Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 138002 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Vina Alvionita
"Banjir di DKI Jakarta telah menjadi momok meresahkan bagi masyarakat DKI Jakarta itu sendiri dan sekelilingnya. Menanggapi hal tersebut, Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022 mengusung konsep baru dalam pengendalian banjir, yaitu naturalisasi sebagai antitesis normalisasi yang dianggap lebih baik. Naturalisasi menjanjikan tidak adanya penggusuran, meskipun secara teknis naturalisasi tetap membutuhkan pembebasan lahan. Akhirnya, realisasi naturalisasi pun terkesan sulit berprogres. Berdasarkan hal tersebut, skripsi ini bertujuan untuk menganalisis dan menggambarkan implementasi kebijakan pengendali banjir melalui program naturalisasi di Provinsi DKI Jakarta menggunakan model konflik-ambiguitas kebijakan Matland (1995). Pendekatan penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah post-positivist dengan tujuan deskriptif melalui teknik pengumpulan data wawancara mendalam dan studi literatur. Hasilnya adalah implementasi kebijakan pengendalian banjir melalui naturalisasi tergolong implementasi simbolik. Hal tersebut ditandai dengan konflik vertikal antara Kementerian PUPR dan Pemerintah DKI karena perbedaan preferensi, konflik horizontal terkait alokasi antara zona hijau dan zona biru, serta adanya potensi konflik yang besar antara Pemerintah DKI Jakarta dan masyarakat terkait penggusuran. Di sisi lain, ambiguitas kebijakan ditunjukkan dengan ketidakmampuan pembuat kebijakan dalam mengawasi berjalannya kebijakan dalam mencapai tujuan pengendalian banjir karena target bersifat bottom-up dan berorientasi output, tidak secara spesifik menentukan outcome dari naturalisasi, serta tidak adanya standar baku dalam pembangunan infrastruktur pengendali banjir melalui naturalisasi. Ambiguitas ini menyebabkan output tidak dapat diprediksi, seperti pembangunan yang akhirnya lebih kepada beautifikasi daripada naturalisasi.

Floods in DKI Jakarta have become a troubling specter for the people of DKI Jakarta itself and its surroundings. In response to this, the Governor of DKI Jakarta for the 2017-2022 period brought up a new concept in flood control, namely naturalization as the antithesis of normalization which is considered better. Naturalization promises no eviction, although technically naturalization still requires land acquisition. Finally, the realization of naturalization seems difficult to progress. Based on this, this thesis aims to analyze and describe the implementation of flood control policies through the naturalization program in the DKI Jakarta Province using the conflict-ambiguity model of the Matland policy (1995). The research approach used in this study is postpositivist with descriptive objectives through in-depth interview data collection techniques and literature study. The result is that the implementation of flood control policies through naturalization is classified as a symbolic implementation. This is marked by vertical conflicts between the Ministry of of Public Works and Housing and the DKI Government due to differences in preferences, horizontal conflicts related to the allocation between the green and blue zones, and the potential for large conflicts between the DKI Jakarta Government and the community regarding evictions. On the other hand, policy ambiguity is indicated by the inability of policy makers to oversee the implementation of policies in achieving flood control goals because the targets are bottomup and output-oriented, do not specifically determine the outcome of naturalization, and the absence of standardized standards in the development of flood control infrastructure through naturalization. This ambiguity leads to unpredictable output, such as development which ultimately leads to beautification rather than naturalization."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melati Kusuma Wardani
"Tujuan penelitian ini yaitu untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi implementasi kebijakan pengendalian banjir di DKI Jakarta. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode kualitatif. Peneliti menyarankan kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk : Pertama menyusun target mengenai berapa titik banjir yang harus berkurang setiap tahunnya dengan adanya kebijakan pengendalian banjir di Jakarta; Kedua adanya pembagian secara Proporsional antara alokasi anggaran untuk pembangunan infrastruktur dan pemeliharaan sarana dan prasarana pengendali banjir, Ketiga koordinasi dilaksanakan secara rutin dan intensif; Keempat Implementasi Kebijakan Pengendalian Banjir dengan pendekatan struktural harus dibarengi dengan pendekatan non structural. Upaya- upaya non struktural harus menjadi prioritas dalam penanganan banjir di Jakarta karena Implementasi Kebijakan Pengendalian banjir di Jakarta membutuhkan dukungan dan partisipasi masyarakat. Kelima, dalam Implementasi Kebijakan Pengendalian Banjir di Jakarta perlu dibarengi dengan adanya pengawasan dan penegakan hukum mengingat masih kurangnya kesadaran masyarakat dalam menjaga dan memelihara lingkungan.

