Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 113808 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Putri Ayu Widyautami
"Mahasiswa rentan mengalami distress psikologis. Meski begitu, terdapat beberapa permasalahan yang menghambat mahasiswa untuk mendapatkan intervensi psikologis, yakni jumlah praktisi kesehatan mental yang terbatas, keterbatasan waktu, gejala permasalahan psikologis tertentu, dan stigma. Acceptance commitment therapy (ACT) berbasis web dapat menjadi alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi fisibilitas dan efektifitas dari ACT berbasis web untuk menurunkan experiential avoidance pada mahasiswa yang mengalami distress psikologis. Terdapat 38 partisipan yang mengikuti intervensi. Akan tetapi, hanya terdapat 12 partisipan dengan data yang lengkap dan dapat diolah untuk menguji efektivitas intervensi. Sumber data untuk evaluasi fisibilitas adalah riwayat aktivitas akun partisipan di situs web, kuesioner umpan balik sesi dan system usability scale. Sementara itu, sumber data yang digunakan untuk studi efektivitas adalah data kuantitatif dengan data kualitatif sebagai data tambahan. Alat ukur yang digunakan adalah Acceptance and Action Questionnaire II (AAQ-II), White bear suppression inventor (WBSI) dan Depression Anxiety Stress Scale (DASS-42). Hasil penelitian menunjukan bahwa ACT berbasis web dapat dilakukan dan diterima oleh partisipan. Analisis statistic berupa uji Friedman dan uji Wilcoxon menunjukan bahwa ACT berbasis web efektif untuk menurunkan distress psikologis dan experiential avoidance secara signifikan. Keterbatasan penelitian dijelaskan pada bagian diskusi.

Students are vulnerable to psychological distress. However, there are several problems that prevent students from getting psychological intervention, namely the limited number of mental health practitioners, limited time, symptoms of certain psychological problems, and stigma. Web-based acceptance commitment therapy (ACT) can be an alternative to overcome these problems. The objective of this study was to evaluate the feasibility and effectiveness of a web-based ACT to reduce experiential avoidance in students who experience Psychological Distress. There were 38 participants who take part in the intervention. However, there were only 12 participants with complete data that could be processed to test the effectiveness of the intervention. The data sources for the feasibility evaluation are the activity history of participants account on the website, session feedback questionnaire and system usability scale. Meanwhile, the data source used for the effectiveness study is quantitative data with qualitative data as additional data. The measuring instruments used are Acceptance and Action Questionnaire II (AAQ-II), White bear suppression inventor (WBSI) and Depression Anxiety Stress Scale (DASS-42The result of this study shows that Web-based ACT can be done and accepted by participants. Statistical analysis in the form of Friedman test and Wilcoxon test showed that web-based ACT was effective in reducing psychological distress and experiential avoidance significantly. The limitations of the study are explained in the discussion section."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diptya Ratri Pratiwi
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektivitas intervensi Acceptance and Commitment Therapy (ACT) berbasis web dalam meningkatkan personal growth initiative(PGI) pada mahasiswa sarjana yang mengalami depresi, kecemasan, atau stres. Tingkat depresi, kecemasan, dan stres diukur dengan menggunakan Depression Anxiety Stress Scales (DASS-42), sedangkan PGI diukur dengan menggunakan Personal Growth Initiative Scale II (PGIS-II). Desain one-group pretest-posttest dengan tambahan pengukuran follow-up digunakan dalam penelitian ini. Asesmen dilakukan sebelum, sesudah, dan dua minggu setelah intervensi dilaksanakan. Intervensi ACT berbasis web berlangsung selama satu bulan dengan menggunakan sistem Student Centered e-Learning Environment (SCeLE) Universitas Indonesia dan terdiri dari delapan sesi. Pengolahan data menggunakan Friedman Test dan Wilcoxon Signed-Rank Test menunjukkan bahwa PGI meningkat secara signifikan (p < 0,017) setelah intervensi ACT berbasis web. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa tingkat depresi, kecemasan, dan stres mahasiswa sarjana menurun secara siginfikan (p < 0,017) setelah intervensi ACT berbasis web. Selain itu ditemukan bahwa terdapat korelasi yang negatif antara perubahan PGI selama intervensi dengan tingkat depresi saat intervensi berkahir (p < 0,05).

