Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 124923 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lidwina Florentiana Sindoro
"Penelitian mengenai faktor protektif kepuasan pernikahan mengarahkan para peneliti untuk melihat faktor spiritualitas pasangan dalam pernikahan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui efek mediasi postive dyadic coping yang menjembatani pengaruh positif sanctifcation of marriage dan kepuasan pernikahan. Analisis mediasi dengan PROCESS macro pada SPSS menghasilkan efek langsung (direct effect)sanctification of marriage terhadap kepuasan pernikahan (F(1, 122) = 11.091, p < 0.05)). Sanctification of marriage terbukti positif dan signifikan dalam memprediksi kepuasan pernikahan sebagai variabel dependen (c = 1.307, p < 0.000). Hal ini berarti semakin kuat persepsi individu bahwa pernikahannya merupakan manifestasi Tuhan, semakin tinggi pula kepuasan pernikahannya. Indirect effect juga menunjukkan hasil yang signifkan (a*b = 0.76, 95% CI [0.18, 1.41]) dengan effect size sebesar 0.168. Maka, positive dyadic coping merupkan mediator yang signifikan dalam memediasi hubungan antara sanctification of marriage dengan kepuasan pernikahan. Semakin kuat persepsi individu bahwa pernikahannya merupakan manifestasi Tuhan, semakin sering individu menggunakan positive dyadic coping, sehingga kepuasan pernikahan individu pun makin meningkat Penelitian mengenai faktor protektif kepuasan pernikahan mengarahkan para peneliti untuk melihat faktor spiritualitas pasangan dalam pernikahan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui efek mediasi postive dyadic coping yang menjembatani pengaruh positif sanctifcation of marriage dan kepuasan pernikahan. Analisis mediasi dengan PROCESS macro pada SPSS menghasilkan efek langsung (direct effect) sanctification of marriage terhadap kepuasan pernikahan (F(1, 122) = 11.091, p < 0.05)). Sanctification of marriage terbukti positif dan signifikan dalam memprediksi kepuasan pernikahan sebagai variabel dependen (c = 1.307, p < 0.000). Hal ini berarti semakin kuat persepsi individu bahwa pernikahannya merupakan manifestasi Tuhan, semakin tinggi pula kepuasan pernikahannya. Indirect effect juga menunjukkan hasil yang signifkan (a*b = 0.76, 95% CI [0.18, 1.41]) dengan effect size sebesar 0.168. Maka, positive dyadic coping merupkan mediator yang signifikan dalam memediasi hubungan antara sanctification of marriage dengan kepuasan pernikahan. Semakin kuat persepsi individu bahwa pernikahannya merupakan manifestasi Tuhan, semakin sering individu menggunakan positive dyadic coping, sehingga kepuasan pernikahan individu pun makin meningkat.

The research about protective factors in marital satisfaction guides the researchers to observe spouse spirituality factors in marriage. The research aims to understand the mediation positive dyadic coping effect that bridges positive sanctification of marriage effect and marital satisfaction. Mediation analysis with SPSS macro PROCESS results direct effect sanctification of marriage on marital satisfaction (F(1, 122) = 11.091, p < 0.05)). Sanctification of marriage has proven positive and significant to predict marital satisfaction as a dependent variable (c = 1.307, p < 0.000). The more the person understands marriage as the revelation of God, the marital satisfaction increases. Indirect effect demonstrates a significant result (a*b = 0.76, 95% CI [0.18, 1.41]) with effect size as 0.168. Therefore, positive dyadic coping is a significant mediator between sanctification of marriage and marital satisfaction. The more the person has a notion that marriage is God’s revelation, that person uses the positive dyadic coping more often, the marital satisfaction of that person increases."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Patricia Y. Tunrisna
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh dyadic coping stress communication, positive dyadic coping, dan negative dyadic coping terhadap kepuasan pernikahan pada pasangan commuter marriage yang dual careers family. Sebanyak 33 pasangan suami istri 66 orang mengisi dua alat ukur yang digunakan pada penelitian ini, yaitu Dyadic Coping Inventory DCI untuk mengukur dyadic coping yang digunakan pasangan dan Couple Satisfaction Index CSI yang mengukur kepuasan pernikahan. Pada penelitian ini, ditemukan terdapat pengaruh positive dyadic coping yang terdiri dari supportive, delegated, dan common dyadic coping GFI= 0.999 > 0.9; RMSEA= 0.03< 0.05; dan p-value 0.245>0.05 terhadap kepuasan pernikahan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa positive dyadic coping suami tidak berpengaruh terhadap kepuasan pernikahan dirinya sendiri, namun persepsi suami terhadap coping istri justru berkontribusi. Di sisi lain, seluruh aspek positive dyadic coping milik istri ditemukan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasaan pernikahannya sendiri actor effect dan juga kepuasaan pernikahan suami partner effect . Hasil penelitian lainnya, tidak ditemukan adanya pengaruh stress communication dan negative dyadic coping yang signifikan terhadap kepuasan pernikahan.

