Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 206832 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hanifah Nur Fadhila
"Representasi media tentang disabilitas kerap kali dihadapkan dalam masalah misrepresentasi dan penggunaan bingkai yang merendahkan jika bukan mengenai masalah kurangnya representasi. Paralimpiade sebagai salah satu ajang terbesar dalam olahraga berpotensi membawa visibilitas mengenai disabilitas serta menjadi daya tarik besar bagi industri media. Namun, diskursus mengenai disabilitas telah lama berada dalam norma ableist. Maka dari itu, tulisan ini bertujuan untuk melihat lebih jauh mengenai ableism yang muncul dalam representasi Paralimpian atau atlet dengan disabilitas pada film dokumenter Rising Phoenix mengenai Paralimpian dan pengalamannya pada Paralimpiade. Temuan data yang didapat dari metode analisis diskursus kritis (CDA) dari Norman Fairclough menunjukkan bahwa representasi Paralimpian dalam film tersebut menunjukkan adanya mekanisme supercrip yang dibangun di sekitar Paralimpian. Hal ini ditemukan dalam penggunaan bahasan superlatif dan narasi pahlawan super. Menggunakan teori medan Bourdieu sebagai landasan teoretis, praktik representasi ini dapat dilihat sebagai ableism dan beroperasi serupa dengan apa yang disebut Bourdieu sebagai “medan”. Oleh karena itu, ableism memiliki kuasa untuk mengkonstitusi diskursus seputar disabilitas sekaligus mengkonstruksi dominasinya melalui kekerasan simbolik. Jenis kekerasan ini dilakukan dan dipertahankan oleh industri budaya karena merupakan sarana untuk menghasilkan keuntungan. Lebih dari itu, proses diskursif ini dapat dilihat sebagai hubungan yang merugikan dalam kriminologi konstitutif dan begitu pula konstruksi yang membangunnya.

Media representation of disability often time is met with the problem of misrepresentation and degrading portrayals if not always about underrepresentation. Paralympics as one of the biggest events in sports has the potential to attract the visibility on disability issues as well as a big attraction for the media industry. However, the discourse of disability has long been about othering disability underlying an ableist norm. To further examine this problem, this thesis aims to analyze how ableism appears in the way the Paralympians is represented in Rising Phoenix, a documentary film about Paralympians and their experience with Paralympics. The finding gained from Fairclough’s Critical Discourse Analysis (CDA) method shows that Paralympian is represented through a supercrip mechanism in Rising Phoenix. This is evident in the usage of superlative language and superhero narrative. Using Bourdieu’s field theory as the theoretical foundation, this practice of representation can be seen as ableism and operates correspondingly with what Bourdieu called a “field”. Therefore, ableism has the power to constitute the discourse around disability as well as construct its domination through symbolic violence. This type of violence is being performed and sustained by the cultural industry as a means of generating profit. Moreover, this discursive process can be considered as harmful relation in constitutive criminology and so is the construction that builds it."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wina Al Syifa
"Perempuan disabilitas merupakan kelompok yang rentan untuk mengalami kekerasan seksual akibat kondisi disabilitas dan stigma di masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui stigma dan coping strategy perempuan disabilitas penyintas kekerasan seksual di ranah personal dengan menggunakan Transactional Stress and Coping Model Lazarus & Folkman (1984) di HWDI Jakarta tahun 2023. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, desain studi kasus pada 4 orang perempuan disabilitas penyintas kekerasan seksual dan 8 informan kunci dari keluarga penyintas, Dinas Kesehatan DKI Jakarta, UPT Pusat Perlindungan Perempuan dan Anak DKI Jakarta serta konselor HWDI Jakarta. Pengumpulan data dengan wawancara mendalam dilakukan pada bulan Mei-Juli 2023 dan dianalisis secara konten. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas penyintas merasa tidak berdaya, tidak berharga, tidak percaya diri, menarik diri dari lingkungan hingga berpikir untuk bunuh diri. Meski telah mengantisipasi stigma dengan menyembunyikan kekerasan seksual yang dialami, semua penyintas tetap menerima stigma hingga diskriminasi karena kekerasan dan kondisi disabilitas yang dialami. Mayoritas penyintas mendapatkan dukungan keluarga dan komunitas. Pada jenis problem-foused coping, umumnya penyintas mencari bantuan ke keluarga dan/atau profesional, sedangkan emotion-focused coping, mayoritas penyintas berolahraga dan beribadah untuk mengelola emosi, hanya sebagian penyintas mengembangkan humor dan pemaknaan positif. Untuk itu, pemerintah perlu melakukan sosialisasi kepada lembaga yang menangani kasus kekerasan terkait kebijakan dan hak disabilitas, cara pelaporan dan penanganan kasus. Sosialisasi kepada masyarakat terkait stigma dan kekerasan seksual diperlukan untuk melindungi dan memenuhi hak perempuan disabilitas.

