Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 136690 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fadhilla Ratna Febrianti
"Penelitian ini membahas mengenai kekerasan terhadap perempuan yang terjadi secara online (online violence against women (online VAW)) di Korea Selatan, khususnya voyeurisme digital. Korban kejahatan voyeurisme digital mayoritas adalah perempuan, sedangkan pelakunya mayoritas laki-laki, baik yang dikenal korban maupun yang tidak dikenal. Perempuan dalam kasus voyeurisme digital mendapat tekanan tidak hanya dari pelaku, tetapi secara struktural ditekan oleh praktik budaya patriarki oleh petugas polisi, penyidik kasus, dan netizen. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi pengaruh apa saja yang ditimbulkan dari budaya patriarki dalam perilaku kekerasan terhadap perempuan secara online. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan studi pustaka dalam lingkup budaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa warisan budaya patriarki Konfusian menegaskan persistensi dominasi laki-laki terhadap perempuan dan subordinasi perempuan dalam online VAW yang terjadi.

This study discusses online violence against women (online VAW) in South Korea, particularly digital voyeurism. The majority of victims of digital voyeurism are women, while the perpetrators are mostly men, both known to the victim and unknown. Women in digital voyeurism cases are under pressure not only from perpetrators, but structurally by patriarchal cultural practices by police officers, case investigators, and netizens. The purpose of this study is to identify the effects of patriarchal culture on violent behavior against women online. The research method used in this research is descriptive qualitative with a literature study approach within the cultural scope. The results show that the Confucian patriarchal cultural heritage confirms the persistence of male domination over women and female subordination in the online VAW that occurs in South Korea.;Penelitian ini membahas mengenai kekerasan terhadap perempuan yang terjadi secara online (online violence against women (online VAW)) di Korea Selatan, khususnya voyeurisme digital. Korban kejahatan voyeurisme digital mayoritas adalah perempuan, sedangkan pelakunya mayoritas laki-laki, baik yang dikenal korban maupun yang tidak dikenal. Perempuan dalam kasus voyeurisme digital mendapat tekanan tidak hanya dari pelaku, tetapi secara struktural ditekan oleh praktik budaya patriarki oleh petugas polisi, penyidik kasus, dan netizen. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi pengaruh apa saja yang ditimbulkan dari budaya patriarki dalam perilaku kekerasan terhadap perempuan secara online. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan studi pustaka dalam lingkup budaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa warisan budaya patriarki Konfusian menegaskan persistensi dominasi laki-laki terhadap perempuan dan subordinasi perempuan dalam online VAW yang terjadi.

This study discusses online violence against women (online VAW) in South Korea, particularly digital voyeurism. The majority of victims of digital voyeurism are women, while the perpetrators are mostly men, both known to the victim and unknown. Women in digital voyeurism cases are under pressure not only from perpetrators, but structurally by patriarchal cultural practices by police officers, case investigators, and netizens. The purpose of this study is to identify the effects of patriarchal culture on violent behavior against women online. The research method used in this research is descriptive qualitative with a literature study approach within the cultural scope. The results show that the Confucian patriarchal cultural heritage confirms the persistence of male domination over women and female subordination in the online VAW that occurs in South Korea.;Penelitian ini membahas mengenai kekerasan terhadap perempuan yang terjadi secara online (online violence against women (online VAW)) di Korea Selatan, khususnya voyeurisme digital. Korban kejahatan voyeurisme digital mayoritas adalah perempuan, sedangkan pelakunya mayoritas laki-laki, baik yang dikenal korban maupun yang tidak dikenal. Perempuan dalam kasus voyeurisme digital mendapat tekanan tidak hanya dari pelaku, tetapi secara struktural ditekan oleh praktik budaya patriarki oleh petugas polisi, penyidik kasus, dan netizen. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi pengaruh apa saja yang ditimbulkan dari budaya patriarki dalam perilaku kekerasan terhadap perempuan secara online. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan studi pustaka dalam lingkup budaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa warisan budaya patriarki Konfusian menegaskan persistensi dominasi laki-laki terhadap perempuan dan subordinasi perempuan dalam online VAW yang terjadi.

