Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 55594 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adellannisa Humaira
"Artikel ini membahas isi pesan yang ingin disampaikan di dalam tentang film “Nefta Football Club” karya Yves Piat. Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk menjelaskan aspek intrinsik dan budaya yang terkandung dalam Film “Nefta Football Club” agar bisa dijadikan salah satu pengetahuan tentang Negara Tunisia. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan mengkaji berdasarkan isi (content analysis) pesan yang terdapat dalam film melalui dokumen elektronik berupa film “Nefta Football Club” serta menggunakan teori strukturalisme dan budaya. Hasil penelitian ini yaitu tema dari film “Nefta Football Club” adalah narkoba dan sepak bola, tokoh yang berperan Eltayef Dhaoui sebagai Mohamed, Mohamed Ali Ayari sebagai Abdullah, Lyès Salem sebagai Salim, Hichem Mesbah sebagai Ali, Skander Afif sebagai Mekanik, dan Lazher Dguachi sebagai Mekanik. Alur film ini bergerak maju, amanat yang terkandung dalam film adalah berhati – hati saat menemukan barang yang bukan milik sendiri di tempat umum, dan aspek budaya yang tergambar dalam film adalah pakaian, keledai sebagai alat pengangkut barang, mata pencaharian hidup dengan jual beli narkoba, kesenian yang paling dominannya sepak bola dan sistem kepercayaan masyarakat yang mayoritas beragama Islam.

This article discusses the content of the message to be conveyed in the film “Nefta Football Club” by Yves Piat. The purpose of this research is to explain the intrinsic and cultural aspects contained in the film "Nefta Football Club" so that it can be used as a knowledge of the State of Tunisia. This study uses a qualitative descriptive method by examining the content (content analysis) of messages contained in the film through electronic documents in the form of the film "Nefta Football Club" and using structuralism and cultural theory. The results of this study are the themes of the film "Nefta Football Club" are drugs and football, the characters who play Eltayef Dhaoui as Mohamed, Mohamed Ali Ayari as Abdullah, Lyès Salem as Salim, Hichem Mesbah as Ali, Skander Afif as Mechanic, and Lazher Dguachi as a mechanic. The plot of this film moves forward, the message contained in the film is to be careful when finding items that are not your own in public places, and the cultural aspects depicted in the film are clothing, donkeys as a means of transporting goods, livelihood by buying and selling drugs, the most dominant art is football and the belief system of the people who are predominantly Muslim."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Subkhan
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas peristiwa Revolusi Melati di Tunisia Januari 2011 beserta peranan situs jejaring sosial (social network site) Facebook dalam peristiwa terebut. Skripsi ini merupakan hasil studi pustaka secara intensif. Peranan situs jejaring sosial Facebook sebagai sebuah media massa dan juga sebagai public sphere (ruang publik) alternatif di tengah otoritarianisme rezim pemerintahan Tunisia ditunjukkan melalui pengunggahan video aksi unjuk rasa di Sidi Bouzid melalui situs jejaring sosial Facebook, dan memunculkan sebuah gerakan protes yang spontan tanpa digerakkan oleh paham politik tertentu. Hasil studi pustaka menunjukkan bahwa video yang diunggah pada situs jejaring sosial Facebook memunculkan keragaman isu unjuk rasa yang diusung oleh setiap golongan.

