Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 148995 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Geani Sabrina
"Propolis merupakan resin alami yang dihasilkan lebah tanpa sengat. Kandungan senyawa kimia dari propolis sendiri bergantung pada sumber tanaman, letak geografis, kondisi lingkungan, serta spesies lebah. Propolis yang digunakan dalam penelitian merupakan propolis Brunei dari lebah tanpa sengat G. thoracica, H. itama, dan T. binghami. Propolis memiliki berbagai aktivitas biologis, salah satunya adalah antijamur. Potensi ini dapat diketahui dengan melihat aktivitas antijamur propolis Brunei terhadap jamur Candida albicans dan Cryptococcus neofarmans. Aktivitas antijamur pada penelitian ini diuji dengan menggunakan metode mikro dilusi dan difusi agar. Hasil aktivitas antijamur menunjukkan bahwa propolis Brunei memiliki potensi sebagai agen antijamur, memiliki zona hambat yang lebih besar pada jamur C. albicans dibandingkan dengan C. neoformans, bahkan propolis Brunei memiliki diameter zona hambat lebih besar dibandingkan flukonazol. Kandungan flavonoid dan polifenol dari propolis Brunei diperoleh dengan penggunaan quercetin sebagai standar flavonoid dan asam galat sebagai standar polifenol. Didapatkan propolis dengan kandungan total polifenol tertinggi dari spesies G. thoracica sebesar 78,79±17,06 mgGAE/g propolis dan total kandungan flavonoid tertinggi dari spesies H. itama sebesar 101,10±6,26 mg QE/g propolis. Kandungan senyawa kimia aktif propolis Brunei dapat diketahui dengan metode LC-MS/MS didapatkan sebanyak 21 senyawa aktif dan 3 senyawa marker, antara lain Maslinic acid, D-(-)-Mannitol, dan 18-β-Glycyrrhetinic acid.

Propolis is a natural resin produced by bees without stinging. The content of chemical compounds from propolis itself depends on the source of the plant, geographical location, environmental conditions, and bee species. The propolis used in this study was Brunei propolis from the stingless bees G. thoracica, H. itama, and T. binghami. Propolis has various biological activities, one of which is antifungal. This potential can be determined by looking at the antifungal activity of Brunei propolis against the fungi Candida albicans and Cryptococcus neofarmans. The antifungal activity in this study was tested using micro dilution and agar diffusion methods. The antifungal activity results showed that Brunei propolis has potential as an antifungal agent, has a larger inhibition zone for C. albicansthan C. neoformans, and Brunei propolis has a larger diameter of inhibition zone than fluconazole. The flavonoid and polyphenol content of Brunei propolis was obtained by using quercetin as a flavonoid standard and gallic acid as a polyphenol standard. The propolis with the highest total polyphenol content from G. thoracica was 78.79±17.06 mgGAE/g propolis and the highest total flavonoid content from H. itama species was 101.10±6.26 mg QE/g propolis. The content of active chemical compounds in Brunei propolis can be determined by using the LC-MS/MS method. There are 21 active compounds and 3 marker compounds, including Maslinic acid, D-(-)-Mannitol, and 18-I²-Glycyrrhetinic acid"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alifa Husnia Al Haq
"ABSTRACT
Latar Belakang: Pada beberapa tahun terakhir, terjadi kenaikan insidensi infeksi jamur yang diiringi dengan kenaikan resistensi terhadap flukonazol sebagai salah satu pilihan obat untuk infeksi jamur. Sehingga perlu dipertimbangkan adanya alternatif obat yang efektif dan diharapkan juga memiliki efek samping minimal, salah satunya adalah propolis. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas propolis Indonesia dari lebah Tetragonula biroi terhadap pertumbuhan Candida sp. dan Cryptococcus neoformans. Metode: Penelitian eksperimental untuk menguji sensitivitas propolis dengan menggunakan teknik difusi cakram yang dilakukan pada enam jenis jamur yaitu Candida albicans, Candida glabrata, Candida parapsilosis, Candida krusei, Candida tropicalis, dan Cryptococcus neoformans. Sampel yang diuji adalah emulsi propolis Indonesia dari lebah Tetragonula biroi dengan konsentrasi 10 mg/ml, 50 mg/ml, dan 70 mg/ml. Hasil: Propolis jenis ini tidak efektif dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans, Candida tropicalis, Candida parapsilosis, dan Candida krusei, namun berpotensi dalam menghambat pertumbuhan Candida glabrata dan Cryptococcus neoformans. Kenaikan konsentrasi tidak berpengaruh terhadap daya hambat propolis. Diskusi Konsentrasi propolis Indonesia dari lebah Tetragonula biroi yang lebih rendah dari 10 mg/ml dapat dipertimbangkan untuk memberikan hasil yang lebih optimal.