This study aims to examine the effectiveness of web-based Acceptance and Commitment Therapy (ACT) intervention in improving personal growth initiative (PGI) in undergraduate students who experience depression, anxiety, or stress. Levels of depression, anxiety, and stress were measured using the Depression Anxiety Stress Scales (DASS-42), while PGI was measured using the Personal Growth Initiative Scale II (PGIS-II). One-group pretest-posttest design with additional follow-up measurement were used in this study. Assessments were conducted before, after and two weeks after the intervention was implemented. The web-based ACT intervention was carried out for one month using Universitas Indonesia's Student Centered e-Learning Environment (SCeLE) system and consisted of eight sessions. Data processing using Friedman Test and Wilcoxon Signed-Rank Test showed that PGI significantly increased (p < 0.017) following the web-based ACT intervention. This study also showed that the level of depression, anxiety, and stress of undergraduate students significantly reduced (p < 0.017) following the web-based ACT intervention. In addition, there is a negative correlation between changes in PGI during the intervention and the level of depression at the end of the intervention (p < >0.05)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Felicia Yosiana Gunawan
"Emotional distress pada mahasiswa adalah isu yang muncul akibat berbagai faktor, seperti transisi dari usia remaja ke dewasa muda, bertambahnya tuntutan, dan perubahan situasi serta sistem belajar. Pada Universitas Indonesia, fenomena distress terlihat dari banyaknya mahasiswa sarjana yang mencari bantuan psikologis di klinik internal Fakultas Psikologi Universitas. Antrean mahasiswa selalu melebihi kapasitas pemberi layanan sehingga mahasiswa perlu mengantre selama satu hingga tiga bulan. Salah satu cara untuk mengatasi fenomena ini adalah dengan menjalankan intervensi psikologis berbasis-web dengan format guided self-help; fitur daring berpotensi memperluas keterjangkauan dan memudahkan partisipan untuk mendapat bantuan psikologis. Studi ini meninjau fisibilitas dan efektivitas Acceptance and Commitment Therapy (ACT) berbasis-web delapan sesi berformat guided self-help yang disusun untuk menurunkan tingkat emotional distress serta meningkatkan self-compassion mahasiswa sarjana Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Studi ini merupakan quasi-experimental dengan desain one-group pretest-posttest sebanyak 38 partisipan dengan alat ukur DASS 42, AAQ-II, dan SCS. Delapan modul sesi dirancang berdasarkan enam prinsip dasar ACT menurut Hayes dan Harris: penerimaan, defusi, mindfulness, diri sebagai konteks, nilai-nilai personal, dan perilaku berdasarkan komitmen. Hasil uji efektivitas menunjukkan bahwa setelah intervensi, terdapat penurunan gejala distress yang signifikan, disertai dengan naiknya fleksibilitas psikologis dan naiknya self-compassion partisipan. Studi dipandang fisibel untuk dilakukan berdasarkan analisis kecukupan sumber daya, tingkat kemandirian partisipan, proses berjalannya studi, serta umpan balik partisipan. Riset lebih dalam dengan skala lebih luas dibutuhkan untuk mencapai konklusi yang lebih adekuat mengenai efektivitas program, namun fisibilitas intervensi ACT berbasis-web yang terbukti pada penelitian ini menunjukkan bahwa intervensi psikologis berbasis-web merupakan opsi efisien yang dapat digunakan penyedia layanan kesehatan mental.