Women with disabilities are one amongst the groups who are vulnerable to become the target of sexual violence due to their condition and stigma from the public. This research aims to uncover the stigma and coping strategy of women with disabilities who survived personal sexual violence using the Transactional Stress and Coping Model proposed by Lazarus & Folkman (1984) at Indonesian Women with Disabilities Organization (HWDI) Jakarta in 2023. This research uses a qualitative approach with a study case design on 4 women with disabilities who survived sexual violence and 8 key informants which consists of the survivors' families, Jakarta Health Agency, Technical Implementation Unit (UPT) of the Women and Children Protection Centre in Jakarta as well as the counselor of HWDI Jakarta. The data are collected through in-depth interview which was conducted in May-July 2023 and are being analyzed using content analysis.  The result shows that the majority of the survivors feel a sense of helplessness, unworthiness, lack of self confidence, forfeit themselves from the society to the extent of even having suicidal thoughts. Even after anticipating the stigma by hiding the sexual violence they have experienced, all of the survivors still received the stigma and discrimination due to the violence and disability condition that they are in. The majority of the survivors received support from their families and community. On the problem-focused coping type, the survivors are generally seeking help to their families and/or professionals, while on the emotion-focused coping, the majority of the survivors do exercises and pray to process their emotions, only a number of survivors develop a sense of humor and positive mindset. Therefore, the government needs to provide and hold socialization to agencies that handle violence concerning the policy and the rights of people with disabilities, how to report and handle cases regarding the issue. Socialization to the public about stigma and sexual violence is also urgent in order to protect and fulfill the rights of women with disabilities."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Sudarno
"ABSTRAK
Penyandang disabilitas tunanetra sampai saat ini masih mengalami berbagai hambatan dalam menjalani kehidupannya. Secara internal, penyandang disabilitas tunanetra masih merasa terhina, rendah diri, tak berguna, dan berbagai perasaan inferior lainnya. Sementara di lingkungan sosial, masyarakat juga masih memberikan stigma negatif kepada penyandang disabilitas tunanetra. Penelitian ini melakukan analisis strategi pemberdayaan komunitas tunanetra yang tergabung dalam komunitas KTPB Komunitas Tunanetra Peduli Bangsa Kota Tangerang Selatan. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep pemberdayaan diri sendiri self-help dan dukungan sosial social support yang dibangun oleh KTPB. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metodologi kualitatif.Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa kekuatan internal KTPB dan anggotanya dalam membangun self-help dan memperkuat dukungan sosial social support kepada mereka sangat dinamis. Kondisi self-help dan kemampuan memperkuat social support KTPB masih cukup lemah dan perlu diperkuat. Karena itu, upaya yang perlu dilakukan selain memperkuat self-help dan social support adalah meningkatkan kapasitas kelembagaan KTPB itu sendiri, baik aspek kepemimpinan, mekanisme kerja komunitas, jaringan dan kerjasama, serta kapasitas operasional dan adaptasi dari KTPB, sehingga akan mampu melakukan pemberdayaan anggotanya secara lebih baik. Kata kunci: penyandang disabilitas tunanetra, pemberdayaan, self-help, social support, KTPB, kelembagaan.

ABSTRACT
Visually impaired persons with disabilities is still experiencing various obstacles in their lives. Internally, the blind people still feel humiliated, inferior, useless, and various other inferior feelings. While in the social environment, people are still giving a negative stigma for persons with visual impairment. This research analyzes the community empowerment strategy who are incorporated in the organization of KTPB Studies in the Community of Visually Impaired Person for Concern of the Nation in the City of Tangerang Selatan. The concept used in this study is self help and social support. The methodology used in this study is a qualitative methodology.The result of this study shows that the internal strength of KTPB and its members in building self help and strengthen social supportis very dynamic. The condition of self help and the social support ability of KTPB still quite weak and need to be strengthened. Therefore, the efforts need to be done in addition to strengthening the self help and social support is to improve the institutional capacity of KTPB, both aspects of leadership, the working mechanism of the organization, networking and cooperation, as well as the operational capacity and adaptability of KTPB, so the organization will be able to better empower of its members. Keywords visually impaired persons with disabilities, empowerment, self help, social support, KTPB, institution."
