Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8356 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Khusna Bayu Hardianto
"Penelitian ini mengkaji tahapan-tahapan dalam proses difusi norma penanganan narkoba internasional oleh ASEAN. Sejak era perang dunia I, dunia internasional telah menghadapi ancaman narkoba. Pasca perang dunia II ancaman narkoba terus meningkat dan permasalahan yang ditimbulkan semakin kompleks. Globalisasi dan kemajuan teknologi semakin meningkatkan ancaman narkoba hingga dianggap sebagai salah satu ancaman keamanan nontradisional dan merupakan sebuah kejahatan transnasional. ASEAN sebagai kawasan yang strategis dan berkembang juga menghadapi ancaman narkoba. Melanjutkan langkah-langkah pendahulunya, PBB berupaya melakukan pengendalian narkoba dengan menyusun tiga konvensi terkait narkotika, psikotropika, dan peredarannya. Ketiga konvensi PBB ditandatangani oleh seluruh negara anggota ASEAN. Ketiga konvensi tersebut merupakan rujukan dalam pembuatan kebijakan penanganan narkoba ASEAN. Akan tetapi, hingga saat ini tidak ada konvensi di tingkat regional ASEAN, sehingga kemudian difusi norma yang terjadi dipertanyakan. Dalam mengkaji fenomena tersebut, studi ini menggunakan teori difusi norma dari Jürgen Rüland (2018). Adapun metodologi yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan deduktif, melalui studi literatur dan wawancara. Penelitian ini menemukan bahwa difusi norma yang terjadi melalui seleksi di tingkat domestik. Regionalisme ASEAN didominasi oleh politik domestik masing-masing anggotanya dan dipersatukan oleh konsensus.

This study examines the process of diffusion of international drug control norms by ASEAN. Since the era of World War I, the international community has faced the drug threat. After World War II, the threat continues to increase and the problems that arise becomes more complex. Globalization and technological advances increase the threat, therefore the illicit drugs considered as non-traditional security threats and a transnational crime. ASEANas a strategic and developing region also faces the illicit drug threat. Continuing its predecessors, the United Nations seeks to control drugs by drawing up three conventions related to drugs, psychotropics, and their illicit trafficking. The three conventions were signed by all ASEAN member states. The conventions have become references in ASEAN drug control policy making. However, up to now, there is an absence of a convention on narcotic drugs at the ASEAN regional level. Therefore, the norms diffusion is questioned. In examining this phenomenon, this study uses the theory of norms diffusion from Jargen RAland (2018). The research methodology used in this study is a qualitative method with a deductive approach, through literature studies and interviews. This research finds that norms diffusion occurs through selection at the domestic level. ASEAN regionalism is dominated by the domestic politics of each member and is united by consensus."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rangsang Agung
"Penelitian ini membahas proses difusi norma penanganan terorisme internasional PBB ke Kerangka Kerja Sama ASEAN Convention on Counter Terrorism (ACCT). Pasca peristiwa 9/11, ancaman keamanan nontradisional dalam bentuk terorisme internasional memaksa PBB mengeluarkan resolusi A/RES/60/288 tentang Strategi Global Kontra Terorisme PBB yang mendorong setiap organisasi regional, termasuk ASEAN, untuk mempertimbangkan pengadopsian 16 norma penanganan terorisme internasional PBB. ASEAN merespons hal tersebut dengan membentuk ASEAN Convention on Counter Terrorism (ACCT) sebagai norma regional organisasi tersebut yang “hanya” mengadopsi 14 norma penanganan terorisme internasional PBB sebagai acuan dari ruang lingkup tindakan ofensif kriminal terorisme. Limitasi tersebut menjadi anomali di balik penelitian yang menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deduktif ini. Hasil penelitian yang menggunakan kerangka teori difusi norma ini menunjukkan bahwa ASEAN berupaya melakukan penyesuaian dengan norma eksternal PBB dengan melibatkan basis kognitifnya, yaitu Treaty of Amity and Cooperation (TAC). Dalam proses difusi norma tersebut, ASEAN melakukan eliminasi dan inkorporasi untuk membentuk ACCT.

