimpulkan adanya ketidakefektivan implementasi karena keragaman persepsi dan hambatan prasarana dan sarana. Dari scenario planning disimpulkan adanya empat driving forces yaitu politik, pembangunan ekonomi, keamanan dan kesejahteraan, dan bahwa apabila tidak dilakukan perubahan, pengelolaan kawasan perbatasan akan masuk pada Skenario Merah Putih Setengah Tiang atau Merah Putih Turun Tiang. Untuk itu, perubahan atau penyempurnaan kebijakan dan penguatan kelembagaan dibutuhkan.
Berkenan dengan isi kebijakan direkomendasikan perlunya perbaikan, penyempurnaan dan harmonisasi kebijakan pengelolaan kawasan perbatasan, serta perlunya pengembangan Grand Design Penataan dan Pengelolaan Kawasan Perbatasan. Berkenaan dengan implementasi kebijakan direkomendasikan perlunya kesepahaman persepsi dan strategi dari para stakeholder serta penyediaan prasarana, sarana dan sumber daya yang memadai, mendesaknya reorganisasi BNPP dengan menempatkannya di bawah kendali langsung Wakil Presiden, perlunya restrukturisasi BNPP berdasarkan pada satuan wilayah, serta diberikannya kewenangan kepada BNPP untuk menentukan alokasi anggaran dalam pengelolaan kawasan perbatasan. Berkenaan dengan scenario planning direkomendasikan perlunya pengembangan skenario dengan variabel-variabel yang lebih lengkap sebagai dasar pembaruan atau penyempurnaan kebijakan dan implementasinya, serta perlunya perbaikan atau penyempurnaan kebijakan strategis secara terus-menerus berdasarkan pada Skenario Merah Putih Berkibar Jaya, dengan mempertimbangkan perkembangan kekinian, preferensi dan agenda nasional dan lokal.
Implikasi teoritik penelitian ini adalah, pertama, penelitian kebijakan pengelolaan kawasan perbatasan perlu dikembangkan lebih lanjut, dan, kedua, sintesa teoritik dalam penelitian kebijakan yang mendasarkan pada teori-teori struktur kebijakan dan kontekstualisasi kebijakan serta dipadukan dengan teori-teori evaluasi kebijakan serta teori-teori reformasi teritorial perlu dikembangkan lebih lanjut. Secara praktik, penelitian ini memiliki tiga implikasi. Pertama, perlunya perbaikan atau penyempurnaan kebijakan dengan mendasarkan pada analisis kebijakan terkait demi terwujudnya skenario ideal. Kedua, perlunya kajian kebijakan pengelolaan kawasan perbatasan demi merumuskan peraturan perundangundangan yang bersifat lex specialis. Ketiga, perlunya intervensi pemerintah dalam hal pemekaran daerah, membuat tata wilayah pengembangan baru dalam bentuk daerah administratif di perbatasan.

The success of border area management is one of aims in creating the most strategic national importance for stand-establishment the unitary state of Indonesia or NKRI. However, for more than six decades, the border area management is still facing problems in terms of security and sovereignty; the prosperity and the protection of people; the public service and the infrastructures; the governance and the sustainability of behavior; the dependence on neighboring country; the cross-border crime; security, management and protection of national assets; and the government decentralization. Those issues are based on the content of policy, policy implementation and the problematic future reflection.
Therefore, this research is done for answering three main questions, there are: (i) what is the content of border area management policy in the same manner as set out in Law No. 43 of 2008 and Presidential Law No. 12 Tahun 2010 and the content of legislation rule and the other concerned policy?; (ii) What is the implementation of border area management policy in creating secure and prosperous national front porch?; (iii) what scenario and direction border area management policy which is secure and prosperous until 2030? Generally, the research is done in two stages; the first stage covers the content evaluation and the policy implementation and the second stage covers the planning scenario and the recommendation formulating of policy.
Analysis to content of border area management policy discovers the policy "discrepancy", the lack of inters policy regulation harmony, and the overlapping of policy in border area management. The policy unconformity is discovered in budgeting aspect, the budget of border area management which is contained in government expense items is still spread in some ministries or technical institutions. Analysis to policy implementation discovers the lack of program coordination and the cohesiveness by BNPP as the main problem of the border area management ineffectiveness. The distribution system and the authority coordination between BNPP and ad-hoc institutions are also problematic. The implementation of border area policy is also influenced by the absence of border area ordering and management grand design.