The objective of this study is to analysis which factors that influence the implementation of flood control policies in DKI Jakarta. The study is a descriptive study using qualitative methods. The researcher suggested that the Central Government and Provincial Government of DKI Jakarta; First composing targets in several flooding points, which should be reduced each year with the existence of flood control policies in Jakarta; Second there is a proportional distribution between budget allocation to build the infrastructure and flood control facilities, Third the coordination is performed routinely and intensively; Fourth, the implementation of Flood Control policies with structural approach should be accompanied with non-structural approach. Non-structural efforts should be a priority in handling floods in Jakarta because the implementation of Flood Control Policies in Jakarta requires the support and participation of community. Fifth, the implementation of Flood Control Policies in Jakarta should be accompanied with surveillance and law enforcement due to the lack of awareness of the people in keeping and maintaining the environment."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T42302
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lusiana Indarwati
"Seiring dengan bertambahnya penduduk, kebutuhan pokok manusia semakin meningkat. Eksploitasi alam, perubahan tata guna lahan, dan daya dukung lingkungan yang tidak seimbang membuat daerah resapan air berkurang. Limpasan air di permukaan meningkat sehingga kapasitas sungai tidak dapat menampung dan antara lain menjadi penyebab banjir di DKI Jakarta. Salah satu metode pengendalian banjir yang digunakan adalah pembangunan sudetan Ciliwung menuju Kanal Banjir Timur (KBT). Konsultan PT. Kwarsa Hexagon berdasarkan mandat dari Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane telah melakukan penilaian beberapa alternatif trase sudetan. Alternatif 2 yaitu interkoneksi yang menghubungkan S. Ciliwung dengan KBT melalui bagian hilir S. Cipinang dinilai paling efektif.
Sudetan yang terdiri dari empat unit pipa gorong-gorong beton pracetak, diletakkan secara paralel di sepanjang Jl. Otista 3, Jakarta Timur. Debit maksimum yang dapat mengalir melalui keempat unit pipa sebesar 60 m3/det. Debit puncak yang melalui S. Ciliwung dan S. Cipinang dihitung menggunakan modifikasi metode rasional. Hasil perhitungan banjir rencana 100 tahunan Sungai Ciliwung sampai dengan sudetan adalah sebesar 411,6 m3/det, sedangkan banjir rencana 50 tahunan Sungai Cipinang sampai dengan sudetan adalah sebesar 87,1 m3/det. Efektifitas pembangunan ini dilihat dari referensi elevasi muka air banjir dengan kala ulang 100 tahunan di Pintu Air Manggarai sebesar +10,90 m.
Pelacakan banjir yang dilakukan adalah saat kondisi penampang kedua sungai telah dinormalisasi. Pelacakan banjir ini dikerjakan menggunakan program HEC-RAS vs 4.1.0.Pelacakan banjir yang melalui empat unit gorong-gorong memiliki kondisi aliran sebagian sedangkan untuk dua unit gorong-gorong aliran akan penuh di sepanjang gorong-gorong. Penggunaan dua unit gorong-gorong sudah mencukupi, namun untuk kepentingan pemeliharaan maka disediakan empat unit gorong-gorong yang dapat digunakan secara bergantian. Elevasi banjir di Pintu Air Manggarai sebesar +9,29 m. Pembangunan sudetan ini dinilai efektif karena dapat mereduksi elevasi muka air banjir 14,8% serta tidak adanya limpasan melalui tanggul di Sungai Ciliwung dari titik sudetan hingga Pintu Air Manggarai.