ABSTRACT
Background: In recent years, there has been an increase in the incidence of fungal infections accompanied by an increase in resistance to fluconazole as one of the drug choices for fungal infections. So that it needs to be considered the existence of an alternative drug that is effective and also expected to have minimal side effect, one of which is propolis. This research was done to determine the activity of Indonesian Propolis from Tetragonula biroi Bee on the growth of Candida sp. and Cryptococcus neoformans. Methods: An experimental study to test the susceptibility of propolis using disc diffusion technique performed on six types of fungi, they are Candida albicans, Candida glabrata, Candida parapsilosis, Candida krusei, Candida tropicalis, and Cryptococcus neoformans. The samples tested were Indonesian propolis emulsion from Tetragonula biroi bee with concentration of 10 mg/ml, 50 mg/ml, and 70 mg/ml. Results: This type of propolis is not effective in inhibiting the growth of Candida albicans, Candida tropicalis, Candida parapsilosis, and Candida krusei, but has the potential to inhibit the growth of Candida glabrata and Cryptococcus neoformans. The increase in concentration does not affect the inhibition of propolis. Discussion: The lower concentration than 10 mg/ml of Indonesian propolis emulsion from Tetragonula biroi bee can be considered to provide more optimal results. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Davita Kristabel
"ABSTRACT
Infeksi jamur adalah salah satu penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Infeksi jamur yang banyak terjadi berupa kandidiasis dan kriptokokosis yang disebabkan oleh jamur Candida sp dan Cryptococcus sp. Kedua tipe infeksi jamur seringkali menyerang orang dengan sistem imun rendah, seperti penderita AIDS. Penyakit infeksi ini dapat diobati dengan senyawa antijamur. Propolis mengandung senyawa dengan sifat antijamur terhadap Candida sp. dan Cryptococcus sp. Namun, kandungan propolis berbeda tergantung pada sumber propolis, jenis lebah penghasilnya, dan lingkungannya. Propolis yang digunakan dalam penelitian merupakan propolis Indonesia dari lebah Tetragonula biroi dalam dua tipe yaitu propolis karang dan propolis padatan. Potensi antijamur propolis Indonesia dapat diketahui dengan melihat aktivitas antijamur propolis pada beberapa spesies jamur Candida dan Cryptococcus. Propolis Indonesia dalam bentuk ekstrak etanol propolis EEP diujikan pada jamur Candida albicans, C. krusei, C. glabrata, C. parapsilosis, C. tropicalis, dan Cryptococcus neoformans dengan metode difusi cakram. Hasil antijamur menunjukkan bahwa propolis Indonesia dalam bentuk EEP memiliki potensi sebagai antijamur untuk seluruh tipe jamur dan bahkan memiliki diameter hambat lebih tinggi dibandingkan flukonazol untuk jamur Candida krusei, Candida glabrata, dan Cryptococcus neoformans, serta propolis karang memiliki potensi lebih besar untuk mayoritas tipe jamur yang diujikan. Kandungan flavonoid dan polifenol dari propolis Indonesia diperoleh dengan penggunaan quercetin sebagai standar flavonoid dan asam galat sebagai standar polifenol. Didapatkan propolis padatan memiliki keunggulan dalam kedua kategori yakni pada 17,45 flavonoid dan 18,32 polifenol dibandingkan dengan 7,83 flavonoid dan 14,72 polifenol pada propolis karang. Kandungan senyawa aktif propolis Indonesia sendiri dapat diketahui dengan metode spektroskopi massa kromatografi cair LC-MS dimana didapatkan senyawa antijamur yang terkandung dalam propolis Indonesia berupa dehydroabetic acid, ziyuglycoside II, muscanone, 6,7-dihydroxycoumarin, coronalolide, montecristin, plakevulin A, dan asam shikimate.