This study aims to see the effect of dyadic coping stress communication, positive dyadic coping, and negative dyadic coping on marital satisfaction in couples commuter marriage that dual careers family. A total of 33 married couples 66 people filled the two measuring instruments used in this study, namely Dyadic Coping Inventory DCI to measure the dyadic coping used by couples and Couple Satisfaction Index CSI that measure marital satisfaction. In this study, there was found positive dyadic coping effect consisting of supportive, delegated, and common dyadic coping GFI 0.999 0.9, RMSEA 0.03 0.05 to marital satisfaction.
The results of this study indicated that husband's positive dyadic coping does not affect his own marital satisfaction, but the husband's perception of wife's coping actually contribute. On the other hand, all aspects of wife's positive dyadic coping are found to have a significant influence on her own marital satisfaction actor effect and also the marital satisfaction of husbands partner effect . Other research results, there was no significant effect of stress communication and negative dyadic coping on marital satisfaction.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
T51158
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Marliyani
"Pernikahan akan sukses ketika masing-masing pasangan merasakan kepuasan sehingga terhindar dari perceraian (Lucas dkk, 2008). Kepuasan pernikahan akan diperoleh dengan mengatasi stres. Stres eksternal adalah stres yang berasal dari luar hubungan yang dapat mempengaruhi hubungan romantis dan tingkat kepuasan pasangan, dan dapat diatasi dengan melakukan dyadic coping (Randall Bodenmann, 2009; 2017). Upaya lain dalam rangka memperoleh dan mempertahankan kepuasan pernikahan adalah dengan melakukan religious coping.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh stres eksternal terhadap kepuasan pernikahan dengan mediasi dyadic coping dan moderator religious coping. Partisipan penelitian adalah individu dari pernikahan taaruf yang merupakan pasangan suami istri (N=130, 65 pasangan) dan non-taaruf (N=138, 69 pasangan).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dyadic coping secara signifikan positif memediasi pengaruh stres eksternal terhadap kepuasan pernikahan pada kedua kelompok partisipan. Negatif religious coping memoderasi secara signifikan negatif hubungan dyadic coping dan kepuasan pernikahan pada kedua kelompok partisipan. Namun religious coping positif hanya memoderasi secara signifikan positif hubungan dyadic coping dan kepuasan pernikahan pada pasangan non-taaruf. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan dengan jangkauan partisipan yang lebih luas untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam akan hubungan antar variabel penelitian.

Marriage will be successful when each partner feels satisfaction in order to avoid divorce (Lucas et al, 2008). Marital satisfaction will be obtained by overcoming stress. External stress is stress that originates from outside relationships that can spill into a romantic relationship and affect the partners level of satisfaction, and can be overcome by coping with dyadic coping (Randall Bodenmann, 2009; 2017). Another effort in order to achieve and maintain marital satisfaction is by religious coping.
The purpose of the study was to study the influence of external stress on marital satisfaction by mediating role of dyadic coping and religious coping as moderators. The participants of the study were individuals from taaruf (N = 130, 65 couples) and non-taaruf (N = 138, 69 couples) marriage.
