Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 179831 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hanisa Purwantari
"LSL merupakan populasi kunci HIV yang paling berisiko dibandingkan dengan populasi lainnya. Salah satu strategi penanggulangan HIV/AIDS adalah VCT yang bertujuan untuk meningkatkan penemuan kasus HIV. Diketahui baru 59% LSL yang sudah pernah memanfaatkan VCT di Indonesia. Persepsi individu terhadap HIV/AIDS dan VCT dan faktor modifikasi diketahui dapat mempengaruhi LSL dalam memanfaatkan VCT. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan VCT pada LSL di Bogor tahun 2021. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan purposive sampling. Data dikumpulkan melalui kuesioner yang dibagikan secara daring dengan jumlah responden 108 orang. Pemanfaatan VCT sebagai variabel dependen, sedangkan faktor modifikasi (umur, pendidikan terakhir, pekerjaan, dan pengetahuan), persepsi individu (persepsi kerentanan, persepsi keparahan, persepsi manfaat, dan persepsi hambatan) serta isyarat untuk bertindak sebagai variabel independen. Data dianalisis dengan uji chi-square. Berdasarkan hasil analisis didapatkan hasil proporsi tertinggi pada kelompok LSL yang pernah memanfaatkan VCT sebesar 70,4%, 84,3% berumur £ 30 tahun, 63,0% pendidikan terakhir menengah, 63,9% bekerja, 59,3% memiliki pengetahuan yang rendah, 55,6% memiliki persepsi kerentanan tinggi atau rentan, 51,9% memiliki persepsi keparahan tinggi atau parah, 52,8% memiliki persepsi manfaat tinggi, 60,2% memiliki persepsi hambatan rendah, dan 68,5% memiliki isyarat untuk bertindak tinggi. Terdapat hubungan antara pengetahuan (p=0,034), persepsi manfaat (p=0,001), dan persepsi hambatan (p=0,001) dengan pemanfaatan VCT. Hasil penelitian menyarankan untuk optimalisasi kegiatan penyuluhan terkait HIV/AIDS dan pemanfaatan VCT kepada kelompok LSL oleh petugas kesehatan dan LSM.

MSM is the key HIV population most at risk compared to other populations. One of the HIV/AIDS prevention strategies is VCT which aims to increase HIV case finding. It is known that only 59% of MSM have used VCT in Indonesia. Modifying factors and individual perceptions of HIV/AIDS and VCT are associated to the utilization of VCT among MSM. This study aims to determine the factors related to the use of VCT in MSM at ​​Bogor in 2021. This study used a cross-sectional design with purposive sampling. Data were collected through questionnaires distributed online with a total of 108 respondents. Utilization of VCT as the dependent variable, while the modifying factors (age, last education, occupation, and knowledge), individual perceptions (perceived vulnerability, perceived severity, perceived benefits, and perceived barriers) and cues to action as independent variables. Based on the results of the analysis, it was found that the highest proportion of MSM groups who had used VCT was 70.4%, 84.3% aged £30 years, 63.0% had secondary education, 63.9% worked, 59.3% had low knowledge, 55.6% had a high perception of susceptibility, 51.9% had a high perception of severity, 52.8% had a high perceived benefit, 60.2% had a low perceived barrier, and 68.5% had a high cue to action. There is a relationship between knowledge (p=0.034), perceived benefits (p=0.001), and perceived barriers (p=0.001) with the use of VCT. The results of the study suggest optimizing counseling activities related to HIV/AIDS and the use of VCT to MSM groups by health workers and NGOs."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elvan Abdi Fajriansyah
"Lelaki yang Seks dengan Lelaki (LSL) berada pada posisi yang rentan untuk tertular dan menularkan HIV melalui hubungan seksual berisiko.Di Indonesia, LSL menyumbang persentase sekitar 44,93% dari keseluruhan kasus baru di 2019. Meskipun akses terhadap Voluntary Counseling and Testing (VCT) sudah dibuka lebar namun pemaanfaatannya masih tergolong rendah. Terdapat banyak faktor yang dapat memengaruhi perilaku periksa VCT pada kalangan LSL. Melalui studi potong lintang ini diteliti hubungan antara faktor-faktor berpengaruh diantaranya usia, tingkat pendidikan, status pekerjaan, status hubungan, pengetahuan tentang HIV/AIDS, Stigma terkait HIV, dan dukungan sosial serta hubungannya dengan perilaku periksa VCT. Jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 100 responden dengan metode pengumpulan snowball sampling. Penelitian ini menggunakan beberapa kuesioner diantaranya kuesioner perilaku periksa VCT yang dibuat dan dimodifikasi sendiri, HIV-KQ-18, HIV-Anticipated Stigma, serta Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS). Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara pengetahuan terhadap HIV/AIDS dengan perilaku periksa VCT (p = 0,032; α = 0,05). Selain itu, ditemukan terdapat hubungan bermakna antara stigma terkait HIV dengan perilaku periksa VCT (p = 0,014; α = 0,05). Tidak ditemukan hubungan bermakna antara usia, tingkat pendidikan, status pekerjaan, status hubungan, dan dukungan sosial terhadap perilaku periksa VCT (p > 0,05).