This study discusses online violence against women (online VAW) in South Korea, particularly digital voyeurism. The majority of victims of digital voyeurism are women, while the perpetrators are mostly men, both known to the victim and unknown. Women in digital voyeurism cases are under pressure not only from perpetrators, but structurally by patriarchal cultural practices by police officers, case investigators, and netizens. The purpose of this study is to identify the effects of patriarchal culture on violent behavior against women online. The research method used in this research is descriptive qualitative with a literature study approach within the cultural scope. The results show that the Confucian patriarchal cultural heritage confirms the persistence of male domination over women and female subordination in the online VAW that occurs in South Korea.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Joas Joel
"Tradisi ohaguro adalah tradisi seseorang menghitamkan gigi. Tradisi ini juga ditemukan di banyak negara Asia Tenggara, dan Jepang termasuk salah satu negara yang menjalankan tradisi ini sejak zaman Kofun(250-538). Pada akhir zaman Heian(794-1185), tradisi ohaguro mengalami perubahan fungsi yaitu dari fungsi praktis sebagai pengganti pasta gigi menjadi fungsi simbolik sebagai penanda bahwa seseorang telah menjadi dewasa dan memiliki tanggung jawab selayaknya orang dewasa. Memasuki zaman Edo (1603-1868), seiring dengan berkembangannya patriarki dalam ideologi Konfusianisme, tradisi ohaguro hanya dilakukan di kalangan perempuan bangsawan dengan tujuan semata-mata untuk memenuhi kepentingan dan kebutuhan laki-laki. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa tradisi ohaguro sebagai pratik patriarki pada perempuan bangsawan Zaman Edo, dengan menggunakan teori patriarki Sylvia Walby(1990) dan metode penelitian deskriptif analitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tradisi ohaguro merupakan salah satu praktek patriarki dalam ideologi Konfusianisme, yang mengukuhkan kepentingan laki-laki dan memosisikan laki-laki sebagai pihak yang mendominasi, menindas, dan mengeksploitasi perempuan. Meminjam istilah Walby, hal ini disebut dengan patriarchal culture, yang menunjukkan bagaimana relasi patriarki dalam agama, sebagai salah satu lembaga budaya.

Ohaguro tradition is a tradition where people blackened their teeth. This tradition is also found in a lot of nations in South East Asia, and Japan is one of the nation which used this tradition since Kofun period(250-538). At the end of Heian period(794-1185), the ohaguro tradition undergo changes from a functional meaning that replaces toothpaste to symbolic meaning where it’s serves as a prove that people reached adulthood and have the same responsibilities as an adult. Entering the Edo period (1603-1868), with the growth of patriachy within Confucianism ideology, ohaguro tradition only used by female aristocrats with the sheer purpose of fulfilling interest and needs of the male. This research aim to analyze the ohaguro tradition as a practice of patriarchy within female aristocrats at Edo period, by using the patriarchy theory by Sylvia Walby(1990) and using descriptive analytics method. The result of the research shows that the ohaguro tradition is a form of patriarchy practice from Confucianism ideology, that strengthen male interest and positioning the male as a party that dominate, oppress, and exploit woman. Borrowing Walby’s term, this tradition can be defined as patriarchal culture, that shows the relation of patriarchy within religion, as a cultural constitution."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Tsani Almasah
"Industri budaya populer Korea Selatan telah mengalami pertumbuhan yang luar biasa jika dibandingkan pada awal perkembangannya di tahun 2000-an. Meskipun telah banyak penelitian yang memberikan wawasan mengenai hubungan antara budaya populer dan pariwisata, masih sedikit yang membahas mengenai bagaimana industri budaya populer Korea Selatan berperan dalam membentuk dan mengubah citra negaranya. Penelitian ini kemudian hadir untuk mengonfirmasi hubungan antara budaya populer Korea Selatan (Hallyu) dengan citra negara Korea Selatan dengan menggunakan musik (K-Pop), serial drama (K-Drama), dan film Korea Selatan sebagai objek penelitiannya. Survei diikuti oleh 280 responden usia sekolah menengah atas (perempuan = 66,1%) yang familiar dengan budaya populer Korea Selatan. Temuan menunjukkan bahwa Hallyu berpengaruh terhadap citra negara Korea Selatan. Akan tetapi, hasil dari uji koefisien determinasi menunjukkan bahwa Hallyu bukanlah faktor pemengaruh satu-satunya dalam pembentukan citra negara Korea Selatan (R2 = 36,8%).

