Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 189898 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurul Adilah
"Tujuan: Mendeskripsikan tren angka unmet need untuk utilisasi pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Indonesia tahun 1993-2014.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik deskriptif dengan desain cohort menggunakan data sekunder dari Indonesia Family Life Survey (IFLS) gelombang 1-5 yaitu tahun 1993-2004 (n=122.575). Analisis deskriptif dilakukan pada perceived need dan juga utilisasi untuk mendapatkan proporsi dari keduanya dan mendapatkan variabel unmet need serta regresi logistik untuk melihat hubungan antara perceived need, unmet need, dan utilisasi pelayanan kesehatan gigi dan mulut dengan berbagai karakteristik sosiodemografi penduduk Indonesia pada tahun 1993-2014.
Hasil: Hanya sebanyak 12.86% penduduk Indonesia yang memiliki perceived need  untuk pelayanan kesehatan gigi dan mulut dan hanya 15.13% yang melakukan utilisasi pelayanan kesehatan gigi dan mulut pada tahun 1993-2014 yang kemudian dari keduanya didapatkan hasil bahwa 76.87% penduduk yang memiliki kebutuhan akan perawatan gigi dan mulut tidak mendapatkan perawatan yang mereka butuhkan (unmet need). Hasil dari regresi logistik menunjukkan kemungkinan terjadinya unmet need yang signifikan pada responden berusia 45-59 tahun, berpendidikan kurang dari pendidikan dasar (<9 tahun), bekerja, dan tidak memiliki jaminan kesehatan pada tahun 1993-2014.
Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan bahwa proporsi unmet need di Indonesia pada tahun 1993-2014 masih cukup tinggi.

Objectives: Describe the trend of unmet need for utilization of dental and oral health services in Indonesia in 1993-2014.
Method: This research is a descriptive analytic study with a cohort design using secondary data from the Indonesia Family Life Survey (IFLS) waves 1-5, 1993-2004 (n=122.575). Descriptive analysis was carried out on perceived need and also utilization to get the proportion of both and obtain the unmet need variable and logistic regression to see the relationship between perceived need, unmet need, and utilization of dental and oral health services with various sociodemographic characteristics of the Indonesian population in 1993-2014.
Result: Only 12.86% of Indonesia's population who has perceived need  for dental and oral health services and only 15.13% were doing utilization of dental and oral health services in the year 1993 to 2014 which then of the two showed that 76.87% of the population who have a need for dental and oral care do not get the care they need (unmet need). The results of the logistic regression showed the significant possibility of unmet need on respondents aged 45-59 years, educated less than basic education (<9 years), worked, and did not have health insurance in 1993-2014.
Conclusion: This study shows that the proportion of unmet needs in Indonesia in 1993-2014 is still high.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Shabrina
"Tujuan: Mendeskripsikan unmet need dan inequality dalam utilisasi pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Indonesia tahun 2013. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain cross-sectional menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) ditahun 2013. Analisis deskriptif, regresi logistik dan concentration index (CI) digunakan pada studi ini. Hasil: Dari seluruh responden Susenas 2013, hanya 1,64% penduduk Indonesia yang memiliki perceived need dan hanya 2,30% penduduk yang melakukan utilisasi pelayanan kesehatan gigi dan mulut di tahun 2013. Dari perceived need tersebut, terdapat 94,82% responden memiliki unmet need. Analisis regresi logistik menunjukkan hubungan signifikan antara unmet need dengan usia, jenis kelamin, tempat tinggal, kepemilikan jaminan kesehatan dan tingkat pendidikan. Analisis CI dari perceived need dan utilisasi pelayanan kesehatan gigi dan mulut menunjukkan adanya inequality yang keduanya lebih terkonsentrasi pada kelompok sosiekonomi tinggi (pro-rich). Kesimpulan: Berdasarkan penelitian ini, masih terdapat unmet need dan inequality dalam pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Indonesia tahun 2013.
