Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7464 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Khusna Bayu Hardianto
"Penelitian ini mengkaji tahapan-tahapan dalam proses difusi norma penanganan narkoba internasional oleh ASEAN. Sejak era perang dunia I, dunia internasional telah menghadapi ancaman narkoba. Pasca perang dunia II ancaman narkoba terus meningkat dan permasalahan yang ditimbulkan semakin kompleks. Globalisasi dan kemajuan teknologi semakin meningkatkan ancaman narkoba hingga dianggap sebagai salah satu ancaman keamanan nontradisional dan merupakan sebuah kejahatan transnasional. ASEAN sebagai kawasan yang strategis dan berkembang juga menghadapi ancaman narkoba. Melanjutkan langkah-langkah pendahulunya, PBB berupaya melakukan pengendalian narkoba dengan menyusun tiga konvensi terkait narkotika, psikotropika, dan peredarannya. Ketiga konvensi PBB ditandatangani oleh seluruh negara anggota ASEAN. Ketiga konvensi tersebut merupakan rujukan dalam pembuatan kebijakan penanganan narkoba ASEAN. Akan tetapi, hingga saat ini tidak ada konvensi di tingkat regional ASEAN, sehingga kemudian difusi norma yang terjadi dipertanyakan. Dalam mengkaji fenomena tersebut, studi ini menggunakan teori difusi norma dari Jürgen Rüland (2018). Adapun metodologi yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan deduktif, melalui studi literatur dan wawancara. Penelitian ini menemukan bahwa difusi norma yang terjadi melalui seleksi di tingkat domestik. Regionalisme ASEAN didominasi oleh politik domestik masing-masing anggotanya dan dipersatukan oleh konsensus.

This study examines the process of diffusion of international drug control norms by ASEAN. Since the era of World War I, the international community has faced the drug threat. After World War II, the threat continues to increase and the problems that arise becomes more complex. Globalization and technological advances increase the threat, therefore the illicit drugs considered as non-traditional security threats and a transnational crime. ASEANas a strategic and developing region also faces the illicit drug threat. Continuing its predecessors, the United Nations seeks to control drugs by drawing up three conventions related to drugs, psychotropics, and their illicit trafficking. The three conventions were signed by all ASEAN member states. The conventions have become references in ASEAN drug control policy making. However, up to now, there is an absence of a convention on narcotic drugs at the ASEAN regional level. Therefore, the norms diffusion is questioned. In examining this phenomenon, this study uses the theory of norms diffusion from Jargen RAland (2018). The research methodology used in this study is a qualitative method with a deductive approach, through literature studies and interviews. This research finds that norms diffusion occurs through selection at the domestic level. ASEAN regionalism is dominated by the domestic politics of each member and is united by consensus."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rangsang Agung
"Penelitian ini membahas proses difusi norma penanganan terorisme internasional PBB ke Kerangka Kerja Sama ASEAN Convention on Counter Terrorism (ACCT). Pasca peristiwa 9/11, ancaman keamanan nontradisional dalam bentuk terorisme internasional memaksa PBB mengeluarkan resolusi A/RES/60/288 tentang Strategi Global Kontra Terorisme PBB yang mendorong setiap organisasi regional, termasuk ASEAN, untuk mempertimbangkan pengadopsian 16 norma penanganan terorisme internasional PBB. ASEAN merespons hal tersebut dengan membentuk ASEAN Convention on Counter Terrorism (ACCT) sebagai norma regional organisasi tersebut yang “hanya” mengadopsi 14 norma penanganan terorisme internasional PBB sebagai acuan dari ruang lingkup tindakan ofensif kriminal terorisme. Limitasi tersebut menjadi anomali di balik penelitian yang menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deduktif ini. Hasil penelitian yang menggunakan kerangka teori difusi norma ini menunjukkan bahwa ASEAN berupaya melakukan penyesuaian dengan norma eksternal PBB dengan melibatkan basis kognitifnya, yaitu Treaty of Amity and Cooperation (TAC). Dalam proses difusi norma tersebut, ASEAN melakukan eliminasi dan inkorporasi untuk membentuk ACCT.