With the strategic question "how the condition of the border area is defensible in NKRI frame until 2030 and in anticipation of the AEC 2015 collaborate and compete"?, four driving forces are formulated, there are politic, economy development, security, and prosperity. The researcher set up four scenarios of border area management, there are: Merah Putih Berkibar Jaya, Merah Putih Terkulai di Ujung Tiang, Merah Putih Setengah Tiang, dan Merah Putih Turun Tiang. From the policy analysis can be concluded that there are the discrepancy, the exist of vacuum, the inconsistence, the disharmony, and the inaccuracy of policy formulation, which cause the organization and program system is non-optimal. From the implementation of policy analysis can be concluded that there is the ineffectiveness of implementation caused by varieties of perception and infrastructures obstruction. From the scenario planning can be concluded that there are four driving forces: politic, economy development, security, and prosperity, and that if there is no change, the border area management will be entered in Skenario Merah Putih Setengah Tiang or Merah Putih Turun Tiang. As for some reasons, the changes and the action of perfectingthe policy and the consolidating of institutional are needed.
In connection with the content of policy there is a recommendation for rehabilitation, action of perfecting and the harmonization of border area policy, and also the need of developing the border area management and ordering. In connection with the policy implementation there is a recommendation the need of the like-minded perception and the strategy from the stakeholders and also the infrastructure supplying, the equality of infrastructure and the main resource, the BNPP reorganization obtruding with place BNPP under the Vice President control, the need of restructuration BNPP based on unit of area, and the authority for BNPP leader for determining the budget allocation in managing border area. In connection with scenario planning there is a recommendation the need of scenario development with the complete variables as the main renewal or the action of perfecting the policy and its implementation, and also the need of rehabilitation and action of perfecting the strategic policy continuously based on Merah Putih Berkibar Jaya scenario, with considering the newest development, preference and national-local agenda.
The theories implication of this research is first, the research of border area management policy needs to be developed further. Second, theories synthesis in policy research is going upon the policy structure theories, the policy contextualization, and is compacted with the policy evaluation theories and the territorial reformation theories needs to be developed further. Practically, this research has three implications. First, the need of the rehabilitation and the action of perfecting the policy is going upon the concerned policy analysis for creating ideal scenario. Second, the need of the border area management policy study for formulating the rules of law which is lex specializes. Third, the need of government intervention in terms of the region enfoldment, creating a new development low of region such as an administrative region in border area.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
D1462
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Quamila
"Wilayah perbatasan memiliki karakteristik yang berbeda sehingga strategi pembangunan juga berbeda. Banyak fakta menunjukkan bahwa daerah perbatasan cenderung tertinggal, miskin dan memiliki keterbatasan akses maupun pelayanan publik. Penelitian ini mencoba mengidentifikasi permasalahan utama apa saja yang dihadapi di perbatasan darat Indonesia. Berdasarkan identifikasi tersebut dapat ditentukan prioritas strategi kebijakan pembangunan ekonomi yang mampu mengatasinya.
Penulis menggunakan metode AHP (Analytical Hierarchy Process) untuk menjawab pertanyaan penelitian yang diajukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masalah kesejahteraan, khususnya kemiskinan menjadi permasalahan utama perbatasan darat Indonesia. Oleh karenanya kebijakan diarahkan untuk memperbaiki kesejahteraan perbatasan Indonesia. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa membangun pusat pertumbuhan sebagai strategi kebijakan untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Pemerintah pusat dianggap sebagai yang paling penting perannya dalam pembangunan kesejahteraan perbatasan darat Indonesia. Ada sedikit perbedaan persepsi antara responden pemerintah dengan non pemerintah. Responden pemerintah lebih memprioritaskan pertahanan dan keamanan karena kesejahteraan merupakan alat dalam pertahanan dan keamanan, jika masyarakat sejahtera dengan sendirinya mempunyai rasa kepedulian dan nasionalisme untuk menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan responden non pemerintah memprioritaskan pemerataan karena berpendapat bahwa dengan didukung oleh infrastruktur yang baik dapat meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi permasalahan kemiskinan.