Along with the increasing population, basic human needs will also increasing. Exploitation of nature, land use changes, and evironmental capacity unbalanced make a reducing infiltration capacity of the catchment area.The capacity of Ciliwung can not accomadate the increasing surface runoff, that contribute to the flooding in Jakarta.One of the flood control method that used is construction of interconnection from Ciliwung River towards Eastern Flood Canal. PT. Kwarsa Hexagon as consultant based on mandate from Directorate General of Water Resources, Ciliwung-Cisadane Large River Basin Organization has assessed several alternatives of culvert alignment. Second alternative-the interconnection between Ciliwung River andEastern Flood Canal through the downsteram of Cipinang River -is the most effective alternative.
Interconnection which consists of four units of pipe precast concrete culverts, placed in parallel. The maximum discharge through the four culverts is 60 m3/s. Peak discharge through Ciliwung River and Cipinang River is calculated using a modified rational method. Results of the design flood calculation with 100-year return period of Ciliwung River upto the interconnection point is 411.6 m3/s, while the 50-year return period of Cipinang River upto the interconnection point is 87.1 m3/s. Effectiveness of this construction is based on reference of flood water elevation with 100-year return period in Manggarai Sluicegate that is +10.92 m.
Flood routing is carried out using software HEC-RAS vs 4.1.0 for the condition after normalization. Flood routing through four culverts has a partly turbulent condition within the barrels, while the routing through two culverts, resulted in fully flow. Actually the use of two culverts isare sufficient,however for the shake of maintenance, four culverts are needed that can be used alternately. Flood water elevation in Manggarai gate is+9.29 m. The construction of the culverts hasproven effective since it can reduce the flood water level up to 14,8% and there is no runoff through embankment along the Ciliwung River from interconnection point up to Manggarai gate.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S60038
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bernadette Esther Julianery
"ABSTRAK
Banjir telah menjadi masalah bagi Jakarta sejak kota ini masih bernama Batavia pada masa penjajahan Belanda. Untuk meminimalisasikan dampak banjir itu pada tahun 1918 pemerintah kolonial membuat rancangan, yang dikenal sebagai Rencana van Breen, pembangunan duo bush kanal yang berfungsi mengalihkan aliran air sungai ke sisi barat dan timur kota, sehingga Batavia terhindar dari banjir. Kanal di wilayah barat selesai dibangun pada tahun 1920, tetapi kanal di wilayah timur belum terealisasi, bahkan berpuluh tahun kemudian setelah Indonesia merdeka di tahun 1945.
Ketika telah menjadi ibu kota Republik Indonesia, pada puncak musim hujan Jakarta kerap dilanda banjir. Pada tahun 1965 Presiden Soekarno membentuk Kornando Proyek Pencegahan Banjir di DKI Jakarta yang bertanggungjawab untuk pengendalian banjir di Ibu Kota. Kerjasama Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik (PUTL) dengan Netherlands Engineering Consultants (Nedeco), konsultan dari Negeri Belanda, pada 1973, menghasilkan Rencana Induk Pengendalian Banjir. Salah satu rekomendasinya adalah merealisasikan rencana van Breen: pembangunan kanal banjir di wilayah timur Jakarta. Ketiadaan dana mengakibatkan pembangunan kanal - yang lazim disebut sebagai Banjir Kanal Timur (BKT) - itu tertunda.
Perkembangan kota Jakarta beserta wilayah pendukung di sekitarnya - Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi - mengakibatkan dampak banjir makin buruk dari tahun ke tahun. Pada tahun 2002 Jakarta kembali dilanda banjir. Setahun sesudah itu (2003) pembangunan BKT yang direncanakan 30 tahun yang lampau akhirnya dicanangkan. Meski demikian, realisasi pembangunan BKT tetap tersendat-sendat. Banjir yang terjadi pada awal tahun 2007 membuat pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memperkuat komitmen merealisasikan pembangunan BKT.