The results showed that significant positive effect of dyadic coping which mediated external stress on marital satisfaction in both groups of participants. Religious coping has signifficant negative effect in marital satisfaction in both groups of participants. However, positive religious coping only has significant positive effect in moderates the relationship between dyadic coping and marital satisfaction in individuals from non-taaruf marriage. Further research need to be done in the future in order to gain a deeper understanding on the topic.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
T55155
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fenny Martha Triwanty N
"Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji apakah pertumbuhan pasca-trauma (Post-Traumatic Growth/PTG) memediasi hubungan antara pengalaman masa kecil yang menyakitkan (Adverse Childhood Experiences/ACE) dan kemampuan coping bersama pasangan (Common Dyadic Coping/CDC) pada individu yang telah menikah. ACE diukur menggunakan Childhood Trauma Questionnaire-Short Form (CTQ-SF), PTG menggunakan Post-Traumatic Growth Inventory (PTGI), dan CDC menggunakan Dyadic Coping Inventory (DCI). Penelitian ini melibatkan 506 individu menikah dengan durasi pernikahan minimal satu tahun. Rentang usia partisipan antara 20 hingga 53 tahun (rata-rata usia = 30,95; SD = 6,067) dan 74,9% partisipan mengalami ACE dalam bentuk kekerasan emosional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ACE berdampak negatif pada CDC baik secara langsung maupun tidak langsung melalui PTG. Walaupun PTG secara signifikan memediasi hubungan ini, pengaruhnya tergolong kecil, sehingga hubungan langsung antara ACE dan CDC tetap dominan. Penemuan ini menekankan pentingnya mendukung individu dengan riwayat ACE dalam mengembangkan PTG sebagai langkah awal untuk meningkatkan kemampuan coping bersama. Implikasi praktis meliputi pengembangan intervensi yang berfokus pada penguatan emosional, pemaknaan pengalaman traumatis, dan pelatihan strategi coping pasangan.

This study aims to examine whether Post-Traumatic Growth (PTG) mediates the relationship between Adverse Childhood Experiences (ACE) and Common Dyadic Coping (CDC) in married individuals. ACE was measured using the Childhood Trauma Questionnaire-Short Form (CTQ-SF), PTG using the Post-Traumatic Growth Inventory (PTGI), and CDC using the Dyadic Coping Inventory (DCI). The study involved 506 married individuals with a minimum marriage duration of one year. The participants' ages ranged from 20 to 53 years (mean age = 30.95; SD = 6.067), and 74.9% of the participants experienced ACE in the form of emotional abuse. The findings indicate that ACE negatively impacts CDC both directly and indirectly through PTG. Although PTG significantly mediates this relationship, its effect is relatively small, leaving the direct relationship between ACE and CDC predominant. These results highlight the importance of supporting individuals with ACE backgrounds to foster PTG as an initial step toward enhancing dyadic coping abilities. Practical implications include interventions focusing on emotional reinforcement, finding meaning in traumatic experiences, and training collaborative coping strategies."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fara Nazhira
"Pasangan yang menikah antarbudaya rentan untuk mengalami konflik yang berasal dari perbedaan budaya. Konflik yang sering dan berkepanjangan dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, salah satunya penurunan tingkat kepuasan pernikahan. Common dyadic coping adalah upaya pasangan untuk mengatasi permasalahan yang mereka hadapi bersama-sama. Sebanyak 45 pasang suami dan istri (M usia pernikahan=19,44, SD=8,69) yang berasal dari suku yang berbeda dan berdomisili di Jabodetabek, Bandung, dan Pekanbaru diminta untuk menjawab item dari Dyadic Coping Inventory (DCI) dan Couple Satisfaction Index-16 (CSI-16). Penelitian menggunakan Actor-Partner Interdependence Model dan data yang diperoleh dianalisis menggunakan APIM_SEM. Hasil penelitian membuktikan bahwa skor Common Dyadic Coping memiliki interdependensi dengan skor Common Dyadic Coping pasangannya. Common Dyadic Coping yang dilaporkan oleh individu memengaruhi kepuasan pernikahan individu secara positif (p istri<0,001, p suami=0,025) namun tidak memengaruhi kepuasan pernikahan pasangannya