ABSTRACT
Fungal infection is one of the existing diseases in Indonesia. Most common fungal infections are the candidiasis and cryptococcosis disease which is caused by Candida sp and Cryptococcus sp fungi respectively. Both type of fungal infection often attacks people with low immune system, such as AIDS patients. This disease can be treated with antifungal compounds. Propolis contains compounds that has antifungal properties to Candida sp. and Cryptococcus sp. However, the compounds contained in propolis differs accoding to its source the bee that produces it, and its environment. The propolis used in the study is Indonesian propolis produced by Tetragonula biroi bee with two types of propolis, rough propolis and smooth propolis. The antifungal potential of Indonesian propolis can be discovered by observing its antifungal activity to a few species of Candida and Cryptococcus. Indonesia propolis in the form of etanol extract propolis EEP is tested on Candida albicans, C. krusei, C. glabrata, C. parapsilosis, C. tropicalis, dan Cryptococcus neoformans with the disc diffusion method. Indonesian propolis is discovered to have antifungal properties for all the fungi types tested with even higher diameter of inhibition compared to flukonazol on Candida krusei, Candida glabrata, and Cryptococcus neoformans, and on most fungal type, rough propolis shows a higher potential to inhibit the growth of fungi. The flavonoid and polyphenol content of Indonesian propolis which is categorized into smooth and rough propolis was discovered by using quercetin as the flavonoid standard and gallic acid as the polyphenol standard. The result shows that smooth propolis excels more in the two contents with 17,45 flavonoid dan 18,32 polyphenol compared to the 7,83 flavonoid dan 14,72 polyphenol on rough propolis. The active compounds of Indonesian propolis itself is done with the liquid chromatography mass spectroscopy LC MS method where it is discovered that Indonesian propolis has dehydroabetic acid, ziyuglycoside II, muscanone, 6,7 dihydroxycoumarin, coronalolide, montecristin, plakevulin A, and shikimic acid as its antifungal compounds. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shabrina Nubla
"Propolis merupakan substansi resin alami yang terbentuk dari kuncup bunga, pohon, dan eksudat resin yang dikumpulkan lebah. Propolis memiliki beberapa sifat terapeutik seperti antibakteri, anti-inflamasi, penyembuhan, anestesi, antioksidan, antifungal, antiprotozoan, dan antiviral. Pada penelitian sebelumnya, ditemukan senyawa asam calophylloidic A, yang diketahui memiliki aktivitas antimikroba. Penelitian ini dilakukan untuk melakukan eksplorasi aktivitas antijamur propolis Lombok terhadap empat spesies jamur yaitu Candida albicans, Candida glabrata, Candida Krusei, dan Cryptococcus neoformans. Metode pengujian antijamur yang dilakukan adalah agar difusi dan mikrodilusi. Selain itu, pada penelitian ini juga dilakukan analisis fitokimia yaitu LC-MS/MS, total kandungan polifenol dan flavonoid. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, teridentifikasi 21 senyawa dan 4 diantaranya ditemukan pada ketiga sampel propolis yaitu asam galat, ellagic acid, 18-β-Glycyrrhetinic acid dan maslinic acid. Total kandungan polifenol propolis Rempek, Sekotong, dan Bayan secara berurutan adalah 248,05±39,42; 222,96±31,24; dan 278,15±120,64 mg GAE/g. Sedangkan untuk total kandungan polifenol adalah 1023,71±140,15; 1104,22±73,90; dan 512,01±42,79 mg QE/g. Berdasarkan hasil uji antijamur yang dilakukan, sampel propolis menunjukkan aktivitas antijamur pada spesies C. albicans, C. glabrata, C. krusei, dan Cryptococcus neoformans. Zona hambatan terbaik pada C. albicans, C.glabrata, dan C. krusei secara berurutan adalah 10,4±1,97; 10,0±1,0; dan 9,67±0,58 mm. Sedangkan pada uji antijamur mikrodilusi, ekstrak propolis berpengaruh terhadap pertumbuhan jamur C. albicans, C.glabrata dan Cryptococcus neoformans.