Objectives: To describe unmet need and inequality in utilization of dental care in Indonesia year 2013. Method: This study is a descriptive study with a cross-sectional design using secondary data from the Indonesian National Socioeconomic Surveys (Susenas) in 2013. Descriptive analysis, simple logistic regression and concentration index was used in this study. Result: From all Susenas respondents in 2013, only 1.64% of the Indonesian population accounted for need (perceived need), and only 2.30% of the population has utilized the dental care in 2013. From those who accounted for perceived need, 94.82% respondents has unmet need. Logistic regression analysis showed the significant association between unmet need and age, gender, residence, health insurance entitlement, and education.  Concentration index (CI) analysis from perceived need and utilization both showed the existence of inequality which are more concentrated in the higher socioeconomic group (pro-rich). Conclusion: Based on this study, unmet need and inequality in utilization of dental care in indonesia on 2013 still exists."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyan Ayu Hapsari
"Tujuan: Mendeskripsikan inequality dalam perceived need dan utilisasi pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Indonesia tahun 1993-2014.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik deskriptif dengan desain cohort menggunakan data sekunder dari Indonesian Family Life Survey (IFLS) pada tahun 1993-2014 (n = 122.575). Analisis deskriptif, penghitungan Concentration Index (CI) dilakukan untuk melihat inequality pada pelayanan kesehatan gigi dan mulut dengan berbagai karakteristik sosiodemografi penduduk Indonesia pada tahun 1993-2014.
Hasil: Dari total keseluruhan responden IFLS 1-5, terdapat 12,86% individu yang memiliki perceived need dan hanya 23,13% individu yang melakukan utilisasi. Kemudian pada hasil analisis concentration index (CI) dari perceived need bernilai negatif pada IFLS 1 (CI = -0,006), IFLS 4 (CI = -0,014), dan IFLS 5 (CI = -0,004) sehingga mengindikasikan adanya signifikansi pro-poor inequality dalam perceived need dan bernilai positif pada IFLS 2 (CI = 0,02) dan IFLS 3 (CI = 0,015) sehingga mengindikasikan adanya signifikansi pro-rich inequality dalam perceived need. Sedangkan pada hasil analisis concentration index (CI) dari utilisasi bernilai positif pada IFLS 1 (CI = 0,111), IFLS 3 (CI = 0,092), IFLS 4 (CI = 0,94), dan IFLS 5 (CI = 0,249) sehingga mengindikasikan adanya signifikansi pro-rich inequality dalam utilisasi pelayanan kesehatan gigi dan mulut bernilai negative pada IFLS 2 (CI = - 0,008) sehingga mengindikasikan adanya signifikansi pro-poor inequality dalam utilisasi pelayanan kesehatan gigi dan mulut.
Kesimpulan: Berdasarkan penelitian ini menunjukkan bahwa masih terdapat inequality dalam perceived need dan utilisasi pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Indonesia pada tahun 1993-2014.

Objectives: Describe the inequality in perceived need and utilization of dental and oral health services in Indonesia in 1993-2014.
Method: This research is a descriptive analytic study with a cohort design using secondary data from the Indonesian Family Life Survey (IFLS) in 1993-2014 (n = 122.575). Descriptive analysis, calculating the Concentration Index (CI) was carried out to see the inequality in dental and oral health services with various sociodemographic characteristics of the Indonesian population in 1993-2014.
Result: Of the total IFLS respondents 1-5, there are 12.86% individuals who have perceived need and only 23.13% individuals who do utilization. Then the results of the concentration index (CI) analysis of perceived need are negative at IFLS 1 (CI = -0.006), IFLS 4 (CI = -0.014), and IFLS 5 (CI = -0.004), indicating a significant pro-poor inequality. in perceived need and has a positive value in IFLS 2 (CI = 0.02) and IFLS 3 (CI = 0.015) thus indicating a significant pro-rich inequality in perceived need. While the results of the concentration index (CI) analysis of utilization are positive at IFLS 1 (CI = 0.111), IFLS 3 (CI = 0.092), IFLS 4 (CI = 0.94), and IFLS 5 (CI = 0.249) thus indicating the significance of the pro-rich inequality in the utilization of dental and oral health services is negative in IFLS 2 (CI = -0.008), thus indicating a significant pro-poor inequality in the utilization of dental and oral health services.
