Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 167222 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ni Luh Tasya Prathisthita Tanaya
"Tulisan ini mengkaji lima kasus eksploitasi dan kekerasan seksual anak melalui live streaming di Indonesia sebagai bentuk kejahatan, dengan menyorot relasi kuasa, kerentanan anak, dan viktimisasi yang ada. Metode penulisan yang digunakan adalah analisis data sekunder, yang berasal dari artikel-artikel berita online Indonesia, tentang eksploitasi dan kekerasan seksual anak melalui live streaming di Indonesia. Analisis dalam tulisan ini menggunakan power relations theory oleh Foucault dan social ecological model. Hasil analisis menunjukkan bahwa adanya relasi kuasa yang tidak setara antara orang dewasa dan anak serta adanya kerentanan anak yang disebabkan oleh faktor dari berbagai lapisan, menyebabkan anak menjadi korban eksploitasi dan kekerasan seksual anak melalui live streaming. Anak-anak yang menjadi korban juga ditemukan mengalami viktimisasi kekerasan seksual, viktimisasi online, dan viktimisasi kekerasan ekonomi. Viktimisasi-viktimisasi tersebut terjadi sebanyak lebih dari satu kali. Ini menyebabkan para korban mengalami multiple victimization dan revictimization. Lalu, konten seksual live streaming para korban disebarkan ke internet oleh para pelaku, mengakibatkan para korban mengalami revictimization kronis.

This paper examines five cases of child sexual exploitation and abuse through live streaming as a form of crime, highlighting the power relations, child vulnerabilities, and victimization within the phenomenon. The writing method in this paper is secondary data analysis, derived from Indonesian news articles, about the phenomenon of child sexual exploitation and abuse through live streaming. The analysis in this paper uses power relations theory by Foucault and social ecological model. The result of the analysis shows that the unequal power relations between adults and children along with child vulnerabilities that is caused by factors from various layers, resulting in children as the victims of child sexual exploitation and abuse through live streaming. This paper also shows that the children who become victims are experiencing sexual abuse victimization, online victimization, and economical abuse victimization. These victimizations happen for more than once, resulting in children to experience multiple victimization and revictimization. In addition, the children’s live streaming sexual content are shared to the internet by the perpetrators, causing chronic child revictimization."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ghasani Shabrina Hazmiyanti
"ABSTRAK<>br>
Tulisan ini bertujuan untuk memperluas kajian mengenai pemberitaan media atas korban dengan menggunakan konsep victim worthiness sebagai konsep yang menjelaskan adanya nilai korban di mata media yang disebabkan oleh faktor di luar atribut korban itu sendiri. Teori Pengaruh Ekstramedia dalam tulisan ini digunakan untuk menjelaskan bagaimana konten media dapat dipengaruhi dan berimbas pada victim worthiness dalam pemberitaan. Penulis menemukan adanya disporporsional pemberitaan media terhadap dua kasus yaitu kasus kekerasan seksual terhadap anak dan kasus pekerja anak pada media online selama tahun 2016. Meskipun pada dasarnya anak merupakan bagian dari kelompok rentan, dalam kaca mata media masih terdapat nilai korban yang membuat anak korban kekerasan seksual berbeda dengan pekerja anak. Penulis menyimpulkan adanya faktor nilai berita, konteks sosial dan kepentingan bisnis yang menyebabkan adanya victim worthiness dalam pemberitaan media terhadap dua kasus tersebut. Tulisan ini menemukan bahwa masih terdapat perbedaan nilai dan kepentingan dalam pemberitaan kasus anak sebagai korban yang terjadi di media massa sehingga berdampak pada timpangnya reaksi masyarakat dan atensi pemegang kebijakan.