Men who have sex with men (MSM) are in a vulnerable position to contracting and transmitting HIV through risky sexual intercourse. In Indonesia, MSM accounted for around 44.93% of all new cases in 2019. Even though access to Voluntary Counseling and Testing (VCT) has been widely opened, its utilization is still relatively low. There are many factors that can influence VCT checking behavior among MSM. This cross-sectional study examined the relationship between influential factors including age, education level, employment status, relationship status, knowledge of HIV/AIDS, HIV-related stigma, and social support and its relationship with VCT checking behavior. The number of samples used in this study were 100 respondents with the snowball sampling method. This study used several questionnaires including self-modified VCT checking behavior questionnaires, HIV-KQ-18, HIV-Anticipated Stigma, and the Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS). The results of the bivariate analysis showed that there was a significant relationship between knowledge of HIV/AIDS and VCT checking behavior (p = 0.032; α = 0.05). In addition, it was found that there was a significant relationship between HIV-related stigma and VCT checking behavior (p = 0.014; α = 0.05). No significant relationship was found between age, education level, employment status, relationship status, and social support on VCT checking behavior (p > 0.05)."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Alfio Andhika
"Lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki merupakan salah satu populasi kunci pada infeksi Human Immunodeficiency Virus. Di Indonesia, LSL menduduki urutan keempat menurut faktor risiko penularan HIV. Prevalensi HIV di Indonesia pada kalangan LSL meningkat sejak tahun 2010 sampai dengan 2014. Masalah penggunaan kondom pada LSL masih menjadi perhatian di beberapa negara, termasuk Indonesia. Penelitian potong lintang ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan kondom pada LSL di Jakarta dan Depok yang meliputi umur, tingkat pendidikan, status pekerjaan, status hubungan, dan pengetahuan HIV. Penelitian ini menggunakan kuesioner HIV KQ 18 yang telah diuji validitas dan reliabilitas (r=0.804). Jumlah sampel penelitian ini sebanyak 92 responden. Analisis data meliputi uji univariat dan bivariat. Hasil penelitian ini menunjukkan angka penggunaan kondom sebesar 85.9%. Dari kelima variabel yang diteliti, tidak ada satupun yang memiliki hubungan signifikan dengan penggunaan kondom (p>0.05).

Men who have sex with men is one of the key populations in Human Immunodeficiency Virus infection. In Indonesia, MSM ranked fourth as one of the risk factors for HIV transmission. HIV prevalence among MSM in Indonesia has increased since the year 2010 to 2014. The issue of condom usage among MSM remains a concern in several countries, including Indonesia. This cross-sectional study aimed to analyze the factors associated with condom usage in MSM who lives in Jakarta and Depok including age, education level, occupation status, relationship status, and HIV knowledge. This research used the HIV KQ 18 questionnaire that have been tested for validity and reliability (r = 0.804). The number of samples of this study were 92 respondents. Data analysis including univariate and bivariate. The results of this study indicate the numbers of condom usage is 85.9%. None of the five variables studied has a significant relationship with condom use (p>0.05)."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
S63167
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meiliyana
"Perilaku lelaki berhubungan seks tidak aman dengan lelaki merupakan perilaku yang cenderung tertutup dan sulit ditemui di populasi umum, dengan jumlah kaum LSL yang semakin meningkat dan prevalensi HIV dan IMS masih tinggi di kalangan LSL, penelitian terkait HIV pada LSL masih belum banyak ditemui di Indonesia, serta kejadian HIV yang merupakan salah satu masalah kesehatan yang timbul dengan berbagai faktor.
