Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 197259 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harisuda Murdani
"Gelombang Arab Spring yang terjadi di TimurPerang Sipil di Libya yang terjadi di Timur Tengah pada tahun 2011 terasa dampaknya di Libya. Konflik yang berawal dari aksi demo berakhir pada perang sipil antara pemerintah dengan rakyat oposisi Libya. Intervensi kemanusiaan NATO atas mandat dari PBB dalam perang sipil di Libya menggunakan aturan Responsibility to Protect guna mencegah meluasnya konflik. Kehadiran NATO sebagai komunitas internasional tidak semata karena kepedulian terhadap Libya tetapi ada kepentingan sekuritisasi atas sumber daya minyak di Libya. Selama periode tahun 2011-2015 kehadiran NATO tidak berdampak signifikan pada kelanjutan Libya pasca perang sipil. Permasalahan kasus yang terjadi pada penilitian ini dibahas menggunakan metode kualitatif deskritif dengan studi pustaka menggunakan analisa teori resolusi konflik dan ekonomi minyak sebagai pemantik awal terjadinya konflik. Penulis menemukan hasil bahwa minyak punya potensi membuat negara lain terlibat dalam konflik dalam negeri. NATO perlu menjaga kelanjutan suplai minyak di Libya. Aktor regional dan internasional menentukan masa depan Libya yang rumit ditambah faksi-faksi lokal yang berebut kekuasaan.

The wave of the Arab Spring that occurred in the East The Civil War in Libya that occurred in the Middle East in 2011 was felt in Libya. The conflict that started as a demonstration ended in a civil war between the government and the people of the Libyan opposition. NATO's humanitarian intervention is the mandate of the United Nations in the civil war in Libya uses the Responsibility to Protect rule to prevent the conflict from spreading. The presence of NATO as an international community is not only due to concern for Libya but there is an interest in the securitization of oil resources in Libya. During the period 2011-2015, the presence of NATO did not have a significant impact on the continuation of Libya after the civil war. The case problems that occurred in this research were discussed using descriptive qualitative methods with a literature study using analysis of conflict resolution theory and the oil economy as the initial trigger for the conflict. The author finds that oil has the potential to make other countries involved in domestic conflicts. NATO needs to be a continuation of the oil supply in Libya. Regional and international actors determine Libya's complicated future with local factions who fighting for power."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meika Purnamasari
"Tesis ini menganalisa tentang peran North Atlantic Treaty Organization (NATO) pasca Perang Dingin dengan studi kasus NATO dalam perang di Irak dan Suriah. Tesis ini juga menganalisa mengenai relevansi eksistensi NATO bagi stabilitas keamanan kedua negara tersebut. Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan Teori Sekuritisasi. Hasil penelitian dari tesis ini antara lain adalah bahwa NATO melakukan proses sekuritisasi sehingga dapat berperan dalam kedua perang tersebut. Eksistensi NATO tidak memiliki pengaruh positif bagi stabilitas keamanan Irak dan Suriah.

This thesis analyzes the role of the North Atlantic Treaty Organization (NATO) on post Cold War era with case studies NATO at Iraq and Syrian war. This thesis also analyzes the relevance of NATO’s existence for security stabilities of both countries. The research method of this thesis is qualitative research using Theory of Securitization. The results of this research are NATO conduct process of securitization to have a role at Iraq and Syrian war. The existence of NATO at Iraq and Syria has no positive impact for security stabilities of both countries."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2016
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Krishna Prana Julian
"Pada tahun 2011, terjadi krisis kemanusiaan di Libya yang menyebabkan munculnya korban jiwa di kalangan penduduk sipil. Menyikapi kondisi ini, North Atlatic Treaty Organizatoin (NATO) memutuskan untuk melakukan misi intervensi kemanusiaan ke Libya pada 31 Maret 2011. Dalam melakukan upaya tersebut, NATO meminta Jerman untuk turut mengirimkan pasukan militernya guna membantu misi kolektif NATO di Libya. Terlepas dari adanya permintaan tersebut, Jerman menunjukkan perilaku defection dengan memutuskan untuk tidak melibatkan pasukan militernya ke dalam misi tersebut. Perilaku defection Jerman dalam menyikapi permintaan NATO tersebut menarik dikaji, sebab fenomena tersebut menunjukkan bahwa institusi keamanan tidak memiliki pengaruh yang signifikan dalam membentuk perilaku anggotanya pada kondisi-kondisi tertentu. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan perilaku defection yang dilakukan Jerman terhadap permintaan NATO pada kasus Krisis Libya 2011 guna mengetahui kondisi-kondisi yang mempengaruhi peran institusi keamanan dalam membentuk perilaku anggotanya.
Untuk menjelaskan hal tersebut, penelitian ini menggunakan teori aliansi yang dikemukakan oleh Glenn H. Snyder. Hasil analisis dari penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku defection yang ditunjukkan Jerman dalam menyikapi permintaan NATO pada kasus Krisis Libya 2011 dipengaruhi oleh dua alasan. Pertama, Jerman tidak memiliki kepentingan yang signifikan untuk menyelesaiakan permasalahan krisis yang terjadi di Libya pada tahun 2011. Kedua, Jerman memiliki ketakutan terhadap risiko entrapment dalam menyikapi Krisis Libya 2011. Oleh karena itu, perilaku defection dilakukan guna mengurangi risiko entrapment tersebut.