ABSTRACT<>br>
This paper aims to broaden the study about media coverage of victims by using victim worthiness as a concept that explains the value of victims on media perspective which is caused by external factor outside the attributes of the victim itself. Extramedia influence theory is used to explain how media content can be affected and has impact to victim worthiness on news coverage. The author finds a disproportionate media coverage of two cases child sexual abuse and child labor. Although children are basically a part of vulnerable groups, in the media perspective there is still a victim value that makes child victims of sexual violence different from child labor. The author concludes that the existence of news value, social context and business interests cause victim worthiness in media coverage of the two cases. This paper finds that there are differences in the value and interest on reporting the cases of children as victims that occurred in the mass media that impact on the lame reaction of the community and policy maker rsquo s attention. "
2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"This reseacrh focuses on females victimization which experienced by the three of my informants. This research purposed to observe females victimization that conducted sexual relationship in dating relationship. The method in this research is indepth interview and non participant observation toward their relationship with their Hrst time sexual partner Three informants did sexual relationship in dating
relationship without economic motive and they were not free sex liner
The result shows that informants had been victimized physically psychology sexually and economically when doing sexual relationship because of patriarchal construction in their social life. Besides, there is also attempts from their boyfriend to control them by using their sexuality."
[Departemen Kriminologi. FISIP UI, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia], 2009
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Irwin Amarullah Gumelar
"Penelitian ini berfokus kepada seseorang yang memiliki pengalaman sebagai korban kekerasan seksual yang berproses menjadi pelaku kekerasan seksual. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab bagaimana seseorang dapat melakukan kekerasan seksual dengan melihat pengalaman-pengalaman yang dialami pelaku sebagai faktor pendorong. Penelitian ini menggunakan dua informan yang memiliki pengalaman kekerasan seksual, sebagai korban dan pelaku, dan sedang menjalani proses hukum di Kota Sukabumi. Teori utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah life course theory. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam kepada dua informan yang memiliki pengalaman kekerasan seksual dan narasumber lain yang berinteraksi langsung dengan informan, yaitu PPA Polres Sukabumi, guru-guru, orangtua, keluarga dan psikolog.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa korban kekerasan seksual tidak hanya menjadi pelaku karena pengalamannya sebagai korban, melainkan terdapat faktor utama berdasarkan pengalaman pelaku, yakni kekerasan rumah tangga sebagai pendorong perilakunya. Selain itu, kondisi sosial juga merupakan faktor lainnya. Intervensi dan penanganan sangat penting dilakukan bagi korban kekerasan seksual dengan tujuan untuk mencegah agar korban kekerasan seksual tidak berproses menjadi pelaku. Intervensi dapat dilakukan lewat dukungan pemerintah dengan menyiapkan sistem perlindungan bagi anak yang mengalami kekerasan seksual.Kata kunci: kekerasan seksual terhadap anak, korban kekerasan seksual, pelaku kekerasan seksual, kekerasan dalam rumah tangga.

This study focuses on someone who has the experience as a victim of sexual violence and turned to be the perpetrator of sexual violence. The objective of this research is to answer how someone could become the perpetrator of sexual violence by looking at the experiences as a driver. This study uses two informants who have experienced sexual violance, both as the victims and the perpetrators, and are now undergoing legal process in Sukabumi City. The main theory used in this study is the life course theory. Qualitative approach is used in this study by conducting in depth interviews with two informants with sexual violence experiences and other interviewees who have interacted directly with the two informants, namely PPA Sukabumi Police Officers, teachers, parents, family, and psychologist.
The result of this study indicates that victims of sexual violance can be the perpetrators, not only because of their experiences as the victims, but the major factor here is based on their experiences with domestic violence as a driver of their behaviour. In addition, their social condition could be another factor. Intervention and treatment are very important for the victims of sexual violence with the aim to prevent the victims to become the perpetrators. This intervention can be conducted with support from the government by preparing a system of protection for children who have sexual violence experiences.Keywords sexual violance towards children, victims of sexual violance, sexual violence abusers, domestic violance.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
S69718
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Barry, Kathleen
New Jersey: Prentice-Hall, 1979
301.41 BAR f
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Kadek Ayu Widya Lestari
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran polisi wanita dalam penanganan kasus inses dengan korban anak dari perspektif gender; Untuk menganalisis kendala dalam penanganan kasus kekerasan seksual inses pada anak perempuan yang dilakukan oleh Ayah kandungnya; Serta untuk menganalisis model koordinasi yang dilakukan oleh Polres Metro Jakarta Utara dalam melaksanakan upaya preventif secara multi-stakeholder terhadap tindak pidana kekerasan seksual inses terhadap anak. Dalam penelitian tesis ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Analisa data dalam penelitian ini menggunakan metode triangulasi Teknik Analisis Data menggunakan Validitas Data, reduksi data dan penarikan kesimpulan.