Desain penelitian ini adalah potong lintang, dengan menggunakan data sekunder Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) pada kelompok Lelaki suka Seks dengan Lelaki (LSL) di Indonesia Tahun 2011, Variabel dependen adalah kejadian HIV (+) dan variabel independennya meliputi karakteristik demografi (umur, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan), pengetahuan mengenai HIV-AIDS, perilaku (perilaku seksual dengan pasangan seks tetap, konsumsi napza, merasa berisiko tertular, riwayat mengalami gejala IMS), dan layanan klinik VCT. Analisis data yang dilakukan adalah analisis univariat dan analisis bivariat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi LSL yang mengalami status HIV(+) sebesar 8,5%, rata-rata umur LSL yaitu 29 tahun, sebagian besar LSL berpendidikan SMU/sederajat sebesar 52%, sebagian besar bekerja sebagai karyawan sebesar 32,4%, dengan status belum kawin sebesar 77,5%. Proporsi LSL yang memiliki pasangan tetap sebesar 56,3%. Sebagian besar LSL tidak mengkonsumsi napza sebesar 89,6%, merasa berisiko tertular 64,5% dan sebesar 30,7% LSL pernah mengalami gejala IMS, serta sebagian besar reponden tidak di rujuk ke layanan VCT sebesar 77,2%.
Faktor-faktor yang ada hubungan bermakna dengan kejadian HIV (+) pada LSL adalah tingkat pendidikan, status belum kawin dibandingkan dengan status kawin, bekerja disalon/panti pijat yang dibandingkan karyawan, merasa berisiko tertular, dan layanan klinik VCT.

The behavior of men having unsafe sex with men is tend to be closed and difficult to find in the general population. With the increasing number MSM (Men who have Sex with Men) and prevalence of HIV and STI stil remains high among MSM, HIV-related research on MSM also not widely found in Indonesia, as well as the case of HIV is a health issues that causes with various factors.
The study design was cross-sectional, using secondary data Integrated Biological and Behavioral Surveillance (IBBS) in the group of Men who have Sex with Men (MSM) in Indonesia in 2011. The dependent variable is HIV (+) incidence and the independent variables include demographic characteristics (age, education, occupation, marital status), knowledge about HIV-AIDS, behavior (sexual behavior, drug consumption, perceive by risk of contracting, history of IMS symptoms) and VCT clinics services. Data analysis was performed by univariate and bivariate analysis.
The results showed that the proportion of MSM with HIV (+) status approximately 8.5% , the MSM average age is 29 years old, most of the MSM education was high school/equivalent was 52%, mostly working as an employee approximately 32.4%, unmarried status approximately 77.5%. The proportion of MSM who had a regular partner approximately 56.3 %. Most of the MSM do not consume drugs approximately 89.6%, perceive by risk of contracting approximately 64.5% and approximately 30.7% of MSM had experienced symptoms of IMS, as well as most of the respondents did not refer to the VCT service approximately 77.2%.
