Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 92238 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurhafiati Soerja Djanegara
"Penelitian ini membahas mengenai faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kudeta oleh militer di Myanmar tahun 2021. Dengan pendekatan kualitatif, penelitian ini menggunakan kerangka teori milik Harold Crouch tentang faktor pendorong intervensi militer. Crouch mengemukakan bahwa terdapat dua faktor yang melatarbelakangi kudeta yang dilakukan oleh militer, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi orientasi dan kepentingan militer, sedangkan faktor eksternal berkaitan dengan kondisi sosial ekonomi, keadaan politik, dan faktor dunia internasional. Dengan memaparkan faktor-faktor tersebut, faktor internal dan faktor eksternal merupakan faktor yang melatarbelakangi kudeta di Myanmar pada tahun 2021. Faktor internal berkaitan dengan orientasi militer bahwa hanya Tatmadaw satu-satunya institusi yang bisa menjaga keutuhan negara dan faktor kepentingan militer dimana menguatnya supremasi sipil berpotensi rentan bagi konglomerasi bisnis yang dijalankan Tatmadaw. Sedangkan faktor eksternal berkaitan dengan kemenangan partai NLD pada pemilihan umum tahun 2020 berpotensi menghilangkan dominasi yang dimiliki oleh Tatmadaw.

This study discusses the factors that led to the military coup in Myanmar in 2021. With a qualitative approach, this study uses Harold Crouch's theoretical framework regarding the factors driving military intervention. Crouch argued that there were two factors behind the coup carried out by the military, namely internal factors and external factors. Internal factors include military orientation and interests, while external factors relate to socio-economic conditions, political conditions, and international factors. By explaining these factors, internal factors and external factors are the factors behind the coup in Myanmar in 2021. The internal factors are related to the military orientation that only the Tatmadaw is the only institution that can maintain the integrity of the country and the military interest factor where the strengthening of civilian supremacy has the potential vulnerable to the business conglomerates run by the Tatmadaw. Meanwhile, external factors related to the victory of the NLD party in the 2020 general election have the potential to eliminate the dominance of the Tatmadaw."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Rifka Kholilah
"Kudeta Militer yang terjadi di Myanmar yang dimulai sejak bulan Februari 2021, menjadi perhatian berbagai negara internasional termasuk organisasi regional Asia tenggara yaitu ASEAN (The Association of Southeast Asian Nations). Kudeta militer ini terjadi karena tidak terimanya pihak militer atas kemenangan NLD (National League for Democracy) pada pemilu yang diadakan pada bulan November 2020. Adanya kudeta militer membuat masyarakat Myanmar tidak terima dan menginginkan kembalinya demokrasi. Masyarakat Myanmar melakukan aksi protes yang mana pihak militer melawannya dengan tindakan koersif hingga terjadi berbagai pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) seperti penculikan, penembakan dan sebagainya. Pelanggaran HAM yang terjadi ini menimmbulkan banyak korban jiwa dan keadaan Myanmar yang semakin tidak kondusif sehingga menjadi sebuah krisis kemanusiaan yang semakin mengkhawatirkan. Oleh karena itu, ASEAN sebagai organisasi regional merasa prihatin dan mengambil peran untuk membantu Myanmar mencari solusi untuk mengatasi kudeta militer dan mengembalikan Myanmar ke arah demokrasi. Dalam menganalisis peran ASEAN, penulis menggunakan konsep flexible engangement atau constructive intervention dan responsibility to protect. Penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan data yang diperoleh dari buku, jurnal, skripsi, artikel, berita, perjanjian atau piagam internasional dan situs – situs online. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelembagaan untuk melihat peran lembaga regional yaitu ASEAN dalam membantu Myanmar mengatasi konflik HAM pasca kudeta militer. ASEAN menjalankan perannya dengan mengutamakan keharmonisan melalui cara damai untuk menyelesaikan permasalahan kemanusiaan yang terjadi di Myanmar. Hal tersebut diimplementasikan dengan melakukan berbagai pertemuan formal dan informal hingga menghasilkan lima poin konsensus sebagai rekomendasi kepada Myanmar.