In February 2011, Libya underwent a civil war that led to civilian casualties. In response to this situation, North Atlatic Treaty Organizatoin (NATO) decided to send its troops to Libya to protect Libyan civilian. While doing so, NATO requested Germany to contribute its military troop to NATOs collective forces in Libya. In spite of this request , Germany decided to shows a sign of defection behaviour by rejecting to send its military troop to Libya. German defection behaviour towards NATOs expectation in the wake of Libyan Crisis 2011 is intriguing to be studied, because it shows that security alliance does not always have significant influence on shaping the behaviour of its members. Therefore, this study examines the cause of German defection behaviour towards NATOs request in the Libyan Crisis 2011.
To explain this phenomenon, this study uses alliance theory to understand why NATO had no significant influence on shaping German behaviour in such case. The result of this study indicates that German defection behaviour towards NATOs request was driven by two factors. First, Germany does not have any significant interest on solving the undergoing crisis in Libya 2011. Second, Germany had fears of entrapment due to several reasons including its low direct and indirect dependece toward NATO, explicitness of alliance agreement, and NATOs supportive behaviour toward Germany in the past.  This fears leads to German defection behaviour toward NATOs expectation in Libyan Crisis 2011.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aurora Dwita Pangestu
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai sejarah hubungan Perancis dengan North Atlantic TreatyOrganization (NATO) sebagai salah satu negara pendiri aliansi pertahanan tersebut hingga memutuskan untuk keluar dari keanggotaan NATO. Namun, kontribusi besar yang tidak sejalan dengan peran strategis yang dimiliki oleh Perancis tanpa bentuk keanggotaan penuh dalam NATO dan perkembangan situasi politik dan keamanan global yang semakin kompleks membuat negara tersebut mengubah kebijakan luar negeri dan pertahanannya tersebut. Perubahan tersebut tidak hanya mempengaruhi hubungannya dengan Uni Eropa tetapi juga dengan Amerika Serikat sebagai salah satu negara anggota NATO yang berpengaruh. Untuk itu, penelitian ini hendak menganalisis mengenai pengaruh politik dalam negeri Perancis, posisi Perancis dalam Uni Eropa, perkembangan hubungan luar negeri Perancis dengan Amerika Serikat dan situasi politik dan keamanan di kawasan Eropa dan dunia internasional terhadap keputusan Perancis untuk kembali bergabung menjadi anggota penuh aliansi pertahanan trans-atlantik tersebut.

ABSTRACT
This thesis discusses about the historical relation between France and the North Atlantic Treaty Organization (NATO) where the country is one of the founder of the security alliance until she decided to withdraw from the full membership of NATO. France’s decision started to shift towards a rapprochement with NATO. The country realizes that the current international political and security situation is becoming very complex and unpredictable to be faced and handled on its own. In addition to that, the contribution of the country on funding and military personals is one of the largest among the rest of the member countries although France is still outside NATO’s full membership. The change in France’s foreign and security policy doesn’t only affect the country’s relation with the European Union but also with the United States of America as one of the most eminent member country in NATO. In regards to that, this thesis tries to analyze some situations which lead to France’s policy shifting to reengage as a full member of NATO. France’s domestic political affairs, the country’s role and influence in European Union, the development of France’s bilateral relation with the United States of America and the dynamics of global and regional political and security environment are some of the factors which lead to the country’s policy."
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Paris: North Atlantic Treaty Organization, 1965
341.11 NOR
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Andrian Kamil
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang status, peran dan fungsi North Atlantic Treaty
Organizations (NATO) sebagai organisasi internasional di bidang keamanan, dengan
memfokuskan analisis kepada proses pelaksanaan NATO dalam prakteknya sebagai
organisasi internasional di bidang keamanan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya.
Analisis tersebut menggunakan teori hukum tentang personalitas hukum tentang
bagaimana suatu organisasi internasional dapat dibenarkan melakukan suatu tindakan
dan hak asasi manusia sebagai tolok ukur efektifitas yang diambil dari pendapat para
sarjana hukum terkemuka. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis.
Hasil penelitian menyarankan bahwa setiap organisasi internasional khususnya di
bidang keamanan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya sebaiknya tetap
memperhatikan ketentuan hukum yang telah ditetapkan dan hak-hak manusia yang
wajib di lindungi, sehingga dapat tercapainya efektifitas hukum dalam penegakkan
hukum di dunia internasional.

