Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 183007 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indra Sanjaya
"Penulis mencoba untuk mengidentifikasi praktik-praktik terbaik pengaturan eksekusi objek jaminan kebendaan bergerak, berwujud, dan non-possessory dengan kekuasaan sendiri di antara negara-negara dalam peringkat 10 besar EODB untuk indikator “getting credit”, kemudian membandingkannya dengan pengaturan di Indonesia, guna mencari tahu apakah pengaturan di Indonesia sudah sesuai dengan praktik-praktik terbaik itu. Dari penelusuran peraturan perundang-undangan ke-10 negara yang menjadi objek perbandingan, penulis mencoba untuk menggali inspirasi mengenai pengaturan ideal yang menyeimbangkan kepentingan debitor dan kreditor yang beritikad baik dan dapat diterapkan di Indonesia dengan memperhatikan segala partikularitasnya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif, sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan undang-undang (statutory approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan perbandingan (comparative approach). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan eksekusi objek jaminan kebendaan bergerak, berwujud, dan non-possessory di Indonesia masih banyak yang tidak sesuai dengan praktik terbaik di antara negara-negara dalam peringkat 10 besar EODB untuk indikator “getting credit”. Salah satu perbedaan yang paling mencolok adalah, sejak terbitnya Putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019, eksekusi objek jaminan fidusia dengan kekuasaan sendiri hanya dapat dilakukan apabila terdapat kesepakatan ­post-default bahwa debitor telah wanprestasi, dan kesukarelaan dari debitor untuk menyerahkan objek jaminan fidusia untuk dieksekusi. Tidak ada satupun dari 10 negara yang diperbandingkan yang mengatur persyaratan serupa. Pada bagian saran diuraikan beberapa rekomendasi pengaturan yang terinspirasi dari penelusuran peraturan-peraturan di negara-negara yang diperbandingkan.

The author attempts to identify the best practices in regulating the self-help enforcement of non-possessory security interests in tangible personal properties among countries in the top 10 EODB ranking for the “getting credit” indicator, and compare it with the regulation in Indonesia, to find out if Indonesia's arrangements are in line with these best practices. Drawing inspiration from the principles found in the laws and regulations of these 10 countries, the author then attempts to offer several suggestions on the ideal arrangements that strike a balance between the interests of good-faith debtors and good-faith creditors that can be applied in Indonesia after taking into account the country’s particularities. The research method used is the normative juridical research method, while the approaches used are the statutory approach, the conceptual approach, and the comparative approach. The results show that there are still many arrangements for the enforcement of non-possessory security interests in tangible personal properties in Indonesia that are not in accordance with the best practices among countries in the top 10 EODB for the indicator "getting credit". One of the most striking differences is, since the issuance of the Constitutional Court Decision Number 18 / PUU-XVII / 2019, self-help enforcement of the security interests can only be carried out if there is a post-default consensus between the parties that the debtor has defaulted and the debtor's willingness to hand over the collaterals to be executed. None of the 10 countries compared have similar requirements. In the suggestions section, some regulatory recommendations inspired by tracing the regulations in the countries being compared are offered"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Kalingga Hermawan
"Kebutuhan manusia yang begitu banyak sering kali tidak dapat dipenuhi dengan dana yang ia miliki sehingga manusia memerlukan suatu lembaga yang memberikan fasilitas yang bertujuan untuk memberikan dana penunjang untuk memenuhi kebutuhannya, yakni lembaga jaminan. Dalam pelaksanaannya, setiap lembaga jaminan mengatur tata cara eksekusi nya masing-masing. Hukum Indonesia yang mengenal dua lembaga jaminan yakni lembaga jaminan gadai dan fidusia, mengatur bahwa pelaksanaan eksekusi terhadap benda jaminan khususnya benda bergerak dapat dilakukan melalui lembaga parate executie yang dilakukan tanpa melibatkan proses peradilan dan rieel executie yang dilakukan melalui proses peradilan. Disini diketahui bahwa dalam pelaksanaan eksekusi benda jaminan, negara Indonesia masih melibatkan badan peradilan. Hal tersebut berbeda dengan negara Australia yang pelaksanaan eksekusi benda jaminannya tidak melibatkan badan peradilan. Di negara Australia, hak jaminan benda bergerak yang bernaung dalam satu lembaga yakni lembaga Personal Property Securities, mengatur bahwa terkait pelaksanaan eksekusi nya, para pihak dalam perjanjian penjaminan mengemban hak dan kewajibannya masing-masing berdasarkan Personal Property Securities Act 2009. Sehingga, pelaksanaannya tidak perlu melibatkan badan peradilan. Adanya perbedaan ketentuan tersebut, menjadi dasar penulis untuk melakukan perbandingan terkait pengaturan pelaksanaan eksekusi jaminan benda bergerak antara kedua negara. Dengan itu, dalam skripsi ini akan dibahas mengenai persamaan dan perbedaan pelaksanaan eksekusi lembaga jaminan benda bergerak di Indonesia dan Australia berikut dengan penjelasan umum terkait hukum jaminan yang berlaku di kedua negara. 