The military coup that took place in Myanmar, which began in February 2021, has attracted the attention of various international countries, including the Southeast Asian regional organization, namely ASEAN (The Association of Southeast Asian Nations). This military coup occurred because the military did not accept the victory of the NLD (National League for Democracy) in the elections held in November 2020. The military coup made the people of Myanmar not accept and want the return of democracy. The people of Myanmar staged a protest which the military fought with coercive measures that resulted in various human rights violations such as kidnappings, shootings and so on. The human rights violations that have occurred have caused many casualties and Myanmar's increasingly unfavorable situation has become an increasingly worrying humanitarian crisis. Therefore, ASEAN as a regional organization is concerned and takes a role to help Myanmar find a solution to overcome the military coup and return Myanmar to democracy. In analyzing the role of ASEAN, the author uses the concept of flexible engagement or constructive intervention and responsibility to protect. In this study, the authors used qualitative methods using data obtained from books, journals, theses, articles, news, international treaties or charters and online sites. The approach used in this research is institutional to see the role of regional institutions, namely ASEAN in helping Myanmar overcome human rights conflicts after the military coup. ASEAN carries out its role by prioritizing harmony through peaceful means to resolve humanitarian problems that occur in Myanmar. This was implemented by holding various formal and informal meetings to produce five consensus points as recommendations to Myanmar.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Andri Rahman Syifa
"Pasca pemisahan Sudan Selatan pada tahun 2011, Sudan mengalami penurunan pendapatan negara yang membuat kondisi perekonomian memburuk. Kondisi perekonomian ini juga menyebabkan anggaran untuk militer dikurangi dan memicu maraknya kasus korupsi di kalangan pejabat. Masyarakat yang tidak puas terhadap kondisi tersebut melakukan aksi protes yang dimulai pada akhir tahun 2018. Puncaknya pada 11 April 2019, Al-Bashir dicopot dari jabatannya sebagai Presiden oleh pihak militer Sudan dan memasuki masa pemerintahan transisi yang diwakili TMC dari pihak militer dan perwakilan dari pihak sipil yang diwakili oleh Forces of Freedom and Change (FFC), kedua organisasi tersebut kemudian membentuk Dewan Kedaulatan dan menandatangani Draft Piagam Konstitusi. Artikel ini bertujuan untuk mengetahui penyebab terjadinya kudeta militer Sudan tahun 2019, mengetahui proses pemerintahan transisi Sudan setelah adanya kudeta, dan mengetahui dampak kudeta terhadap masyarakat Sudan. Artikel ini disusun menggunakan metode penelitian kualitatif, analisis, dan deskriptif yang menggunakan pendekatan studi pustaka. Hasil dari tulisan ini adalah Kudeta Militer di Sudan dapat terjadi karena pemerintah telah kehilangan legitimasinya, sehingga militer dapat melakukan intervensi dan mencopot jabatan al-Bashir. Dalam proses transisinya, pemerintahan transisi Sudan lebih didominasi oleh militer dibanding sipil, bahkan pihak militer membubarkan pemerintahan transisi secara sepihak pada Oktober 2021. Kudeta ini menyebabkan adanya reformasi hukum-hukum Islam di Sudan serta normalisasi hubungan dengan Israel sebagai upaya dalam mencari dukungan dari pihak internasional.

After the separation of South Sudan in 2011, Sudan experienced a decline in state income which made economic conditions worsened. This economic condition also led to a reduction in the budget for the military and triggered widespread corruption cases among officials. Sudanese who are dissatisfied with these conditions hold protest that started in late 2018. The peak was on April 11, 2019, Al-Bashir was removed from his position as President by the Sudanese military and entered a transitional government represented by the TMC from the military and representatives from the civilian side represented by the Forces of Freedom and Change (FFC), the two organizations then formed the Sovereign Council and signed the Draft Constitutional Declaration. This article aims to find out the causes of the Sudanese military coup in 2019, to find out the process of Sudan's transitional government after the coup, and to find out the impact of the coup on Sudanese society. This article was compiled using qualitative, analytical, and descriptive research methods using a literature study approach. The result of this paper is that the Military Coup in Sudan can occur because the government has lost its legitimacy, so the military can intervene and remove al-Bashir from his position. In the transition process, Sudan's transitional government is dominated by the military rather than civilians, the military even disbands the transitional government unilaterally in October 2021. This coup led to the reform of Islamic laws in Sudan and the normalization of relations with Israel in an effort to seek international support."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Simbolon, Ferawati
"Rumah sakit memiliki tujuan memberikan pelayanan yang merata tanpa memandang status ekonomi, untuk pemerataan pemberian layanan dan kemudian pemerintah membentuk JKN yang selanjutnya dikelola oleh BPJS kesehatan. Pasien peserta BPJS yang sudah dilayani akan dilakukan penagihan klaim kepada BPJS. Apabila berkas klaim yang diterima BPJS tidak lengkap maka pembayaran akan ditunda sampai rumah sakit melengkapi adanya kesepakatan antar  rumah sakit dan BPJS. Penelitian ini merupakan penelitian observasional atau non-eksperimental dengan menggunakan metode kualitatif melalui telaah dokumen berkas klaim pending tahun 2021 dan wawancara mendalam terhadap informan yang bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai faktor penyebab klaim pending di Rumah Sakit Ibu dan Anak Nabasa tahun 2021. Hasil dari penelitian ini adalah dari total 5380 klaim yang diajukan, ada 1599 kasus klaim pending. Dari hasil penelitian juga didapatkan ada tujuh faktor penyebab klaim pending dan tiga kasus terbanyak adalah resume medis tidak lengkap, koding tidak sesuai serta konfirmasi USG pada rawat jalan. Penyebab kasus klaim pending tersebut karena tidak ada pengecekan dahulu berkas klaim sebelum berkas tersebut diajukan, human error, serta petugas koder dan verifikator rumah sakit yang tidak kompeten.