Couples that marry interculturally are prone to have conflicts that stemmed from their cultural differences. Frequent and long-lasting conflict may cause various negative effects, such as decreasing marital satisfaction. Common Dyadic Coping is a joint effort to solve their problems together. Forty-five pairs of husband and wife (M marriage duration=19,44, SD=8,69) that come from different ethnic groups and currently lives in Jabodetabek, Bandung, and Pekanbaru were asked to answer a series of items from Dyadic Coping Inventory (DCI) and Couple Satisfaction Index-16 (CSI-16). This study uses Actor-Partner Interdependence Model and the data that was collected is analyzed using APIM_SEM. The results shows that individual’s report of Common Dyadic Coping has interdependency with their partner’s Common Dyadic Coping. One’s report of Common Dyadic Coping has a positive effect on their own marital satisfaction (p wives<0,001, p husbands=0,025), but had no effect on their partner’s marital satisfaction."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khariza Nararya
"Tujuan penelitian ini adalah melihat efek moderasi dari kedua faktor common dyadic coping terhadap hubungan antara kepuasan pernikahan dengan parenting stress pada orang tua dari anak dengan spektrum autisme di Indonesia. Penelitian dilakukan kepada 131 partisipan di Jabodetabek, Bali, dan Lampung. Penelitian menggunakan alat ukur Couples Satisfaction Index–Short Form, Parenting Stress Index, dan Dyadic Coping Inventory. Analisis data dilakukan dengan korelasi Pearson, analisis regresi linear, dan Hayes Macro Process. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi negatif yang signifikan antara kepuasan pernikahan dan parenting stress serta tidak ditemukan efek moderasi dari kedua faktor common dyadic coping terhadap hubungan kepuasan pernikahan dan parenting stress.

The aim of this study is to evaluate the moderating effect of the two factors of common dyadic coping in the relationship between marital satisfaction and parenting stress for parents of individuals with autism spectrum disorder in Indonesia. The study was conducted to 131 participants in Jabodetabek, Bali, and Lampung area. This study uses Couples Satisfaction Index–Short Form, Parenting Stress Index, and Dyadic Coping Inventory to measure the variables. Data is analyzed using Pearson correlation, linear regression analysis, and Hayes Macro Process. Findings of the study showed that there is a significant negative correlation between marital satisfaction and parenting stress, and there is no moderating effect from the two factors of common dyadic coping to that relationship."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stefani Astri Setyorini
"Penyakit kronis terjadi tanpa diprediksi sebelumnya, berkembang secara perlahan, dan memberi dampak secara fisik, psikologis, dan sosial dalam jangka waktu yang lama atau bahkan seumur hidup. Dukungan dari orang terdekat, terutama pasangan menjadi salah satu faktor penting yang berperan ketika penderita penyakit kronis menghadapi penyakitnya. Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara individual coping, dyadic coping, dan kepuasan pernikahan pada penderita penyakit kronis. Enam puluh penderita penyakit kronis menjadi partisipan dalam studi ini dengan mengisi kuesioner individual coping, dyadic coping, dan kepuasan pernikahan.
Individual coping diukur dengan menggunakan alat ukur Brief COPE dari Carver (1997). Brief COPE dapat terbagi menjadi problem-focused coping dan emotion-focused coping. Dyadic coping diukur menggunakan alat ukur Dyadic Coping Inventory (DCI) (Bodenmann, 2007), yang terdiri dari : supportive, common, delegated, dan negative dyadic coping. Kepuasan Pernikahan diukur menggunakan Marital Satisfaction Scale (MSS) dari Roach, Frazier, dan Bowden, (1981).
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara individual coping dan kepuasan pernikahan, antara dyadic coping dan kepuasan pernikahan, serta individual coping dan dyadic coping pada penderita penyakit kronis. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dyadic coping terutama common dyadic coping lebih berkontribusi dalam memprediksi kepuasan pernikahan pada penderita penyakit kronis dibandingkan dengan individual coping. Melalui analisis tambahan ditemukan pula perbedaan mean dyadic coping penderita penyakit kronis pada aspek jenis penyakit kronis.