The border regions have different characteristics so that development strategies are also different. Many facts show that the border regions are likely under develop, poor and have limited access to public services. This research tries to identify any major issued faced in the land border of Indonesia. Based on the identification, it can be determined the priority of economic development policy strategy that will able to overcome the issues.
The author uses AHP (Analytical Hierarchy Process) to answer question from the proposed research. The result showed that the welfare issue, particularly poverty is the main problem (issue) in the land border of Indonesia. Therefore, policies is aimed at improving that Indonesia border?s welfare. This study also shows that developing growth pole as the policies strategy to overcome the problems (issue).
The central government is considered as the most important institution in developing welfare of the land border of Indonesia. There are slight difference in perception between government and non-government respondents. Government respondents most likely have defense and security as priority because welfare is an instrument in defense and security. If the public can be prosperous by itself, have a sense of awareness and nasionalism to maintain the sovereignty of the Indonesia Republic. While non-government prioritize equalization because they found to be supported by good infrastructure can improve the well-being and reduce poverty issues."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
T42796
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Rachmatullah
"Sebagai “teras depan” suatu negara, wilayah perbatasan Indonesia khususnya di pulau Kalimantan menyimpan beberapa masalah kompleks baik dari aspek keamanan maupun aspek sosio-ekonomi, yang dapat mengancam kedaulatan Negara Indonesia. Untuk mengatasi ancaman di wilayah perbatasan khususnya di wilayah kalimantan, pemerintah sudah membuat kebijakan pengamanan perbatasan yang dilaksanakan oleh TNI yang berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait. Kegiatan pengamanan perbatasan tersebut dapat dilaksanakan secara efisien jika didukung akses langsung menuju perbatasan. Untuk membantu akses tersebut, Kemhan merencanakan pembangunan Jalur Inspeksi dan Patroli Perbatasan (JIPP) yang direncanakan menyusuri pilar perbatasan baik di wilayah perbatasan Kalimantan Barat maupun Kalimantan Utara.
Berdasarkan uraian tersebut, peneliti ingin menganalisis sejauh mana proses implementasi kebijakan Permenhan Nomor 7 tahun 2018 di lingkungan Kementerian Pertahanan RI selaku pembuat kebijakan dan TNI/Kementerian terkait selaku pelaksana kebijakan ini. Pengamatan ini dilakukan dengan melihat faktor-faktor yang mempengaruhi proses implementasi, yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi, struktur birokrasi, dan lingkungan sosial, ekonomi, dan politik.
Metode yang digunakan dalam studi ini adalah melalui pendekatan kualitatif-deskriptif untuk mendalami implementasi kebijakan Permenhan Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Jalur Inspeksi dan Patroli Perbatasan (JIPP) di wilayah perbatasan darat RI-Malaysia. Data primer diperoleh melalui teknik wawancara mendalam dan observasi, sedangkan untuk memperoleh data sekunder dilakukan penelaahan terhadap naskah-naskah dokumen yang terkait dengan objek penelitian.
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan adanya berbagai faktor hambatan dalam proses implementasi permenhan di lingkungan pelaksana kebijakan, salah satunya yaitu belum mendapatkan sosialisasi secara langsung berupa penjelasan mengenai pokok-pokok kebijakan Permenhan Nomor 7 tahun 2018. Bentuk koordinasi antara Kemhan RI, TNI, dengan kementerian atau lembaga lain dalam pengelolaan JIPP belum ditetapkan dalam suatu Struktur yang jelas, karena masih ada hambatan dalam hal komunikasi, koordinasi, dan sinkronisasi lintas sektor. Dan diperlukan evaluasi terkait pemeliharaan pada pengelolaan JIPP yang tertuang dalam kebijakan ini, karena JIPP merupakan fasilitas yang membutuhkan pemeliharaan secara intensif untuk dapat digunakan secara berkelanjutan.