Human need often can not be fulfilled because of the limited amount of funds they have, therefore humans need an institution that provides facilities that aim to provide supporting funds to meet their needs, such as security institution.  In practice, every security institution regulates the procedure of its own execution. Indonesia security law, provides two types of security in personal property which is pawn and fiduciary guarantee, both types of security regulate that the execution of collateral can be enforce through parate executie and rieel executie. Enforcing collateral through parate executie does not requaries the court act , while the implementation of rieel executie is involving the court decision. Thus, it is known that the execution of collateral in Indonesian still involves the court act. In the other side, execution of personal property in Australia security law does not involve the court. In Australia, security interest in personal property regulated under one institusion, namely Personal Property Securities. Under the Personal Property Securities, execution of personal property can be enforced by the parties in the security agreement by complying the rights and obligations regulated under Personal Property Securities Act 2009. As a result, the execution of collateral in Australia security law does not requires the court act. The difference in these provisions becomes the basis for the author to make a comparisons related to the execution of personal property between the two countries. Therefore, this thesis will discuss the similarities and differences in the execution of personal property security in Indonesia and Australia along with general explanation related to the security law in both countries. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tazkya Putri Amelia
"Kapal laut dapat dijadikan sebagai objek jaminan guna menjamin pelunasan suatu utang. Lembaga jaminan atas kapal laut adalah hipotik. Namun hanya kapal yang terdaftar dalam suatu register umum sajalah yang dapat dijadikan jaminan utang. Hipotik kapal laut juga dikenal di negara yang menganut sistem hukum common law, salah satu diantaranya adalah Singapura. Tesis ini membahas mengenai proses penjaminan kapal laut menurut hukum Indonesia dan Singapura serta persamaan dan perbedaan ketentuan kapal laut sebagai objek jaminan utang di Indonesia dan di Singapura. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis-normatif dengan tipologi penelitian komparatif serta deskriptif. Selain itu dalam penelitian ini, Penulis menggunakan metode analisis kualitatif.
Hasil penelitian ini membahas mengenai proses penjaminan kapal laut di Indonesia dan di Singapura yang samasama terdiri dari 3 tahap yaitu tahap perjanjian kredit, tahap perjanjian pembebanan hipotik kapal laut dan tahap pendaftaran hipotik kapal laut. Selain itu terdapat persamaan dan perbedaan ketentuan hipotik kapal laut di Indonesia dan Singapura. Persamaan ketentuan hipotik kapal laut di Indonesia dan Singapura antara lain baik di Indonesia maupun di Singapura belum Undang-Undang Hipotik Kapal, hipotik kapal laut di Indonesia dan Singapura hanya dapat dibebankan atas kapal yang terdaftar, hipotik kapal laut harus didaftarkan dalam suatu register umum, kapal laut dapat dibebani lebih dari satu hipotik dan lain-lain. Sedangkan perbedaannya antara lain di singapura vessel mortgage terdiri dari 2 bentuk yaitu securing principle sum and interest dan securing current account, syarat pembebanan vessel mortgage di Singapura adalah kapal tersebut harus berusia kurang dari 17 tahun dan kapal tersebut harus berukuran minimal 1,600 Gross Tonnage dan Singapura memiliki pengadilan khusus di bidang admiral yaitu High Court (Admiral Jurisdiction).