Conclusion: Based on this research, it shows that there is still inequality in the perceived need and utilization of dental and oral health services in Indonesia in 1993-2014.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadine Khalissya
"Tujuan: Untuk mendeskripsikan kebutuhan yang dirasakan akan dan pemanfaatan layanan kesehatan gigi di Indonesia Indonesia pada 2013. Metode: Studi cross-sectional dilakukan dengan menggunakan data sekunder dari Survei Sosial Ekonomi Nasional Indonesia tahun 2013 (n = 260.925). Deskriptif analisis dan regresi logistik digunakan untuk menggambarkan proporsi dan hubungan antara kebutuhan yang dirasakan dan pemanfaatan perawatan kesehatan gigi dari beberapa karakteristik sosiodemografi. Hubungan antara kebutuhan yang dirasakan dan kebiasaan menyikat gigi juga dianalisis menggunakan regresi logistik. Hasil: 1,64% dari Orang Indonesia memiliki kebutuhan yang dirasakan akan perawatan kesehatan gigi pada tahun 2013 dan persentase untuk pemanfaatannya adalah 2,30% orang Indonesia pada tahun yang sama. Analisis regresi logistik menunjukkan hasil yang signifikan secara statistik yang menunjukkan rasio odds yang lebih tinggi untuk kebutuhan yang dirasakan untuk dan pemanfaatan perawatan kesehatan gigi pada responden yang berusia <15 tahun, perempuan, belum menikah, memiliki pendidikan tinggi, dan diasuransikan. Hasil juga menunjukkan bahwa responden dengan kebutuhan yang dirasakan memiliki rasio odds yang lebih tinggi untuk kebiasaan menyikat gigi. Kesimpulan: The proporsi kebutuhan yang dirasakan dan pemanfaatan layanan kesehatan gigi di Indonesia pada tahun 2013 ditemukan rendah dan dikaitkan dengan beberapa faktor sosiodemografi.
Objective: To describe the perceived need for and utilization of dental health services in Indonesia in Indonesia in 2013. Method: A cross-sectional study was conducted using secondary data from the 2013 Indonesian National Socio-Economic Survey (n = 260,925). Descriptive analysis and logistic regression are used to illustrate the proportion and relationship between perceived needs and utilization of dental health care from several sociodemographic characteristics. The relationship between perceived needs and toothbrushing habits was also analyzed using logistic regression. Results: 1.64% of Indonesians had a perceived need for dental health care in 2013 and the percentage for utilization was 2.30% of Indonesians in the same year. Logistic regression analysis showed statistically significant results which showed a higher odds ratio for perceived need for and utilization of dental health care for respondents aged <15 years, women, unmarried, highly educated, and insured. The results also showed that respondents with perceived needs had a higher odds ratio for toothbrushing habits. Conclusion: The proportion of perceived need and utilization of dental health services in Indonesia in 2013 was found to be low and associated with several sociodemographic factors."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karina Lorensimaya
"Unmet need adalah proporsi wanita usia subur dalam status kawin yang tidak menggunakan alat kontrasepsi meskipun mereka menyatakan ingin menjarangkan kehamilan atau membatasi kelahiran. Persentase unmet need di Indonesia tahun 2012 adalah 11 persen, angka ini masih perlu untuk diturunkan sesuai dengan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) di tahun 2014, yaitu 6,5 persen dan target Millennium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015, yaitu lima persen. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan kejadian kebutuhan pelayanan KB tidak terpenuhi di Indonesia serta faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian tersebut. Penelitian ini menggunakan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 yang meliputi analisis univariat, bivariat dan multivariat dengan desain studi potong lintang.
Hasil menunjukkan bahwa total kejadian kebutuhan KB tidak terpenuhi di Indonesia adalah 11,4 persen. Tujuh persen untuk membatasi kelahiran dan empat persen untuk menjarangkan kehamilan. Faktor yang berhubungan dengan kejadian kebutuhan KB tidak terpenuhi di Indonesia adalah umur wanita, jumlah anak hidup, jumlah anak ideal, wilayah tempat tinggal, pendidikan suami, pengetahuan tentang kontrasepsi, dan diskusi suami istri tentang KB. Faktor yang paling berhubungan terhadap kejadian kebutuhan KB tidak terpenuhi di Indonesia adalah diskusi suami istri tentang KB.

Unmet need is the proportion of women of childbearing age in marital status were not using contraception even though they said they want to spacing or limiting births. The percentage of unmet need in Indonesia in 2012 was 11 percent, this proportion still needs to be decreased in accordance with the target of the National Medium Term Development Plan in 2014 is 6,5 percent and target of Millennium Development Goals (MDGs) in 2015 is five percent. The aim of the study is to describe unmet need for family planning in Indonesia and factors related to it. Data of Indonesia Demographic and Health Survey (IDHS) 2012 were used for univariate, bivariate and multivariate analysis with the design of cross-sectional study.