Emotional distress in university students is a prevalent issue that rises due to various factors such as problems transitioning to adulthood, adjustment difficulties, and struggles to adapt in new environments. In University of Indonesia, this phenomenon can be seen from the many students who come to the campus’ internal clinic to seek psychological help. Queues are long, and students typically must wait one to three months to get help. One option to overcome this obstacle is to utilize the internet and construct web-based psychological interventions in a guided self-help format; online interventions could reach more people and provide easier access. This study aims to assess the feasibility and effectiveness of web-based guided self-help Acceptance and Commitment Therapy (ACT) to decrease emotional distress and increase psychological flexibility as well as self-compassion among undergraduate psychology students in University of Indonesia. This is a quasi-experimental study with a one-group, pretest-posttest design; eight online sessions were constructed based on traditional ACT guidelines by Hayes and Harris. 38 participants were recruited; Depression Anxiety Stress Scales 42, Acceptance and Action Questionnaire 2, and Self-Compassion Scale were used to measure emotional distress, psychological flexibility, and self-compassion respectively. Results show that post-intervention, participants’ emotional distress levels decreased significantly while psychological flexibility and self-compassion significantly increased. The intervention is also deemed feasible; feasibility assessments focused on resources, process, program management, participants’ adherence, and participants’ reviews. More research with a wider pool of participants is necessary to firmly establish the effectiveness of web-based ACT to treat distressed university students, but this study has clearly shown that web-based interventions are a viable and efficient option.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arina Megumi Budiani
"Perempuan infertil yang sudah pernah gagal program Teknologi Reproduksi Berbantu TRB memiliki penilaian negatif terhadap diri sendiri yang besar. Self-compassion menjadi sesuatu yang penting bagi mereka untuk dapat berbelas kasih terhadap dirinya sendiri dalam menghadapi penderitaan akibat infertilitas. Self-compassion merupakan sikap diri yang positif secara emosional yang dapat melindungi diri akibat penilaian diri yang negatif, isolasi diri, dan ruminasi. Penelitian ini menggunakan Acceptance and Commitment Therapy ACT untuk meningkatkan self-compassion pada perempuan pasien TRB yang mengalami distres psikologis. Penelitian ini merupakan quasi experiment research dengan metode pretest-posttest nonequivalent control group. Terdapat keterbatasan penelitian sehingga hanya ada satu orang dalam kelompok eksperimen dan tiga orang dalam kelompok kontrol yang berpartisipasi. Partisipan pada kelompok eksperimen mengalami peningkatan self-compassion berdasarkan skor pada Self-Compassion Scale SCS dan penurunan distres infertilitas berdasarkan skor pada Fertility Problem Inventory FPI , yang ternyata dialami juga oleh satu dari tiga partisipan pada kelompok kontrol. Hasil penelitian ini menemukan bahwa ACT dapat meningkatkan self-compassion perempuan pasien TRB yang mengalami distres psikologis, walaupun terdapat proses lain tanpa bantuan terapi yang dapat membuat mereka memiliki self-compassion lebih baik. Penjelasan hasil penelitian ini dapat dilihat secara lengkap pada bagian diskusi.

Infertile women that failed Assisted Reproductive Technology ART have high negative self judgment. Self compassion is important for them for having compassion to themselves in facing the suffering because of infertility. Self compassion is an emotionally positive self attitude that should protect against the negative consequences of self judgment, isolation, and rumination. This research use Acceptance and Commitment Therapy ACT for enhancing self compassion among women taking ART that have psychological distress. Quasi experiment with pretest posttest nonequivalent control group method is used in this research. Some limitations made the participants only contain by one person in experiment group and three persons in control group. Participant in experiment group showed rise on self compassion seen from Self Compassion Scale SCS with the decline on infertility distress seen from Fertility Problem Inventory FPI . This condition was also found in one of three participants in control group. These results showed that ACT can enhance self compassion among women taking ART with psychological distress, although the enhancement can be happened without therapy. Further explanation about these results can be seen on discussion section."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
T47378
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuram Mubina
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana pemberian teknik Acceptance And Commitment Therapy (ACT) yaitu Acceptance, Cognitive Defusion, Mindfulness, Observing Self, Values, dan Commitment dalam menurunkan experiential avoidance pada dewasa muda. Penelitian ini melibatkan tiga partisipan yang memenuhi kriteria penelitian dan bersedia mengikuti lima kali sesi ACT yaitu dua orang perempuan dan satu orang laki-laki. Desain penelitian yang digunakan adalah one group pretest and posttest, dimana peneliti akan melihat perubahan melalui hasil wawancara dan observasi serta skor partisipan saat pretest dan posttest menggunakan The Acceptance And Action Questionaire (AAQ-2R) dan White Bear Suppression Inventory (WBSI). Hasil kuantitatif dan kualitatif dari penelitian ini menunjukkan bahwa ACT terbukti efektif dalam menurunkan tingkat experiential avoidance dan thought suppression pada dewasa muda dengan pengalaman negatif terhadap figur ayah.