South Korea's popular culture industry has seen tremendous growth compared to its early development in the 2000s. While studies have provided many insight into the relationship between popular culture and tourism, little has been discussed about how South Korea's popular culture industry plays a role in shaping and changing its country's image. This research is then aimed to confirm the relationship between South Korean popular culture (Hallyu) and the country image of South Korea by using music (K-Pop), drama series (K-Drama), and South Korean films as the research objects. Valid survey responses were collected from 280 high school students respondents (female = 66,1%) who are familiar with South Korean popular culture. The findings showed that Hallyu has an effect on the country's image of South Korea. However, the coefficient of determination analysis test shows that Hallyu is not the only influencing factor that could contribute to South Korea's country image (R2 = 36,8%)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Tsani Almasah
"Industri budaya populer Korea Selatan telah mengalami pertumbuhan yang luar biasa jika dibandingkan pada awal perkembangannya di tahun 2000-an. Meskipun telah banyak penelitian yang memberikan wawasan mengenai hubungan antara budaya populer dan pariwisata, masih sedikit yang membahas mengenai bagaimana industri budaya populer Korea Selatan berperan dalam membentuk dan mengubah citra negaranya. Penelitian ini kemudian hadir untuk mengonfirmasi hubungan antara budaya populer Korea Selatan (Hallyu) dengan citra negara Korea Selatan dengan menggunakan musik (K-Pop), serial drama (K-Drama), dan film Korea Selatan sebagai objek penelitiannya. Survei diikuti oleh 280 responden usia sekolah menengah atas (perempuan = 66,1%) yang familiar dengan budaya populer Korea Selatan. Temuan menunjukkan bahwa Hallyu berpengaruh terhadap citra negara Korea Selatan. Akan tetapi, hasil dari uji koefisien determinasi menunjukkan bahwa Hallyu bukanlah faktor pemengaruh satu-satunya dalam pembentukan citra negara Korea Selatan (R2 = 36,8%).

South Korea's popular culture industry has seen tremendous growth compared to its early development in the 2000s. While studies have provided many insight into the relationship between popular culture and tourism, little has been discussed about how South Korea's popular culture industry plays a role in shaping and changing its country's image. This research is then aimed to confirm the relationship between South Korean popular culture (Hallyu) and the country image of South Korea by using music (K-Pop), drama series (K-Drama), and South Korean films as the research objects. Valid survey responses were collected from 280 high school students respondents (female = 66,1%) who are familiar with South Korean popular culture. The findings showed that Hallyu has an effect on the country's image of South Korea. However, the coefficient of determination analysis test shows that Hallyu is not the only influencing factor that could contribute to South Korea's country image (R2 = 36,8%)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Binar Candra Auni
"ABSTRAK
Tulisan ini membahas K-pop sebagai budaya populer Korea Selatan. K-pop telah menjadi salah satu produk budaya populer yang dinikmati banyak orang di seluruh dunia. Munculnya K-pop sebagai musik populer perlu dikaji dari perkembangan budaya yang dipengaruhi oleh perubahan sosial, politik, dan ekonomi di Korea Selatan. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis K-pop dikaitkan dengan perjalanan perkembangan budaya di Korea Selatan. Penulis menggunakan metode kualitatif deskriptif dan pendekatan diakronis dalam penelitian. Dari hasil analisis, ditemukan bahwa munculnya K-pop dipengaruhi oleh budaya asing, yaitu budaya populer Amerika yang masuk pada tahun 1950-an. Budaya populer Amerika tersebar di Korea Selatan melalui konser pop di markas militer Amerika Serikat 8th Army, hiburan di klub, dan saluran komunikasi American Forces Korean Network. Perkembangan ekonomi dan teknologi, kebijakan terkait budaya, dan globalisasi pun menjadi faktor penting yang membentuk K-pop saat ini. Hingga kini, pengaruh budaya populer Amerika pada K-pop dapat dilihat melalui judul maupun lirik lagu yang mengandung unsur Bahasa Inggris.

