Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 156940 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Regine Viennetta Budiman
"Latar belakang: Karbonil merupakan produk oksidasi protein yang dapat menunjukkan keadaan stres oksidatif pada tubuh manusia, salah satunya disebabkan persalinan. Karbonil dapat ditemukan di dalam ASI dalam jumlah yang bervariasi dan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan kadar karbonil pada ASI ibu yang menyusui bayi usia 1-3 bulan dan 4-6 bulan dan mencari hubungannya dengan usia ibu, jumlah paritas, dan Indeks massa tubuh (IMT) ibu.
Metode: Penelitian ini menggunakan sampel ASI dari 58 ibu yang dibagi menjadi kelompok usia 1-3 bulan dan 4-6 bulan. Kadar karbonil diukur menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 390 nm.
Hasil: ASI pada periode laktasi 1-3 bulan memiliki kadar karbonil yang lebih tinggi secara bermakna dibandingkan dengan kelompok usia 4-6 bulan (p=0,00). Kadar karbonil ASI kelompok usia 1-3 bulan memiliki korelasi negatif sangat lemah tidak bermakna terhadap usia ibu (p=0,93), sedangkan kadar karbonil ASI kelompok usia 4-6 bulan memiliki korelasi negatif sedang bermakna terhadap usia ibu (p=0,032). Kadar karbonil ASI kelompok usia 1-3 bulan (p=0,99) dan 4-6 bulan (p=0,48) memiliki korelasi positif sangat lemah tidak bermakna terhadap paritas ibu. Kadar karbonil ASI kelompok usia 1-3 bulan (p=0,60) dan 4-6 bulan (p=0,38) memiliki korelasi negatif sangat lemah tidak bermakna terhadap indeks massa tubuh ibu.
Kesimpulan: Kadar karbonil ASI dipengaruhi oleh usia bayi atau masa menyusui, lebih tinggi secara bermakna pada kelompok bayi usia 1-3 bulan dibandingkan dengan kelompok 4-6 bulan. Kadar karbonil berhubungan dengan usia ibu dan menurun seiring dengan bertambahnya usia ibu.

Background: Carbonyl is a product of protein oxidation which shows oxidative stress in the human body as an effect of childbirth and breastfeeding. Varying amounts of carbonyl can be found in breast milk and is influenced by several factors. This research aims to understand the carbonyl content comparison in mothers breastfeeding infants of ages 1-3 months and 4-6 months.
Method: This research utilizes samples from 58 mothers categorized according to the infants’ age groups of 1-3 months and 4-6 months. Carbonyl content is measured by spectrophotometry with wavelength of 390 nm.
Result: It was found that breast milk of 1-3 months had significantly higher carbonyl content compared to 4-6 months (p=0.00). Carbonyl content in breast milk of 1-3 months had insignificant, very low negative correlation to mother’s age (p=0.93), whereas carbonyl content in breast milk of 4-6 months had significant, moderate correlation to mother’s age (p=0.03). Carbonyl content of 1-3 months (p=0.99) and 4-6 months (p=0.48) had insignificant, very low correlation to mother’s parity. Carbonyl content of 1-3 months (p=0.60) and 4-6 months (p=0.38) had insignificant, very low negative correlation to mother’s body mass index.
Conclusion: Breast milk carbonyl content is influenced by infant ages or lactation period with higher carbonyl content in age group 1-3 month compared to 4-6 months. Carbonyl content decreases the older mother’s age is.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muzna Anisah
"Latar belakang: Serum Albumin merupakan protein plasma yang jumlahnya paling melimpah dalam darah dan berkontribusi dalam mempertahankan tekanan osmotik koloid dan juga mengikat substansi yang sukar larut dalam plasma dan membantunya agar dapat didistribusikan ke dalam tubuh. Protein dalam ASI kebanyakan disintesis oleh mammary epithelium namun serum albumin merupakan protein yang didapat langsung dari sirkulasi darah ibu dan disalurkan melalui blood-milk barrier. Kadar serum albumin yang ditemukan di dalam ASI jumlahnya dapat bervariasi, protein ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti masa menyusu bayi (fase laktasi), usia ibu, paritas, dan Indeks Massa Tubuh (IMT) Ibu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan kadar serum albumin pada ASI ibu yang menyusui bayi usia 1-3 bulan dan 4-6 bulan dan mencari hubungannya dengan  usia Ibu, jumlah paritas, dan IMT Ibu.