Chronic disease occurs without previously predicted, develops slowly, and starts giving physical, psychological, and social impact in a long term or even a lifetime. Support from significant others, especially spouse also becomes one of the important factors which plays role when people with chronic illness facing his/her diseases.This research was conducted to investigate the correlation between individual coping, dyadic coping, and marital satisfaction in people with chronic illness. 60 people with chronic illness were completed all questionnaires of individual coping, dyadic coping, and marital satisfaction.
Individual coping was measured using Brief COPE from Carver (1997). Brief COPE can be divided into problem-focused coping and emotion-focused coping. Dyadic coping was measured by Dyadic Coping Inventory (DCI) which was constructed by Bodenmann (2007), which consists of four types of dyadic coping, namely supportive, common, delegated, and negative dyadic coping. Marital satisfaction was measured using the Marital Satisfaction Scale (MSS), which was constructed by Roach, Frazier, and Bowden (1981).
The results show that there were correlations between individual coping with marital satisfaction, dyadic coping with marital satisfaction, and individual coping with dyadic coping in people with chronic illness. Moreover, the result show that dyadic coping is more contribute in predicting marital satisfaction in people with chronis illness compared with the individual coping. The additional analysis found that there were mean differences of dyadic coping toward type of chronic diseases.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Afifah Elkifahi
"Pasangan menikah beda agama ditemukan memiliki resiko tinggi untuk bercerai akibat faktor unik seperti tidak adanya penerimaan lingkungan sosial (orangtua. teman ataupun institusi agama) serta religiusitas atau perbedaan ritual/praktik agama. Padahal, dukungan dari lingkungan sosial dapat meningkatkan kepuasan pernikahan pasangan.
Adanya penolakan orangtua membuat individu perlu mencari sumber dukungan lain
terutama dari pasangannya. Salah satu bentuk sumber dukungan dari pasangan adalah common dyadic coping, yaitu partisipasi kedua individu dalam menghadapi serta menyelesaikan suatu masalah atau tekanan dari luar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh dari common dyadic coping dalam mengurangi efek negatif penolakan orangtua terhadap kepuasan pernikahan. Responden penelitian adalah enam puluh lima pasangan beda agama di seluruh Indonesia yang berasal dari komunitas beda agama dan telah berada dalam pernikahan. Alat ukur yang digunakan pada penelitian ini adalah Couple Satisfaction Index, Dyadic Coping Inventory, dan Social Network Opinion Scale (Parent) yang telah diadaptasi. Hasil penelitian menemukan bahwa
terdapat hubungan negatif antara penolakan orangtua dengan kepuasan pernikahan (r = - 0.25, p = 0.01, p<.05). Penelitian ini juga menemukan bahwa common dyadic coping melemahkan efek negatif dari penolakan orangtua terhadap kepuasan pernikahan (β = - 0.268, p = 0.00, p<.01). Common dyadic coping menjadi faktor penting yang perlu dimiliki oleh pasangan beda agama dalam menghadapi tekanan dari luar khususnya penolakan dari orangtua

Couples in interfaith marriage are found to have a high risk in divorce due to its unique factors such as disapproval from their social network (parents, friends, and religious institutions) and religiousity or difference in religious practices. Support from social network can actually improve one’s marital satisfaction. This lack of support from parents force individuals to seek other resources such as those from partners. One form of partner’s support is common dyadic coping, which is a participation of both partners
to manage external stress. The purpose of this study is to examine the role of common dyadic coping in weakening the negative effect of parental disapproval on marital satisfaction. Respondents were sixty five interfaith couples from all over Indonesia who are members of Interfaith Couples Community, and who currently holds marital status.