This study is aim to evaluate the effectivity of Acceptance Commitment Therapy (ACT) that is Acceptance, Cognitive Defusion, Mindfulness, Observing Self, Values, and Commitment in reducing experiential avoidance in young adulthood?s with negative event of father. Researcer used The Acceptance And Action Questionaire (AAQ-2R), White Bear Suppression Inventory (WBSI), and observation and brief interview in screening process. Through sreening process, researcher got three participants (1 man and 2 women) who was willing to attend five sessions of ACT. Researcher used before-after study design to find out if Acceptance Commitment Therapy could reduce experiential avoidance. Result suggest that ACT reduced experiential avoidance and thought suppression of young adulthood?s with negative event of father.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
T42196
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leonard
"ABSTRAK
Latar Belakang setiap tahun, tidak kurang dari 5.000 remaja ditahan akibat
melakukan tindakan kriminalitas, dari yang ringan hingga berat. Lingkungan
tahanan merupakan lingkungan yang dipenuhi oleh paparan kekerasan dan
keterbatasan. Sementara bagi yang akan dibebaskan atau tahap reentry, situasinya
juga memiliki tantangan tersendiri. Hal-hal tersebut merupakan sesuatu yang
menyebabkan tingginya kerentanan anak didik Lapas terhadap kemunculan
distress. Di Amerika, 60.5% remaja yang ditahan dan berada pada tahap reentry
mengalami kesehatan mental kronis. Dari jumlah tersebut, sebagian besar
mengalami depresi dan gangguan cemas, seperti PTSD. Bentuk distress
psikologis yang umum ditemukan adalah kecemasan dan depresi. Distress tinggi
dapat menyebabkan beberapa gangguan, seperti perilaku merusak dan kesulitan
penyesuaian diri setelah bebas. Oleh karena itu, distress anak didik Lapas tahap
reentry perlu mendapatkan intervensi psikologis. Salah satu bentuk intervensi
yang efektif adalah Acceptance and Commitment Therapy (ACT). ACT bertujuan
mengubah bentuk hubungan individu dengan permasalahannya, bukan lagi
memandang sebagai simptom, namun sebagai suatu fenomena psikologis yang
wajar dan kemudian mengarahkan tindakan yang dimiliki kepada sesuatu yang
sifatnya lebih produktif. Metode Penelitian ini menggunakan one group-before
and after study design dan accidental sampling. Intervensi ini dilakukan sebanyak
6 sesi. Hasil Dua partisipan mengalami penurunan tingkat distress psikologi yang
diketahui melalui penurunan skor Hopkins Symptom Checklist-25 (HSCL-25).
Semantara satu partisipan lainnya mengalami kenaikan tingkat distress psikologis.
Evaluasi kualitatif menunjukkan penurunan tingkat distress psikologis setelah
pelaksanaan intervensi. Kesimpulan ACT efektif dalam menurunkan tingkat
distress psikologis pada anak didik Lapas Tangerang. Hal ini terbukti terutama
melalui pengukuran secara kualitatif.

ABSTRACT
Background Each year, not less than 5,000 teenagers were arrested as a result of
criminal acts, from mild to severe. Prison is a high risk environment that is filled
by exposure to violence and limitations. As for who at reentry phase or freed
soon, the situation also has its own challenges. These things are something that
causes high susceptibility to the emergence of distress. In the U.S., 60.5% of
adolescents who were arrested and are at the stage of reentry experiencing chronic
mental health. Of these, most are experiencing depression and anxiety disorders,
such as PTSD. Common Forms of psychological distress are anxiety and
depression. High distress can cause several problems, such as conduct behavior
and adjustment difficulties after release. Therefore, distress at reentry youth
prisoner needs to get psychological intervention. One of intervention that
effective to treat psychological distress is Acceptance and Commitment Therapy
(ACT). ACT aims to change the shape of the individual's relationship with the
problems, no longer looked upon it as a symptom, but as a psychological
phenomenon that is reasonable and then direct the actions to something that is
more productive. Methods This study used a one-group before and after study
design and accidental sampling. The intervention was carried out for 6 sessions.
Results Two participants experienced a decrease in the level of psychological
distress is known through a reduction in Hopkins Symptom Checklist-25 (HSCL-
25) score. Moreover the other participants experienced an increase psychological
distress. Qualitative evaluation showed decreased levels of psychological distress
after the implementation of the intervention. Conclusion ACT is an effective
intervention in lowering the level of reentry youth prisoner’s psychological
distress at Lapas Anak Tangerang. This is evident primarily through qualitative
measurements.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
T42049
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasna Nadira
"ABSTRAK