A vessel may be made as a collateral security for loan and the instrument creating the security over the vessel is a mortgage. Only registered vessel that can be made as an object of a mortgage. Vessel mortgage also known in common law legal system countries, such as Singapore. This research is discuss about the procedural of vessel mortgage in Indonesia and Singapore and also find out the similarities and differences among two of them. This research is using a juridicalnormative method as the research method with comparative and also descriptive research typology. The method of data analysis in this research is using qualitative approach.
The result of this research showed that both in Indonesia and Singapore, the process of vessel mortgage are consist of 3 steps which are the loan agreement, the collateral agreement and the registration of the vessel mortgage. Moreover, there are similarities between the provision regarding vessel mortgage in Indonesia and Singapore which are both in Indonesia and Singapore, there is no regulation that specifically regulates vessel mortgage, only registered vessel that can be made as an object of a mortgage under Indonesia and Singapore regulation, vessel mortgage shall be recorded by the Registrar in the register and the rest will be discussed in this reseach. Whereas the differences between the provision regarding vessel mortgage in Indonesia and Singapore among others are as follow, in Singapore vessel mortgage is divided by 2 forms which are Securing Principle Sum and Interest form and Securing Current Account form, in Singapore there are requirements regarding the vessel that can be made as an object of the mortgage, such as, the vessels should be less than 17 years old and the vessel must be a minimum size of 1,600 Gross Tonnage, furthermore, Singapore has a special court in the admiral field which is High Court (Admiral Jurisdiction)."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T49255
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Almadira
"Skripsi ini membahas mengenai lembaga penjaminan fidusia atas objek barang persediaan kemudian dibandingkan dengan penerapannya di Malaysia. Dalam skripsi ini akan dibahas mengenai dua hal. Pertama, pembahasan mengenai pengaturan jaminan fidusia atas barang persediaan di Indonesia dan di Malaysia. Kedua, pembahasan mengenai hasil penjualan serta eksekusi atas jaminan fidusia atas barang persediaan di Indonesia dan di Malaysia. Penelitiani ini meggunakan metode penelitian yuridis-normatif dengan data yang diperoleh dari studi kepustakaan.
Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa pengaturan mengenai jaminan fidusia atas barang persediaan di Indonesia dapat disepadankan dengan floating charge atas inventory di Malaysia. Keduanya memiliki berbagai kesamaan serta perbedaan dalam pengaturannya. Dari segi kedudukan hasil penjualan atas objek jaminan berupa barang persediaan, tidak terdapat perbedaan. Namun, dalam eksekusi terdapat perbedaan yang cukup signifikan. Di Malaysia, sebelum floating charge dieksekusi, terdapat suatu proses bernama crystallization yang memberikan pelindungan kepada kreditur.

This thesis discusses about fiduciary security over inventory in Indonesia and compared to its application in Malaysia. There are two main focuses in this thesis. First, the regulation of fiduciary security over inventory in Indonesia and Malaysia. Second, the proceeds and execution over inventory as a fiduciary security object in Indonesia and Malaysia. The method of this study is is normatieve-juridical research which most of the data are based on related literatures.
The results of this study stated that the regulation regarding fiduciary security over inventory in Indonesia is commensurate with floating charge over the inventory in Malaysia. Both have several similarities as well as differences. There are no differences in the proceed of the collateral, however there is a significant difference regarding the execution. In Malaysia, prior to the execution of floating charge, there is a process called crystallization, which provides protection to creditors.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S65959
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhyana Arifin
"Bahasan pokok penulisan skripsi ini adalah eksistensi Hukum Kebendaan Bergerak dalam praktek pemakaian jaminan kebendaan bergerak di bank-bank maupun Perusahaan Jawatan Pegadaian."
Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roma Borunami Olivia
"Putusan Mahkamah Konstusi Nomor 2/PUU-XIX/2021 memberikan kewenangan bagi pengadilan negeri untuk dapat mengeksekusi objek jaminan fidusia dalam hal tidak adanya kesepakatan mengenai cidera janji (wanprestasi) dan debitur tidak sukarela menyerahkan benda jaminannya. Mahkamah Konstitusi memberikan norma hukum yang baru ini dalam rangka memberikan perlindungan hukum bagi debitur yang sering kali mendapatkan perbuatan semena-mena dari kreditur atau debt collector dalam menarik benda jaminan fidusia. Namun pada praktiknya pelaksanaan eksekusi melalui pengadilan mengalami berbagai hambatan dan kendala. Dibandingkan dengan Negara Inggris dan Kanada, negara-negara tersebut mengenal lembaga jurusita swasta yang bukan pegawai pengadilan yang memiliki kewenangan layaknya jurusita pengadilan. Tulisan ini akan menganalisis bagaimana aturan hukum eksekusi jaminan fidusia di Indonesia, pengaturan eksekusi di negara Inggris dan Kanada serta bagaimana sebaiknya aturan mengenai eksekusi jaminan fidusia di Indonesia di masa yang akan datang.

Decision of the Constitutional Court Number 2/PUU-XIX/2021 authorizes the district court to be able to execute the object of the fiduciary guarantee in the event that there is no agreement regarding default and the debtor does not voluntarily hand over the object of guarantee. The Constitutional Court gave this new legal norm in order to provide legal protection for debtors who often get arbitrary actions from creditors or debt collectors in withdrawing fiduciary collateral objects. However, in practice the implementation of execution through the courts experienced various obstacles. Compared to the United Kingdom and Canada, these countries recognize private bailiff institutions that are not court employees who have authority like court bailiffs. This paper will analize how the legal rules for executing fiduciary guarantees in Indonesia, the execution arrangements in England and Canada and how best the rules regarding the execution of fiduciary guarantees in Indonesia will be in the future."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fandy Novitzo Adistyo
"ABSTRAK
Indonesia sebagai negara berkembang memaksimalkan perkembangan pada sektor infrastruktur. Infrastruktur seakan menjadi suatu daya yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Program pembangunan infrastruktur yang dipercaya dapat mendorong lajunya perkembangan suatu negara secara cepat adalah ketersediaanya infrastruktur di sektor energi. Implikasi adanya program paket kebijakan pemerintah dengan adanya proses percepatan pembangunan infrastruktur adalah munculnya pengusaha baru yang membutuhkan dana besar untuk kegiatan usahanya. Salah satu energi yang dibutuhkan adalah ketersediaanya penyediaan energi untuk pembangkit tenaga listrik uap yaitu batu bara. Perusahaan batu bara tersebut memperoleh dana berupa fasilitas pembiayaan proyek dari perbankan dengan skema sindikasi untuk memulai dan menjalankan bisnisnya. Dalam pemerian kredit tersebut kreditur membutuhkan jaminan. Salah satu jaminan tersebut yaitu jaminan fidusia atas piutang perjanjian jual beli batu bara. Tesis ini membahas mengenai objek fidusia berbentuk piutang. Kreditur sebagai penerima fidusia memerlukan kepastian hukum apabila terjadi wanprestasi, maka kreditur dapat mengeksekusi objek dengan sempurna dan tidak menimbulkan masalah kepada pihak ketiga di kemudian hari. Penelitian ini adalah metoda kepustakaan yang bersifat penelitian yuridis normative. Hasil penetilitian ini adalah untuk memberikan gambaran aspek pembebanan dan pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia atas piutang, maka dibuat akta jaminan fidusia dan akta pengalihan bersyarat antara debitur dan kreditur dan proses penyerahan objek fidusia untuk dieksekusi sebagai penyelesaian kredit bermasalah.