Penelitian tentang "Upaya Pengendalian Banjir di DKI Jakarta: Realisasi dan Rencana Pembangunan Banjir Kanal Timur" adalah penelitian tentang permasalahan yang rumit yang terkait dengan sejarah, kebijakan dan manajemen yang memerlukan pendekatan kualitatif dengan grounded theory. Penelitian bertujuan mengungkapkan apa daya upaya pengendalian banjir di DKI Jakarta yang telah dilaksanakan, dan apa kendala yang dihadapi ketika pembangunan BKT mulai dilaksanakan.
Penelitian ini berdasarkan hasil wawancara dengan sejumlah narasumber dan perighimpunan data lewat dokumen pemerintah. Seluruh informasi yang diperoleh dikelompokkan, dilakukan pengkodean, dan dianalisis.
Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa upaya pengendalian banjir di DKI Jakarta tidak disertai oleh komitmen yang kuat, bail( dari pemerintah pusat maupun dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Ketidakjelasan realisasi pembangunan BKT, mengakibatkan daerah yang pada tahun 1973 sudah direncanakan akan digunakan sebagai trace BKT berkembang menjadi permukiman penduduk yang pada gilirannya menimbulkan kesulitan penyediaan tanah untuk trace kanal tersebut.
Hasil penelitian ini memberi kejelasan tentang upaya pengendalian banjir di DKI Jakarta yang pernah dan sedang dilakukan. Implikasi dari penelitian ini adalah perbaikan pada kinerja pemerintah kota terutarna yang menyangkut tats rung kota yang terkait dengan kondisi geografis DKI Jakarta.

ABSTRACT
Flood was and is a problem with Jakarta since the time when it was called Batavia in the Dutch colonial times. To minimize its impact, in 1918 Dutch colonial government drafted a plan, known as van Breen Plan, to construct two canals to divert Ciliwung river flow to the east and west of the city, in order to save the city from its overflow. The canal on the west side was completed in 1920, but the canal on the east side of the city was never realized during the colonial period and even after tens of years after Indonesia's independence in 1945.
After becoming the capital of the Republic of Indonesia, Jakarta was often hit by flood during the peak period of each year's rainy season. In 1965 President Sukarno established a "Command Centre for Flood Control Project" in Jakarta bearing the responsibility to control the flood in the capital. The collaboration between the then Department of Public Works and Electricity and the Netherlands Engineering Consultants, NEDECO, in 1973 produced a Master Plan for Flood Control. One of its recommendations was to re-implement the van Breen Plan: construction of flood canal on the eastern fringe of Jakarta. Lack of funds, however, impeded the completion of the construction of what is popularly called the "Eastern Flood Canal."
The growth of Jakarta and its hinterland - Bogor, Depok, Tangerang, and Bekasi made the impacts of flood even worse over the years. In 2002 Jakarta was again heavily inundated. The year after, 2003, the construction of Eastern Flood Canal that had been still on plan for more than 30 years was eventually kicked off ground, if far from being a smooth one. In the beginning of 2007 another devastating flood prompted both the central and Jakarta Special District governments to yet revive and strengthen their commitment to build the Eastern Flood Canal.
The present thesis, "Flood Control in Jakarta: Plan and Realization of Eastern Flood Canal", having the complexity of history, policies, and management as backdrop, is a qualitative study taking grounded theory as its approach. It aims to uncover what efforts have been made, and which part of the plan has been implemented, and what sort of constraints that have grown out to impede the completion of the construction of the Eastern Flood Canal.
This study is based on interviews with a number of resourceful persons and the collection of official documents. All information is then put into categories, and analysis is made accordingly.
This study discovered that flood control efforts in Jakarta had not been based on strong commitment from either national government or local Jakarta government. The construction of Eastern Flood Canal was then put into further uncertainty when the areas designated for the canal's ground-plan was converted into people's settlement which further complicated the expropriation of the very land required for the construction of the canal.