Infertilitas merupakan kondisi yang dapat menyebabkan permasalahan psikologis. Pada pasangan yang mengalami infertilitas, kecemasan dan distres (infertility-related stress) menjadi masalah psikologis yang sering dialami. Meski infertilitas dapat disebabkan oleh berbagai faktor, perempuan menjadi pihak yang lebih terbebani dalam menghadapi infertilitas. Untuk membantu menurunkan kecemasan dan infertility-related stress perempuan yang mengalami infertilitas, peneliti menggunakan intervensi Acceptance and Commitment Therapy (ACT). Penelitian ini dilakukan dengan desain penelitian quasi experiment dengan metode pretest-posttest nonequivalent control group. Sebanyak lima orang partisipan terlibat dalam penelitian dengan dua orang partisipan kelompok eksperimen dan tiga orang partisipan kelompok kontrol. Pengukuran efektivitas intervensi dilakukan menggunakan State-Trait Anxiety Inventory (STAI) dan The Fertility Problem Inventory (FPI). Peneliti juga menggunakan alat ukur The Positive Negative Affective Scale (PANAS) untuk mengukur afek positif dan afek negatif partisipan kelompok eksperimen selama mengikuti sesi intervensi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa partisipan kelompok eksperimen yang mendapat intervensi ACT selama lima sesi mengalami penurunan kecemasan dan infertility-related stress. Pada partisipan kelompok eksperimen juga ditemukan bahwa ACT dapat menurunkan afek negatif dan meningkatkan atau menstabilkan afek positif partisipan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa intervensi ACT efektif dalam menurunkan kecemasan dan infertility-related stress pada perempuan yang mengalami infertilitas.


ABSTRACT

Infertility is a condition that could create psychological problem. To couples who experience infertility, anxiety and stress become psychological problems that are often experienced. Although infertility can be caused by various factors, women are more burdened in dealing with infertility. To help reduce the anxiety and infertility-related stress of women who experience infertility, the researcher use the intervention of Acceptance and Commitment Therapy (ACT). This study was conducted with a quasi-experimental research design using the pretest-posttest nonequivalent control group method. A total of five participants were involved in the study with two participants in the experimental group and three participants in the control group. Measurements of the effectiveness of the intervention were carried out using the State-Trait Anxiety Inventory (STAI) and The Fertility Problem Inventory (FPI). The researcher also used the The Positive Negative Affective Scale (PANAS) to measure the positive affect and negative affect of the experimental group participants during the intervention session. The results of this study indicate that the experimental group participants who received ACT intervention experienced decreased anxiety and infertility-related stress. The participants of the experimental group it was also found that ACT could reduce the negative affect of participants and increase or stabilize the positive affect of participants. Thus, it can be concluded that ACT intervention is effective in reducing anxiety and infertility-related stress in women who experience infertility."

Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
T52179
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mega Tala Harimukthi
"Individu dewasa muda yang mengalami gangguan kecemasan sosial memiliki penilaian negatif terhadap diri sendiri yang besar. Selain itu, individu juga lebih sering mengkritik diri secara negatif dibandingkan menerima dirinya. Self-compassion menjadi sesuatu yang penting untuk mereka agar dapat berbelas kasih terhadap dirinya sendiri dan menghadapi situasi-situasi yang membuat tidak nyaman serta menakutkan. Self-compassion merupakan sikap diri yang positif secara emosional dapat melindungi diri akibat adanya penilaian diri yang negatif, kritik diri negatif, isolasi diri, dan ruminasi. Penelitian ini menggunakan Acceptance and Commitment Therapy (ACT) untuk meningkatkan self-compassion pada individu dewasa muda yang mengalami kecemasan sosial. ACT menggunakan metode paparan (exposure) dan experiential avoidance. Penelitian ini merupakan quasi experiment research dengan metode pretest-posttest nonequivalent control group. Terdapat keterbatasan penelitian sehingga pada kelompok eksperimen hanya ada tiga partisipan yang dapat menyelesaikan intervensi hingga selesai, begitupun pada kelompok kontrol hanya ada tiga partisipan yang mengisi pre-test dan post-test. Partisipan pada kelompok eksperimen mengalami peningkatan self-compassion berdasarkan skor pada Self-Compassion Scale (SCS) dan penurunan kecemasan sosial berdasarkan skor Liebowitz Social Anxiety Scale (LSAS), yang tidak dialami oleh partisipan pada kelompok kontrol. Hasil penelitian menemukan bahwa ACT dapat meningkatkan self-compassion pada individu dewasa muda dan menurunkan kecemasan sosialnya. Teknik ACT yang paling bermanfaat bagi partisipan adalah mindfulness. Temuan lainnya pada penelitian ini adalah gaya pengasuhan orangtua yang mengkritik anak akan menimbulkan kecemasan sosial. Penelitian ini juga memperoleh hasil bahwa individu yang memiliki self-compassion tinggi akan terhindar dari perundungan karena individu mampu memposisikan diirnya dengan baik. Penjelasan hasil penelitian dapat dilihat secara lengkap pada bagian diskusi.