Factors that not have significant correlation with the incidence of HIV (+) on MSM is: level of education, unmarried status compared with marital status, work at salon / massage parlor compared by office employees, perceive by risk of contracting , and the VCT clinic services.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S54551
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putra Fajar Angkasa
"Tes HIV merupakan pintu gerbang awal yang menghubungkan dengan pelayanan pencegahan HIV lainnya. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku tes HIV pada LSL merupakan hal yang penting untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam merancang program intervensi yang bertujuan untuk meningkatkan angka tes HIV. Sebuah studi potong lintang dilakukan dengan menggunakan data STBP 2015 pada 921 LSL. Hubungan perilaku tes HIV diestimasi melalui nilai prevalens odds ratio (POR) dan 95% confidence interval (CI). Dari 921 LSL, 781 (84,8%) LSL memiliki perilaku tes HIV yang baik. Faktor yang berpengaruh secara independen dengan perilaku tes HIV pada LSL adalah umur (aPOR: 3,472; 95% CI: 2,164 – 5,572), tempat tinggal (aPOR: 1,678; 95% CI: 1,136 – 2,478) dan keterpaparan informasi (aPOR: 6,506; 95% CI: 3,821 – 11,077) dengan keterpaparan informasi menjadi variabel yang dominan dalam hubungannya dengan perilaku tes HIV

HIV testing is the initial gateway and links HIV cases to HIV care, support and treatment. Understanding the factors associated with HIV testing among men who have sex with men (MSM) is important to be taken for consideration in the planning of intervention programs that aimed to increase HIV testing rates. A cross-sectional study was conducted using IBBS 2015 data on 921 MSM. Association between HIV testing behavior was estimated through the prevalence odds ratio (POR) and 95% confidence interval (CI). Of 921 MSM, 781 (84.8%) MSM had good HIV testing behavior. Factors independently associated with HIV testing behavior are age (aPOR: 3,472; 95% CI: 2,164 - 5,572), recent living situation (aPOR: 1,678; 95% CI: 1,136-2,478) and recent exposed HIV information (aPOR: 6,506; 95% CI: 3,821 - 11,077) with recent exposed HIV information as a dominant variable in association with HIV testing."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maulidya Mitha Rianto
"Infeksi HIV (Human Immununodeficiency Virus) masih menjadi permasalahan kesehatan secara global. Di Indonesia, populasi kunci LSL merupakan populasi dengan prevalensi kasus HIV tertinggi. DKI Jakarta dan Jawa Barat merupakan dua provinsi dengan kasus HIV tertinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi kejadian HIV dan faktor yang berhubungan dengan kejadian HIV pada populasi kunci LSL di DKI Jakarta dan Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan desain studi potong lintang (cross sectional) dengan menggunakan data STBP. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi kejadian HIV pada LSL di DKI Jakarta dan Jawa Barat sebesar 26,5%. Mayoritas LSL dalam penelitian ini adalah LSL dengan tingkat pendidikan tinggi (≥SMA/sederajat), bekerja, berusia ≥ 25 tahun, setia kepada pasangan seksual, konsisten menggunakan kondom, memiliki >1 pasangan seks, dan merasa berisiko tertular HIV. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa usia ≥ 25 tahun (PR= 1,567; 95%CI: 1,255-1,957) dan memiliki persepsi risiko tertular HIV (PR= 2,362; 95%CI: 1,690-3,302) merupakan faktor risiko dari kejadian HIV pada LSL. Oleh karena itu, diperlukan penjangkauan LSL yang lebih luas dan intervensi menggunakan sosial media dengan menargetkan kelompok usia produktif untuk meningkatkan kesadaran diri terkait risiko penularan HIV dan meningkatkan akses layanan HIV.

HIV (Human Immunodeficiency Virus) infection is still a global health problem. In Indonesia, MSM is one of the key populations with is the highest HIV prevalence. DKI Jakarta and West Java are the two provinces with the highest HIV cases. This study aims to determine the prevalence of HIV and factors associated with HIV incidence in key MSM populations in DKI Jakarta and West Java. This research is a cross-sectional study using IBBS data. Data analysis was carried out descriptively and used the chi-square test. The results of the study show that the prevalence of HIV among MSM in DKI Jakarta and West Java is 26,5%. The majority of MSM in this study were MSM with a high level of education (≥high school/equivalent), employed, ≥ 25 years, loyal to sexual partners, consistently using condoms, have >1 sexual partner, and feel at risk of contracting HIV. The results of statistical analysis show that ≥ 25 years (PR= 1,567; 95%CI: 1,255-1,957) and having a perceived risk of contracting HIV (PR= 2,362; 95%CI: 1,690-3,302) are risk factors for the incidence of HIV in MSM. Therefore, wider MSM outreach and interventions using social media targeting the productive age group are needed to increase self-awareness regarding the risk of HIV transmission and increase access to HIV services.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isnaeni Nur Khayati
"Aksesibilitas Pelayanan Kesehatan merupakan kemampuan setiap individu untuk mencari pelayanan kesehatan yang dibutuhkan. Aksesibilitas bagi LSL sangat penting terkait dengan tujuan pengobatan bagi mereka dan dalam pengelolaan manajamen pandemi HIV. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode cross sectional, purposive sampling. Penelitian bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan LSL dalam mengakses fasilitas pelayanan di Daerah Istimewa Yogyakarta, telah di laksanakan pada bulan Juli 2023 di Poliklinik Edelweis RSUP Dr Sardjito Yogyakarta dengan melibatkan 60 responden, Yogyakarta. Hasil: Proporsi karakteristik demografi responden terdiri atas usia terbanyak adalah kelompok umur 24-45 tahun (65%), tidak menikah (90%), pendidikan tinggi (60%), bekerja (81,7%). Tidak ada hubungan antara status demografi responden dengan perilaku LSL dalam mengakses fasilitas kesehatan (p value usia 0,929, p status pernikahan 0,554, p pendidikan 0,929 dan p pekerjaan 1,00 (p hitung > α 0,05). Responden yang memiliki aksesibilitas pelayanan baik (38,3%) seluruhnya selalu mengakses fasilitas kesehatan, demikian pula 91,8% LSL yang memiliki akses tidak baik selalu mengakses fasilitas kesehatan. Tidak ada hubungan yang bermakna antara kategori aksesibilitas yang dimiliki LSL dengan perilaku LSL dalam mengakses fasilitas kesehatan (p akses 0,276 (α > 0,05).