The results showed that the total of unmet need for family planning in Indonesia is 11,4 percent, seven percent for limiting births and four percent for spacing births. Factors associated with unmet need for family planning in Indonesia is woman's age, number of living children, ideal number of children, region of residence, husband's education, knowledge of contraception, and discussions couple about family planning. Most related factor to the case of unmet need for family planning in Indonesia is discussions couple about family planning.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55760
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Ayu Utami
"Target RJPMN 2015-2019 terhadap kebutuhan KB yang tidak terpenuhi (unmet need) yaitu sebesar 9,9 persen belum tercapai, seperti terlihat pada hasil SDKI 2017 terhadap unmet need sebesar 10,6 persen. Unmet need merupakan salah satu faktor penyebab kehamilan yang tidak diinginkan dan aborsi yang tidak aman yang dapat menyebabkan kesakitan dan kematian maternal. Untuk meningkatkan kesehatan ibu, termasuk keluarga berencana perlu untuk mengatasi masalah keberdayaan perempuan (women's empowerment) yang merupakan tujuan ke lima Sustainable Development Goals (SDG's), yaitu mencapai kesetaraan gender dan keberdayaan perempuan. Penelitian ini bertujuan mempelajari hubungan antara keberdayaan perempuan serta variabel demografi dan sosial ekonomi terhadap unmet need di Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data SDKI 2017. Unit analisisnya adalah perempuan usia subur umur 15-49 tahun yang berstatus kawin/hidup bersama serta memiliki kebutuhan terhadap KB dengan observasi berjumlah 26.249 individu. Kategori unmet need adalah unmet need penjarangan dan unmet need pembatasan. Metode analisis yang digunakan adalah regresi logit biner dan multinomial logit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa empat dari lima komponen keberdayaan perempuan berpengaruh signifikan secara statistik terhadap semua kategori unmet need. Keempat komponen tersebut, yaitu partisipasi kerja perempuan, tingkat pengetahuan, partisipasi pengambilan keputusan rumah tangga, dan kepemilikan aset. Partisipasi kerja perempuan, tingkat pengetahuan, dan kepemilikan aset berpengaruh negatif terhadap unmet need. Sedangkan partisipasi pengambilan keputusan rumah tangga mempunyai pengaruh positif terhadap unmet need. Sementara itu, pandangan pemukulan terhadap istri tidak berpengaruh signifikan secara statistik terhadap semua kategori unmet need. Faktor demografi dan sosial ekonomi memberikan pengaruh pada unmet need, namun tidak semua variabel berpengaruh signifikan pada semua kategori unmet need. Umur, jumlah anak masih hidup, dan pulau tempat tinggal berpengaruh terhadap semua kategori unmet need. Daerah tempat tinggal hanya berpengaruh terhadap unmet need penjarangan dan total unmet need. Pendidikan suami berpengaruh terhadap unmet need penjarangan dan unmet need pembatasan. Kunjungan petugas KB hanya signifikan berpengaruh pada unmet need penjarangan, sedangkan perempuan yang melakukan kunjungan ke fasilitas kesehatan hanya signifikan berpengaruh pada unmet need pembatasan.

The 2015-2019 RJPMN target of unmet need for family planning at 9.9 percent has not been achieved, since the results of the 2017 IDHS on unmet need was 10.6 percent. Unmet need is one of the factors causing unwanted pregnancy and unsafe abortion which can cause morbidity and maternal death. To improve maternal health, as well as family planning, it is necessary to address the issue of women's empowerment which is the fifth objective of the Sustainable Development Goals (SDG's) that covers gender equality and women empowerment. This study aims to study the relationship between women's empowerment, demographic and socioeconomic variables on the unmet need in Indonesia. This study uses data from the 2017 IDHS. The unit of analysis is women at childbearing age-aged 15-49 who were married/living together and had a need for family planning with observations totaling 26,249 individuals. The unmet need is categorized into unmet need for spacing and unmet need for limiting. The analytical methods used are binary logit regression and multinomial logit. The results showed that four of the five components of women's empowerment had a statistically significant effect on all categories of unmet need. These four components, namely women's work participation, level of knowledge, participation in household decision making, and asset ownership. Women's work participation, level of knowledge, and asset ownership negatively affect unmet need. Whereas participation in household decision making has a positive effect on unmet need. Meanwhile, attitude toward wife-beating has no significant effect on all categories of unmet need. Demographic and socioeconomic factors influence the unmet need, but not all variables have a significant effect on all categories of unmet need. Age, number of living children, and region of residence affect all unmet need categories. The place of residence only affects the unmet need for spacing and total unmet need. Husband's education influences unmet need for spacing and unmet need for limiting. Visit by family planning field workers only has a significant effect on unmet need for spacing, while women who visit health facilities only have a significant effect on unmet need for limiting."