The hospital aims to provide equal services regardless of economic status, leading to establishment of the National Health Insurance (JKN) managed by the Health Insurance Administration Agency (BPJS Kesehatan). Patients who are participants of BPJS will have their claims billed to BPJS after receiving treatment. If the claim documents obtained by BPJS are incomplete, the payment will be postponed until the hospital completes the necessary agreement between the hospital and BPJS. This research is an observational or non-experimental study conducted using qualitative methods through the review of claim document files pending in 2021 and in-depth interviews with informants. The goal is to obtain information about the factors causing pending claims at the Nabasa Mother and Child Hospital in 2021. The results of this study show that out of a total of 5,380 claims submitted, there were 1,599 cases of pending lawsuits. The research also identified seven factors causing pending claims, with the top three being incomplete medical resumes, incorrect coding, and lack of confirmation for outpatient ultrasound examinations (USG). The causes of these pending claim cases are attributed to the need for prior verification of claim documents before submission, human error, and incompetent hospital coders and verifiers."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
S5485
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hari Prasetyo
"Rezim militer SLORC/SPDC di Myanmar merupakan salah satu rezim otoritarian terkuat dan terlama di dunia. Setelah bubarnya Uni Soviet dan runtuhnya Tembok Berlin di awal dekade 90, banyak negara-negara otoritarian berbondong-bondong menjadi negara demokrasi. Menariknya, rezim militer ini mampu mempertahankan kekuasaan dari arus deras gelombang demokratisasi. Skripsi ini mencoba menganalisis faktor-faktor yang mendukung kekuasaan rezim militer SLORC/SPDC dari tahun 1988-2010. Dalam temuan penelitian, penulis melihat ada faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kekuasaan rezim militer ini. Faktor internal, yakni kepentingan ekonomi dan bisnis rezim militer SLORC/SPDC dan kontrol politik ketat yang dilakukan oleh rezim militer SLORC/SPDC. Sementara itu faktor eksternal, yakni lemahnya desakan ASEAN dan dukungan pemerintah China terhadap rezim militer SLORC/SPDC.