Metode: Penelitian ini menggunakan sampel ASI yang diperoleh dari 58 ibu dari Puskesmas Petamburan (Jakarta Pusat) dan Puseksmas Cilincing (Jakarta Utara). Sampel dikelompokkan  menjadi dua kelompok, yaitu usia bayi 1-3 dan 4-6 bulan.  Kadar serum albumin diukur dengan kit Bromocresol Green (BCG) menggunakan spektrofotometer dengan Panjang gelombang 628 nm.
Hasil : Hasil penelitian menunjukkan bahwa ASI pada periode laktasi yang lebih awal yaitu pada 1-3 bulan memiliki kadar serum albumin yang lebih tinggi secara bermakna dibandingkan dengan kadar serum albumin ASI pada kelompok usia 4-6 bulan (p=0,002). Kadar serum albumin ASI pada kelompok usia bayi 1-3 bulan tidak memiliki korelasi terhadap usia ibu (p=0,881), dan juga paritas (p=0,428), namun berkorelasi positif kuat bermakna terhadap IMT Ibu (p=000). Kadar serum albumin ASI pada kelompok usia bayi 4-6 bulan tidak memiliki korelasi terhadap usia ibu (p=0,581) dan juga paritas (p=0,823), namun berkorelasi positif kuat bermakna terhadap IMT Ibu (p=0,000). 
Kesimpulan: Kadar serum albumin dalam ASI dipengaruhi oleh usia bayi atau fase laktasi, dimana kadar serum albumin lebih tinggi secara bermakna pada ASI kelompok bayi usia 1-3 bulan dibandingkan dengan ASI kelompok bayi usia 4-6 bulan. Kadar serum albumin berhubungan dengan IMT ibu yaitu kadar serum albumin akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya IMT Ibu.

Serum albumin is the most abundant plasma protein in the blood and contributes to maintaining osmotic colloid pressure and also binds poorly soluble substances in plasma and helps them to be distributed throughout the body. Protein in breast milk is mostly synthesized by the mammary epithelium, but serum albumin is a protein that is obtained directly from the mother's blood circulation and is channeled through the blood-milk barrier. Serum albumin levels found in breast milk can vary in number, this protein is influenced by various factors such as breastfeeding period (lactation phase), maternal age, parity, and maternal body mass index (BMI). This study aims to determine the comparison of serum albumin levels in breast milk of mothers who breastfeed infants aged 1-3 months and 4-6 months and to find out the relationship with maternal age, parity, and maternal BMI. This study used breast milk samples obtained from 58 mothers from Petamburan Public Health Center (Central Jakarta) and Cilincing Public Health Center (North Jakarta). The samples were grouped into two groups, namely infants aged 1-3 and 4-6 months. Serum albumin levels were measured with the Bromocresol Green (BCG) kit using a spectrophotometer with a wavelength of 628 nm. The results showed that breast milk in the earlier lactation period at 1-3 months had significantly higher serum albumin levels than breast milk serum albumin levels in the 4-6 month age group (p=0.002). Serum albumin levels in breast milk in infants aged 1-3 months had no correlations on maternal age (p = 0.881), and parity (p = 0.428), but a significant positive correlation with maternal BMI (p = 000) . Serum albumin levels in breast milk in the infant age group 4-6 months had no correlations to maternal age (p=0.581) and parity (p=0.823), but had a significant positive correlation to maternal BMI (p=0.000). Serum albumin levels in breast milk are influenced by the infant's age or lactation phase, where serum albumin levels are significantly higher in the breast milk group of infants aged 1-3 months compared to the breast milk group of infants aged 4-6 months. Serum albumin levels are related to maternal BMI, namely serum albumin levels will increase with increasing maternal BMI."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dusy Sundusia
"ABSTRAK
Senyawaan karbonil merupakan salah satu zat pencemar yang dalam bentuk gas akan menyebabkan iritasi pada mata, kulit dan alat pernafasan bagian atas serta menimbulkan efek pembiusan. Senyawaan ini berasal dari industri kimia, buangan kendaraan bermotor, pembakaran senyawa-senyawa organik atau hasil reaksi dengan gas hidrokarbon pencemar
lainnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi senyawa karbonil sebagai turunan 2,4_dinitrofenilhidrazon dengan kromatografi gas. Senyawa-senyawa karbonil yang digunakan adalah komponen pencemar yang terkandung di udara, yaitu n-butanal, benzaldehida, asetofenon dan akrolein.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa turunan karbonil -2,4 dinit dapat dinitrofenilhidrazon diidentifikasi, dan campurannya dapat dipisahkan dengan fasa diam OV-17 (2%) dalam waktu analisa yang relatif singkat."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1994
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Canitra Ilham Adirespati
"ABSTRAK
Kerusakan yang diakibatkatkan oleh radikal bebas dapat terjadi pada berbagai unsur dari sel, yaitu salah satunya adalah protein yang dapat dideteksi berdasarkan keberadaan senyawa karbonil. Untuk mencegah kerusakan tersebut, tubuh memerlukan antioksidan, yakni salah satunya adalah vitamin E. Ekstrak bekatul merupakan salah satu sumber vitamin E dan memiliki potensi sebagai antioksidan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dampak pemberian bekatul dari beras varietas IPB3S yang memiliki kandungan antioksidan terhadap kadar karbonil dibandingkan dengan pemberian vitamin E pada jantung tikus yang telah diinduksi CCl4. Dalam penelitian ini, hewan uji dikelompokkan menjadi sepuluh kelompok, yaitu meliputi sembilan kelompok perlakuan dan satu kelompok kontrol. Penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak bekatul memiliki kadar karbonil yang lebih rendah yang tidak bermakna secara statistik bila dibandingkan dengan kelompok kontrol. Namun, kadar karbonil pada kelompok vitamin E lebih rendah dibandingkan dengan kelompok yang diberikan bekatul. Dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa pemberian bekatul dapat berperan sebagai antioksidan walau tidak memberikan hasil yang signifikan.

ABSTRACT
Damages done by free radicals can occur in many cells component, including protein which can be detected from the level of carbonyl compound. Human body protects itself from free radical damage through the role of antioxidants, such as vitamin E. Rice bran extract is known to contain vitamin E and may be proposed as a source of antioxidant. Thus, this study aims to identify the antioxidant effect of rice bran from IPB3S variety in comparison to vitamin E in rat heart induced by CCl4. The animals studied in this experiment were divided into ten groups comprised of nine intervention groups and one control group. The result of this study showed that the level of carbonyl was insignificantly lower in groups treated with rice bran extract compared to the control groups. Groups treated with vitamin E also had lower level of carbonyl compared to the groups treated with rice bran extract. In conclusion, this study showed that rice bran extract has antioxidant property which is not statistically significant."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Radhianie Djan
"Pada penelitian ini dianalisis tingkat karbonil sebagai penanda dari stress oksidatif di otak akibat terpapar oleh hipoksia hipobarik. Para penerbang atau pilot, sangat sering ditemukan dalam kondisi hipoksia hipobarik karena seringnya terpapar oleh berbagai macam faktor. Salah satu organ yang penting yang bisa terkena oleh stress oksidatif yang disebabkan karena hipoksia hipobarik adalah otak. Desain peneltian ini dilakukan dengan cara atau metode eksperimental, dimana pada penelitian ini digunakan jaringan otak tikus jantan galur winstar sebagai sampel jaringan. Setelah itu, sampel dikelompokkan menjadi empat perlakuan yang berbeda pada frekuensi pemaparan hipoksia hipobarik dan terdapat satu kelompok kontrol. Pengukuran tingkat karbonil/ oksidasi protein menggunakan metode pengukuran yang diterapkan oleh Cayman's Protein Carbonyl Assay yang telah dimodifikasi oleh departemen biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pada hasil penelitian ditemukan adanya perbedaan tingkat karbonil yang bermakna antara empat kelompok yang diberi perlakuan dan kelompok control (p<0,05). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan yang signifikan pada keadaan hipoksia hipobarik pada jaringan otak tikus.