Propolis is a natural resinous substance formed from flower buds, trees, and resinous exudates collected by bees. Propolis has several therapeutic properties such as antibacterial, anti-inflammatory, healing, anesthetic, antioxidant, antifungal, antiprotozoan, and antiviral. Based on previous study, a new compound was found in Propolis Lombok, which is calophylloidic acid A with antimicrobial activity. The aim of this study is to explore antifungal activity of Lombok Propolis against Candida albicans, Candida glabrata, Candida krusei, and Cryptococcus neoformans. Two methods use on antifungal test, which are agar diffusion and microdilution. In addition, phytochemical analysis also carried out with LC-MS/MS, total polifenol content, and total flavonoid content. 21 compounds found in this study with 4 of them were found in three samples Lombok propolis, namely gallic acid, ellagic acid, 18-β Glycyrrhetinic acid and maslinic acid. The total polyphenol content of Rempek, Sekotong, and Bayan propolis respectively was 248,05±39,42; 222,96±31,24; and 278,15±120,64 mgGAE/g. Meanwhile, the total polyphenol content was 1023,71±140,15; 1104,22±73,90; and 512,01±42,79 mg QE/g. Based on the antifungal tests, propolis samples showed an antifungal activity in C. albicans, C. glabrata, C. krusei, and Cryptococcus neoformans species. Inhibition fungal growth zone for C. albicans, C. glabrata, and C. krusei respectively are 10,4±1,97; 10,0±1,0; and 9,67±0,58 mm. While for microdilution antifungal method, propolis extract only affects C. albicans, C. glabrata and Cryptococcus neoformans growth."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shuffa Chilla Mayhana
"Pendahuluan: Candida sp. Menyumbang 40.9% dari seluruh kasus di seluruh dunia. Namun, resistensi obat terus meningkat akibat kemampuan jamur ini untuk beradaptasi. Oleh karena itu, obat antijamur alternatif untuk melawan kandidiasis invasive sangat dibutuhkan. Beberapa studi menunjukkan bahwa propolis, sebuah produk dari sarang lebah yang bertekstur seperti lilinn, memiliki sifat antijamut. Walaupun demikian, studi yang menyelidiki efektivitas Propolis Brunei (PB) sebagai obat antijamur alternatif masih langka. Studi ini bertujuan untuk mengevaluasi efek PB terhadap pertumbuhan candida albicans (CA). Metode: Studi ini menggunakan metode difusi agar dan mikrodilusi. Melalui difusi agar, peneliti mengevaluasi zona inhibisi. Sedangkan, melalui mikrodilusi, peneliti mengevaluasi optical density difference (ODD), minimum inhibitory concentration (MIC), dan percentage of inhibition (%I). CA ATCC 90028 dipaparkan dengan ekstrak etanol propolis dengan tiga konsentrasi berbeda: 50 mg/ml, 70 mg/ml, dan 100 mg/ml. Flukonazole diguanakan sebagai control positif. Hasil: Rerata zona inhibisi PB 50 mg/ml (10 mm), 70 mg/ml (9 mm), dan 100 mg/ml (11,5 mm) lebih rendah daripada flukonazol (15,5 mm). ODD PB 100 mg/ml lebih tinggi dari tes sampel yang lainnya (0.0703 nm). %I PB 50 mg/ml (79.15%), 70 mg/ml (91.18%), dan 100 mg/ml (92.76%) lebih tinggi daripada flukonazol (21.82%). MIC adalah 50 mg/ml. Kesimpulan: PB memiliki efek antifungal terhadap pertumbuhan CA. Terdapat hubungan yang signifikan antaran zona inhibisi dan ODD PB jika dibandingkan dengan flukonazol. Terdapat korelasi negatif antara zona inhibisi dan ODD ketika membandingkan ketiga konsentrasi PB. Terdapat korelasi positif diantara konsentasi PB dan %I.