2017
T46866
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatimah Azahra Agsita
"Dalam upaya untuk meningkatkan partisipasi penyandang disabilitas sebagai pekerja di sektor formal, Pemerintah Indonesia telah menetapkan kebijakan kuota minimum melalui UU No.8 Tahun 2016. Melalui kebijakan tersebut, institusi pemerintahan ataupun yang berkaitan dengan pemerintan layaknya BUMN atau BUMD wajib mempekerjakan 2% penyandang disabilitas dari total pekerja. Sedangkan perusahaan swasta wajib mempekerjakan 1% penyandang disabilitas dari total pekerja. Penelitian ini menganalisis pengaruh Kebijakan Kuota Minimum terhadap proporsi pekerja penyandang disabilitas di sektor formal pada tingkat kabupaten/kota di Pulau Jawa. Menggunakan model fixed effect, hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan kuota berkorelasi positif dan signifikan secara statistik terhadap proporsi pekerja penyandang disabilitas di sektor formal. Namun, tren proporsi pekerja penyandang disabilitas di sektor formal periode 2017 – 2022 justru mengalami penurunan. Temuan ini menunjukkan bahwa perlunya upaya lebih lanjut dalam implementasi kebijakan secara komprehensif agar dapat meningkatkan proporsi pekerja penyandang disabilitas di sektor formal.

In order to increase the participation of person with disabilities as workers in the formal sector, the Indonesian government has established a minimum quota policy through Law No. 8 of 2016. Under this policy, the government, state-owned enterprises (BUMN), and regional government-owned enterprises (BUMD) are required to employ 2% disabled individuals out of the total workforce. Meanwhile, private companies are required to employ 1% disabled individuals out of the total workforce. This study analyses the impact of the Minimum Quota Policy on the proportion of disabled workers in the formal sector at the regency/city level in Java Island. Using a fixed effect model, the results of the study indicate that the quota policy is positively correlated and statistically significant to the proportion of disabled workers in the formal sector. However, the trend of the proportion of workers with disabilities in the formal sector during the period 2017 – 2022 actually experienced a decline. This finding indicates the need for further efforts in the comprehensive implementation of policies to increase the proportion of workers with disabilities in the formal sector."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Edinburgh: Churchill Livingstone , 2009
305.908 INT
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Dyah Kartika Sari
"Kekerasan seksual pada anak merupakan silent health emergency yang mempengaruhi status kesehatan dan kesejahteraan anak sepanjang hidupnya. Berdasarkan data SIMFONI PPA pada tahun 2023, kasus kekerasan seksual di Indonesia tahun 2019 hingga 2023 terus mengalami peningkatan dan lebih dari 30% terjadi pada anak usia 13-17 tahun. Anak di bawah 17 tahun memiliki kerentanan dasar, namun status disabilitas membuat anak menjadi 2-4 kali lebih berisiko mengalami kekerasan seksual dibandingkan dengan anak tanpa disabilitas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor yang berkontribusi pada kejadian kekerasan seksual pada anak dengan disabilitas usia 13 – 17 tahun di Indonesia. Penelitian ini menggunakan kerangka Teori Dependensi Ganda yang menganalisis faktor internal (jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengetahuan kesehatan reproduksi, dan status pekerjaan) dan faktor eksternal (tingkat ekonomi, keberadaan orang tua kandung, tempat tinggal, status pasangan, dukungan keluarga, dan dukungan teman) terhadap kekerasan seksual pada anak dengan disabilitas berusia 13-17 tahun. Penelitian ini menggunakan data Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) di Indonesia pada tahun 2021 dengan desain studi potong lintang dan sampel sebanyak 1.213 anak disabilitas berusia 13-17 tahun, yang dianalisis menggunakan uji regresi logistik. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 13,4% anak disabilitas mengalami kekerasan seksual, dengan 72,4% merupakan kekerasan seksual kontak dan 42,9% adalah kekerasan seksual non-kontak. Faktor yang berkontribusi pada kekerasan terhadap anak adalah jenis kelamin (OR: 1,50; 95% CI: 1,04-2,13), status pasangan (OR: 1,98; 95% CI: 1,41-2,78) yang merupakan faktor dominan, dan dukungan keluarga (OR: 1,73; 95% CI: 1,23-2,43). Anak disabilitas yang memiliki pasangan hampir 2 kali lebih berisiko mengalami kekerasan seksual dibandingkan anak disabilitas yang tidak memiliki pasangan, setelah dikontrol oleh jenis kelamin dan dukungan keluarga. Diperlukan peningkatan kesadaran, penguatan intervensi, dan deteksi dini dalam pencegahan kekerasan seksual terhadap anak dengan disabilitas.