As a "front porch" of a country, the Indonesian border region, especially on the island of Borneo, holds several complex problems both from the aspect of security and socio- economic aspects, which can threaten the sovereignty of the State of Indonesia. To overcome the threat in the border region, especially in the Kalimantan region, the government has made border security policies carried out by the TNI in coordination with relevant ministries and agencies. The border security activities can be carried out efficiently if supported by direct access to the border. To assist with this access, the Ministry of Defense plans to develop a Border Inspection and Border Patrol Line (JIPP) which is planned to follow the border pillars both in the border areas of West Kalimantan and North Kalimantan.
Based on the description, the researcher wants to analyze the extent to which the implementation process of Permenhan Number 7 of 2018 in the Indonesian Ministry of Defense as a policy initiator and the TNI / Ministry is related as the pelaksana of this policy. This observation is done by looking at the factors that influence the implementation process, namely communication, resources, disposition, bureaucratic structure, and social, economic, and political environment.
The method used in this study is through a qualitative-descriptive approach to explore the implementation of the Regulation of Minister of Defense No. 7 of 2018 concerning the Management of Inspection and Border Patrol Line (JIPP) in the RI-Malaysia land border region. Primary data is obtained through in-depth interview and observation techniques, while to obtain secondary data a review of documents related to the object of research is conducted.
Based on the results of the study, it was found that there were various obstacles in the implementation process of policy implementers, one of which was not getting direct socialization in the form of an explanation of the policies of Permenhan Number 7 of 2018. Form of coordination between the Indonesian Ministry of Defense, the TNI and the ministry or Other institutions in the management of JIPP have not yet been defined in a clear structure, because there are still obstacles in terms of communication, coordination and cross-sector synchronization. And an evaluation related to maintenance is needed in the management of JIPP as stated in this policy, because JIPP is a facility that requires intensive maintenance to be used sustainably.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T53117
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Fitrianto
"Tesis ini berusaba menjeiaskan bagaimana strategi kebijakan pengelolaan keamanan di Perbatasan darat antara Indonesia dengan Timor Les.le. Tesis ini berfokus pada kondisi wilayab perbatasan di Indonesia yang berbatasan iangsung dengan negara Timor Leste, khususnya di provinsi Nusa Tenggara Timur, Penerapan kebijakan pemerintab yang berbasis pada pendekatan kesejahteraan dan keamanan temyata tidak beljaian optimaL Hal ini te!jadi karena adanya sejumiab pennasaiaban di wilayab perbatasan yang beium terseiesaikan hingga sa.at ini. Sejumlah permasalahan tersebut antara lain belwn selesainya penentuan batas v.ilayab darnt di empat segmen, terbatasnya pembangunan inftastmktur di wilayah perbatasan, adanya upaya pengambilan kedaulatan teritorial terhadap pulau-pulau kecii di perbatasan, dan adanya eksodus pengungsi warga Timor Leste yang semakin mernperburuk kondisi perekonomian di perbatasan Indonesia.
Tujuan penelitian ini adalab untuk mengetabui dan memabami berbagai ancaman yang ada di wilayah perbatasan Indonesia dengan Timor Leste serta mencoba mencari strategi yang tepat dalam mengelola keamanan di perbatasan Indonesia­ Timor Leste. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif analisis.
Penelitian ini memberi rekomendasi agar keempat persoalan-persoalan yang menghambat berjalannya kebijakan pemerintab berbasis pendekatan kesejabteraan dan keamanan harus segera dise!esaikan dan ditangani dengan baik. Kombinasi antarn pendekatan kesejabternan dan pendekatan keamanan dalam pengelolaan keamanan di daerab perbatasan merupakan kebijakan yang tepat untuk diterapkan saat ini. Di samping itu, pemberian peran inteiijen yang cukup besar di daerab perbatasan akan memberikan manfaat yang besar bagi Pemerintah

This thesis attempts to explain how the policy strategies of security management on land border between Indonesia and Timor Leste. This thesis focuses on conditions in Indonesian border areas directly adjacent to the state of Timor Leste. especially in Nusa Tenggara Timur Province. The implementation of government policies based on the approach to welfare and security was not running optimally. This happens because of some problems in border areas which have not been resolved until today. These problems include, have not completed the determination of land bonndaries in four segments, the limited development of infrastructure in border areas, the effort to capture the territorial sovereignty of smaU islands on the border and the exodus of East Timor refugees are increasingly worsening economic conditions in Indonesia border.