Introduction: Among all cases, candida species accounts for 40.9% cases worldwide. However, drug-resistance is rising due to its adaptive nature. Thus, an alternative anti-fungal drug to combat invasive candidiasis is needed. Studies have shown that propolis, a wax-like beehive product, possess anti-fungal properties. Still, studies investigating the effectiveness of Brunei propolis (BP) as an alternative anti-fungal drug are still scarce. This study aims to evaluate the effects of BP against the growth of Candida albicans (CA). Methods: Researcher conducted agar diffusion and micro-dilution method. Through agar diffusion, inhibition zone was evaluated. Meanwhile, through micro-dilution, the author evaluated the optical density difference (ODD), minimum inhibitory concentration (MIC), and percentage of inhibition (%I). CA ATCC 90028 was tested against Propolis extract in three different concentrations: 50 mg/ml, 70 mg/ml, and 100 mg/ml. Fluconazole was the positive control. Results: The mean inhibition zone of BP 50 mg/ml (10 mm), 70 mg/ml (9 mm), and 100 mg/ml (11.5 mm) are lower than fluconazole (15.5 mm). ODD of BP 100 mg/ml is higher than other test samples (0.0703). %I of BP 50 mg/ml (79.15%), 70 mg/ml (91.18%), and 100 mg/ml (92.76%) are higher than fluconazole (21.82%). MIC value is 50 mg/ml. Conclusion: BP possess anti-fungal effects towards CA. There is a significant association between inhibition zone and ODD of BP with respect to fluconazole. There is a negative association between all BP concentrations. There is a positive association between BP concentration and %I."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Chloe Shada Nareswari
"Latar belakang: Resistensi flukonazol pada Candida krusei semakin menjadi perhatian dalam pengobatan kandidiasis superfisial dan kandidemia. Propolis Lombok yang kaya akan flavonoid merupakan alternatif yang memiliki potensi. Penelitian ini mengeksplorasi aktivitas antijamur propolis Lombok terhadap pertumbuhan Candida krusei. Metode: Eksperimen in vitro ini menggunakan metode difusi agar sumuran (untuk pengukuran diameter zona hambat), dan mikrodilusi (untuk perubahan densitas optik) yang dilanjutkan dengan kultur jamur (untuk penentuan nilai KHM). Kelompok perlakuan pada metode difusi agar sumuran terdiri dari ekstrak etanol propolis Lombok pada konsentrasi 500.000 ppm, 700.000 ppm, dan 1.000.000 ppm, flukonazol (kontrol positif), dan DMSO 10% (kontrol negatif), serta penambahan kontrol pertumbuhan dan kontrol media pada metode mikrodilusi. Hasil: Terdapat perbedaan yang signifikan antar kelompok pada metode difusi agar sumuran (p = 0,025) dan mikrodilusi (p = 0,001), dengan rata-rata zona hambat terbesar pada 700.000 ppm (9,67 mm) dan rata-rata penurunan densitas optik terbesar pada 500.000 ppm (0,2308). Tes post hoc untuk metode difusi agar sumuran tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Untuk metode mikrodilusi, perbedaan densitas optik secara signifikan lebih rendah untuk 500.000 ppm dibandingkan dengan kontrol negatif dan kontrol medium, serta untuk 700.000 ppm dibandingkan dengan kontrol positif, kontrol pertumbuhan, dan kontrol medium. Kultur jamur menunjukkan pertumbuhan Candida krusei pada semua konsentrasi propolis. Kesimpulan: Propolis Lombok yang didapatkan dari Trigona clypearis berpotensi menghambat pertumbuhan Candida krusei. Namun, untuk dapat dijadikan sebagai pengobatan alternatif, efeknya harus dioptimalkan. Nilai KHM tidak dapat ditentukan.