Depok: Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Isa
"Skripsi ini membahas determinan atau faktor-faktor yang bisa berpengaruh terhadap status unmet need KB yang bisa dialami oleh wanita. Determinan ini berupa karakteristik atau latar belakang individu yang bisa menimbulkan cost/biaya dan motivasi tertentu dalam penggunaan kontrasepsi sehingga mengakibatkan kebutuhan dari individu terhadap KB tidak bisa terpenuhi. Dalam skripsi ini dilakukan dua analisis: deskriptif dan inferensial terhadap total unmet need berdasarkan data SDKI tahun 2007 dengan ruang lingkup nasional atau seluruh Indonesia. Analisis inferensial menggunakan model regresi logistik biner atau logit.
Hasil analisis terhadap data SDKI sejak tahun 1991 menunjukkan bahwa persentase unmet need di Indonesia telah mengalami penurunan sejak tahun 1991 walaupun angka tersebut stagnan sejak 3 survei terakhir selama 12 tahun di angka 9 persen. Hal ini menunjukkan bahwa unmet need telah menjadi permasalahan laten yang belum bisa sepenuhnya diatasi dan pemerintah harus menjadikan permasalahan ini sebagai salah satu fokus penyelesaian dalam program KB pada masa yang akan datang, demi menunjang pembangunan di bidang kependudukan,walaupun angka 9 persen masih sangat rendah bila dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya di dunia.
Analisis deskriptif menemukan bahwa persentase unmet need akan menurun seiring meningkatnya umur wanita dan meningkat seiring bertambahnya jumlah anak yang dimiliki serta memiliki nilai lebih tinggi pada golongan wanita yang tidak bekerja, bertempat tinggal di desa, kurang berpendidikan, berada pada tingkat kesejahteraan yang rendah, belum pernah memakai KB, dan suaminya tidak setuju terhadap KB.
Analisis menggunakan model multivariat dengan metode logistik biner menunjukkan bahwa umur wanita, jumlah anak masih hidup, status kerja wanita, pendidikan tertinggi, kesejahteraan, wilayah tempat tinggal, status pernah tidaknya memakai KB, persetujuan suami terhadap KB dan banyaknya diskusi tentang KB di antara pasangan, berpengaruh kepada status unmet need KB wanita pada tingkat kepercayaan 95%, dengan hasil yang tidak berlawanan dengan hasil analisis deskriptif kecuali untuk variabel wilayah tempat tinggal dan pendidikan tertinggi.

This thesis discuss about the determinants or factors that could give effects to the status of unmet need for family planning experienced by women. These determinants are the individual characteristics that will cause some certain costs or motivation to the women in using contraception, and could make the demand or willingness from the women to use family planning become unaccomplished. This thesis performs two kind of analysis: Descriptive and inferential analysis of the total unmet need based on data of IDHS 2007 which has a national scope for all provinces in Indonesia.
The analysis of IDHS data since 1991 showing that the percentage of unmet need for family planning have been declining, although the amount of percentage is stagnant for the last 12 years during the last 3 IDHS. This fact shows that unmet need for family planning in Indonesia has become a latent problem which cannot be completely solved and the government should pay attention in solving this problem in the future as a part of sustaining a development in population aspect of the country, although the percentage is relatively low for Indonesia if compared to another developing countries in the world.
Descriptive analysis finds that the percentage of unmet needs will decrease as the age of women become older, and will increase when the number of child possessed by the women is also increasing. The percentage of unmet need would be higher for women with some certain characteristics : Not working women, living in rural area, less educated, low welfare, never use any method of contraception, never discuss family planning with partner and whose husband is disagree to family planning.