Young adult with social anxiety disorder has a negative self-criticsm to theirselves than to accept. Self-compassion is a construct to help to caring, loving, and being compassion to self. Compassion help them to be warmth and kind to self in social situation that fear them. Self-compassion is an emotional positive attitude that can keep itself from what in the negative situation, negative self-criticsm, self-isolation, and rumination. Acceptance and Commitment Therapy (ACT) is used in this study for enhancing self-compassion among young adulthood with social anxiety. ACT aim to help individual with social anxiety to exposure to social experiences they avoid. This research is quasi experiment research with pretest-posttest nonequivalent control group design with three participants on each experiment and control group. The scores of Self-Compassion Scale (SCS) were increased and Liebowitz Social Anxiety Scale (LSAS) were decreased on experimental group. One of technique on ACT which help participants is mindfulness. Another result from this study are parental criticism would make people being social anxiety, people with high selfcompassion would avoid from bullying. The explanation of the results of this study can be seen in detail in the discussion section."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
T49424
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meigo Anugra Jaya
"Distress spiritual merupakan suatu keadaan menderita yang berhubungan dengan gangguan kemampuan untuk memahami makna hidup melalui hubungan dengan diri sendiri, dunia atau kekuatan yang tinggi. Penulisan karya ilmiah ini untuk menjelaskan hasil tindakan terapi Acceptance Commitment Therapy (ACT) pada pasien Distress Spiritual. Metode yang digunakan adalah Case Report. Analisis dilakukan dengan cara mengukur tanda gejala dan kemampuan sebelum dan sesudah diberikan tindakan keperawatan generalis dan spesialis ACT pada 5 pasien distress spiritual dengan kriteria yaitu pasien skizofrenia atau psikotik akut, punya riwayat mampu beribadah, riwayat tidak ada motivasi/makna hidup. Hasil pemberian terapi ACT menunjukkan terjadi penurunan tanda gejala distress spiritual dan peningkatan kemampuan pasien, namun pada umumnya pasien masih meninggalkan 1 tanda gejala dan kemampuan yang belum tercapai yaitu berinteraksi dengan pemuka agama. Sehingga pemberian terapi ACT ini dapat diterapkan pada pasien dengan Distress Spiritual. Dan disarankan agar di ruangan perawatan menyediakan program layanan bimbingan ibadah oleh pemuka agama bagi pasien distress spiritual.Distress spiritual merupakan suatu keadaan menderita yang berhubungan dengan gangguan kemampuan untuk memahami makna hidup melalui hubungan dengan diri sendiri, dunia atau kekuatan yang tinggi. Penulisan karya ilmiah ini untuk menjelaskan hasil tindakan terapi Acceptance Commitment Therapy (ACT) pada pasien Distress Spiritual. Metode yang digunakan adalah Case Report. Analisis dilakukan dengan cara mengukur tanda gejala dan kemampuan sebelum dan sesudah diberikan tindakan keperawatan generalis dan spesialis ACT pada 5 pasien distress spiritual dengan kriteria yaitu pasien skizofrenia atau psikotik akut, punya riwayat mampu beribadah, riwayat tidak ada motivasi/makna hidup. Hasil pemberian terapi ACT menunjukkan terjadi penurunan tanda gejala distress spiritual dan peningkatan kemampuan pasien, namun pada umumnya pasien masih meninggalkan 1 tanda gejala dan kemampuan yang belum tercapai yaitu berinteraksi dengan pemuka agama. Sehingga pemberian terapi ACT ini dapat diterapkan pada pasien dengan Distress Spiritual. Dan disarankan agar di ruangan perawatan menyediakan program layanan bimbingan ibadah oleh pemuka agama bagi pasien distress spiritual.
Spiritual distress is a state of suffering associated with impaired ability to understand the meaning of life through relationships with oneself, the world or high strength. This study explain the results of the actions of Acceptance Commitment Therapy (ACT) in Spiritual Distress patients. The method used in this study was Case Report. The Analysis was carried out by measuring symptoms and abilities before and after being given generalist nursing actions and Acceptance Commitment Therapy in 5 spiritual distress patients with acute schizophrenia or psychotic patients, having a history of being able to worship, a history of no motivation / meaning in life. The results of ACT therapy showed the decrease in signs of spiritual distress symptoms and the increase of patients ability, but in general patients still left 1 sign of symptoms and the ability that has not been achieved is interacting with religious leaders. So that the provision of ACT therapy can be applied to patients with Spiritual Distress and  recommended in the treatment room provide a religious guidance service program for religious distress patients.