ABSTRACT
This undergraduate thesis will explain Tunisian's Jasmine Revolution as a historical event and the role of social network site (Facebook) on Tunisian Jasmine Revolution. This research conducted by literature study from mass media such as The Guardian UK and Al Jazeera News English. The role of social network site as an alternative mass media and also public sphere in the middle of authoritarianism, could be seen from some peace protest's video in Sidi Bouzid which being uploaded on Facebook. This video made some similar protest in another region. Issues of another protest after Sidi Bouzid is different. Social network as a tool, has made those protesters to communicate and spread issues and solidarity which bring Tunisia into some social-political change."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S413
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fauzan Irvan
"Penelitian ini bertujuan menganalisis serangkaian upaya Tunisia dalam mengkonsolidasi Negara demokrasi pasca Arab Spring pada periode 2014 sampai 2020. Periode tahun 2014 sebagai titik awal langkah maju untuk membangun demokrasi di Tunisia yang membawa harapan bagi masyarakat Tunisia akan ketidakstabilan politik dan di tahun 2020 sebagaimana dalam Indeks Demokrasi Tunisia pada tahun 2019 mendapatkan skor 6.72 (dari 10,00). Ini menunjukan bahwa Tunisia telah melakukan lompatan besar dalam mengonsolidasikan demokrasinya setelah Arab Spring. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus, dan data dianalisis dengan menggunakan model interaktif Miles dan Huberman. Analisis tahapan kondisi konsolidasi demokrasi di Tunisia dapat dilihat dalam perjalan sistem pemilihan Presiden dan Parlemen Tunisia pada periode 2014 dan 2019 yang bebas dan adil serta digunakannya Konstitusi baru 2014 menjadi tonggak utama demokratis yang menghormati kebebasan berorganisasi, kebebasan beragama, menjamin check and balance yang berkaitan dengan eksekutif dan mengakui kesetaraan gender. Faktor pendukung proses konsolidasi demokrasi di Tunisia diantaraya: 1) Kemauan tokoh-tokoh politiknya untuk berkompromi; 2) Sektor keamanan (militer) yang lemah dan 3) Kuatnya civil society mengawal proses demokrasi. Namun demikian, penerapan sistem demokrasi tersebut masih menjadi perdebatan dengan masalah tingkat ketidakpuasan yang signifikan tidak hanya dengan partai politik dan Parlemen, tetapi juga dengan institusi demokrasi itu sendiri. Pemerintahan masih belum mampu mengatasi tantangan mendesak, seperti pengangguran kaum muda, kesenjangan sosial ekonomi regional, marjinalisasi politik islam dan korupsi yang merajalela sehingga menjadi penghambat proses konsolidasi demokrasi.

This study aims to analyze a series of Tunisian efforts in consolidating a post-Arab Spring democratic state in the period from 2014 to 2020. The 2014 period is the starting point for moving forward to build democracy in Tunisia which brings hope to the Tunisia society for the political instability in 2020 as shown in the Tunisia Democracy Index in 2019 got a score of 6.72 (out of 10,00). This shows that Tunisia has made a big leap in consolidating its democracy after the Arab Spring. This study uses a qualitative approach with a case study method, and the data is analyzed by using the interactive Miles and Huberman model. An analysis of the stages of the consolidation of democracy in Tunisia can be seen in the course of the Tunisian Presidential and Parliamentary election system in the 2014 and 2019 periods which were free and fair and the use of the new 2014 Constitution as the main democratic pillar that respects freedom of association, freedom of religion, guarantees checks and balances related to executive and recognizes gender equality. Contributing factors of the democratic consolidation process in Tunisia include: 1) the Willingness of political figures to compromise; 2) The security sector (military) is weak and 3) The strength of civil society overseeing the democratic process. However, the implementation of the democratic system has still in conflict with the problem of a significant level of dissatisfaction, not only with political parties and Parlement but also with the democratic institutions themselves. The government is still unable to overcome urgent challenges, such as youth unemployment, regional socio-economic disparities, the marginalization of Islamic politics and rampant corruption which have become obstacles to the process of consolidating democracy.  "
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Libasut Taqwa
"Penelitian ini membahas Peran Partai Al-Nahdhah dalam Rekonsiliasi Politik di Tunisia Tahun 2011-2015. Partai Al-Nahdhah merupakan partai Islam pemenang Pemilu pertama di Tunisia pasca revolusi 2011 dan berhasil memainkan peran penting dalam proses transisi politik Tunisia dengan merangkul semua golongan yang berbeda metode perjuangan dengan mereka. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk menjelaskan secara kualitatif fenomena yang diamati. Analisis Deskriptif digunakan untuk menginterpretasi data empiris menjadi kata-kata sebagai gambaran laporan penelitian. Untuk mendapatkan data yang akan dianalisis, penulis menggunakan metode pengumpulan data berupa wawancara, dokumen, dan informasi audio visual. Penelitian ini bertujuan menjelaskan bagaimana peran dan capaian yang berhasil diraih partai Al-Nahdhah dalam rekonsiliasi politik di Tunisia tahun 2011-2015 dengan menerapkan pembuktian teori dan kerangka konsep yang menjelaskan tentang rekonsiliasi politik. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi baru mengenai peran partai politik Islam Al-Nahdhah dalam kontestasi politik Tunisia pasca Rezim Ben Ali dan upayanya dalam rekonsiliasi politik. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa Al-Nahdhah berhasil memainkan peran penting dalam upaya rekonsiliasi politik di Tunisia pasca revolusi 2011.