Analysis using multivariate model with binary logistic method shows that age of women, number of living children possessed, women working status, women highest education, place of living, welfare, ever use of contraception, discussion about family planning with husband, and the husband approval to family planning are significant determinants for women unmet need status in 95% confidence interval, and the results for all variable are the same with the descriptive analysis conducted before, except for place of living and women highest education variables.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
S6683
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Nengah Sri Kusumadewi
"Indonesia sebagai negara dengan populasi terbanyak ke empat didunia memiliki kebijakan keluarga berencana, yang dikelola oleh Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dalam upaya pengendalian jumlah penduduk. BKKBN memiliki enam indikator startegis di periode 2020-2024, yaitu Total Fertility Rate (TFR), modern Contraceptive Prevalence Rate (mCPR), unmet need KB, Age Spesific Fertility Rate (ASFR) 15-19 tahun, indeks pembangunan Keluarga (iBangga) dan Median Usia Kawin Pertama Perempuan (MUKP). Secara nasional unmet need belum memenuhi target dan bila dilihat secara provinsi terdapat disparitas. Tujuan penelitian ini adalah untuk megkuantifikasi ketidakmertaan sosial unmet need kontrasepsi di Indonesia tahun 2012 dan 2017. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional dari data SDKI tahun 2012 dan 2017. Sampel pada penelitian ini adalah pasangan usia subur (PUS) yang tinggal bersama dan aktif secara seksual dalam 4 minggu terakhir. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 22477 (2012) dan 24173 (2017) pasangan. Pembentukan variabel akses pelayanan KB menggunakan Principal Component Analysis (PCA). Analisis ketidakmerataan yang digunakan merupakan bantuan alat ukur Health Equity Assesment Toolkit (HEAT) yang dikembangkan oeh World Health Organization (WHO) dan dilakukan juga analisis pengelompokkan dengan metode hirarkial. Hasil penelitian akses pelayanan KB paling dipengaruhi oleh informasi kontrasepsi yang diberikan oleh dokter. Secara umum terjadi penurunan nilai absolut unmet need kontrasepsi di Indonesia dari tahun 2012 ke tahun 2017. Namun bila dilihat pada populasinya (confident interval) tidak terdapat perbedaan unmet need dari tahun 2012 dan 2017. Ketidakmerataan unmet need kontrasepsi di Indonesia tahun 2017 masih terjadi dengan dimensi paling dominan adalah paritas (>2 anak) dan umur suami (>45 tahun), kemudian disusul oleh wilayah tempat tinggal (rural) serta sosial ekonomi (teratas). Terdapat perubahan wilayah prioritas unmet need dari tahun 2012 (12 provinsi) ke tahun 2017 (14 provinsi). Dari hasil ini diasumsikan bahwa wilayah berdekatan tidak selalu memiliki karakteristik yang serupa. Artinya, unmet need tidak dipengaruhi kewilayahan. Variabel yang menjadi irisan dari penurunan unmet need dan ketidakmerataan adalah umur suami (>45 tahun), paritas (>2 anak), sosial ekonomi dan wilayah tempat tinggal. Jika hal ini dilihat kembali dengan kluster analisis maka variabel umur suami dan paritas masuk dalam kriteria provinsi prioritas. Provinsi prioritas di tahun 2017 memiliki interval rata-rata umur suami yang paling tua (37.71-40.52 tahun) diantara kelompok lainnya dan juga memiliki paritas yang paling tinggi >2 anak (2.09 – 3.01 anak) di anggota klusternya. 

Indonesia as the fourth most populous country in the world has a family planning policy, which is managed by the National Family Planning Population Agency (BKKBN), in an effort to control population numbers. The BKKBN has six strategic indicators for the 2020-2024 period, namely Total Fertility Rate (TFR), Modern Contraceptive Prevalence Rate (mCPR), Unmet need for family planning, Age Specific Fertility Rate (ASFR) 15-19 years, Family development index (iBangga) and Median Age of First Marriage for Women (MUKP). Nationally, unmet need has not met the target and when viewed by province, there are disparities. The purpose of this research is to quantify the social inequity of unmet need for contraception in Indonesia in 2012 and 2017. This research is a quantitative study with a cross-sectional design based on data from the 2012 and 2017 IDHS. The sample in this study was couples of childbearing age (PUS) who lived together and were sexually active in the last 4 weeks. The number of samples in this study were 22477 (2012) and 24173 (2017) couples. Formation of family planning service access variables using Principal Component Analysis (PCA). The inequality analysis used was the help of the Health Equity Assessment Toolkit (HEAT) developed by the World Health Organization (WHO) and grouping analysis was also carried out using a hierarchical method. The results of the research on access to family planning services are most influenced by contraceptive information provided by doctors. In general, there has been a decline in the absolute value of unmet need for contraception in Indonesia from 2012 to 2017. However, when viewed from the population (confident interval), there is no difference in unmet need from 2012 and 2017. Inequality in unmet need for