This study sheds light on past and current flood control efforts in Jakarta. It implies that there is a need to improve the performance of the city's government, especially in the areas related to urban development planning in its relation to Jakarta's specific geographical conditions.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20743
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Febriono Putra
"Banjir merupakan bencana yang hampir setiap tahun terjadi di wilayah-wilayah Indonesia, salah satunya Kabupaten Karawang. Analisis Penginderaan Jauh menjadi penting dilakukan untuk mengetahui persebaran daerah yang berpotensi banjir dengan memperhatikan aspek geomorfologi dikarenakan lebih efisien, murah, dan jangkauannya luas. Berdasarkan topografi dan morfologinya, Kabupaten Karawang sebagian besar merupakan dataran yang relatif rendah dengan variasi ketinggian antara 0-5 mdpl, terdiri dari dataran, perbukitan, dan pegunungan dengan dominasi kemiringan lereng 0-2%. Metode yang digunakan adalah metode penginderaan jauh menggunakan data satelit Himawari-8 yang nantinya digabungkan dengan data lain seperti data indeks banjir dari BNPB dan data administratif dari BIG. Setelah itu, data diolah menggunakan perangkat lunak ArcGIS 10.4 yang meliputi pembuatan peta potensi banjir dan peta geomorfologi. Hasil Analisis menunjukkan bahwa daerah penelitian memiliki morfologi dominan berupa dataran rendah dengan kemiringan lereng 0-2% yang mencapai kurang lebih 75%. Selain dataran rendah, terdapat morfologi perbukitan dan pegunungan dengan elevasi 50 sampai lebih dari 1000 mdpl dengan kemiringan lereng bervariatif antara 2-140%. Untuk persebaran daerah potensi banjir, didapatkan hasil bahwa dari 30 kecamatan yang ada di Kabupaten Karawang, hanya dua kecamatan yang tidak berpotensi banjir, yakni kecamatan Ciampel dan Kota Baru. Secara kuantitatif, potensi kejadian banjir yang terjadi di Kabupaten Karawang pada Mei 2019 sebesar 36 potensi kejadian dengan jumlah terbanyak terdapat pada minggu ketiga sebesar 11 potensi kejadian

Flood is a disaster which occurs almost every year in some of Indonesian regions, one of them is Karawang Regency. Remote Sensing Analysis is important to know the distribution of areas that have the potential to flood by paying attention to geomorphological aspects because it is more efficient, inexpensive, and has a wide range. Based on the topography and morphology, Karawang regency is mostly a relatively low plain with a height variation between 0-5 meters above sea level, consisting of plains, hills, and mountains with the dominant slope of 0-2%. The method used is a remote sensing method using Himawari-8 satellite data which will be combined with other data such as flood index data from BNPB and administrative data from BIG. After that, the data is processed using ArcGIS 10.4 software which includes making flood potential maps and geomorphological maps. The analysis shows that the study area has a dominant morphology in the form of lowlands with a slope of 0-2% which reaches approximately 75%. In addition to the lowlands, there is morphology of hills and mountains with elevations of 50 to more than 1000 masl with slope vary between 2-140%. For the distribution of potential flooding areas, the results obtained are that from 30 sub-districts in the Karawang regency, only two sub-districts have no potential for flooding, such as Ciampel and Kota Baru sub-districts. Quantitatively, the potential for floods that occurred in Karawang Regency in May 2019 was 36 potential floods with the most number being in the third week of 11 potential floods"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Putri Nurul Fitria
"[Daerah Aliran Sungai Ciliwung adalah salah satu DAS kritis di Indonesia karena mengalami banjir setiap tahun termasuk di wilayah koridor Cililitan sampai Kampung Melayu yang mengakibatkan kerugian harta benda Salah satu adaptasinya adalah asuransi banjir. Namun sampai saat ini belum ada data pembagian zona premi wilayah yang sesuai dengan fakta wilayah. Disisi lain kriteria penetapan premi dari OJK ditentukan oleh dua variabel yaitu kejadian banjir dan kedalaman banjir padahal penilaian tingkat risiko juga dapat dipengaruhi oleh faktor lain. Tujuan penelitian ini adalah 1 untuk mengkaji pengaruh variabel penelitian sebagai kriteria tambahan penentu premi yang diperoleh dari hasil overlay antara zonasi premi menurut kriteria dari OJK dan zonasi setiap variabel tambahan penentu premi 2 untuk mengetahui persebaran zona premi asuransi banjir secara realita yang diperoleh dari hasil analisis spasial variabel penelitian terhadap premi. Hasil penelitian ini adalah 1. Ada dua variabel yang sangat berhubungan kuat terhadap premi asuransi banjir yaitu lama surut dan kerugian harta benda yang menjadi kriteria tambahan dalam zonasi premi asuransi banjir lini harta benda terbaru 2 di DAS Ciliwung koridor Cililitan-Kampung Melayu seluruh wilayah penelitian memiliki semua kelas zona dimana sebagian daerah di Kelurahan Bidara Cina RW 09 dan Kelurahan Bukit Duri RW 06 berubah menjadi zona sedang menurut kriteria zonasi premi terbaru.