"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Fionna Callista
"Rasa bersalah dalam kedukaan merupakan salah satu respon emosional ketika individu merasa telah gagal memenuhi standar dan harapannya dalam hubungannya dengan almarhum dan/atau kematian. Rasa bersalah yang dirasakan secara intens dan berkepanjangan ini beresiko menghambat keberfungsian dan kesejahteraan individu dalam kehidupan sehari-hari, meningkatkan kemungkinan individu mengalami masalah kesehatan mental, hingga resiko untuk bunuh diri. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi intervensi Acceptance and Commitment Therapy (ACT), berjumlah empat sesi, untuk menurunkan rasa bersalah yang dialami individu. Partisipan penelitian berjumlah tiga, yang memenuhi kriteria, yaitu berusia 18-30 tahun, mengalami kehilangan (meninggal dunia) orang terdekat, mengalami rasa bersalah selama masa kedukaan yang dijalani, dan belum pernah mendapatkan penanganan psikologis terkait kedukaan sebelumnya. Desain penelitian adalah one group before-after (pretest-posttest) untuk mengevaluasi pengaruh intervensi dengan membandingkan hasil pengukuran sebelum dan sesudah intervensi. Data kuantitatif didapatkan menggunakan alat ukur Bereavement Guilt Scale (BGS), Acceptance and Action Questionnaire-II (AAQ-2), Cognitive Fusion Questionnaire (CFQ), dan Five Facet Mindfulness Questionnaire (FFMQ), sedangkan data kualitatif didapatkan lewat hasil wawancara dan observasi selama intervensi. Hasil kuantitatif menunjukkan adanya penurunan skor rasa bersalah dan meningkatnya fleksibilitas psikologis partisipan. Secara kualitatif, intervensi terbukti dapat membantu partisipan dalam proses pemaafan dirinya terhadap perilaku yang dilakukan selama almarhum masih hidup, mengurangi kecenderungannya untuk menyalahkan diri, keluar dari pemikiran bahwa ia merupakan penanggung jawab atas kematian almarhum, dan menerima bahwa tindakan yang dilakukannya merupakan usaha terbaik yang telah diusahakannya saat almarhum masih hidup. Dapat disimpulkan bahwa ACT dengan total 4 sesi terbukti mengatasi rasa bersalah pada partisipan penelitian.

Guilt in grieving is an emotional response when individuals feel they have failed to meet their standards and expectations concerning the deceased and/or death. Intense and prolonged feeling of guilt has the risk of hampering the functioning and well-being of individuals in everyday life, increasing the likelihood of individuals experiencing mental health problems, to the risk of suicide. The study aims to evaluate the effectiveness of Acceptance and Commitment Therapy (ACT) intervention, totaling four sessions, to reduce feelings of guilt experienced by individuals. Three participants were aged 18-30 years, experienced the loss (passed away) of a loved one, has experienced guilt during their grieving period, and had never received any psychological treatment. The research design was a one group before-after (pretest-posttest) design to evaluate the effect of the intervention by comparing the results of measurements before and after the intervention. Quantitative data obtained using the Bereavement Guilt Scale (BGS), Acceptance and Action Questionnaire-II (AAQ-2), Cognitive Fusion Questionnaire (CFQ), and Five Facet Mindfulness Questionnaire (FFMQ), while qualitative data obtained through interviews and observations during the intervention. Quantitative results show a decrease in the score of guilt and an increase in the psychological flexibility of the participants. Qualitatively, the intervention was proven to be able to help participants in the process of forgiving themselves for the behavior they committed during the life of the deceased, reducing the tendency to blame themselves, getting out of thinking that they are responsible for the death, and accepting that the decisions made were the best they could take. It is shown that ACT of 4 sessions is proven to overcome guilt in research participants."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>