In this study, there will be a discussion of the level of carbonyl concentration as the stress oxidative marker in the brain because of the exposure to the hypobaric hypoxia. The hypobaric hypoxia situation is often appeared in the pilot or aviator who frequently exposed to this kind of setting (high altitude). Hypobaric hypoxia may leads to the stress oxidative condition which can affect the vital organs particularly brain. In this study, the method used is experimental design and using the sample of brain tissue from male Wistar rats. Furthermore, the rat’s samples were differentiated into one control group and four different groups which exposed to the hypobaric hypoxia condition in each different altitude using the help of hypobaric chamber. In this study, the measurement of protein oxidation (carbonyl concentration) is using the method of Cayman's Protein Carbonyl Assay with several modification from the Universitas Indonesia biochemistry department. The results have confirmed that there is a significant different of carbonyl level in the exposed compared to the control group (p<0.05). As a consequence, we can conclude that in the hypobaric hypoxia situation, there will be an elevation of stress oxidative in the brain tissue."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nalagafiar Puratmaja
"Ketidakseimbangan tingkat oksidan dalam tubuh dapat berkembang menjadi berbagai kondisi yang membutuhkan perawatan medis seperti penyakit neurodegeratif, penyakit jantung, dan kanker. Durian (Durio sp.) sebagai buah yang terkenal di kalangan masyarakat Indonesia telah diketahui memiliki efek antioksidan berdasarkan sejumlah penelitian. Pemberian durian dengan manfaat sebagai antioksidan diharapkan dapat menyeimbangkan kadar tersebut. Diketahui bahwa kadar senyawa karbonil dalam plasma dapat digunakan sebagai indikator oksidan yang stabil. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsumsi durian terhadap kadar senyawa karbonil pada plasma darah tikus. Jenis tikus Sprague-Dawley digunakan sebagai binatang percobaan dengan berat berkisar antara 100-150 gram. Tikus ini kemudian dibagi ke dalam empat grup. Grup kontrol hanya diberikan makanan standar dan air. Grup A, B, dan C mendapatkan tambahan larutan durian 10 mg/10 ml sebanyak dua kali per hari selama satu minggu (grup A), dua minggu (grup B), dan tiga minggu (grup C). Senyawa karbonil pada plasma diukur menggunakan teknik spektrofotometri. Hasil penelitian menemukan penurunan kadar senyawa karbonil pada grup A dengan kontrol. Temuan pada grup lain tidak dapat dianalisa karena jumlah sampel yang tersisa terlalu sedikit untuk mendapatkan kesimpulan.

Oxidant level imbalance in human body is related to several medical conditions including neurodegenerative disease, heart disease and cancer. Durian (Durio sp.), a famous fruit in Indonesia, is known for having antioxidant effect based on several studies. Administration of durian with its antioxidant effect expected to balance the amount of oxidant. Plasma carbonyl compounds have the capability to act as stable indicator of oxidant. The aim of this study is to investigate the effect of durian to the level of rat?s plasma carbonyl compound. Sprague-Dawley rats were used in this study, weighted between 100-150 grams. The rats then divided into four groups. Control group only received standard feeding and water. Group A, B, and C were given additional treatment with 10 mg/10 ml twice daily of durian solution for one week (group A), two weeks (group B), and three weeks (group C). Plasma carbonyl compound concentration measured under spectrophotometer. Result of this study shows that in-group A there was lower level of plasma carbonyl compound compared to control group. However, the amounts of samples from the other groups were too small. Therefore, the result from the other groups cannot be analysed."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Astrid Mariam Khairani
"Pendahuluan: Setiap manusia pasti mengalami proses penuaan, dimana proses penuaan itu sendiri erat kaitannya dengan kerusakan akibat radikal bebas. Kerusakan ini dapat terjadi pada protein dan akan memicu proses karbonilasi yang menghasilkan komponen toksik yaitu karbonil. Berbagai kerusakan dan penurunan fungsi tubuh yang terkait dengan proses penuaan menyebabkan minat masyarakat terhadap suplemen anti penuaan, termasuk tanaman Acalypha indica dan Centella asiatica yang berpotensi untuk mengurangi radikal bebas. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kemampuan Acalypha indica dan Centella asiatica dalam menurunkan kadar karbonil akibat kerusakan protein pada proses penuaan. Metode: Penelitian dilakukan secara eksperimental di Laboratorium Departemen Biokimia dan Biologi Molekuler FKUI dengan menggunakan homogenat otak tikus Sprague dawley yang dikelompokkan sesuai perlakuannya masing-masing. Hasil: Kadar karbonil otak tikus tua yang diberi Centella asiatica menunjukkan angka yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan kelompok tikus tua tanpa perlakuan, sedangkan kelompok yang diberi Acalypha indica tidak berbeda nyata dengan kelompok tua. tikus. Kesimpulan: Pegagan mampu menurunkan kadar karbonil akibat kerusakan protein pada proses penuaan.