Polisi Wanita Unit PPA telah menunjukkan peran yang penting dalam penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak inses oleh ayah kandungnya. Meskipun langkah-langkah mereka sesuai dengan fungsi manajemen, ditemukan kekurangan dalam perencanaan kegiatan yang memerlukan pembuatan rencana yang lebih terstruktur. Namun, mereka berhasil dalam pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan, menunjukkan rasa empati yang lebih besar terhadap korban anak-anak, membedakan mereka dari polisi laki-laki. Penanganan kasus kekerasan seksual inses oleh ayah kandungnya menghadapi kendala kompleks dari berbagai faktor, termasuk minimnya pemahaman dalam penegakan hukum, multitafsir hukum, dan stigma sosial. Untuk meningkatkan efektivitas penegakan hukum, diperlukan peningkatan pelatihan, reformasi sistem penempatan personel, inisiasi pembentukan pedoman, serta perubahan budaya dan norma masyarakat. Koordinasi yang inklusif antarinstansi merupakan kunci kesuksesan dalam pencegahan kekerasan seksual terhadap anak. Meskipun telah ada upaya terpadu, masih ditemukan ruang untuk peningkatan, terutama dalam implementasi upaya pencegahan sekunder dan perbaikan dalam koordinasi antarinstansi. Dengan langkah-langkah perbaikan yang disarankan, diharapkan upaya pencegahan kekerasan seksual terhadap anak dapat menjadi lebih efektif melalui kerjasama lintas sektor yang terkoordinasi dengan baik.

This research aims to analyze the role of policewomen in handling incest cases involving child victims from a gender perspective; to analyze the obstacles in handling cases of incestuous sexual violence against girls perpetrated by their biological fathers; and to analyze the coordination model employed by the North Jakarta Metro Police in implementing multi-stakeholder preventive measures against the crime of incestuous sexual violence against children. This thesis research utilizes a qualitative research approach. Data analysis in this study uses the triangulation method with data validity, data reduction, and conclusion drawing techniques.
The Policewomen of the PPA Unit have demonstrated a significant role in handling cases of incestuous sexual violence against children by their biological fathers. Although their actions align with management functions, deficiencies were found in the activity planning that requires a more structured plan. However, they have been successful in organizing, mobilizing, and supervising, showing greater empathy towards child victims, distinguishing them from male police officers. Handling cases of incestuous sexual violence by biological fathers faces complex obstacles from various factors, including a lack of understanding in law enforcement, legal ambiguities, and social stigma. To enhance the effectiveness of law enforcement, it is necessary to improve training, reform the personnel placement system, initiate the creation of guidelines, and change societal culture and norms. Inclusive inter-agency coordination is key to success in preventing sexual violence against children. Although integrated efforts have been made, there is still room for improvement, especially in the implementation of secondary prevention efforts and improvement in inter-agency coordination. With the suggested improvement measures, it is expected that efforts to prevent sexual violence against children can become more effective through well-coordinated cross-sector collaboration.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Ardhian Syaifuddin
"Tesis ini membahas tentang apakah korban-korban kejahatan seksual yang diperiksa di pusat krisis terpadu rumah sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta dan dokter-dokter yang sehari-harinya memeriksa korban-korban kejahatan seksual menerima langkah-langkah protokol pada pusat pelayanan tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif fenomenologi dan data dikumpulkan dengan menggunakan in-depth interview terhadap 10 responden korban kejahatan seksual yang diperiksa di pusat krisis terpadu rumah sakit Cipto Mangunkusumo dan focus group discussion terhadap 4 responden dokter. Hasil menunjukkan bahwa seluruh responden korban bersedia diperiksa dengan langkah-langkah tersebut dan responden dokter menerima langkah-langkah tersebut dalam praktek sehari-hari.

