Penelitian ini membahas dampak Intergovernmental Fiscal Transfers (IFT) terhadap konservasi hutan selama periode 2008-2016 di Indonesia. Penelitian ini menggunakan model panel berupa fixed effect dan Spatial Autoregressive (SAR) fixed effect. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa adanya pengaruh transfer pemerintah pusat dalam bentuk Dana Perimbangan berupa Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil positif memengaruhi perluasan area konservasi hutan di Indonesia level kabupaten/kota. Dana koordinasi berupa Dana Tugas Pembantuan positif signifikan memengaruhi pada level kabupaten/kota sedangkan level provinsi menunjukkan positif saja. Selain itu, dampak dari daerah yang berdekatan atau neighbourhood effect secara empiris terbukti memengaruhi perluasan area konservasi hutan di Indonesia. Dampak tersebut terlihat pada koefisien spasial yang positif. Sehingga dapat disimpulkan pada penyediaan barang publik seperti area konservasi hutan peristiwa yang terjadi justru bukan free rider. Barang publik yang memiliki spillover positif akan memunculkan kejadian berupa mimicry, keikutsertaan penyediaan pada daerah yang berdekatan (neighbour).
In this study aim to look at impact of Intergovernmental Fiscal Transfers (IFT) on forest conservation during the period 2008-2016 in Indonesia. This study uses panels model fixed effect, and Spatial Autoregressive (SAR) fixed effect. The results of this study suggest that Impact of Intergovernmental Fiscal Transfer (IFT) in the form Dana Perimbangan such as Special Allocation Funds (DAK) and Revenue Sharing Funds (DBH) positive significantly influences the expansion of forest conservation areas in Indonesia. Coordination funds in the form Dana Tugas Pembantuan positively significantly affect the district/city level while the provincial level shows just positive. In addition, the impact of adjacent areas or neighborhood effects has been empirically proven to influence the expansion of forest conservation areas in Indonesia. The impact is seen in positive spatial coefficients. It can be concluded that the provision of public goods such as the forest conservation area is occured not a free rider. Public goods that have positive spillover will actually issue a mimicry event, participation in the neighboring area.
"
Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) pada umumnya melakukan pemanfaatan hutan di sektor pertanian sesuai dengan instruksi dan dukungan modal dari Perhutani. LMDH Wana Cendana bergerak di sektor ekowisata tanpa instruksi dan bantuan modal dari Perhutani. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan pemberdayaan komunitas lokal (LMDH Wana Cendana) yang tidak memiliki keahlian di bidang pengelolaan hutan dan ekowisata. Konsep yang digunakan adalah pemberdayaan komunitas lokal dan ekowisata dengan pendekatan kualitatif studi kasus. Studi ini mengedepankan kebaruan kasus dan wawancara mendalam terhadap informan yang terlibat secara langsung dalam pengembangan ekowisata Gunung Dago. Beberapa riset terdahulu menunjukkan pemberdayaan yang kurang memprioritaskan komunitas lokal. Pengembangan ekowisata di Desa Dago yang dimulai pada 2019 sangat mengedepankan potensi lokal dan proses belajar secara mandiri, sehingga komunitas lokal mampu mengubah lahan bekas tambang menjadi tempat wisata yang asri. Kemandirian komunitas lokal tergambar pada keterlibatannya dalam proses pengembangan ekowisata, mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan. Di samping itu, komunitas lokal sebagai pengelola mampu memanfaatkan pengetahuan, budaya dan sumber daya lokal untuk meningkatkan kesejahteraan anggota tanpa mengesampingkan kaidah-kaidah konservasi hutan.
"