This study discusses the process of diffusion of United Nations Counter Terrorism Norms in ASEAN Convention on Counter Terrorism (ACCT) Cooperation Framework. After the event of 9/11, non-traditional security threats in the form of international terrorism forced the United Nations to issue a UN Global Counter-Terrorism Strategy in the name of resolution A/RES/60/288 which encourages every regional organization, including ASEAN, to consider adopting 16 UN counter terrorism norms. ASEAN responded to this by establishing the ASEAN Convention on Counter Terrorism (ACCT) as the organization's regional norm which “only” adopted 14 UN prevention and suppression of international terrorism norms as a reference for the scope of criminal acts. This limitation becomes an anomaly behind the research that uses the deductive approach method. The results of this study that uses the theoretical framework of norm diffusion shows that ASEAN seeks to make adjustments to external UN norms by involving its cognitive prior, namely the Treaty of Amity and Cooperation (TAC). In the process of norm diffusion, ASEAN was eliminating and incorporating to form ACCT."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mabda Haerunnisa Fajrilla Sidiq
"Laporan UN GGE tahun 2015 menjadi laporan monumental yang memberikan rekomendasi mengenai pengaturan ruang siber internasional, termasuk norma mengenai sikap negara yang bertanggung jawab. Merespons laporan tersebut, ASEAN menyatakan komitmennya untuk mengikuti dan menyusun langkah implementasi untuk seluruh norma tersebut pada tahun 2018. Menanggapi fenomena tersebut, skripsi ini mempertanyakan mengapa ASEAN memutuskan untuk mengikuti norma siber UN GGE. Skripsi ini menggunakan teori difusi norma sebagai kerangka analisis dan metode causal-process tracing. Penelitian ini menemukan bahwa keputusan untuk mengikuti seluruh norma siber UN GGE sesuai dengan kepentingan negara-negara anggota ASEAN dan basis kognitif ASEAN. ASEAN menunjukkan kesesuaian tersebut dengan mengedepankan karakter komprehensif dari pembahasan mengenai norma siber dengan memanfaatkan bingkai ekonomi dan keamanan. Sementara itu, ASEAN pun menunjukkan respons mimicry terhadap norma UN GGE. Respons tersebut mengimplikasikan bahwa ASEAN cenderung mempertahankan basis kognitif dalam menyambut kehadiran norma eksternal, mengingat kesesuaian norma eksternal dengan nilai-nilai mendasar di ASEAN dan kepentingan negara-negara anggota ASEAN.

"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Praditha Poetri
"Perubahan tren perompakan di Asia Tenggara, dari tradisional ke kontemporer, telah berlangsung selama beberapa dekade. Untuk memastikan kamanan kawasan, ASEAN sebagai institusi regional mengadaptasi norma maritim internasional sebagai norma regional untuk menanggulangi perompakan. Norma tersebut adalah ini adalah Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut 1982 (UNCLOS 1982), Convention for the Suppression of Unlawful Acts against the Safety of Maritime Navigation 1988 (SUA Convention 1988), dan International Convention for the Safety of Life at Sea 1974 (Konvensi SOLAS 1974). Penelitian ini akan mengupas tentang difusi norma eksternal dengan norma lokal yang masih berlaku, menggunakan teori difusi norma sebagai kerangka analisis dan metode penelitian kualitatif. Dari penelitian ini, ditemukan fakta bahwa ASEAN mengadopsi norma internasional dengan beberapa penyesuaian. Dengan pertimbangan isu perompakan yang cukup sensitif, ASEAN dibantu dengan mitra dialog melalui ASEAN Regional Forum (ARF) mengadopsi norma internasional keamanan maritim kedalam kerangka kerja sama di kawasan.

The shift of sea piracy trend in Southeast Asia, from primordial piracy to contemporary piracy, has happened for a few decades. To ensure the region remains invulnerable, ASEAN as regional institution adopts two international maritime norms into the region to develop the regional norms against sea piracy. Those norms are the UNCLOS 1982 and the Convention for the Suppression of Unlawful Acts against the Safety of Maritime Navigation 1988 (SUA Convention 1988), and International Convention for the Safety of Life at Sea 1974 (SOLAS Convention 1974). This research explores the process of external norms diffusions with the local extant norm using the norm diffusion theory and qualitative research method as the analytical framework. The research finds that ASEAN adopts the international norms with several adjustment. Considering the sensitive nature of piracy issue, ASEAN with the help of ASEAN’s dialogue partners adopted the international maritime security norms into regional cooperation framework through ASEAN Regional Forum (ARF)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salwa Azzahra
"Penerapan praktik Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai norma global yang mendorong praktik bisnis bertanggung jawab pada seluruh kawasan di dunia, salah satunya kawasan Asia Tenggara, menjadi studi kasus yang menarik karena kawasan ini berperan penting bukan hanya isu ekonomi, tetapi juga berkaitan erat dengan dinamika sosial dan lingkungan global. ASEAN mendeklarasikan komitmennya untuk mempromosikan CSR melalui cetak biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN tahun 2009, yang semakin diperkuat dengan pembentukan ASEAN CSR Network (ACN). Oleh karena itu, penelitian ini mempertanyakan mengapa masalah praktik bisnis yang bertanggung jawab masih terjadi di Asia Tenggara, meskipun ASEAN telah mengadopsi norma global terkait CSR melalui ACN. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan proses difusi norma CSR di Asia Tenggara melalui peran ACN sebagai jaringan CSR regional yang merupakan instrumen penting dalam proses difusi norma tersebut. Penelitian ini menggunakan teori difusi norma “norms life-cycle” yang dikemukakan oleh Finnemore dan Sikkink (1998) sebagai kerangka analisis. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deduktif. Data yang diperoleh dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara semi-structure dengan penggiat ACN serta beberapa pengurus Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN), sementara data sekunder berasal dari studi literatur. Penelitian ini menemukan bahwa; 1) ASEAN telah mengadopsi norma global CSR ke dalam kawasan; 2) ACN telah menunjukkan peran dan fungsinya sebagai platform yang penting bagi norm entrepreneur untuk mendifusikan norma CSR di negara-negara anggota ASEAN, dan 3) Proses adopsi norma global CSR belum sempurna pada salah satu tahapan dalam siklus hidup norma teori yang dikemukakan oleh Finnemore dan Sikkink (1998). Penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa norma global CSR telah terdifusi ke dalam kawasan Asia Tenggara melalui peran penting dari ACN, namun dalam proses tersebut belum cukup sempurna sehingga berimplikasi terhadap sejumlah masalah praktik bisnis bertanggung jawab di dalam kawasan.