Accessibility to health services is personal ability to seek health services who needed. Accessibility for MSM is very important in terms of treatment goals for their diseases as important as management of the HIV pandemic. This research is quantitative research with cross sectional methode and purposive sampling. The aim is to analyze factors related to MSM in accessing health service facilities in the special Region of Yogyakarta. This research was held in July 2023 at the Edelweiss Polyclinic of Dr Sardjito General Hospital of Yogyakarta, involved 60 respondents on it. Results: The demographic characteristic respondents showed the highest proportion is adult age (24-45 years old), not married (90%), has higher education (60%), has a job (81,7%). There is no relationship between the sociodemographic character respondents an the MSMS bevaior to access health care facilities (p age 0,929, p marital status 0,554, p education 0,929, p job 1,00 (> α 0,05). Respondents who have good service accessibility (38.3%) always access health facilities. MSM who have poor access always access healthcare facilities (91.8%). There isi no relationship between accessability to health care services and utilization of health facilities by MSM p 0,279 > α 0.05)."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihombing, Silviana Theodora Esteria
"Infeksi menular seksual IMS merupakan salah satu penyebab penyakit utama di dunia. Perilaku seksual berisiko merupakan faktor risiko terjadinya IMS. Prevalensi sifilis cenderung meningkat pada kelompok Lelaki berhubungan Seks dengan Lelaki LSL. Menurut data STBP 2013 prevalensi sifilis meningkat pada LSL yaitu dari 9 2011 menjadi 11,3. Menjual seks merupakan perilaku seks berisiko dalam penularan sifilis pada LSL. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara perilaku seks dengan kejadian sifilis pada LSL. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif menggunakan data STBP 2015. Analisis deskriptif dan regresi logistik dilakukan pada sampel 1.496 responden. Hasil analisis multivariabel didapatkan bahwa terdapat hubungan antara perilaku menjual seks dengan kejadian sifilis dengan rasio odds 1,4 95 EI 1,0-2,1.

Sexually Transmitted Infections STIs is one of the leading causes of disease in the world. Risk behavior sex is a risk factor of STIs. The prevalence of syphilis have increased among Men who have Sex with Men. According to IBBS 2013 the prevalence of syphilis among MSM have increased from 9 2011 to 11,3 . Selling sex is a risk sex behavior in the transmission of syphilis among MSM. This study aims to see the relationship between sex behavior and syphilis among MSM. This study is quantitative study using data of IBBS 2015. Descriptive analysis and logistic regression was performed on a sample 1,496 repondents. The result of multivariable analysis showed there an association between selling sex and syphilis with odds ratio 1.4 95 CI 1.0 2.1."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S69412
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jilia Roza
"HIV merupakan penyebab penyakit infeksi yang akan diderita seumur hidup. Tidak semua orang yang terinfeksi HIV memiliki jangka waktu yang sama dalam menunjukkan gejala klinisnya, sehingga transmisi masih dapat terjadi selama penderita dalam periode asimptomatik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan status HIV klien VCT (Voluntary Counselling and Testing) di RSUD Mandau Kabupaten Bengkalis Tahun 2012. Penelitian ini merupakan analisis lanjut dari data rekam medis klinik VCT HIV pada 897 orang klien VCT HIV di RSUD Mandau. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi form VCT menggunakan lembar daftar tilik. Hasil penelitian ini mendapatkan 4,2% klien VCT yang terinfeksi HIV dan pekerjaan berhubungan dengan status HIV, dimana klien yang pekerjaannya terkait dengan faktor risiko hampir 16 kali untuk terinfeksi HIV dibandingkan klien yang pekerjaannya tidak terkait dengan faktor risiko. Perlunya perhatian, pencegahan serta penanggulangan dari seluruh pihak baik pemerintahan, tenaga kesehatan maupun masyarakat.