This thesis discusses whether victims of sexual violance who's examined in the integrated crisis center of Cipto Mangunkusumo hospital and doctors who regularly examine the victims are accepting the step-by-step protocol at the service center. This is a qualitative phenomenology research and the data were collected using in-depth interviews with 10 respondents of sexual violent victims whose examined in an integrated crisis center Cipto Mangunkusumo hospital and a focus group discussion with 4 physician respondents. The result showed that all the victim respondents are willing to be examined with these methods and the physician respondents accepting the methods in daily practice.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nikolas Manu
"Gagasan Fungsionalisasi Lembaga Ganti Kerugian melalui peradilan pidana untuk perlindungan korban penganiayaan berat, telah memiliki satu argumentasi rasional yang dapat dipertanggungjawabkan secara yuridis, sosiologis, filosofis/ ideologis, dan humanis atau hak asasi manusia. Rasionalitas penerapan ganti kerugian dari aspek yuridis, bertolak dari pemahaman bahwa anti kerugian merupakan salah satu sarana yang tepat untuk melindungi dan melayani hak-hak pihak korban secara proporsional, demi tegaknya hukum dan keadilan. Rasionalitas penerapan ganti kerugian dari aspek sosiologis, bertolak dari pemahaman bahwa ganti kerugian merupakan salah satu instrument sosial yang handal untuk melindungi masyarakat, membangun solidaritas sosial, memperkuat sistem kontrol sosial, mengembangkan tanggung jawab sosial, mencapai prevensi sosial, membina sikap toleransi dan kepedulian scsial terhadap sesamanya dalam masyarakat. Rasionalitas penerapan ganti kerugian dari aspek filesofis/ideologis, berlandaskan pada pemahaman bahwa ganti kerugian merupakan salah satu bentuk aplikasi konkrit nilai-nilai luhur kehidupan, yang berakar pada nilai Ketuhanan, nilai Kemanusiaan, nilai Persatuan, nilai Kerakyatan/Demokrasi, dan nilai Keadilan Sosial. Rasionalitas penerapan ganti kerugian dari aspek humanis atau hak asasi manusia, berlandaskan pada pemahaman bahwa ganti kerugian merupakan wujud dari suatu tuntutan moral (moral claimed) atas perlunya suatu pengakuan terhadap hak-hak dasar manusia untuk memiliki hidup dan hak menjalani kehidupan secara bebas dan bertanggung jawab dalam batas-batas kebebasan orang lain.
Pemberdayaan lembaga ganti kerugian melalui peradilan pidana dapat dilakukan melalui tiga model/cara kerja, yaitu : Pertama, penerapan "denda damai" oleh polisi kepada pelaku penganiayaan berat untuk mengganti kerugian korbannya lewat penyelesaian perkara di luar sidang pengadilan, dalam rangka pelaksanaan fungsi "police disceretion" sebagai pejabat fungsional penegak hukum dan keadilan, serta sekaligus pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Kedua, penerapan suatu "restitusi" oleh hakim kepada terpidana melalui suatu prosedur penggabungan perkara atas permohonan korban kepada hakim ketua sidang untuk menggabungkan tuntutan ganti-kerugian pada perkara pidana yang bersangkutan, yang diputus bersama secara kumulatip dengan sanksi pidana penjara, sebagai upaya untuk menghematkan waktu dan biaya. Ketiga, penerapan perintah hakim kepada terpidana bersyarat untuk dalam waktu yang lebih pendek/singkat dari masa percobaan membayar ganti kerugian kepada pihak korban, sebagai pelaksanaan "syarat khusus" pidana bersyarat, dalam hal dijatuhkan pidana penjara tidak lebih dari satu tahun.