ABSTRACT
The focus of this thesis discusses the status, role and function of the North Atlantic
Treaty Organizations (NATO) as an international organization in the field of security,
by focusing the analysis on the process of implementation in practice NATO as an
international organization in the field of security in carrying out its functions and
duties. The analysis uses the legal theory of legal personality of how an international
organization may be warranted to perform any act and human rights as a measure of
effectiveness is drawn from the opinion of leading legal scholars. This research uses
descriptive analytical method. The results suggest that any international organization,
especially in the field of security in carrying out its functions and duties should still
pay attention to the legal provisions that have been established and human rights must
be protected, so as to achieve effective enforcement of law in international law in the
world."
2012
T30945
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
I Gusti Agung Putra Trisnajaya
"Pembahasan dalam skripsi ini didasarkan pada tiga pokok permasalahan sebagai berikut: (1) Bagaimanakah konsep tanggung jawab organisasi internasional di dalam hukum internasional?; (2) Bagaimanakah peran organisasi internasional dalam sistem keamanan kolektif (collective security system) Perserikatan Bangsa Bangsa?; (3) Bagaimanakah tanggung jawab negara anggota dan North Atlantic Treaty Organization (NATO) atas pelanggaran hukum dalam pelaksanaan Operation Unified Protector di Libya pada tahun 2011?.
Konsep tanggung jawab organisasi internasional merupakan konsep yang sedang berkembang dalam hukum internasional, yang diperlihatkan dengan adanya usaha dari International Law Commission dalam pembentukan Drafts Articles on the Responsibility of International Organization. Tanggung jawab organisasi internasional juga dapat dilihat memiliki kesamaan dengan tanggung jawab negara yang didasarkan kepada kemampuan suatu entitas sebagai subyek hukum yang memiliki personalitas hukum internasional. Sistem keamanan kolektif Perserikatan Bangsa Bangsa merupakan sistem yang dibentuk oleh negara negara anggota dalam upaya penjagaan keamanan dan perdamaian dunia. Dalam sistem tersebut dibentuk adanya kewenangan bagi negara untuk melaksanakan sanksi terhadap negara lain yang merusak keamanan dan perdamaian dunia.
Dua konsep tanggung jawab organisasi internasional dan sistem keamanan kolektif merupakan konsep yang sejajar berjalan secara berdampingan, namun dapat memiliki sisi temu dalam suatu pelaksanaan sistem keamanan kolektif oleh suatu organisasi internasional. NATO dalam Operation Unified Protector merupakan salah satu contoh upaya pelaksanaan sistem keamanan kolektif oleh organisasi internasional yang pula memperlihatkan adanya tanggung jawab organisasi internasional. Dalam operasi tersebut terlihat adanya international wrongful act yang terjadi akibat adanya (1) pelanggaran kewajiban internasional dan (2) dapatnya tindakan tersebut diatribusikan kepada NATO.
Maka dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab organisasi internasional dapat terlihat dengan adanya international wrongful act yang dilakukan oleh organisasi internasional dengan dipenuhi unsur-unsur: (1) pelanggaran kewajiban internasional dan (2) atribusi tindakan kepada organisasi internasional. Dalam Operation Unified Protector, international wrongful act dari NATO dapat dilihat dengan (1) dilanggarnya kewajiban hukum humaniter internasional dan hukum laut internasional dan (2) dapat diatribusikannya tindakan tersebut kepada NATO sebagai pemegang effective command and control.