Introduction: Every human being must experience the aging process, where the aging process itself is closely related to damage caused by free radicals. This damage can occur in proteins and will trigger the carbonylation process which produces a toxic component, namely carbonyl. Various damages and declines in body functions associated with the aging process have led to public interest in anti-aging supplements, including Acalypha indica and Centella asiatica plants which have the potential to reduce free radicals. This study aims to examine the ability of Acalypha indica and Centella asiatica to reduce carbonyl levels due to protein damage in the aging process. Methods: The study was conducted experimentally at the Laboratory of the Department of Biochemistry and Molecular Biology, Faculty of Medicine, using a brain homogenate of Sprague dawley rats which were grouped according to their respective treatments. Results: The brain carbonyl levels of old rats that were given Centella asiatica showed a much lower number than the group of old rats without treatment, while the group that was given Acalypha indica was not significantly different from the old group. rat. Conclusion: Gotu kola is able to reduce carbonyl levels due to protein damage in the aging process."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yosia El Gibort
"ABSTRAK
Akumulasi radikal bebas dalam tubuh manusia memiliki peran besar dalam prevalensi dan perkembangan penyakit degeneratif. Siklovalon adalah analog kurkumin monokarbonil yang memiliki aktivitas antioksidan yang termasuk sedang. Substitusi basa Mannich pada cincin benzena dari siklovalon diketahui dapat meningkatkan aktivitas antioksidan senyawa ini. Pada penelitian ini dilakukan sintesis dan uji aktivitas antioksidan siklovalon yang tersubstitusi basa Mannich pirolidin. Pengerjaan dilakukan melalui 2 tahap, yaitu sintesis siklovalon, dengan mereaksikan vanilin dan sikloheksanon. Kemudian siklovalon direaksikan dengan pirolidin dan paraformaldehid, dan diperoleh siklovalon tersubstitusi basa Mannich pirolidin. Hasil sintesis kemudian dikonfirmasi identitasnya dengan data IR, HRMS, 13C-NMR, dan 1H-NMR. Berdasarkan data tersebut,siklovalon tersubstitusi basa Mannich pirolidin telah berhasil disintesis. Senyawa ini kemudian diuji aktivitas antioksidannya dengan metode uji DPPH Radical Scavenger. Senyawa siklovalon tersubstitusi basa Mannich pirolidin memiliki nilai IC50 2,297 ?M, 30 kali lebih tinggi dibandingkan senyawa pemulanya, siklovalon.

ABSTRACT
Accumulation of free radicals in human body plays a big role in the prevalence and progression of degenerative disease. Cyclovalone is mono carbonyl curcumine analog with a medium antioxidant activity. Mannich base substitution to the benzene ring of cyclovalone can increase its antioxidant activity of this compound. In this experiment, synthesis and antioxidant activity test of cyclovalone substituted with pyrollidine Mannich base have been done. The experiment has been done through two stages, synthesizing cyclovalone by reacting vanillin and cyclohexanone. Then, cyclovalone was reacted with pyrollidine and paraformaldehyde in order to synthesize cyclovalone substituted Mannich base pyrollidine. The identity of product was confirmed by IR spectra, data of HRMS, 13C NMR, and 1H NMR. According to the data, cyclovalone substitutedMannich base pyrollidine has been synthesized. The product also went through DPPH Radical Scavenger Test to know its antioxidant activity. Cyclovalone substituted Mannich base pyrollidine IC50 is 2.297 M, 30 times higher than its pioneer, cyclovalone"
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rivelino Dewanto Cittra
"Latar Belakang Jumlah penduduk dengan obesitas semakin meningkat setiap tahunnya di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Obesitas dikaitkan dengan banyak gangguan kesehatan seperti inflamasi, gangguan metabolik, jantung dan menimbulkan stres oksidatif. Karbonil merupakan salah satu penanda biologis yang digunakan untuk mengukur tingkat stres oksidatif. Ketumbar diduga memiliki efek antioksidan dan berpotensi menjadi terapi dalam stres oksidatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak ketumbar (Coriandrum sativum L.) terhadap kadar karbonilasi protein pada jaringan jantung tikus Rattus norvegicus dengan obesitas. Metode Studi ini merupakan studi eksperimental. Tikus wistar diberikan pakan tinggi lemak selama 12 minggu pertama. Selanjutnya tikus diberikan 100 mg/kgBB ketumbar 12 minggu berikutnya. Jaringan jantung tikus diambil dan dihomogenasi. Pengukuran karbonil menggunakan reagen 2,4-dinitrofenilhidrazin dan dibaca dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 390 nm. Data kemudian dianalisis dengan IBM SPSS dengan nilai acuan p=0,05. Hasil Terdapat peningkatan tidak signifikan (p>0,999) kadar karbonil pada kelompok diet normal dengan ketumbar dibanding kelompok kontrol. Terdapat penurunan tidak signifikan (p>0,999) kadar karbonil pada kelompok diet tinggi lemak dengan ketumbar dibandingkan kelompok diet tinggi lemak. Penurunan signifikan (p=0,009) tampak pada kadar karbonil kelompok diet tinggi lemak dengan ketumbar dibandingkan kelompok diet normal dengan ketumbar. Kesimpulan Pemberian ketumbar tidak memberikan perbedaan signifikan pada kadar karbonilasi protein baik pada kondisi diet normal maupun diet tinggi lemak. Diet tinggi lemak mungkin mampu meningkatkan efektivitas kerja ketumbar sebagai antioksidan.