This research aims to examine the role of Al Nahdhah Party rsquo in Tunisia rsquo s Political Reconciliation in 2011 2015 period. Al Nahdhah is an Islamic party that has won the first election in post revolutionary Tunisia in 2011 and managed to play an important role in the political transition process to embrace all different classes to have a common goal to struggle with them. In addition, there is no studies yet that have specifically discussed the political reconciliation efforts by a political party as a method to improve relations between the divided political factions in Tunisia rsquo s political context. The analysis of this research uses qualitative methods to explain the observed phenomena qualitatively. Descriptive analysis is used to interpret the empirical data into words and as an overview of the research report. To get the data that will be analyze, the authors used data collection methods such as interviews, documents, and audio visual information. The purpose of this study explain how the role and achievements that were achieved by the Al Nahdhah party in Tunisia rsquo s political reconciliation in 2011 2015 periods by applying the theory and the conceptual framework that explains about political reconciliation. This research is expected to provide a new contribution on the role of Al Nahdhah Islamic political party in Tunisia rsquo s political contestation after Ben Ali regime and its efforts in political reconciliation. The result assumed that Al Nahdhah has an important role in Tunisia rsquo s political reconciliation after the revolution.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meira Muzarisa Hanum
"Ketika berbicara cinta, kita mengingat bagaimana pasangan membuat janji di hadapan tuhan untuk saling menyayangi dan menjaga. Dalam film Amour karya Michael Haneke kita menyaksikan bagimana pasangan berusia lanjut menghadapi kondisi penyakit stroke yang diderita salah satu di antara mereka. Penelitian ini berfokus pada tema kebebasan dengan menggunakan metode kualititatif dan pendekatan tekstual. Penelitian ini menggunakan kajian sinema oleh Boggs & Petrie yang didukung dengan teori struktur alur tradisional yang digagas Victoria Lynn Schmidt. Penelitian ini menemukan bahwa dalam film Amour penonton diarahkan untuk menelusuri ruang privat tokoh dan menyaksikan bahwa konflik yang terjadi antar keduanyaa bukan disebabkan oleh adanya hambatan dalam mencapai tujuan melainkan adanya kontradiksi dan konflik ketergantungan antara kedua karakter. Permasalahan yang terjadi antara pasangan ini tidak memiliki jalan keluar selain kematian sehingga selama hidupnya nostalgia menjadi cara bagi tokoh untuk melarikan diri dari kenyataan.