Introduction: Candida krusei’s fluconazole resistance is a growing concern in superficial candidiasis and candidemia treatment. Lombok propolis, rich in flavonoids, is a potential alternative. This research explores the antifungal activity of Lombok propolis against Candida krusei growth. Method: In vitro experiments used Agar well diffusion (for inhibition zone diameter measurement), and Broth microdilution (for optical density changes) followed by fungal culture (for MIC determination). Groups in Agar well diffusion included Lombok propolis ethanol extracts at concentrations of 500.000 ppm, 700.000 ppm, and 1.000.000 ppm, fluconazole (positive control), and 10% DMSO (negative control), with the addition of growth control and medium control in Broth microdilution. Result: This study found significant between-group differences in Agar well diffusion (p = 0,025) and Broth microdilution (p = 0,001), with the largest average inhibition zone at 700.000 ppm (9,67 mm) and the greatest average optical density decrease at 500.000 ppm (0.2308). Post hoc tests for Agar well diffusion revealed no significant difference and for Broth microdilution the optical density difference was significantly lower for 500.000 ppm compared to negative control and medium control, as well as for 700.000 ppm compared to positive control, growth control, and medium control. Fungal culture showed Candida krusei growth at all propolis concentrations. Conclusion: Lombok propolis collected from Trigona clypearis has the potential to inhibit the growth of Candida krusei. However, to be established as an alternative treatment, its effect has to be optimized. MIC value determination was inconclusive."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jararizki Budi Subasira
"Indonesia adalah negara tropis yang memiliki kelembaban tinggi, kondisi ini memudahkan manusia untuk mengalami infeksi akibat jamur. Salah satu jamur yang dapat menginfeksi manusia adalah Candida albicans. C. albicans dapat menyebabkan kandidiasis yang merupakan infeksi jamur dengan insiden tinggi. Perawatan antijamur dapat dilakukan dengan menggunakan obat antijamur. Infeksi jamur sering terjadi yang menyebabkan penggunaan obat antijamur mengalami resistensi, oleh karena itu, kebutuhan untuk memeriksa senyawa aktif dari bahan alami yang memiliki aktivitas antijamur perlu ditingkatkan. Salah satu tanaman yang tersebar di Indonesia yang dikenal memiliki berbagai manfaat kesehatan adalah Tanduk Cananga (Artabotrys hexapetalus (L.f) Bhandari). Tanduk Cananga telah diketahui memiliki aktivitas antijamur dalam ekstrak metanol dari daun. Penelitian ini dilakukan untuk menguji aktivitas antijamur ekstrak dan fraksi diklorometana dari kulit tanduk Kanenanga. Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode maserasi menggunakan pelarut heksana dan diklorometana. Diikuti dengan fraksinasi menggunakan metode kromatografi kolom. Tes aktivitas antijamur dilakukan secara in vitro dengan metode mikrodilusi. Hasil penelitian ini menunjukkan ekstrak diklorometana kulit tanduk Cananga memiliki aktivitas antijamur terhadap Candida albicans dengan konsentrasi penghambatan minimum 200 μg/mL. Fraksi Dichloromethane I dan II memiliki aktivitas antijamur Candida albicans dengan konsentrasi penghambatan minimum 50 μg/mL, fraksi diklorometana III, IV, V, VI, VII, dan VIII memiliki aktivitas antijamur terhadap Candida albicans dengan konsentrasi penghambatan minimum 100 μg/mL mL. Disimpulkan bahwa ekstrak dan fraksi diklorometana memiliki aktivitas antijamur terhadap Candida albicans.

Indonesia is a tropical country that has high humidity, this condition makes it easy for humans to experience infections due to fungi. One fungus that can infect humans is Candida albicans. C. albicans can cause candidiasis which is a fungal infection with a high incidence. Antifungal treatment can be done using antifungal drugs. Fungal infections often occur causing the use of antifungal drugs to experience resistance, therefore, the need to examine active compounds from natural substances that have antifungal activity needs to be increased. One of the plants that are spread in Indonesia that is known to have various health benefits is the Cananga Horn (Artabotrys hexapetalus (L.f) Bhandari). Cananga horn has been known to have antifungal activity in methanol extracts from the leaves. This research was conducted to examine the antifungal activity of extracts and dichloromethane fraction from the horn bark of Kanenanga Horn. The extraction method used in this study is the maceration method using hexane and dichloromethane solvents. Followed by fractionation using column chromatography methods. Antifungal activity tests were carried out in vitro by the microdilution method. The results of this study indicate dichloromethane extracts of the skin of the Cananga Horn horn have antifungal activity against Candida albicans with a minimum inhibitory concentration of 200 μg/mL. Dichloromethane fractions I and II have antifungal activity Candida albicans with a minimum inhibitory concentration of 50 μg/mL, dichloromethane fractions III, IV, V, VI, VII, and VIII have antifungal activity against Candida albicans with a minimum inhibitory concentration of 100 μg/mL mL. It was concluded that dichloromethane extracts and fractions had antifungal activity against Candida albicans."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salwa Salsabiela Dihan