The purpose of this research is to know and understand the various threats on border areas between Indonesia and East Timor as well as trying to find the right strategy in managing the security on the border of Indonesia and Timor Leste. The study was a qualitative research design with descriptive analysis.
This study recommends thet the fuur issues that inhibit the passage of government policies based on the approach to welfare and security must be resolved and handled properly. The combination of welfare and security approaches in the management of security in border areas is an appropriate policy to be implemented at this time. In addition, the provision of substantial intelligence role in border areas vvitl provide great benefits for the Government in formulating and establishing a policy for the achievement of public welfare of the border. The intelligence sensitivity in seeing the action or policy made by neighboring countries that East Timor must be very necessary for the Indonesian government to avoid strategix surprises of state of East Timor.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2010
T33561
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fathir Fajar Sidiq
"Salah satu permasalahan pengelolaan perbatasan di Indonesia adalah lemahnya koordinasi. Untuk itu penelitian ini akan melihat bagaimana koordinasi pengelolaan batas wilayah negara di Indonesia, dalam hal ini yang dilakukan oleh Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) dengan Kementerian Dalam Negeri (KDN) dan Tiga (3) pemerintah daerah, yaitu Pemerintah Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Timur, Pemerintah Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau, dan Pemerintah Kabupaten Belu Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Untuk menganalisis persoalan koordinasi pengelolaan perbatasan, penulis menggunakan pendekatan positivisme, dengan tipe penelitian deskriptif. Teknik pengumpulan data melalui survey, wawancara, dan studi dokumentasi. Informan yang menjadi narasumber dalam penelitian ini adalah Camat Sebatik Barat Kabupaten Nunukan dan Kasubbag Kerjasama Perbatasan pada Bagian Penataan Perbatasan di Sekretariat Daerah Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Timur.
Dari penelitian yang telah penulis lakukan, dapat disimpulkan bahwa terdapat empat (4) faktor penting yang memberikan kontribusi dalam proses koordinasi pengelolaan perbatasan, yaitu kewenangan, komunikasi, kepemimpinan, dan kontrol. Keempat faktor ini saling berkaitan satu sama lain, dan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Di antara keempat faktor tersebut, faktor kewenangan dan komunikasi belum berjalan dengan baik, sedangkan dua faktor lainnya, kemampuan memimpin dan kontrol telah terlaksana dengan cukup baik.

One of the problems of border management in Indonesia is weak coordination. Therefore this research will look at how the coordination of border management in Indonesia, in this case conducted by the National Board of Border Management (BNPP), Ministry of Home Affairs (KDN), and 3 (three) regional government, that is Nunukan Regency of East Borneo Province, Batam Municipality of the Island of Riau Province, and Belu Regency of Nusa Tenggara Timur Province.
To analyze the coordination of border management issues, the authors use the positivism approach, with the type of descriptive study. The technique of collecting data through survey, interviews and documentation study. The informant in this research is District Head of Sebatik Barat of Nunukan Regency and Sub Section Head of Border Cooperation in the Border Management Section in the Secretary of Nunukan Regency of East Borneo Province.