Introduction
The number of people with obesity is increasing every year throughout the world, including Indonesia. Obesity is associated with many health disorders such as inflammation, metabolic disorders, heart disease and oxidative stress. Carbonyl is a biomarker of oxidative stress. Coriander (Coriandrum sativum L.) is thought to have antioxidant effects and potentially therapeutic to oxidative stress. This study aims to determine the effect of administering coriander extract on protein carbonylation levels in the heart tissue of obese rats.
Method
This study was an experimental study. Wistar rats were given a high-fat diet for the first 12 weeks. Next, rats were given 100 mg/kgBW of coriander for the next 12 weeks. Rat heart tissue was acquired and homogenized. Carbonyl were measured with 2,4-dinitrophenylhydrazine reagent and read on a spectrophotometer at a wavelength of 390 nm. The data was then analyzed using IBM SPSS using p=0.05.
Results
Carbonyl levels increased non-significantly (p>0.999) in the normal diet group fed with coriander compared to the control group. Carbonyl levels decreased non-significantly (p>0.999) in the high-fat diet group fed with coriander compared to the high-fat diet group. A significant decrease (p=0.009) was seen in the carbonyl levels of the high fat diet group fed with coriander compared to the normal diet group fed with coriander.
Conclusion
Coriander consumption did not make a significant difference in protein carbonylation levels either under normal diet or high fat diet conditions. A high-fat diet might increase the effectiveness of coriander as an antioxidant.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Carla Handayani
"Penelitian ini membahas tentang kadar karbonil sebagai penanda dari stress oksidatif di jantung akibat pajanan hipoksia hipobarik. Pada penerbang (pilot) sering mengalami keadaan hipoksia hipobarik karena mereka selalu menemui kondisi tersebut. Jantung, sebagai salah satu organ penting di tubuh sangat rentan terhadap paparan stres oksidatif yang disebabkan oleh hipoksia hipobarik. Pada penelitian ini, teknik penelitian yang dipilih adalah teknik eksperimental. Sampel jaringan yang dipakai adalah jaringan jantung tikus jantan galur winstar. Sampel ini lalu diklasifikasikan ke dalam empat perlakuan dengan perbedaan frekuensi pajanan hipoksia hipobarik dari hypoxia chamber dengan satu kelompok kontrol. Teknik yang digunakan untuk mengukur tingkat karbonil adalah teknik yang digunakan oleh Cayman's Protein Carbonyl Assay dan dimodifikasi oleh departemen biokimia di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan tingkat karbonil yang bermakna antara grup perlakuan dan grup kontrol (p<0.05). Penelitian ini menggambarkan adanya peningkatan stress oksidatif yang bermakna pada keadaan hipoksia hipobarik di jaringan jantung tikus.

This research describes about the level of carbonyl concentration as marker of stress oxidative in the heart because of the exposure of hypobaric hypoxia. Hypobaric hypoxia is vulnerable in aviator (pilot) who usually meets this situation. Heart, as one of important organ in the body is vulnerable to the exposure of stress oxidative because of hypobaric hypoxia state. The technique chosen in this study is experimental method. The sample selected is heart tissue from male rats winstar. This sample then classified into four different exposed clusters with different hypobaric hypoxia frequency in hypoxia chamber and one control group. The technique used to quantify carbonyl concentration is the technique from Cayman's Protein Carbonyl Assay Procedure which then altered by biochemistry department in Universitas Indonesia. The result of this experiment demonstrated that there is a significant difference of carbonyl concentration among exposed and control group (p<0.05). This project illustrates that there is marked increase of stress oxidative in hypobaric hypoxia setting in heart tissue."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>