ABSTRACT
Indonesia as a developing country maximizes the development of the infrastructure sector, the infrastructure seems to be a power that can affect significant economic growth, the infrastructure development program that is believed to push the speed of a country 39 s rapid development is the availability of infrastructure in the energy sector. The implication of government policy package program with the acceleration process of infrastructure development is the emergence of new entrepreneurs who need big fund for their business activities. One of the energy needed is the availability of energy supply for steam power plant that is coal. The coal company obtained funds in the form of a project financing facility from a bank with a syndicated scheme to start and run its business. In the granted project financing the lender needs security. One of these security is fiduciary security over receivable of coal sale and purchase agreement. This thesis discusses the fiduciary objects in the form of accounts receivable. The creditor as a fiduciary grantee requires legal certainty in the event of default, then the creditor can execute the object perfectly and not cause any problems to third parties in the future. This research is literature method which is juridical normative research. The result of this study is to provide an overview of the aspects of charging and execution of fiduciary security execution of receivables, fiduciary and conditional transfer of deeds between the debtor and the creditor and the transfer of fiduciary objects to be executed as the settlement of non performing loans. "
2018
T50966
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Carissa Cahyaningtyas
"Skripsi ini membahas tentang perbandingan laporan keuangan pemerintah pusat dengan IPSAS dengan studi banding pada 10 negara, yaitu Afrika Selatan, Amerika Serikat, Australia, Indonesia, Inggris, Kanada, Malaysia, Selandia Baru, Sri Lanka, dan Swiss. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian ini dilakukan dengan melihat standar akuntansi dan komponen laporan keuangan masing-masing negara dan membandingkannya dengan IPSAS. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa penerapan IPSAS dalam standar akuntansi masing-masing negara bervariasi. Sebagian besar negara memiliki komponen laporan keuangan sesuai IPSAS dalam laporan keuangan pemerintahan masing-masing. Sementara, negara dengan aplikasi akrual yang paling mendekati IPSAS adalah Australia, Inggris, dan Selandia Baru.

The focus of this study is to analyze the the comparison of central government financial statements with IPSAS in 10 countries, which are South Africa, United States, Australia, Indonesia, United Kingdom, Canada, Malaysia, New Zealand, Sri Lanka, and Switzerland. This research is a qualitative descriptive. It was conducted by analyzing the accounting standards and the component of financial statement in each country and comparing them with IPSAS. The result of this research reveals that IPSAS application in each country?s accounting standards is varied. Most of the countries have components of financial statements set by IPSAS in their own financial statements. Meanwhile, countries with accrual application closest to IPSAS are Australia, United Kingdom, and New Zealand.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2017
S66335
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adara Skyla Sakinah
"Jaminan terhadap benda bergerak di Indonesia terdiri atas lembaga jaminan gadai, fidusia, dan resi gudang. Terhadap jaminan benda bergerak tersebut diatur dalam undang-undang yang berbeda-beda, sehingga pengaturan terkait jaminan gadai, fidusia, maupun resi gudang memiliki beberapa perbedaan. Sementara itu, pengaturan terkait jaminan benda bergerak di Amerika Serikat diatur secara seragam pada satu pengaturan terkodifikasi, yaitu pada Article 9 Uniform Commercial Code. Ketentuan terkait pelaksanaan proses eksekusi jaminan fidusia di Indonesia baru saja mengalami perubahan dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019, khususnya mengenai cidera janji dan eksekusi jaminan fidusia, menjadi berubah penafsirannya. Pengaturan tersebut berbeda dengan tata cara eksekusi yang terdapat di Amerika Serikat. Hal ini tentunya menimbulkan berbagai perdebatan di kalangan ahli hukum. Oleh karena itu, sebagai fungsi inspiratif, dilakukan suatu perbandingan hukum konsep jaminan benda bergerak antara Indonesia dengan Amerika Serikat dengan metode perbandingan berbentuk yuridis-normatif. Dengan adanya penelitian tersebut, dapat dilihat persamaan maupun perbedaan pengaturan terkait konsep jaminan benda bergerak di Indonesia dan Amerika Serikat