When talking about love we reminded how people made promises before god to love and care each other. In Michael Haneke’s film Amour, we see how an elder couple cope with ilness. This research is based on the theme of freedom using qualitative methods and textual approaches. This study uses the theory of cinema by Boggs & Petrie and the traditional plot structure theory proposed by Victoria Lynn Schmidt. This reasearch found that the audiences of Amour is direceted to the private space of the couple and witnesses that the conflict occur between them is not caused by attainment of their goals but the presence of interdependence and character conflict. The problem that occurs between this couple has no way out other than death so that during their life nostalgia becomes the way for the two characters to escape reality. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rafik Said
Paris: UNESCO, 1977
301.29 RAF c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Deni Indracahya
"Artikel ini menjelaskan tentang pakaian tradisional di Tunisia. Pakaian tradisional di Tunisia ternyata mengalami asimilasi dengan budaya luar yang pernah datang sebelum mereka berdaulat. Dalam sejarahnya, Tunisia pernah dikuasai oleh kekaisaran Romawi Byzantium, Dinasti Umayyah dan Abbasiyyah, bangsa Turki melalui Dinasi Utsmani, hingga Perancis yang memiliki budaya yang berbeda-beda. Artikel ini menggunakan metode kajian pustaka dan analisis data untuk mengungkap asimilasi budaya dalam pakaian tradisional Tunisia, serta kerangka teori yang digunakan pada penulisan ini adalah teori kebudayaan oleh Koentjaraningrat. Proses asimilasi budaya yang terjadi, dapat dilihat dari keberagaman pakaian adat yang biasa digunakan masyarakat modern Tunisia sekarang ini.

This article explains the traditional clothes from Tunisia. These traditional clothes are the results from assimilation processes with other cultures which had ever come into Tunisia before it was independent. Looking from its history, Tunisia had been ruled by various conquerors, such as Byzantine Empire, Umayyah and Abasiyyah empire, Utsmani Empire which, and finally French colonialism. This article uses literature review and data analysis to discover cultural assimilation in Tunisian traditional clothes. This article also uses Koentjaraningrat’s theory of culture. The process of cultural assimilation can be revealed through the variety of Tunisian traditional clothed which are usually worn by modern Tunisian societies. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Adjeng Hidayah Tsabit
Jakarta: Rajawali, 2012
720 ADJ t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Cindi Riyanika Hidayah
"Arab Spring yang bermula di Tunisia merupakan awal baru bagi Tunisia melepaskan diri dari pemerintahan diktaktor di bawah rezim Ben Ali. Revolusi ini melambungkan nama seorang sosok Rachid Ghannouchi yang dalam penelitian ini akan dibahas mengenai perannya dalam masa transisi demokrasi di Tunisia pasca Arab Spring. Tujuan penilitian ini adalah untuk mengetahui sosok Rachid Ghannouchi dan perannya dalam transisi demokrasi di Tunisia pasca Arab Spring. Proses pengumpulan data dilakukan dengan dua jenis. Pertama, pengumpulan data primer melalui wawancara tidak langsung, selain wawancara data primer didapat dari buku-buku karya Rachid Ghannouchi. Kedua, pengumpulan data sekunder diperoleh melalui beberapa kajian pustaka salah satunya buku, penelitian terdahulu, artikel, jurnal dan informasi dari media elektronik. Penelitian ini menerapkan teori kepemimpinan dan teori peran yang digunakan untuk menganalisa siapa sosok Rachid Ghannouchi dan perannya pasca Arab Spring. Berdasarkan penelitian yang dilakukan didapat hasil berupa Rachid Ghannouchi memiliki peran dalam menjembatani pihak sekularis dan islamis di Tunisia pada masa transisi demokrasi pasca Arab Spring. Sehingga tujuan dari penelitian ini bisa menjawab permasalahan dan hasilnya bisa dijadikan acuan atau literasi dalam aktivitas akademik.