Ciliwung River Basin is one of the critical watershed in Indonesia due to flooding everyyear including in the area of the corridor Cililitan to Kampung Melayu cause in property loss. One adaptation is flood insurance But until now there has been no data zoning premiums in accordance with the facts territory region. On the other hand criteria for setting premiums from OJK is determined by two variables the incidence of flooding and flood depth whereas assessment of the level of risk may also be influenced by other factors. The purpose of this study were 1 to assess the effect of variables in this research as additional criteria determinant of the premium obtained from overlay the zoning premiums according to the criteria of the OJK and the zoning of additional variables determinant of the premium 2 to determine the distribution zone insurance premiums flooding in reality obtained from spatial analysis variable premium Results of this study were 1. There are two variables are correlated strongly to the insurance premium of flooding that is low tide period and loss of property the additional criteria in the new zoning insurance premiums flood line of property 2 in Ciliwung corridor Cililitan ndash Kampung Melayu the whole area of research has all classes of the zone where most of the area in the Bidara Cina RW 09 and Bukit Duri RW 06 changed into a moderate zone according to the new premium zoning criteria., Ciliwung River Basin is one of the critical watershed in Indonesia due to flooding everyyear including in the area of the corridor Cililitan to Kampung Melayu cause in property loss One adaptation is flood insurance But until now there has been no data zoning premiums in accordance with the facts territory region On the other hand criteria for setting premiums from OJK is determined by two variables the incidence of flooding and flood depth whereas assessment of the level of risk may also be influenced by other factors The purpose of this study were 1 to assess the effect of variables in this research as additional criteria determinant of the premium obtained from overlay the zoning premiums according to the criteria of the OJK and the zoning of additional variables determinant of the premium 2 to determine the distribution zone insurance premiums flooding in reality obtained from spatial analysis variable premium Results of this study were 1 There are two variables are correlated strongly to the insurance premium of flooding that is low tide period and loss of property the additional criteria in the new zoning insurance premiums flood line of property 2 in Ciliwung corridor Cililitan ndash Kampung Melayu the whole area of research has all classes of the zone where most of the area in the Bidara Cina RW 09 and Bukit Duri RW 06 changed into a moderate zone according to the new premium zoning criteria ]"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
S61387
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rohani Budi Prihatin
Yogyakarta: Insist Press, 2013
363.349 36 ROH b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Irwan Ilyas, auhtor
"Masih tingginya proporsi Multi Basiller (MB) diatas 80 persen dari tahun 2009 sampai 2012 di Provinsi DKI Jakarta, mengindikasikan bahwa peluang penularan penyakit kusta cukup tinggi dan program pengendalian penyakit kusta masih belum berjalan optimal sesuai dengan kebijakan pengendalian penyakit kusta. Mengidentifikasi permasalahan implementasi pengendalian penyakit kusta ditinjau dari aspek aktor, konteks, konten dan proses. Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif.
Hasil menunjukkan bahwa dari aspek aktor, konteks, konten dan proses belum berjalan baik yang mengakibatkan program nasional dan di Propinsi DKI Jakarta belum searah sehingga target pengendalian penyakit kusta belum tercapai.Saran sebagai program memerlukan pengembangan karena dari ketersediaan tenaga dan dana belum memadai serta belum ada kebijakan teknis pengendalian penyakit kusta.