. Security interest in movable property in Indonesia consists of pledge, fiduciary, and warehouse receipts. All of them are regulated in different laws, so that arrangements regarding pledge, fiduciary and warehouse receipts have several differences. Meanwhile, the regulation regarding security interest in movable property in the United States is uniformly regulated in a codified law, namely in Article 9 of the Uniform Commercial Code. The concept of fiduciary security in Indonesia which is regulated in the Law No. 42 of 1999 concerning Fiduciary Security has recently undergone amendments with the Constitutional Court Decision No. 18/PUU-XVII/2019. These arrangements differ from those in the United States of America. This of course has led to various debates among legal experts. Therefore, as an inspirational function, a legal comparison of the concept of movable property security between Indonesia and the United States is carried out using the juridical-normative comparison method. With this research, it can be seen the similarities and differences in regulations related to the concept of movable property collateral in Indonesia and the United States."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Hasanah
"Pasal 16 ayat (3) Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta mengatur bahwa hak cipta dapat dijadikan sebagai objek jaminan fidusia. Belum adanya pengaturan yang khusus mengatur mengenai pembebanan jaminan fidusia atas hak cipta menjadikan Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia menjadi tonggak utama pengaturan hak cipta sebagai objek jaminan fidusia. Dalam praktiknya penerapan hak cipta sebagai objek jaminan fidusia masih memiliki berbagai kendala khususnya dalam hal valuasi dan eksekusi. Kedua kendala ini menjadi salah satu penyebab hak cipta belum dapat dijadikan objek jaminan dalam lembaga perbankan di Indonesia. Oleh karenanya dalam penelitian ini akan digunakan metode penelitian yuridis normatif dalam bentuk perbandingan hukum dengan negara lain untuk dapat mengetahui bagaimana negara lain mengatur hak cipta sebagai objek jaminan. Dalam penulisan skripsi ini akan membandingkan dengan pengaturan valuasi dan eksekusi hak cipta sebagai objek jaminan dengan negara Thailand sebagai salah satu negara yang masuk dalam “Best Practices on Intellectual Property (IP) Valuation and Financing in APEC tahun 2018.” Setelah diurakan penerapan valuasi dan eksekusi hak cipta pada masing-masing negara, penulis melakukan perbandingan untuk menemukan persamaan dan perbedaan. Dari hasil perbandingan tersebut penulis berkesimpulan terdapat beberapa hal yang dapat diadopsi oleh Indonesia dari pengaturan valuasi dan eksekusi hak cipta di Thailand.

Article 16 paragraph (3) of Law No. 28 of 2014 about Copyright regulates that copyright can be used as an object of fiduciary security. The absence of any specific regulations regarding the imposition of fiduciary security on copyright makes Law No. 42 of 1999 about Fiduciary Security is the main regulation of copyright as an object of fiduciary security. In practice, the application of copyright as an object of fiduciary security still has various obstacles, especially in terms of valuation and execution. These two obstacles are the main reason that copyright cannot be used as an object of collateral in banking institutions in Indonesia. Therefore, this research will use normative juridical research methods in the form of legal comparisons with other countries to find out how other countries regulate copyright as an object of collateral. In writing this thesis, we will compare the valuation and execution settings of copyright as an object of guarantee with Thailand as one of the countries included in the “Best Practices on Intellectual Property (IP) Valuation and Financing in APEC in 2018.” After summarizing the application of valuation and copyright execution in each country, the authors conducted comparisons to find similarities and differences. From the results of this comparison, the authors conclude that there are several things that can be adopted by Indonesia from the valuation and execution of copyright law in Thailand."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>