The Arab Spring which began in Tunisia is a new movement for Tunisia to break away from the dictatorial government under Ben Ali's regime. This revolution catapulted the name of a figure of Rachid Ghannouchi, who in this study will discuss his role in the transition period of democracy in Tunisia after the Arab Spring. The purpose of this study was to find out the figure of Rachid Ghannouchi and his role in the transition to democracy in Tunisia after the Arab Spring. Ellipsis data collection is done in two types. First, primary data collection was obtained through indirect interviews and several books by Rachid Ghannouchi. Second, secondary data collection was obtained through several literature studies, such as books, previous research, articles, journals and information from electronic media. The researcher used the theory of the leadership and the role theory used to analyze who the figure of Rachid Ghannouchi and his role after the Arab Spring. Based on the research conducted, the results obtained in the form of Rachid Ghannouchi have a role in bridging secularists and Islamists in Tunisia during the democratic transition period after the Arab Spring. So the purpose of this study can answer the problem and the results can be used as a reference or literacy in academic activities.
"
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T52015
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhilah Fitri Primandari
"Prinsip normatif mengenai kesetaraan dalam konsep maupun teori demokrasi dan demokratisasi telah berkontribusi kepada asumsi bahwa demokratisasi berdampak baik bagi perempuan. Apabila merujuk kepada kasus-kasus demokratisasi yang diikuti oleh stagnasi maupun memburuknya hak perempuan, timbul urgensi untuk meninjau ulang persoalan demokratisasi dan hak perempuan. Tulisan ini menghadirkan kerangka teori baru untuk menjelaskan persoalan tersebut. Dengan berpijak pada logika bahwa konsepsi masyarakat mengenai demokratisasi dapat berbeda-beda dan memengaruhi hasil dari transisi politik, tulisan ini berargumen bahwa meluas-tidaknya konsepsi masyarakat mengenai demokratisasi memengaruhi kondisi hak perempuan pascademokratisasi. Studi perbandingan terhadap kasus demokratisasi di Tunisia dan Mesir pasca-Arab Spring membuktikan bahwa konsepsi demokratisasi yang bersifat minimalis diikuti oleh stagnasi atau progres hak perempuan yang terbatas pula. Penelitian ini pun menunjukkan bahwa kategorisasi konsep dan konsepsi mengenai demokrasi (dan demokratisasi) ke dalam kelompok minimalis dan maksimalis secara konvensional tidak mampu menjelaskan persoalan hak perempuan dalam demokrasi dan demokratisasi, sehingga diperlukan cara baru untuk mendefinisikan kedua kategori tersebut. Dengan menggunakan perspektif gender yang lintas ruang publik-privat, tulisan ini memperkenalkan definisi baru mengenai demokrasi (dan demokratisasi) minimalis dan maksimalis serta ‘membumikan’ definisi tersebut untuk menjelaskan bagaimana konsepsi masyarakat mengenai demokratisasi memengaruhi dampak demokratisasi bagi hak perempuan. Terbuktinya kerangka teori yang diajukan tulisan ini melemahkan teori-teori terdahulu yang memosisikan peran aktif perempuan sebagai faktor penentu hak perempuan pascademokratisasi
The grand claim that democracy upholds equality for all its citizens has contributed to the assumption that democratization is good for women. Studies revealing cases of democratization followed by stagnation and worsening of women’s rights gave raise to the urgency to reexamine the issue of democratization and women’s rights. This paper proposes a new theoretical framework to answer the question concerning the two. By founding its idea on evidence that people understand democracy differently and the important role that people play in determining the outcome of political transitions, this paper argues that conceptions of democratization determine women’s rights after democratic transitions. The comparative inquiry into the democratization in Tunisia and Egypt after the Arab Spring finds that minimalist conceptions of democratization in both countries were followed by stagnation and limited progress in women’s rights. This study also reveals that the conventional definitions of minimalist and maximalist democracy are insufficient to explain the issue of women’s rights in democracy and democratization, and thus new definitions are necessary. Through a gender-sensitive lens that delves into both the public and private sphere, this paper redefines what constitutes as a minimalist and maximalist democracy. These new definitions were then used to interpret and demonstrate how different conceptions of democratization lead to different outcomes for women’s rights after democratization. The strengthening of this theoretical framework challenges earlier theories that positions women’s active participation in democratization as the main determinant of progress in women’s rights after democratization.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>