The measurements used in this study were Couple Satisfaction Index, Dyadic Coping Inventory, and Social Network Opinion Scale (Parent) which was already adapted. The result from this research found that there is a significant negative correlation between parental disapproval and marital satisfaction (r = -0.25, p = 0.01, p<.05). This study also found that common dyadic coping significantly weakens the negative effect of parental disapproval towards marital satisfaction (β = -0.268, p = 0.00, p<.01). Thus, it is
concluded that common dyadic coping can be a crucial factor for couples to be able to cope better with external stress, especially in the context of parental disapproval.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Klarinthia Ratri
"Temuan sebelumnya menemukan hasil yang konsisten mengenai hubungan positif antara religiusitas dan kepuasan pernikahan (Ahmadi & Hossein-abadi, 2009). Namun, perkawinan beda agama diharapkan bisa mengubah jalannya hubungan ini. Masing-masing tingkat religiusitas menghasilkan konflik, bertindak sebagai penekan untuk pernikahan. Karena itu, ini Penelitian dilakukan untuk menguji ulang hubungan antara religiusitas dan perkawinan kepuasan, dan untuk menguji peran Copic Dukungan Dyadic sebagai strategi pasangan dalam menghadapi tantangan dalam pernikahan antaragama (moderator). Kuisioner diberikan kepada 65 peserta dalam pernikahan beda agama dengan usia berkisar 26-64 tahun. Data dikumpulkan dengan menggunakan Indeks Kepuasan Pasangan, Inventarisasi Coping Dyadic, dan Kuisioner Skala Sentralitas Religiusitas. Analisis data dilakukan dengan pearson korelasi, analisis regresi, dan Annova satu arah dalam SPSSS versi 23.
Hasil tidak menunjukkan hubungan antara religiusitas dan kepuasan pernikahan (r = -0,154, p> 0,05), a hubungan positif yang signifikan antara coping diad yang mendukung dan perkawinan kepuasan (r = 0,601, p <0,05), dan tidak ada efek moderasi dari coping diad suportif religiusitas dan kepuasan pernikahan (β = 0,056; p> 0,05). Kesimpulannya, mendukung mengatasi diad terbukti mampu melemahkan, tetapi tidak memoderasi hubungan antara religiusitas dan kepuasan pernikahan pada individu dalam pernikahan beda agama.

Previous findings found consistent results regarding a positive relationship between religiosity and marital satisfaction (Ahmadi & Hossein-abadi, 2009). However, interfaith marriages are expected to change the course of this relationship. Each level of religiosity produces conflict, acts as a suppressor for marriage. Therefore, this study was conducted to reexamine the relationship between religiosity and marital satisfaction, and to examine the role of Copic Dyadic Support as a couple's strategy in facing challenges in interfaith marriages (moderators). The questionnaire was given to 65 participants in interfaith marriages with ages ranging from 26-64 years. Data were collected using the Pair Satisfaction Index, Dyadic Coping Inventory, and the Religiosity Central Scale Questionnaire. Data analysis was performed with Pearson correlation, regression analysis, and one-way Annova in SPSSS version 23.
The results did not show a relationship between religiosity and marital satisfaction (r = -0.154, p> 0.05), a significant positive relationship between coping dyads support and marriage satisfaction (r = 0.601, p <0.05), and there was no moderating effect of coping with supportive religiosity and marital satisfaction (β = 0.056; p> 0.05). In conclusion, supporting overcoming dyads can weaken, but not moderate the relationship between religiosity and marriage satisfaction for individuals in interfaith marriages.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Ayu Dewianti Putri
"Autism Spectrum Disorder (ASD) merupakan gangguan perkembangan yang jumlahnya terus bertambah termasuk di Indonesia. Masalah perkembangan tersebut membuat anak dengan spektrum autisme (SA) harus bergantung kepada bantuan dan pendampingan dari orang tuanya. Untuk menjaga kepuasan pernikahan meskipun dihadapkan oleh tantangan terkait simtom anak, orang tua dapat menghadapi permasalahan secara bersama atau yang biasa disebut dyadic coping. Penelitian ini menggunakan teknik korelasi yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kepuasan pernikahan dan dyadic coping serta masing-masing faktornya pada orang tua dari anak dengan SA. Partisipan merupakan 145 orang tua dari anak dengan SA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan secara signifikan antara kepuasan pernikahan dan dyadic coping serta masing-masing faktornya. Dari penelitian ini, diketahui bahwa faktor emotion-focused supportive dyadic coping merupakan faktor yang paling berkontribusi pada kepuasan pernikahan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>