"Malassezia folliculitis merupakan penyakit yang disebabkan oleh populasi jamur Malassezia Sp. yang berlebihan sehingga terjadi peradangan di permukaan kulit yang tampak seperti jerawat. Kemiripan Malassezia folliculitis dengan Propionibacterium acnes atau jerawat membuat penyakit ini sering ditangani dengan cara yang salah. Di sisi lain, penggunaan obat antifungal seperti ketokonazol merupakan golongan obat keras sehingga tidak bisa digunakan secara bebas. Propolis merupakan resin alami dari lebah tidak menyengat yang memiliki senyawa bioaktif berupa polifenol, terpen, dan flavonoid sehingga memiliki aktivitas antijamur. Beragamnya jenis propolis di Indonesia mendorong inovasi untuk memanfaatkan sumber daya alam ini sebagai bahan aktif untuk menciptakan produk sediaan perawatan antijamur alami. Produk antifungal alami dalam bentuk sabun wajah menggunakan bahan aktif propolis Sulawesi dari lebah Heterotrigona itama dan propolis Belitung dari lebah Tetragonula sapiens dengan metode ekstraksi dan pencampuran. Hasil aktivitas antijamur menunjukkan bahwa sabun wajah dengan esktrak propolis Belitung memiliki kinerja yang lebih baik daripada propolis Sulawesi namun keduanya berpotensi sebagai antijamur yang ditunjukkan dari nilai absorbansi dari kedua jenis propolis yang lebih besar daripada kontrol pertumbuhan. Akan tetapi, efektivitas dari sabun wajah ekstrak propolis dalam menghambat pertumbuhan jamur masih belum bisa seoptimal produk berbahan dasar ketokonazol. Kandungan flavonoid dan polifenol dari propolis diperoleh dengan penggunaan kuersetin sebagai standar flavonoid dan asam galat sebagai standar polifenol. Hasil uji menunjukan bahwa total kandungan polifenol tertinggi dimiliki oleh propolis Sulawesi sebesar 498.38±1.29 mgGAE/g propolis dan total kandungan flavonoid tertinggi dimiliki oleh propolis Belitung sebesar 204.91±0.47 mg QE/g propolis. Kandungan senyawa kimia aktif propolis dapat diketahui dengan metode LCMS/MS dimana didapatkan 2 senyawa marker yaitu Leptomycin A dan Mangostin.

Malassezia folliculitis is a disease caused by the fungus population Malassezia Sp. Excessive inflammation causes inflammation on the surface of the skin that looks like pimples. The similarity of Malassezia folliculitis with Propionibacterium acnes or acne makes this disease often treated incorrectly. On the other hand, antifungal drugs such as ketoconazole are a class of hard drugs, so they cannot be used freely. Propolis is a natural resin from stingless bees with bioactive compounds such as polyphenols, terpenes, and flavonoids that have antifungal activity. Indonesia's various types of propolis encourage innovation to utilize this natural resource as an active ingredient to create natural antifungal care products. Natural antifungal product in the form of facial soap uses the active ingredients of Sulawesi propolis from Heterotrigona itama bees and Belitung propolis from Tetragonula sapiens bees using extraction and maceration methods. The antifungal activity results showed that the facial soap with Belitung propolis extract performed better than Sulawesi propolis. However, both had the potential as antifungal as indicated by the absorbance value of the two propolis types greater than that of the growth control. However, the effectiveness of propolis extract facial soap in inhibiting fungal growth is still less optimal than ketoconazole-based products. The content of flavonoids and polyphenols from propolis was obtained using kuersetin as a standard for flavonoids and gallic acid as a standard for polyphenols. The test results showed that the highest total polyphenol content was owned by Sulawesi propolis at 498.38 ± 1.29 mgGAE/g propolis and the highest total flavonoid content was owned by Belitung propolis at 204.91 ± 0.47 mg QE/g propolis. The content of propolis active chemical compounds can be determined by the LC-MS/MS method in which 2 marker compounds were obtained, namely Leptomycin A and Mangostin."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Alelda Rara Fatimah
"Pada penelitian ini, asam oleat diesterifikasi dengan dry metanol dan katalis HCl pekat dengan menggunakan refluks selama 6 jam pada suhu 60°C. Metil oleat yang terbentuk kemudian diamidasi dengan asam amino glisina dan fenilalanina yang dibantu dengan pelarut assetonitril. Selain itu, dilakukan juga amidasi langsung dari asam oleat dengan bantuan disikloheksilkarbodiimida (DCC) sebagai agen pengopling selama 2 jam pada suhu 0°C. Produk lipoamida yang terbentuk di identifikasi dengan KLT, di purifikasi dengan kromatografi kolom, dan di karakterisasi dengan FTIR. Aktivitas antifungi amida asam oleat juga ditentukan dengan metode difusi cakram terhadap Candida albicans. Hasil uji menunjukkan bahwa N-oleilglisina ACN memiliki aktivitas antifungi dengan kategori sedang, N-oleilfenilalanina ACN berkategori sedang, N- oleilglisina DCC tidak ada aktivitas, dan N- oleilfenilalanina DCC berkategori sedang.