The military regime SLORC/SPDC in Myanmar is one of the strongest and longest military regime in the world. After dissolution of the Soviet Union and collapse of the Berlin Wall in the early decades of 90, many authoritarian countries move into democracy massively. Interestingly, this military regime was able to maintan the power of the rapids wave of democratization. This thesis tries to analyze the factors that support the power of the military regime SLORC/SPDC from the year 1988 until 2010. The author finds internal and external factors that affect the power of the military regime. Internal factors are bussiness and economy interest and tight political control of military regime SLORC/SPDC. Meanwhile, the external factors are the weak of ASEAN pressure and support from China government for the military regime SLORC/SPDC."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marpaung, Harris P.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1991
S5587
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Tiara Angelica
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai dampak rivalitas oligarki antara Raja Bhumibol Adulyadej dan Thaksin Shinawatra terhadap terjadinya kudeta militer tahun 2006 dan 2014 di Thailand. Dengan menggunakan teori oligarki oleh Jeffrey A. Winters dan konsep kudeta oleh Edward Luttwak, penelitian ini mengidentifikasi oligarch yang menghadapi berbagai ancaman dalam mempertahankan kekayaan dan kekuasaan mereka. Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana rivalitas yang terjadi antar oligarch tersebut, dan melihat bagaimana rivalitas tersebut berpengaruh terhadap terjadinya kudeta militer di tahun 2006 dan 2014. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Raja Bhumibol Adulyadej dan Thaksin Shinawatra merupakan oligarch karena mereka memiliki sumber daya kekuasaan: hak politik formal; jabatan resmi; kuasa pemaksaan; kekuatan mobilisasi; dan kekuasaan material. Merujuk pada cara mereka dalam menghadapi berbagai ancaman, Raja Bhumibol Adulyadej tergolong sebagai oligarch sultanistik, sementara Thaksin Shinawatra tergolong sebagai penguasa kolektif. Bentuk konkret dari rivalitas kedua oligarch tersebut dapat dilihat melalui bangkitnya kelompok yellow shirt dan red shirt. Rivalitas yang terjadi antara kedua oligarch tersebut pada akhirnya berujung pada kudeta militer di Thailand tahun 2006 dan 2014. Kedua tersebut merupakan bentuk dari pola revolusi karena tujuannya adalah untuk membuat perubahan dalam struktur sosial politik, yakni untuk menggulingkan Thaksin Shinawatra dari pemerintahan dan menghapus pengaruhnya dalam konstelasi politik yang akan datang.

ABSTRACT
This research discusses the impact of the oligarch rivalry between King Bhumibol Adulyadej dan Thaksin Shinawatra towards the 2006 and 2014 military coups in Thailand. By combining the oligarch theory by Jeffrey A. Winters and the concept of coup by Edward Luttwak, it identifies the oligarchs who must deal with several threats in their attempt to defend their wealth and power. The purpose of this research is to see how far the rivalry goes between the two oligarchs and aims to see how it later contributes to the military coup in 2006 and 2014. The findings of this study suggest that King Bhumibol Adulyadej and Thaksin Shinawatra are both oligarchs because they have power resources: formal political rights; official position; coercive powers; mobilizational power; and material power. In terms of how they respond to several threats, while King Bhumibol Adulyadej is considered to be a sultanistic oligarch, Thaksin Shinawatra is considered to be a collective authority. The form of this oligarch rivalry is visible through the rise of the yellow shirt and the red shirt group, and eventually resulted in a military coup in Thailand in 2006 and subsequently the 2014 coup. Both coups were considered as a revolutionary coup because the aim was to make changes in the socio-political structure, namely replacing Thaksin Shinawatra from the prime minister's position and remove his influence in upcoming politics."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Bima Candra
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1992
S5582
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rayhan Rahman
"Skripsi ini menjelaskan keterkaitan relasi kelompok biksu dengan rejim militer SLORC/SPDC dan pengaruhnya terhadap peran kelompok biksu sebagai counterbalance power periode 1988-2011. Tujuan skripsi ini adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai relasi kelompok biksu dengan rejim militer SLORC/SPDC dan pengaruhnya terhadap peran yang dijalankan oleh kelompok biksu sebagai counterbalance power. Temuan skripsi ini pertama, relasi kelompok biksu dengan rejim militer mengarah kepada pelemahan kekuatan kelompok biksu yang dilakukan dengan strategi korporatisme negara, kooptasi, hegemoni ideologi, serta peraturan dan aksi represif dari rejim militer. Kedua, relasi kelompok biksu dan rejim militer mendorong biksu berperan sebagai counterbalance power. Ketiga, peran kelompok biksu sebagai counterbalance power dijalankan dalam fungsi representasi, resistensi, dan watchdog.

This undergraduate thesis attempts to analyze the linkage of Buddhist monks and Military Regime SLORC/SPDC relations and its effect on the role of the Buddhist monks as a counterbalance power period 1988-2011. The purpose of this study is to explain the relation of Buddhist monks with the military regime SLORC/SPDC and its effect on the role played by Buddhist monks as a counterbalance power. The first findings of this research is Buddhist monks relations with the military regime leads to the weakening of the power of Buddhist monks, who carried out the strategy of state corporatism, cooptation, ideological hegemony, and regulatory and repressive actions of the military regime. Secondly, relations between Buddhist monks and the military regime encourage Buddhist monks to act as a counterbalance power. Third, the role of the Buddhist monks as a counterbalance power operates as a representation function, resistance, and watchdog."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S62178
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>