ABSTRACT
This paper study about K-pop as popular culture in South Korea. K-pop has become a product of popular culture consumed by people around the world. The emerge of K-pop as popular music need to be investigated from the perspective of social, political, and economic changes in South Korea. This paper means to analyze K-pop in correlation with the cultural development in South Korea. Researcher uses the descriptive qualitative method and diachronic approach in the analysis process. The finding shows that K-pop is influenced by foreign culture, which is American popular culture that gain entrée in 1950s. The American popular culture disseminated in South Korea through pop concerts in the US 8th Army military base, performances in US nightclubs, and a US radio station, American Forces Korean Network. The technology and economy, cultural policy, and globalization become the important factors that shaped K-pop today. Until this day, the influence of American popular culture in K-pop reflected through the use of English in song titles and lyrics.
"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Kalya Sabina Islamadina
"Dengan pengaruh budaya industri hiburan Korea Selatan yang semakin besar, penelitian ini digunakan untuk melihat bagaimana dampak dari figur-figur di dalam budaya Korean Wave dapat mempengaruhi persepsi masyarakat dunia terhadap Korea Selatan sebagai suatu tempat destinasi. Terutama di Indonesia dimana budaya Korean Wave merupakan salah satu bentuk penetrasi budaya luar terbesar. Begitu pula dengan perkembangan teknologi yang memperkenalkan dunia kepada Celebrity Endorsement. Dengan adanya Celebrity Endorsement, masyarakat dunia maupun di Indonesia menjadi jauh lebih mudah untuk dipengaruhi. Tanpa disadari ataupun tidak, masyarakat dunia telah dipengaruhi oleh Celebrity Endorsement, beserta figur-figur yang melakukan Celebrity Endorsement tersebut. Menggabungkan figur-figur di dalam budaya Korean Wave dengan Celebrity Endorsement, menciptakan sebuah bentuk promosi, baik secara langsung ataupun tidak langsung, yang efektif dan memiliki pengaruh besar. Hal tersebut disebabkan oleh Parasocial Relationship (PR) dan juga Connectedness (CE) yang dimiliki oleh penggemar budaya Korean Wave dengan idola yang digemarinya. Penelitian ini adalah bentuk penelitian lanjutan dari penelitian-penelitian terdahulu, mengenai pengaruh yang dimiliki oleh para figur dalam budaya Korean Wave ini, terhadap pembangunan persepsi masyarakat Indonesia terhadap Destination Image masyarakat Indonesia ke Korea Selatan sebagai suatu tempat destinasi, dengan mediasi Celebrity Endorsement.

With the growing influence of South Korea's entertainment industry, this research aims to examine how figures within the Korean Wave culture impact the global perception of South Korea as a travel destination. Particularly in Indonesia, the Korean Wave represents one of the largest forms of cultural penetration from abroad. Aside from global penetration, technological advancements have also introduced the world to Celebrity Endorsement. With Celebrity Endorsement, it has become much easier for both the global and Indonesian communities to be influenced. Consciously or not, the global community has been influenced by Celebrity Endorsement and the figures performing these endorsements. Combining figures from the Korean Wave culture with Celebrity Endorsement creates a form of promotion, both direct and indirect, that is effective and has a significant impact. This is due to the Parasocial Relationship (PR) and Connectedness (CE) that Korean Wave fans have with their idols. This research is a continuation of previous studies on the influence of figures within the Korean Wave culture on shaping the perception of the Indonesian community towards the Destination Image of South Korea as a travel destination, mediated by Celebrity Endorsement."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Allestisan Citra Derosa
"Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough untuk melihat bagaimana wacana patriarki disusupkan oleh penulis perempuan di dalam buku kesehatan reproduktif perempuan. Wacana patriarki yang ditemukan dalam dimensi mikro (teks), diinterpretasikan melalui analisis pada aspek produksi dan konsumsi buku (praktif diskursif), dan dijelaskan melalui logika patriarki yang menjadi paradigma ilmu pengetahuan, ilmu kesehatan, dan praktik kesehatan reproduktif (praktik sosiokultural). Penelitian ini menemukan wacana patriarki sebagai bentuk kesadaran palsu yang dimiliki penulis. Meleburnya ilmu pengetahuan dan wacana patriarki mengaburkan pemahaman penulis mengenai pandangan patriarki. Dampaknya adalah seksisme dan bias gender sistemik yang disosialisasikan kepada pembaca perempuan.