contraception in Indonesia in 2017 still occurs with dimensions parity (> 2 children) and husband's age (> 45 years), followed by area of residence (rural) and social economy (top). There was a change in the priority areas of unmet need from 2012 (12 provinces) to 2017 (14 provinces). From these results it is assumed that adjacent areas do not always have similar characteristics. That is, unmet need is not influenced by territory. Variables that intersect the decline in unmet need and inequality are husband's age (> 45 years), parity (> 2 children), socioeconomic status and area of residence. If this is seen again with the cluster analysis, the variables of husband's age and parity are included in the priority province criteria. Priority provinces in 2017 have the oldest husband's average age interval (37.71 – 40.52 years) among other groups and also have the highest parity of >2 children (2.09-3.01 children) in their cluster members."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Hamzah Carlo Ortega
"Latar belakang: Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi utilisasi pelayanan kesehatan gigi dan mulut pada disabilitas rungu dewasa muda di Indonesia berdasarkan model perilaku Andersen untuk mengeksplorasi faktor-faktor terkait, sehingga memberikan referensi untuk program intervensi dan pengambilan kebijakan di masa depan. Metode: Penelitian ini merupakan studi mixed method dengan menggunakan metode non-probability sampling yang terdiri atas pengumpulan data kuantitatif dengan desain cross-sectional dari 150 partisipan menggunakan self administered questionnaire, kemudian dilanjutkan dengan tahap kualitatif melalui analisis tematik dari 30 partisipan menggunakan semistructured interview mulai dari Bulan Februari hingga Mei 2024. Statistik deskriptif dan uji chi-square digunakan untuk menganalisis utilisasi pelayanan kesehatan gigi dan mulut variabel independen lainnya. Model regresi logistik dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan utilisasi pelayanan kesehatan gigi dan mulut. Hasil: Prevalensi utilisasi pelayanan kesehatan gigi dan mulut dalam kurun waktu 12 bulan terakhir yaitu sebesar 46,7%. Terdapat hubungan yang signifikan secara statistik antara jenis kelamin (p = 0,018) dan pengetahuan tentang keberadaan lokasi fasilitas kesehatan tenaga medis gigi terdekat (p = 0,016) dengan utilisasi pelayanan kesehatan gigi dan mulut. Regresi logistik multivariat mengkonfirmasi hubungan yang signifikan secara statistik antara jenis kelamin (p = 0,010) dan pengetahuan tentang keberadaan lokasi fasilitas kesehatan tenaga medis gigi terdekat (p = 0,009) dengan utilisasi pelayanan kesehatan gigi dan mulut. Kesimpulan: Prevalensi utilisasi pelayanan kesehatan gigi dan mulut pada disabilitas rungu dewasa muda di Indonesia relatif kurang. Perempuan 2,5 kali lebih banyak utilisasi pelayanan kesehatan gigi dan mulut daripada laki-laki. Adanya pengetahuan mengenai keberadaan faskes tenaga medis gigi terdekat 3,3 kali lebih banyak utilisasi pelayanan kesehatan gigi dan mulut daripada yang tidak tahu. Penting untuk memperkuat pendidikan kesehatan gigi dan mulut serta pemberian akses komunikasi dan informasi yang ramah disabilitas rungu, sehingga dapat meningkatkan utilisasi pelayanan kesehatan gigi dan mulut.

Background: This study aims to evaluate dental utilization among young adults with hearing impairment in Indonesia based on Andersen’s behavioural model to explore associated factors, thereby providing a reference for future intervention program and policy making. Methods: This study is a mixed method study using a non-probability sampling method which consists of collecting quantitative data with a cross-sectional design from 150 participants using a self-administered questionnaire, then continued with a qualitative stage through thematic analysis from 30 participants using semi-structured interviews from February to May 2024. Descriptive statistics and chi-square test were used to analyze the utilization of dental service and other independent variables. Logistic regression models were performed to find the factors associated with dental service utilization. Results: The dental service utilization prevalence during the prior 12 months was 46.7%. A statistically significant association was observed between gender (p = 0.018) and knowledge of the nearest dental health facilities (p = 0.016) with dental care use. Multivariable logistic regression confirmed statistically significant associations between gender (p = 0.010) and knowledge of the nearest dental health facilities (p = 0.009) with dental care use. Conclusion: The prevalence of dental service utilization was relatively low among young adults with hearing impairment in Indonesia. Compared to men, women use dental health services 2.5 times more frequently. The utilization of dentalhealth services is 3.3 times higher among individuals who are aware of the nearest dental health facilities than among those who are unaware of it. It is important to strengthen oral health education and provide access to deaf-friendly communication and information so as to increase the utilization of dental health services."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayudina Larasanti