The point of discussion of this undergraduate thesis starts from the three basic questions, which are: (1) how is the concept of responsibility of international organization in international law? (2) how is the role of international organization in United Nations collective security system? (3) how is the responsibility of North Atlantic Treaty Organization (NATO) upon its wrongful acts on the Operation Unified Protector in Libya on 2011?
The concept of responsibility of international organization is a progressive development of international law, which is shown by the development of International Law Commission Drafts Articles on the Responsibility of International Organization. Responsibility of International Organization is similar to the responsibility of states which derives from the ability of such entities as subject of international law and possessed legal personality in international law. United Nations collective security system is such a system made by the member states in order to preserve the world?s peace and security. In the collective security system there is a right of member states to take such measures upon other member states which endanger the peace and security.
The two concept, responsibility of international and collective security system are two parallel concept in which they collide when the operation of collective security measures carried by international organization. Operation Unified Protector by NATO in Libya on 2011 is one example of collective security measures carried by such international organization and there also an issue of responsibility of international organization. Where in the operations there is international wrongful act shown by (1) the breach of international obligation and (2) attribution of the acts to NATO.
In conclusions, responsibility of international organization is related to the international wrongful act carried by the organization itself. Such international wrongful act happened in the fulfillment of (1) the breach of international obligation and (2) attribution of conducts to the international organization. In the Operation Unified Protector, international wrongful act of NATO was shown by (1) the breach of international obligations, which are: humanitarian law and obligations under the law of the sea and (2) the attribution of conduct to NATO which possessed the effective command and control of the operation.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S43128
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Elisabeth I.P.
"Situasi keamanan di wilayah Eropa mengahami perubahan semenjak berakhirnya perang dingin. Seiring dengan perubahan yang terjadi tersebut maka sifat-sifat ancaman keamanan Nato juga mengalami sejumlah perubahan. Untuk menghadapi sifat-sifat ancaman yang berbeda ini, Nato mulai mengadakan peruhahan-perubahan dalam strateginya, Nato merasakan strategi deterrence tidak lagi dirasa cukup atau kurang tepat dalam menangani isu-isu keamanan yang baru tersebut. Untuk menerapkan peran baru Nato sebagai manajemen konflik yang baru dilakukannya path saat berakhirnya perang dingin. Nato tidak saja menggunakan kekuatan militer semata-mata, namun juga menggunakan sarana kemitraan, dialog dan kerjasama. Peran sebagai manajemen konflik merupakan suatu hal yang baru bagi Nato, sehingga masih banyak kekurangan dan permasalahan-permasalahan yang muncul berkenaan dengan itu.
Tesis ini dimaksudkan untuk menjelaskan peran baru Nato sebagai manajemen konflik di Kosovo, yang diantaranya dilakukan melalui intervensi militer dan misi penjaga perdamaian. Konsep besar yang digunakan adalah manajemen konflik yang dikutip dari pendapat T. William Zartman, yang terdiri dari military intervention, peacekeeping forces, unilateral reform assistance, dan mediation. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan mendeskripsikan intervensi militer dan peacekeeping Nato di Kosovo. Dalam menganalisa intervensi militer dan peacekeeping Nato di Kosovo, tidak terlepas dari konflik manajemen Nato lainnya seperti mediasi.
Berdasar analisa data, disimpulkan bahwa terdapat berbagai kekurangan-kekurangan yang kemudian menyebabkan manajemen konflik yang dilakukan oleh Nato kurang efektif, sehingga walaupun pertikaian etnis di Kosovo dapat dihentikan dan terciptanya kembali keamanan, namun tindakan yang dilakukan oleh Nato dapat menimbulkan suatu contoh yang kurang baik dalam hubungan internasional."
2002
T10778
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Behrman, Jack N.
Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall, 1970
338.88 BEH n
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Faqih Hindami
"Skripsi ini membahas tentang latar belakang keterlibatan Federasi Rusia dalam Perang Sipil di Suriah. Dengan menggunakan metode Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough, penulis berupaya untuk memahami keterlibatan Federasi Rusia sebagai great power dalam menyelesaikan konflik Perang Sipil di Suriah melalui dokumen-dokumen hasil negosiasi Rusia bersama negara-negara yang terlibat di dalam konflik. Dokumen-dokumen tersebut menyatakan bahwa Perang Sipil di Suriah hanya dapat diselesaikan melalui proses negosiasi politik di bawah pengawasan PBB untuk mengembalikan stabilitas keamanan. Melalui keterlibatannya dalam Perang Sipil di Suriah, Rusia senantiasa memiliki intensi untuk mempertahankan diri dan kepentingannya dengan menjadi hegemoni dalam sistem internasional.

This study disdusses the background ot the involvement of the Russian Federation in Syrian Civil War. Using Norman Fairclough's Critical Discourse Analysis method, the author seeks to understand the involvement of the Russian Federation as a great power in resolving the Civil War conflict in Syria through documents from the Russian negotiations with the countries involved in the conflict. These documents state that the Syrian Civil War can only be resolved through a process of political negotiations under the supervision of the United Nations to restore security stability. Through its involvement in the Civil War in Syria, Russia has the intention to defend itself and its interests by becoming a hegemony in the international system."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>