HIV is a cause of disease infection that will be suffered a lifetime. Not all people with HIV have the the same timeframe in the showing symptoms clinicayl, so that the transmission may still occur during the patients in the period of asymptomatic. This research was aimed to determine the factors associated with HIV status VCT clients (Voluntary Counseling and Testing) at RSUD Mandau Bengkalis In 2012. This study is a further analysis of the medical records of HIV VCT clinic at 897 people with HIV VCT clients in RSUD Mandau. The data was collected through observation VCT form using the checklist sheet. Results of this study get 4.2% of VCT clients infected with HIV and work related with HIV status, where clients who work associated with risk factors nearly 16 times for HIV infection than clients who work not associated with risk factors. Need more concern, prevention and suppression of all parties, including government, health workers, and society."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S46421
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khusnul Khotimah
"Prevalensi HIV pada kelompok Lelaki Seks dengan Lelaki (LSL) selalu meningkat setiap tahun dan kelompok ini memiliki risiko tinggi untuk terinfeksi HIV. Promosi penggunaan kondom konsisten merupakan strategi untuk pencegahan HIV pada LSL. Penelitian ini membahas faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan kondom konsisten pada LSL yang memiliki pasangan tetap, pasangan tidak tetap dan pasangan komersial. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dari data Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) untuk LSL tahun 2013. Dari 602 LSL yang terpilih, konsistensi penggunaan kondom sebulan terakhir pada pasangan seks tetap 31.9%, pasangan seks tidak tetap 36.4%, dan pasangan seks komersial 42.4%. Pada analisis multivariabel menunjukkan bahwa faktor yang berasosiasi signifikan pada LSL dengan pasangan seks tidak tetap yaitu pengetahuan komprehensif (aOR = 1.89 95% CI : 1.1-3.1), sumber informasi media (aOR = 2.7, 95% CI : 1.1-6.7), dan informasi dari petugas ahli (aOR = 4.2, 95% CI : 1.9-9.2) meningkatkan penggunaan kondoom konsisten. Sedangkan pada pasangan seks komersial yaitu sumber informasi dari petugas ahli (aOR = 3.5, 95% CI : 1.1-11.1) dan persepsi LSL bahwa dirinya rentan tertular HIV (aOR = 2.88, 95% CI : 1.1-7.4). Intervensi ke depan harus fokus pada populasi kunci terutama LSL di semua jenis pasangan seks dan fokus pada promosi penerimaan masyarakat tekait norma pro-kondom.

HIV prevalence among men who have sex with men (MSM) increased current year and MSM are population at high risk for HIV infection. Promoting consistent condom use (CCU) is a key reduction strategy for HIV prevention among MSM. This thesis report the factors associated with CCU among MSM with regular, casual and comercial partners. This thesis used cross-sectional design from Integrated Biological and Behaviour Surveillance for MSM 2013. Among 602 MSM was selected, CCU last month with regular partners is 31.9%, casual partners is 36.4%, and comercial partners is 42.4%. in multivariabel analysis showed factors were associated with condom use in casual partners are comprehensive knowledge (aOR = 1.89 95% CI : 1.1-3.1), information source from media (aOR = 2.7, 95% CI : 1.1-6.7), and source from health professional (aOR = 4.1, 95% CI : 1.9-9.2) were more likely to report consistent condom use. In comercial partners are source from health professional (aOR = 3.5, 95% CI : 1.1-11.1) and perceived for HIV infection (aOR = 2.88, 95% CI : 1.1-7.4). HIV intervention need to focus in key population especially MSM with all types of sex partners and it is important promote social acceptance pro-kondom norm."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S58836
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>