Kesimpulan : Pengendalian penyakit kusta memerlukan acuan dan pedoman dalam pelaksanaan agar tercapai target pengendalian penyakit kusta yaitu kebijakan. Oleh karena itu disarankan pelaksanaan pengendalian dilaksanakan secara komprehensif dari pusat, dinas kesehatan, sudin sampai level puskesmas serta menetapkan tujuan pengendalian penyakit kusta dalam bentuk eliminasi atau eradikasi dan kebijakan teknis pengendalian penyakit kusta.

The proportion of multibacillary (MB) leprosy in the Province of Jakarta Special Capital Region from 2009 to 2012 is well above 80 percent. This indicates that the risk of contracting leprosy among urban people is still high and that leprosy control programs have not brought significant improvement. Current programs have limited capacity to reach the objectives specified in leprosy control policies. The purpose of this study is to identify the problems in current leprosy control programs in terms of actors, contexts, contents, and process. This study applies the qualitative method.
Results show that all aspects of leprosy control programs (actor, context, content, and process) are still far from satisfactory. It is also found that leprosy control programs, both at national and provincial levels, lack effective coordination, which prevent them from achieving their objectives. This study analyzes leprosy control programs using four variables: actor, context, content, and process, which are found to be unsatisfactory because of lack of coordination.
This finding clearly suggests that a considerable improvement needs to be carried out for a more effective leprosy control programs in Indonesia. However, there remain three main obstacles: unqualified human resources, insufficient fund, and lack of practical policies on leprosy control. These setbacks call for more comprehensive and practical guidelines and regulations to improve the quality of leprosy control programs at all levels of bureaucracy, from the central government to local Public Health Centers. Additionally, policymakers also need to define the right approach for leprosy control programs?either elimination or eradication? and to develop a more comprehensive and practical policies on leprosy control.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T36774
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Bayu Sanjaya
"DKI Jakarta yang merupakan Ibu Kota Negara mempunyai fungsi sebagai Pusat Pemerintahan sekaligus sebagai Pusat Perekonomian, memiliki jumlah dan kepadatan penduduk tertinggi di Indonesia. Jakarta mengalami banyak masalah pokok perkotaan salah satunya adalah masalah lingkungan berupa bahaya banjir, mengingat kondisi geomorfologi Jakarta dan bentuk aliran sungai bercorak peneplain yang kemudian dibenturkan dengan degradasi lingkungan akibat pertambahan jumlah penduduk baik kenaikan jumlah penduduk berdasarkan tambahan alam maupun urbanisasi penduduk yang terus meningkat. Konsep penanganan banjir yang berhasil dilaksanakan yaitu dengan menggunakan pembangunan dan revitalisasi prasarana sumber daya air secara terpadu dengan konsep naturalisasi. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di Provinsi DKI Jakarta yang terbatas, sehingga tidak mencukupi dalam pembiayaan pengembangan kawasan naturalisasi sungai, maka diperlukan kolaborasi dengan pihak Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) agar tercipta tujuan pengembangan kawasan naturalisasi sungai. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur dan menganalisis kesediaan membayar (willingness to pay) BUMS, khususnya yang berlokasi di sempadan sungai, dengan melakukan pengembangan kawasan naturalisasi sungai maka Pemerintah DKI Jakarta dapat memberikan insentif berupa penambahan nilai KLB. Penelitian ini menggunakan metode analisis statistika deskriptif berupa tabulasi silang dan analisis statistika inferensial berupa ANOVA terhadap 24 responden BUMS di Provinsi DKI Jakarta yang berlokasi di sempadan sungai. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa BUMS memiliki kesediaan membayar yang rendah dibandingkan dengan nilai yang ditawarkan untuk kompensasi pengembangan kawasan naturalisasi sungai. Selain itu, terdapat variasi dari kesediaan membayar BUMS, namun variasi ini tidak signifikan, kecuali pada aspek persetujuan BUMS apabila estimasi biaya kompensasi ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Melalui hasil tersebut, penelitian ini juga menghasilkan rekomendasi kebijakan bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terkait dengan peraturan perundang-undangan eksisting mengenai pengembangan kawasan naturalisasi sungai.