Terdapat hubungan yang asimetris antara ganti kerugian sebagai salah suatu "alat/sarana" yang efektif di satu pihak dan perlindungan serta pemulihan hak-hak dan kesejahteraan pihak korban di pihak lain, sebagai "tujuan" yang ingin dicapai dengan upaya fungsionalisasi lembaga ganti kerugian melalui peradilan pidana. Hal ini dapat dilihat dari segenap manfaat yang diperoleh melalui penerapan ganti kerugian dimaksud, baik bagi kepentingan korban, kepentingan masyarakat, kepentingan terpidana, dan kepentingan negara atau praktek peradilan pidana itu sendiri.
Untuk meningkatkan perlindungan dan pelayanan terhadap korban maka, selain diperlukan pengkajian ilmiah secara mendalam mengenai masalah korban kejaratan, juga diperlukan kebijakan legislasi nasional perlindungan korban dalam satu undang-undang supaya segenap tindakan yang diambil memiliki unsur kepastian hukum, dan kegunaan hukum demi mencapai kebenaran dan keadilan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmad Akbar Nusantara
"Tindak pidana penipuan dan penggelapan yang dilakukan oleh biro perjalanan Umrah mengakibatkan kerugian ratusan miliyar rupiah dan dengan jumlah korban yang sangat banyak, oleh sebab itu perlindungan hukum bagi korban sangat dibutuhkan bagi korban, terutama perlindungan hak ganti kerugian bagi korban, karena seperti yang kita ketahui selama ini tuntutan pidana penjara bagi pelaku tidak memenuhi hak ganti kerugian pada korban. Oleh sebab itu diperlukan peran pemerintah serta aparat hukum di Indonesia untuk melindungi hak ganti kerugian kepada korban.Serta diperlukan peran pemerintah dalam upaya mencegah penipuan dan penggelapan yang dilakukan oleh biro perjalanan ibadah umrah.Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, dengan menggunakan jenis data skunder dengan bahan hukum primer yaitu peraturan kementrian agama, peraturan perundang-undangan, dan bahan hukum skunder meliputi artikel, makalah, dan berita online yang terkait. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa dalam perlindungan hukum bagi korban tindak pidana penipuan dan penggelapan yang dilakukan oleh biro perjalanan umrah ini terdapat didalam KUHP pasal 372 dan 378, serta Pasal 64 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2008 tentang penyelenggaraan ibadah haji, tetapi memang tidak diatur tentang pengembalian hak ganti kerugian secara penuh kepada korban, oleh sebab itu para korban dapat menempun jalur penggabungan perkara pidana dan perdata untuk mendapatkan hak ganti kerugian secara penuh.

The crime of fraud and embezzlement committed by the Umrah travel agency resulted in losses of hundreds of billions of rupiah and with a very large number of victims, therefore legal protection for victims was very much needed, especially protection of compensation rights for victims, because as we know during this demands a prison sentence for the offender not fulfilling the right to compensate the victim. Therefore, the role of the government and the legal apparatus in Indonesia is needed to protect compensation rights to victims. And the role of the government is needed in an effort to prevent fraud and embezzlement carried out by the Umrah pilgrimage travel agency. The method used in this study uses a normative juridical approach, by using secondary data types with primary legal material, namely the regulations of the Ministry of Religion, legislation, and secondary legal materials including articles, papers, and journals. The results of this study conclude that in legal protection for victims of criminal acts of fraud and embezzlement committed by the Umrah travel agency contained in the Criminal Code article 372 and 378, and Article 64 Paragraph (2) of Law Number 13 of 2008 concerning the implementation of the Hajj, but indeed it is not regulated about returning full compensation rights to victims, therefore victims can establish a path of combining criminal and civil cases to obtain full compensation rights."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53754
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chris Nyoman Lande