Sexual violence against children is a silent health emergency that affects the health and well-being of children throughout their lives. According to SIMFONI PPA data in 2023, cases of sexual violence in Indonesia from 2019 to 2023 have continued to increase, with more than 30% occurring in children aged 13-17 years. Children under 17 have inherent vulnerabilities, but having a disability makes them 2-4 times more likely to experience sexual violence compared to children without disabilities. This study aimed to analyze the factors contributing to the occurrence of sexual violence in children with disabilities aged 13-17 years in Indonesia. This study used the Double Dependency Theory framework to analyze internal factors (gender, education level, reproductive health knowledge, and employment status) and external factors (economic level, presence of biological parents, place of residence, relationship status, family support, and peer support) affecting sexual violence in children with disabilities aged 13-17 years. This study used data from the 2021 National Survey of Children's and Adolescents' Life Experiences (SNPHAR) in Indonesia with a cross-sectional study design and a sample of 1,213 children with disabilities aged 13-17 years, analyzed using logistic regression tests. The findings of this study indicated that 13.4% of children with disabilities experience sexual violence, with 72.4% being contact sexual violence and 42.9% being non-contact sexual violence. Factors contributing to violence against children include gender (OR: 1.50; 95% CI: 1.04-2.13), relationship status (OR: 1.98; 95% CI: 1.41-2.78), which is a dominant factor, and family support (OR: 1.73; 95% CI: 1.23-2.43). Children with disabilities who have partners are almost twice as likely to experience sexual violence compared to children with disabilities who do not have partners, after controlling for gender and family support. Increased awareness, strengthened interventions, and early detection are needed to prevent sexual violence against children with disabilities."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
J. Kamaludin
"PPCI sebagai organisasi payung yang fungsi utamanya adalah sebagai koordinator bagi organisasi-organisasi kecacatan di bawahnya memiliki peran yang sangat strategis untuk mensinergikan hubungan antara PPCI, organisasi anggota, instansi pemerintah dan masyarakat umum untuk mewujudkan P5 HAM bagi penyandang cacat.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data diperoleh melalui penelusuran catatan-catatan atau dokumen-dokumen yang dimiliki PPCI, observasi dan wawancara mendalam terhadap beberapa informan yang berada pada lingkungan ekstemal PPCI dan lingkungan internal PPCI.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perjuangan untuk mewujudkan P5 HAM bagi penyandang carat pada seluruh instansi yang benwenang dan masyarakat yang peduli terhadap penyandang cacat belum efektif, padahal peranan pemerintah untuk mewujudkan P5 HAM bagi penyandang carat memiliki posisi yang cukup sentral sebagai koordinator terhadap masalah-masalah penyandang carat, terutama dalam masalah dana, sosialisasi kebijakan atau Undang-undang yang berhubungan dengan penyandang cacat dan sosialisasi kegiatan-kegiatan organisasi penyandang cacat yang tujuannya untuk meningkatkan kepedulian masyarakat luas terhadap masalah-masalah penyandang carat.
Berdasarkan temuan di atas maka disarankan agar PPCI memaksimalkan kinerja atau performa organisasinya yang berfungsi sebagai koordinator, dan memaksimalkan sinerginya dengan masyarakat dan instansi pemerintah. Dengan efektifnya hasil-hasil kegiatan PPCI pada masyarakat luas akan meningkatkan peran sosial penyandang cacat, yang secara otomatis akan meningkatkan ketahanan sosial penyandang cacat itu sendiri.

PPCI as an umbrella organization has it main function as coordinator to its members. PPCI has a strategic function because in an ideal world, it can effectively coalesce the correlation between PPCI, its members, government institution and society to accomplish the appreciation, improvement, align, fulfillment and protection on human rights for people with disability. The purpose of this research is to study some of management function that PPCI carry out (planning, coordinating and evaluation). Data were collected qualitatively with documents review in PPCI, tangible observation with an in-depth interview with one of PPCI and member organization's staff, and also with three workers to see their perception about people with disability.