This study discusses the process of diffusion of United Nations Counter Terrorism Norms in ASEAN Convention on Counter Terrorism (ACCT) Cooperation Framework. After the event of 9/11, non-traditional security threats in the form of international terrorism forced the United Nations to issue a UN Global Counter-Terrorism Strategy in the name of resolution A/RES/60/288 which encourages every regional organization, including ASEAN, to consider adopting 16 UN counter terrorism norms. ASEAN responded to this by establishing the ASEAN Convention on Counter Terrorism (ACCT) as the organization's regional norm which “only” adopted 14 UN prevention and suppression of international terrorism norms as a reference for the scope of criminal acts. This limitation becomes an anomaly behind the research that uses the deductive approach method. The results of this study that uses the theoretical framework of norm diffusion shows that ASEAN seeks to make adjustments to external UN norms by involving its cognitive prior, namely the Treaty of Amity and Cooperation (TAC). In the process of norm diffusion, ASEAN was eliminating and incorporating to form ACCT."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mabda Haerunnisa Fajrilla Sidiq
"Laporan UN GGE tahun 2015 menjadi laporan monumental yang memberikan rekomendasi mengenai pengaturan ruang siber internasional, termasuk norma mengenai sikap negara yang bertanggung jawab. Merespons laporan tersebut, ASEAN menyatakan komitmennya untuk mengikuti dan menyusun langkah implementasi untuk seluruh norma tersebut pada tahun 2018. Menanggapi fenomena tersebut, skripsi ini mempertanyakan mengapa ASEAN memutuskan untuk mengikuti norma siber UN GGE. Skripsi ini menggunakan teori difusi norma sebagai kerangka analisis dan metode causal-process tracing. Penelitian ini menemukan bahwa keputusan untuk mengikuti seluruh norma siber UN GGE sesuai dengan kepentingan negara-negara anggota ASEAN dan basis kognitif ASEAN. ASEAN menunjukkan kesesuaian tersebut dengan mengedepankan karakter komprehensif dari pembahasan mengenai norma siber dengan memanfaatkan bingkai ekonomi dan keamanan. Sementara itu, ASEAN pun menunjukkan respons mimicry terhadap norma UN GGE. Respons tersebut mengimplikasikan bahwa ASEAN cenderung mempertahankan basis kognitif dalam menyambut kehadiran norma eksternal, mengingat kesesuaian norma eksternal dengan nilai-nilai mendasar di ASEAN dan kepentingan negara-negara anggota ASEAN.

"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: ASEAN Secretariat, 1994
362.29 ASS a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sarah Natassja Emmanuela Rawung
"Pencucian uang merupakan tindak kriminal tergolong baru namun berdampak fatal dalam perekonomian global. Urgensi negara-negara untuk menangani masalah tersebut mendorong terbentuknya Financial Action Task Force (FATF) yang berfungsi untuk menegakkan rezim anti pencucian uang internasional dan mempromosikan rezim tersebut ke negara-negara lain, termasuk Indonesia. Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan proses pembentukan rezim anti pencucian uang di Indonesia serta keterlibatan FATF dalam proses tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif yang bersifat deduktif berdasarkan data dari studi pustaka dengan menggunakan teori siklus hidup norma sebagai landasan argumen. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, mengambil kesimpulan bahwa FATF berfungsi sebagai norm entrepreneur yang mendorong pemerintah Indonesia untuk membentuk rezim anti pencucian uang. Penulis menemukan bahwa FATF menggunakan mekanisme sosialisasi norma berupa daftar hitam untuk mempromosikan norma sekaligus memberikan tekanan kepada Indonesia untuk patuh. Hal ini menunjukkan bahwa FATF memiliki keterlibatan yang signifikan dalam proses pembentukan rezim anti pencucian uang di Indonesia. Keseluruhan proses tersebut merupakan bagian dari tahapan siklus hidup norma, yaitu kemunculan norma, norm cascade dan internalisasi norma.