"Tujuan penelitian untuk menganalisis penanganan kasus kekerasan seksual anak yang mengalami kondisi trauma psikis; menganalisis faktor kendala penanganan; serta memaparkan desain ideal dalam penanganan kasus kekerasan seksual anak yang mengalami kondisi trauma psikis di Polres Metro Jakarta Barat. Landasan teori dan konsep penelitian menggunakan teori kompetensi, teori penegakan hukum, teori psikologi hukum serta teori psikologi kekerasan seksual. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan tipe penelitian ilmu kepolisian. Jenis penelitian digunakan metode eksploratif. Jenis data primer dengan melakukan wawancara dengan Kanit PPA, anggota Unit PPA, Psikolog klinis UPTD PPA serta orang tua korban. Triangulasi yang digunakan yaitu triangulasi sumber data dan triangulasi teori. Secara prosedural dalam penanganan laporan adanya kekerasan seksual yang menimpa anak, Penyidik unit PPA melakukan analisis dengan menggunakan metode konseling melalui wawancara kognitif. Kendala yang dialami dalam penanganan kekerasan seksual terhadap anak dimulai dari : Pertama, kendala hukum yang mana terdapat tantangan implementasi UU TPKS terhadap korban kekerasan seksual berbasis elektronik. Kedua, kendala dari faktor penegak hukum terutama terkait perspektif penyidik terkait aspek hukum formil dari alat bukti terutama dari keterangan saksi korban kadang dianggap oleh penyidik tidak memenuhi syarat sebagai satu alat bukti. Ketiga, kendala dari faktor sarana adala berupa belum adanya layanan Terpadu “Satu Atap”. Keempat, kendala kendala budaya patriarki di lingkungan masyarakat dan tabunya pemahaman terkait pendidikan seksual sejak dini. Terakhir, kendala sikap “victim blamming” oleh masyarakat. Desain ideal dalam penanganan kasus kekerasan seksual anak yang mengalami kondisi trauma psikis dari sisi aturan hukum adalah perlu adanya pembentukan Peraturan Pemerintah berdasarkan Pasal 46 ayat (1) mengenai penghapusan dan/atau pemutusan akses informasi elektronik dan/atau dokumen. Kemudian desain ideal sarana layananterpadu “satu atap” untuk pelayanan korban kekerasan seksual pada anak adalah dengan membuat MoU antara UPTD PPA dengan Kepolisian untuk menempatkan petugasnya standby di Unit PPA Polres Metro Jakarta Barat.

The aim of the research is to analyze the handling of cases of sexual violence against children who experience psychological trauma; analyze the handling constraint factors; as well as explaining the ideal design in handling cases of sexual violence against children who experience psychological trauma. The theoretical basis and research concept uses competency theory, law enforcement theory, legal psychological theory and psychological theory of sexual violence. This study uses a qualitative research approach with the type of police science research. This type of research used exploratory method. Types of primary data by conducting interviews with the PPA Unit, members of the PPA Unit, UPTD PPA clinical psychologists and the victims' parents. The triangulation used is data source triangulation and theory triangulation. Procedurally in handling reports of sexual violence against children, PPA unit investigators conducted an analysis using the counseling method through cognitive interviews. Obstacles experienced in handling sexual violence against children start from: First, legal constraints where there are challenges to the implementation of the TPKS Law against victims of electronic-based sexual violence. Second, the obstacles from law enforcement factors, especially related to the perspective of investigators regarding the formal legal aspects of evidence, especially from the testimony of victims-witnesses, are sometimes considered by investigators as not meeting the requirements as evidence. Third, the obstacle from the facility factor is in the absence of a "One Roof" Integrated service. Fourth, the constraints of patriarchal culture in society and the taboo of understanding related to sexual education from an early age. Finally, the problem is the attitude of "victim blaming" by the community. The ideal design in handling cases of sexual violence against children who experience psychological trauma from a legal standpoint is the need for the establishment of a Government Regulation based on Article 46 (1) regarding the deletion and/or termination of access to electronic information and/or documents. Then the ideal design of an integrated "one-stop" service facility for victims of sexual violence against children is to make an MoU between the UPTD PPA and the Police to place officers on standby at the West Jakarta Metro Police PPA Unit."
Jakarta: Sekolah Kajian dan Stratejik GLobal Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>