It is shown in this study that the great effort to accomplish the appreciation, improvement, straighten up, fulfillment and protection on human rights for people with disability on government institution is not effective up till now, fortunately the government's responsibility to accomplish those rights for people with disability has a central position as the coordinator to the people with disability's problems, mainly in funds, in the dissemination of the regulation about people with disability and the spreading of the PPC: and its members' activity to improve society awareness to the problem of people with disability. It is recommended for PPCI to make best use of its organization's performance as coordinator and to maximize its relationship with government institution and society. With the constructive of PPCI's activity result in the society, it will improve the social role of the people with disability, which consequentially will improve the social defense of the people with disability itself.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15221
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Diah Parwati
"Penyandang Disabilitas Mental di Panti Sosial mengalami viktimisasi kekerasan berupa pemasungan. Meskipun peraturan terkait larangan pemasungan telah dikeluarkan oleh pemerintah, tetapi tidak menghentikan terjadinya praktik pemasungan di Panti Sosial. Institutionalisasi di Panti Sosial menjadikan Panti Sosial sebagai tempat yang memiliki aturan sendiri sehingga membenarkan terjadinya praktik pemasungan dengan berbagai alasan. Dengan menggunakan analisis Routine Activity Theory dapat dilihat bahwa ketiga elemen RAT (a suitable target, a motivated offender, the absence of capable guardian) terjadi dalam satu ruang dan waktu sehingga viktimisasi kekerasan berupa pemasungan terjadi pada Penyandang Disabilitas Mental.

People with mental disabilities in social institutions experience violence victimization in the form of shackling. Even though regulations regarding the prohibition of shackling have been issued by the government, this has not stopped the practice of shackling in social institutions. Institutionalization in social institutions makes social institutions a place that has its own rules, thus justifying the practice of shackling for various reasons. By using Routine Activity Theory analysis, it can be seen that the three elements of RAT (a suitable target, a motivated offender, the absence of capable guardian) occur in one space and time so that violent victimization in the form of shackling occurs in Persons with Mental Disabilities.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sihombing, Devi Mariana
"Penyandang disabilitas (PD) mengalami lebih banyak tantangan dibandingkan nondisabilitas (ND). Tantangan yang dihadapi PD dalam ketenagakerjaan tidak hanya berasal dari hambatan yang dimilikinya, tetapi juga dari stereotip sosial yang mengarah pada diskriminasi. Diperlakukan diskriminatif dan ditolak bekerja berkali-kali mengakibatkan PD memiliki peluang lebih besar untuk berhenti mencari pekerjaan karena putus asa dibandingkan ND. Penelitian ini bertujuan melihat seberapa besar peluang terjadinya penganggur putus asa berdasarkan status dan banyaknya disabilitas individu serta jenis disabilitas apa yang memiliki peluang putus asa paling besar di Indonesia. Penelitian dilakukan dengan mengolah data sekunder Sakernas Agustus 2021 dengan pendekatan Two Step Heckman. Hasil menunjukkan pencari kerja dengan disabilitas kemungkinan menjadi putus asa 2,6 kali lebih tinggi dibandingkan kemungkinan nondisabilitas menjadi putus asa. Pada kelompok PD, PD multidisabilitas 2,5 kali lebih mungkin menjadi putus asa dibandingkan PD tunggal. Sementara itu, berdasarkan jenis kesulitannya PD mental diketahui paling besar peluangnya menjadi penganggur putus asa dibandingkan PD lainnya. Rekomendasi penelitian terkait penghapusan stereotip disabilitas di lingkungan kerja maupun sosial, pengembangan pelatihan yang inklusif bagi PD, pengembangan keterampilan sesuai kemampuan personal dan kebutuhan pasar kerja, serta penyediaan layanan konsultasi dan konseling terkait ketersediaan dan kesiapan bekerja bagi PD.

People with disabilities (PWD) face more barriers than those without disabilities (PWOD) when employed and even as they seek employment. The barriers not only come from their impairment or difference, but also by barriers in society which leads to discrimination. Being treated unfairly and rejected all the time makes PWD are more likely to become hopeless of job than PWOD. This study aims to examine how disability factors affect the probability of being discouraged for the job seeker based on status and number of disabilities and which type of disabilities has the greatest probability of being discouraged in Indonesia. Using Sakernas data on August 2021 and the two step Heckman method, we found that disability has significant impact on the decision of hopeless of job. Job seekers with disabilities are 2,6 times more likely to become discouraged than PWOD job seekers. By the number of disabilities, people with multiple disabilities are 2,5 times more likely to become discouraged than persons with a single disability. Meanwhile, based on the type of disability, people with mental disabilities are known to be the most likely to become discouraged among PWOD. Recommendations in this research related to the elimination of disability stereotypes in the work and social environment, the development of inclusive training for PWD, the development of skills according to personal abilities and the needs of the job market, and the provision of consulting and counselling services related to the availability and readiness of work for PWD."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>