From the research, it can be concluded that there are 4 (four) significant factors that give contribution in the process of border management coordination, that is authority, communication, leadership, and control. Four of the factors are related to one another and cannot be separated. From those four factors, authority and communication were still not running well, meanwhile two other factors, the ability to lead and control were performing quite good.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
T29521
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Alexander Kevin Tjoanto
"Perubahan iklim yang disebabkan karena adanya peningkatan emisi gas rumah kaca telah menjadi salah satu isu yang mendapatkan perhatian dunia. Indonesia menjadi salah satu negara yang emisinya cenderung mengalami peningkatan. Salah satu upaya pemerintah untuk mengurangi emisi adalah dengan menetapkan kebijakan pajak karbon dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Namun, implementasi kebijakan pajak karbon di Indonesia yang terus ditunda menunjukkan bahwa pemerintah menghadapi tantangan ketika memproses implementasi pajak karbon di mana tantangan tersebut muncul karena disebabkan oleh beberapa faktor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis berbagai faktor yang mempengaruhi proses implementasi kebijakan pajak karbon di Indonesia dan strategi yang dipertimbangkan pemerintah agar faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut dapat teratasi dengan baik. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan data dikumpulkan melalui wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi proses implementasi kebijakan pajak karbon di Indonesia, yaitu adanya dampak yang diberikan terhadap kondisi ekonomi, perbedaan sikap publik terhadap kebijakan pajak karbon, koordinasi antar lembaga pemerintahan, dan tingkat kesulitan menerapkan sistem MRV pada jenis usaha tertentu. Strategi yang dipertimbangkan pemerintah agar faktor-faktor tersebut dapat teratasi dengan baik adalah menerapkan kebijakan secara bertahap dan membangun koalisi yang mendukung pajak karbon, menggunakan pendapatan pajak karbon dengan tepat, mengkombinasikan pajak karbon dengan kebijakan lainnya, dan memastikan integritas sistem MRV agar dapat menentukan besarnya emisi yang dikenakan pajak secara akurat.

Climate change caused by an increase in greenhouse gas emissions has become one of the issues that received world attention. Indonesia is one of the countries whose emissions tend to increase. One of the government's efforts to reduce emissions is to establish a carbon tax policy in Harmonization of Tax Regulations (UU HPP). However, the delayed implementation of carbon tax policies in Indonesia shows that the government faces various challenges in the policy implementation process where these challenges arise due to several factors. This study aims to analyze various factors that can affect the implementation process of carbon tax policies in Indonesia and strategies that are considered by the government so that these affecting factors can be resolved properly. This research was conducted using a qualitative approach and data were collected through in-depth interviews and literature studies. The results of this research show the factors that affected the implementation process of carbon tax policies in Indonesia are the impact that given to economic conditions, differences in public attitudes towards carbon tax policies, coordination between government agencies, and the degree of difficulty implementing MRV system in certain types of business. The strategy considered by the government so that these factors can be resolved properly are stepwise policy implementation and build coalitions that support carbon taxes, use carbon tax revenues appropriately, combine carbon taxes with other policies, and ensure the integrity of MRV system in order to accurately determine the amount of emissions to be taxed."
Jakarta: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Muhammad Faiz Rizqullah Hasian Rambey
"Penyimpanan energi menjadi salah satu topik yang penting dibahas untuk mendukung fleksibilitas pemakaian energi di masa depan, khususnya energi terbarukan yang memiliki keterbatasan intermittent. Baterai lithium-ion terbukti menjadi salah satu penyimpanan energi yang handal yang telah dipakai di berbagai aplikasi elektronik, termasuk sebagai penyimpanan energi untuk Kendaraan Bermotor Listrik (KBL) yang akan menggantikan kendaraan konvensional di masa depan. Penelitian dan pengembangan baterai lithium-ion sangat diperlukan di Indonesia untuk membantu masalah energi dan transportasi di Indonesia. Sifat dan keadaan dari penelitian dan pengembangan baterai lithium-ion di Indonesia masih belum diketahui dan belum pernah dianalisis dan diteliti sebelumnya, padahal hal tersebut penting untuk memetakan alur penelitian dan mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi penelitian dari baterai lithium-ion di Indonesia. Penelitian ini berhasil menggunakan metode bibliometric literatur tersistematis untuk menganalisis perkembangan penelitian baterai lithium-ion di Indonesia dengan menggunakan publikasi-publikasi ilmiah mengenai baterai lithium-ion di Indonesia yang terindeks scopus sebagai data dari penelitian ini. Penelitian baterai lithium-ion di Indonesia baru dimulai 19 tahun sejak baterai lithium-ion komersial pertama muncul. Penelitian baterai lithium-ion di Indonesia juga masih terpusat pada institusi di pulau Jawa, dan perkembangannya dipengaruhi oleh keadaan sosial, ekonomi, politik, dan kebijakan dan regulasi dari pemerintah.