This research is a qualitative research using Norman Fairclough's Critical Discourse Analysis method to see how patriarchal discourse is infiltrated by women writers in women's reproductive health books. The patriarchal discourse found in the micro dimension (text), is interpreted through analysis on aspects of book production and consumption (discursive practice), and explained through patriarchal logic which is the paradigm of science, health science, and reproductive health practices (sociocultural practice). This study finds patriarchal discourse as a form of false consciousness owned by the author. The fusion of knowledge and patriarchal discourse obscures the author's understanding of the patriarchal view. The impact is systemic sexism and gender bias that is socialized to female readers."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Enno Dwi Hayuning Parasati Putri
"Penyebaran hallyu (한류) melalui media webtoon atau webcomics merupakan metode baru yang dilakukan oleh Korea Selatan dalam menyebarkan kebudayaan, khususnya di bidang kuliner. Hal ini didukung dengan perkembangan teknologi dan juga meningkatnya pembaca manhwa (만화) atau komik buatan Korea Selatan melalui aplikasi Line Webtoon. Mukbang Life merupakan webtoon asal Korea Selatan yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Mengangkat tema tentang kuliner Korea Selatan, Mukbang Life menjadi salah satu webtoon yang turut menyebarkan budaya kuliner Korea Selatan. Fokus permasalahan yang dibahas adalah peran webtoon berjudul Mukbang Life dalam membentuk persepsi pembacanya terhadap budaya kuliner Korea Selatan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui persepsi pembaca Mukbang Life terhadap penggambaran budaya kuliner yang ditampilkan dalam webtoon tersebut. Penelitian ini menggunakan metode survei deskriptif dalam menjawab pertanyaan penelitian. Hasil penelitian menunjukkan faktor tema dan teknis berperan dalam membangun persepsi pembaca webtoon Mukbang Life. Pembaca memersepsikan penggambaran kuliner Korea dalam Mukbang Life sebagai sumber informasi yang menambah pengetahuan terkait kuliner Korea. Dengan demikian, webtoon dinilai memiliki potensi sebagai media yang mengenalkan budaya kuliner Korea secara global.

The spread of Hallyu (한류) through webtoon or webcomics is a new method used by South Korea in spreading culture, especially in the culinary field. The use of this medium is supported by technological developments and the increasing number of readers of manhwa (만화) or comics made in South Korea through the Line Webtoon application. Mukbang Life is a webtoon from South Korea that has been translated into Indonesian. With the theme of South Korean cuisine, Mukbang Life is one of the webtoons that helps spread South Korean culinary culture. The problem focused on this study is the role of the webtoon Mukbang Life in shaping its readers' perception of South Korean culinary culture. This study aims to determine the perception of Mukbang Life readers on the depiction of culinary culture displayed in the webtoon. This study uses descriptive survey method to answer research questions. The results showed that the theme and technical factors played a role in building the perception of Mukbang Life webtoon readers. Readers perceive the depiction of Korean cuisine in Mukbang Life as a source of information that increases knowledge related to Korean cuisine. Thus, webtoon is considered to have potential as a medium that introduces Korean culinary culture globally."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Shahnaz Khalila Najlana
"Skripsi ini membahas perundungan di kalangan pelajar Korea Selatan dan memudarnya nilai-nilai kolektivisme dalam institusi pendidikan Korea. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perundungan dapat terjadi di kalangan pelajar Korea dan hubungannya dengan memudarnya nilai-nilai kolektivisme dalam institusi pendidikan Korea. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan menghasilkan data berupa data deskriptif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa perundungan di kalangan pelajar Korea terjadi akibat beberapa faktor, seperti faktor individu, keluarga, teman, dan pendidikan, serta berhubungan dengan memudarnya nilai kolektivisme dalam institusi pendidikan Korea, seperti harmoni, jeong, dan woori. Kesimpulan penelitian ini adalah sistem pendidikan memiliki peran penting dalam membentuk karakter seorang pelajar dan menjadi salah satu faktor utama penyebab terjadinya perundungan di kalangan pelajar Korea. Perundungan tersebut kemudian menyebabkan memudarnya nilai- nilai kolektivisme dalam institusi pendidikan Korea.

The focus of this study is the bullying culture in South Korean students and the declining collectivism values in the education institution. The purpose of this study is to know how bullying can happen in Korean students and its relation with the declining collectivism values in the education institution. This study is a qualitative research and yield descriptive data. The result of this study shows that bullying in Korean student circle happens because of several factors such as personal, family, peer group, and education factors, and there is a relation with declining collectivism values in education institution, such as harmony, jeong, and woori. The conclusion of this study is the education system has an important role in developing student’s character and become one of the most important factor causing bullying in Korean students. Later, bullying is causing the decline of collectivism values in education institution."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jung, Kyungja
New York: Routledge, 2014
305.420 951 JUN p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>