In this study, oleic acid was esterified with dry methanol and concentrated HCl catalyst using reflux for 6 hours at 60oC. The methyl oleate formed then amidated by glycine and phenylalanine using acetonitrile as a solvent. In addition, direct amidation of oleic acid was also carried using dicyclohexylcarbodiimide (DCC) as a coupling agent for 2 hours at 0oC temperature. The formed lipoamide product was identified by TLC, purified by column chromatography, and characterized by FTIR. The antifungal activity of oleic acid amide was also determined by disc diffusion method against Candida albicans. The result showed that N- oleylglycine ACN has moderate antifungal activity, N-oleylphenylalanine ACN has moderate category, N-oleylglycine DCC has no activity, and N-oleylphenylalanine DCC has moderate category."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Redita Noviana Putri
"Latar belakang: Kandidiasis vulvovaginal merupakan infeksi vagina yang sebagian besar disebabkan oleh Candida albicans. Pengobatan antifungal yang ada meningkatkan kemungkinan relaps sehingga dibutuhkan terapi alternatif yang bekerja lebih efektif dan ekonomis. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui apakah pertumbuhan Candida albicans dapat dihambat oleh propolis jenis reguler.
Metode: Terdapat 3 konsentrasi emulsi propolis jenis reguler yang dibuat triplo, yaitu konsentrasi 1%, 3%, dan 5%. Sampel propolis diambil dari Sulawesi. Jamur yang diteliti adalah Candida albicans ATCC. Aktivitas propolis terhadap jamur diamati secara in vitro dengan difusi cakram.
Hasil: Rata-rata diameter zona hambat propolis jenis reguler terhadap pertumbuhan Candida albicans pada konsentrasi 1%, 3%, dan 5% berturut-turut adalah 3,33 mm, 7,33 mm, dan 5 mm. Kontrol positif dengan nistatin menghasilkan zona hambat sebesar 19 mm. Sedangkan kontrol negatif dengan alkohol menghasilkan zona hambat sebesar 8 mm.
Kesimpulan: Propolis jenis reguler konsentrasi 1%, 3%, dan 5% tidak dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans secara in vitro karena besar zona hambat pada ketiga konsentrasi propolis tidak ada yang memberikan hasil lebih besar dari zona hambat pada kontrol negatif.

Background: Vulvovaginal candidiasis is a vaginal infection that is mostly caused by Candida albicans. Antifungal treatments that need to be improved relapse require alternative therapies that work more effectively and economically. Candida albicans can be inhibited by regular types of propolis.
Methods: There were 3 concentrations of ordinary propolis emulsion made by triplo, namely concentrations of 1%, 3% and 5%. Propolis sample was taken from Sulawesi. The fungus that was published was Candida albicans ATCC. Propolis activity against fungi in tubes by disk diffusion.
Results: The average diameter of regular type propolis inhibition zone on the growth of Candida albicans at concentrations of 1%, 3%, and 5% compound contributed was 3.33 mm, 7.33 mm, and 5 mm. Positive control with nystatin produces a inhibition zone of 19 mm. Whereas negative control with alcohol produces an inhibition zone of 8 mm.
Conclusion: Regular type of propolis concentration of 1%, 3%, and 5% cannot inhibit the growth of Candida albicans in vitro because large inhibitory zones based on the concentration of propolis concentration do not produce more than inhibitory zones on negative controls.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>