"Salah satu penyebab belum optimalnya pencapaian angka penggunaan kontrasepsi di Indonesia adalah kejadian unmet need Keluarga Berencana (KB) yang belum sepenuhnya dapat diatasi. Penanganan unmet need KB tidak hanya memerlukan pengukuran besaran angkanya, tetapi juga pemahaman mengenai faktor-faktor penyebabnya. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh determinan pemanfaatan pelayanan keluarga berencana terhadap kejadian unmet need di Indonesia sebagai landasan rekomendasi program yang efektif. Penelitian ini menggunakan data sekunder SDKI 2017 dengan desain cross sectional dengan responden sebanyak 33.635 yang merupakan wanita kawin usia 14-59 tahun. Hasil penelitian terkait distribusi responden menunjukkan bahwa paling banyak responden mendapat kualitas pelayanan KB rendah, termasuk dalam kategori umur tua, pendidikan rendah, indeks kekayaan tinggi, jumlah anak masih hidup 0-2 anak, bekerja, pendidikan suami rendah, tempat tinggal perkotaan, memiliki otonomi rendah, memiliki permasalahan akses terhadap pelayanan kesehatan rendah, dan memiliki jumlah anak ideal ≥ 3 anak. Kejadian unmet need di Indonesia sebesar 11,68%, terdiri dari unmet need spacing (4,86%) dan unmet need limiting (6,82%). Hasil analisis GSEM menunjukkan bahwa variabel kualitas pelayanan KB, status sosio ekonomi demografi, dan jumlah anak ideal berpengaruh signifikan terhadap kejadian unmet need pada analisis Indonesia, daerah unmet need tinggi, maupun daerah unmet need rendah. Variabel otonomi wanita berpengaruh signifikan terhadap kejadian unmet need pada analisis Indonesia dan daerah unmet need rendah, dan permasalahan akses berpengaruh signifikan terhadap kejadian unmet need pada daerah unmet need rendah. Dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh signifikan determinan pemanfaatan pelayanan keluarga berencana terhadap kejadian unmet need di Indonesia. Diperlukan peningkatan terhadap kualitas pelayanan KB, memberikan perhatian lebih terhadap wanita status sosio ekonomi rendah, otonomi wanita rendah, permasalahan akses tinggi, dan wanita dengan jumlah anak ideal ≥ 3 anak. KB Pasca-Persalinan merupakan cara paling efektif dalam menurunkan kejadian unmet need KB. Pemanfaatan media massa dalam pemberian informasi KB khususnya terkait efek samping metode dapat ditingkatkan serta dapat disesuaikan dengan kecenderungan tayangan yang saat ini digemari oleh masyarakat Indonesia. Diperlukan pula peningkatan peran aktif petugas kesehatan dalam memberikan konseling KB yang terintegrasi dalam pelayanan kesehatan Ibu dan Anak.

One of the causes of the non-optimal achievement of contraceptive use rates in Indonesia is the incidence of unmet need for family planning (FP) which has not been fully resolved. Handling the unmet need for family planning requires not only measuring the magnitude of the number, but also an understanding of the factors causing it. This study aims to determine the effect of the determinants of family planning services utilization on the incidence of unmet need in Indonesia as the basis for effective program recommendations. This study uses secondary data from the 2017 IDHS using a cross sectional design with 33,635 respondents who are married women aged 14-59 years. The results of the study related to the distribution of respondents showed that most of the respondents received low-quality family planning services, including in the category of advanced age, low education, high wealth index, number of children still living 0-2 children, working, low husband's education, urban residence, low autonomy, low access to health services, and the ideal number of children is 3 children. The incidence of unmet need in Indonesia is 11.68%, consisting of unmet need spacing (4.86%) and unmet need limiting (6.82%). The results of the GSEM analysis show that the variables of quality of family planning services, socioeconomic status, demographics, and the number of ideal children affect the incidence of unmet need in Indonesia, also in areas of high unmet need and low unmet need. The variable of women's autonomy has a significant effect on the incidence of unmet need in Indonesia and regions with low unmet need, and access problems has a significant effect on the incidence of unmet need in regions with low unmet need. It can be concluded that there is a significant effect on the determinants of family planning services utilization on the incidence of unmet need in Indonesia. It is necessary to improve the quality of family planning services, pay more attention to women with low socio-economic status, low women's autonomy, high access problems, and women with the ideal number of children 3 children. Post-partum family planning is the most effective way to reduce the incidence of unmet need for family planning. The use of mass media in providing family planning information, especially regarding the side effects of the method, can be increased and adapted to the current trend of broadcasts favored by the people of Indonesia. It is also necessary to increase the active role of health workers in providing integrated family planning counseling in maternal and child health services."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>