The implementation of Corporate Social Responsibility (CSR) as a global norm that encourages responsible business practices in all regions of the world, one of which is Southeast Asia, is an interesting case study because this region plays an important role not only in economic issues but also closely related to dynamics. global social and environmental. ASEAN declared its commitment to promote CSR through the 2009 ASEAN Socio-Cultural Community blueprint, which is Building a Community CSR Network (ACN). Therefore, this study questions why the problem of responsible business practices still occurs in Southeast Asia, even though ASEAN has adopted global norms related to CSR through ACN. The purpose of this study is to describe the process of diffusion of CSR norms in Southeast Asia through the role of ACN as a regional CSR network which is an important instrument in the process of diffusion of these norms. This study uses the theory of "norms life-cycle" diffusion of norms proposed by Finnemore and Sikkink (1998) as an analytical framework. This study uses a qualitative method with a deductive approach. The data obtained in this study were sourced from primary and secondary data. Primary data were obtained from semi-structured interviews with activists of ACN, and the comitee members of the Indonesian Chamber of Commerce and Industry (KADIN), while secondary data came from literature studies. This study found that; 1) ASEAN has adopted international norms on responsible business within the region; 2) ACN has demonstrated its role and function as an important platform for norm entrepreneurs to diffuse global CSR norm in ASEAN Member Countries, and 3) The process of adopting CSR norms is not perfect at one stage in the life cycle of the theory proposed by Finnemore and Sikkink (1998). This study concludes that the global norms of CSR have been diffused into the Southeast Asia region through the important role of ACN, but in the process, it is not yet perfect enough so that it has implications for some responsible business problems in the region."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: ASEAN Secretariat, 1994
362.29 ASS a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sarah Natassja Emmanuela Rawung
"Pencucian uang merupakan tindak kriminal tergolong baru namun berdampak fatal dalam perekonomian global. Urgensi negara-negara untuk menangani masalah tersebut mendorong terbentuknya Financial Action Task Force (FATF) yang berfungsi untuk menegakkan rezim anti pencucian uang internasional dan mempromosikan rezim tersebut ke negara-negara lain, termasuk Indonesia. Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan proses pembentukan rezim anti pencucian uang di Indonesia serta keterlibatan FATF dalam proses tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif yang bersifat deduktif berdasarkan data dari studi pustaka dengan menggunakan teori siklus hidup norma sebagai landasan argumen. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, mengambil kesimpulan bahwa FATF berfungsi sebagai norm entrepreneur yang mendorong pemerintah Indonesia untuk membentuk rezim anti pencucian uang. Penulis menemukan bahwa FATF menggunakan mekanisme sosialisasi norma berupa daftar hitam untuk mempromosikan norma sekaligus memberikan tekanan kepada Indonesia untuk patuh. Hal ini menunjukkan bahwa FATF memiliki keterlibatan yang signifikan dalam proses pembentukan rezim anti pencucian uang di Indonesia. Keseluruhan proses tersebut merupakan bagian dari tahapan siklus hidup norma, yaitu kemunculan norma, norm cascade dan internalisasi norma.

Money laundering is a relatively new crime, yet it has a fatal impact on the global economy. The urgency of countries to deal with these problems has prompted the formation of a Financial Action Task Force (FATF) whose function is to enforce the international anti-money laundering regime and promote the regime to other countries, including Indonesia. This paper aims to explain the process of establishing an anti-money laundering regime in Indonesia and the involvement of the FATF within the process. The research method used is a qualitative approach that is deductive in nature based on data from literature studies, while using the norm life cycle theory as the basis of the argument. Based on the analysis that has been done, it can be concluded that the FATF functions as a norm entrepreneur which pressured the Indonesian government to establish an anti- money laundering regime. The author finds that the FATF uses a norm socialization mechanism in the form of a blacklist in order to promote norms as well as to put pressure on Indonesia to comply. This shows that the FATF has a significant involvement in the process of establishing an anti-money laundering regime in Indonesia. The whole process is part of the stages of the norm life cycle, namely the norm emergence, the norm cascade and the norm internalization."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
959 Sab a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Gill, Ranjit
Jakarta: Gramedia, 1988
959 Gil a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>