Money laundering is a relatively new crime, yet it has a fatal impact on the global economy. The urgency of countries to deal with these problems has prompted the formation of a Financial Action Task Force (FATF) whose function is to enforce the international anti-money laundering regime and promote the regime to other countries, including Indonesia. This paper aims to explain the process of establishing an anti-money laundering regime in Indonesia and the involvement of the FATF within the process. The research method used is a qualitative approach that is deductive in nature based on data from literature studies, while using the norm life cycle theory as the basis of the argument. Based on the analysis that has been done, it can be concluded that the FATF functions as a norm entrepreneur which pressured the Indonesian government to establish an anti- money laundering regime. The author finds that the FATF uses a norm socialization mechanism in the form of a blacklist in order to promote norms as well as to put pressure on Indonesia to comply. This shows that the FATF has a significant involvement in the process of establishing an anti-money laundering regime in Indonesia. The whole process is part of the stages of the norm life cycle, namely the norm emergence, the norm cascade and the norm internalization."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Sabir
Jakarta: Pustaka sinar Harapan, 1992
959 Sab a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Gill, Ranjit
Jakarta: Gramedia, 1988
959 Gil a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Azhymatul Ullya
"Tulisan ini membahas mengenai pengaruh global norms dalam pembentukan ASEANSAI. Tujuan penelitian adalah untuk memberikan analisa mengenai bagaimana norma global diadopsi negara dan dibawa dalam membentuk organisasi internasional. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan kerangka analisis norms life-cycle oleh Martha Finnemore dan Kathryn Sikkink (1998). Terdapat tiga tahapan proses bagaimana norma global mampu mempengaruhi negara; norm emergence, norms cascade dan internalization. Dua tahapan awal, norm emergence dan norm cascade terbagi oleh tipping point, yang menggambarkan masa kritis dimana aktor negara mulai mengadopsi norma. Hasil penelitian menemukan bahwa norma akuntabilitas dan transparansi mempengaruhi terbentuknya ASEANSAI melalui tiga tahapan. Pada tahapan norm emergence, gagasan dimunculkan oleh norms entrepreneur yakni Indonesia dan Malaysia. Norma mencapai tipping point ketika sepuluh lembaga pemeriksa di ASEAN menyepakati pembentukan ASEANSAI yang ditandai dengan pelaksanaan pertemuan teknis dan pengurusan internal clearance di masing-masing negara. Norma pada akhirnya mencapai tahap internalization, meskipun terdapat hambatan teknis dalam pengurusan internal clearance. Internalisasi ditandai dengan pelaksanaan agreement, deklarasi ASEANSAI.

This paper discusses influence of global on ASEANSAI establishment. The aim of the study was to provide an analysis on how global norms were adopted by the state and brought into forming regional organizations. This research is qualitative research with analitycal framework, norms life-cycle by Martha Finnemore and Kathryn Sikkink (1998). There are three stages of the process on how global norms influence the state; norm emergence, norm cascade and internalization. The first two stages, norm emergence and norm cascade are divided by tipping points or the critical period when state actors begin to adopt the norm. Result of the study is, and transparency influencing the establishment of ASEANSAI through three stages. At norms emergence, ideas was raised by norms entrepreneurs, Indonesia and Malaysia as norms leader. The norm reaches the tipping point when ten Supreme Audit Institution in ASEAN agree on the establishment of ASEANSAI, marked with implementation of technical meetings and internal clearance arrangements in each country. The norm eventually reaches the internalization stage, even though there are technical obstacles in managing internal clearance. Internalization stage is marked by the implementation of the agreement, ASEANSAI declaration, and the establishment of a special ASEANSAI division on each SAI.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
T53500
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: ASEAN Secretariat, 1995
362.196 ASS a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>