DKI Jakarta, which is the capital city of the state, has the function as the center of government as well as the center of the economy, and has the highest population number and density in Indonesia. Jakarta experiences many urban problems, one of which is environmental problems in the form of flood hazards, considering the geomorphological conditions of Jakarta and the shape of the river flow pattern with a peneplain pattern that coincides also with environmental degradation due to population growth, both increasing population based on natural additions and increasing population urbanization. The concept of flood management that has been successfully implemented is by using the development and revitalization of water resource infrastructure in an integrated manner with the concept of naturalization. The Regional Revenue and Expenditure Budget (APBD) in DKI Jakarta Province is limited, so that it is not sufficient to finance the development of river naturalization areas, so collaboration with Private-Owned Enterprises (BUMS) is needed to create the goal of developing river naturalization areas. This study aims to measure and analyze the willingness to pay of BUMS, especially those located on river borders. By developing naturalized river areas, the DKI Jakarta Government can provide incentives in the form of additional Floor Area Ratio (FAR) values. This study uses descriptive statistical analysis methods in the form of cross tabulation and inferential statistical analysis in the form of ANOVA to 24 BUMS respondents in DKI Jakarta Province which are located on river borders. The results of this study indicate that BUMS has a low willingness to pay compared to the value offered for compensation for the development of naturalized river areas. In addition, there is a variation in the willingness to pay for BUMS, but this variation is not significant, except for the aspect of BUMS approval if the estimated compensation cost is determined by the DKI Jakarta Provincial Government. Through these results, this research also produces policy recommendations for the DKI Jakarta Provincial Government related to the existing laws and regulations regarding the development of naturalized river areas"
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabilla Reysa Utami
"Banjir menjadi diskursus politik utama di Provinsi DKI Jakarta pasca desentralisasi diterapkan dan juga peristiwa banjir besar pada tahun 2002. Penelitian ini hadir dengan melihat pola dari upaya mengkonstruksikan framing dalam kebijakan banjir di Provinsi DKI Jakarta. Analisis pola tersebut dilihat dengan menggunakan teori siklus hidrososial, pendekatan framing dan juga pendekatan paradigma manajemen banjir. Penelitian ini berlokasi di wilayah kerja Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta serta memiliki manfaat untuk melihat konsistensi pola kebijakan banjir beserta dampaknya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan menggunakan studi analisis kebijakan selama 17 tahun dari tahun 2002-2019. Untuk mengkonstruksikan framing, peneliti menggunakan teknik menamakan kategori kebijakan (naming), mengurutkan kategori berdasarkan pendekatan yang digunakan (Categorization and numbering), coding untuk mengklasifikasi kebijakan, dan kemudian coding tersebut dikonstruksikan melalui simplifikasi framing dengan dasar konsep yang digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini memiliki temuan bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membangun framing tertentu agar dapat mempertahankan akses akan pengendalian banjir melalui kebijakan yang dihasilkan. Relasi kuasa yang dihasilkan sistem sosial politik berdampak pada upaya dominasi framing pada kebijakan banjir. Framing tersebut berdampak pada konsistensi wacana penanggulangan banjir yang didominasi oleh paradigma manajemen banjir secara teknis.

Floods became the main political discourse in the DKI Jakarta Province after decentralization was implemented and the flood disaster which happened at 2002. This research was aims to giving the pattern of efforts to construct framing in flood policies in DKI Jakarta Province. The analysis was seen using the hydro-social cycle theory, framing approach and also the flood management paradigm. This research was located in the area of the DKI Jakarta Provincial Government and has the benefit to discover the policy impact through the pattern of flood policy. The method used in this study is qualitative by using policy analysis for 17 years from 2002-2019. To construct framing, researcher use a technique called the policy category (naming), sorting categories based on the assessment used (categorization and numbering), coding to classify policies, and then coding is constructed through simplification of framing based on the theory and approach which used in this research. This research found that the Provincial Government of DKI Jakarta is constructing the framing in order to be able to maintain their access towards the flood management policies. The social and political system are influencing their efforts to dominate the framing towards influencing flood related policies. The framing which used by the DKI Jakarta Provincial Government boost the consistency of flood related discourse which favoring the technical flood paradigm towards Jakarta’s flood related policies."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>