Energy storage is one of the important topics discussed to support flexibility in energy use in the future, especially renewable energy which has intermittent limitations. Lithium-ion batteries have proven to be a reliable energy storage that has been used in various electronic applications, including as energy storage for Electric Motorized Vehicles which will replace conventional vehicles in the future. Research and development of lithium-ion batteries is very much needed in Indonesia to help with energy and transportation problems in Indonesia. The nature and circumstances of the research and development of lithium-ion batteries in Indonesia are still unknown and have not been analyzed and studied before, even though it is important to map the research flow and find out what factors influence the research of lithium-ion batteries in Indonesia. This study succeeded in using a systematic literature bibliometric method to analyze the development of lithium-ion battery research in Indonesia using scientific publications on lithium-ion batteries in Indonesia indexed by Scopus as data from this research. Research on lithium-ion batteries in Indonesia has only started 19 years since the first commercial lithium-ion batteries appeared. Research on lithium-ion batteries in Indonesia is also still focused on institutions on the island of Java, and its development is influenced by social, economic, political conditions, and government policies and regulations."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Milzam Shidqi Zhofiri
"Hutan tropis Indonesia mempunyai peran sangat penting dalam ekosistem bumi dan sering disebut sebagai paru-paru dunia. Selain itu, potensi ekonomi hutan tropis sangat besar. Hutan-hutan di Indonesia telah berkontribusi bagi pendapatan negara, yaitu Penerimaan Negara Bukan Pajak. Untuk menjaga kelestarian hutan Indonesia, sejak tahun 1980 pemerintah telah mengeluarkan kebijakan Dana Jaminan Reboisasi yang kemudian berubah menjadi Dana Reboisasi DR. Permasalahan yang terjadi ialah tujuan pemerintah menjadikan DR sebagai rehabilitasi dan reboisasi justru tidak terjadi, bahkan iklim investasi kehutanan di Indonesia justru cenderung menurun. Berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai faktor-faktor pendukung serta penghambat kebijakan Penerimaan Negara Bukan Pajak atas Dana Reboisasi di Indonesia. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, peneliti mewawancarai narasumber ahli dari stakeholder terkait.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor pendukung optimalisasi Dana Reboisasiadalah adanya perbaikan sistem informasi dan teknologi sistem pembayaranDana Reboisasi dengan diterapkannya SIMPONI pada tahun 2016, selain itualokasi dana dibuat lebih fleksibel agar dana reboisasi lebih terserap. Sementarafaktor yang menghambat adalah pengenaan tarif Dana Reboisasi dalam matauang dollar, adanya dualisme sistem pembayaran, dan kebijakan yang ada saatini tidak membangun industri kehutanan di Indonesia. Selain perlunya adanyakejelasan tujuan pemerintah dalam Dana Reboisasi apakah bertujuan kepadakelestarian lingkungan atau justru menjadi sumber penerimaan seperti yang saatini terjadi.

Indonesia's tropical forests have a very important role in the earth's ecosystem and are often referred to as the lungs of the world. In addition, the economic potential of tropical forests is enormous. Forests in Indonesia have contributedto state revenues, namely Non Tax Revenues. To maintain the preservation of Indonesia's forests, since 1980 the government has issued a Reforestation Guarantee Fund policy, which later changed into Reforestation Fund DR. The problem that occurred was the government 39s goal to become DR as rehabilitation and reforestation did not happen, even the forest investment climate in Indonesia actually tended to decrease. Based on these problems, this study aims to provide an overview of the supporting factors as well as inhibiting the Non Tax Revenue policy on the Reforestation Fund in Indonesia. Using qualitative research methods, researchers interviewed expert sources from relevant stake holders.
The result of research indicates that the support factor of Reforestation Fund optimization is the improvement of information system and technology of Reforestation Fund payment system with the implementation of SIMPONI in 2016, besides the fund allocation is made more flexible to reforestation fund more absorbed. While the inhibiting factor is the imposition of the Reforestation Fund in dollar terms, the dualism of the payment system and the current policies do not build the forest industry in Indonesia. In addition to the need for clarity of the government's objectives in the Reforestation Fundwhether it is towards environmental sustainability or it becomes a source of acceptance as it currently happens.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>